Anda di halaman 1dari 8

OTOMIKOSIS

I. PENDAHULUAN

Fungi, ( bahasa latin dari jamur ), adalah organism eukariotik, pembawa spora, hanya sedikit
mengandung klorofil, dan bereproduksi baik secara seksual maupun aseksual.1

Otomikosis atau Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur ( fungal otitis externa ) digambarkan
sebagai infeksi akut, subakut maupun kronik oleh jamur yang menginfeksi epitel skuamosa pada
kanalis auditorius eksternus dengan komplikasi yang jarang melibatkan telinga tengah. Walaupun
sangat jarang mengancam jiwa, proses penyakit ini sering menyebabkan keputus-asaan baik
pada pasien maupun ahli telinga hidung tenggorok karena lamanya waktu yang diperlukan dalam
pengobatan dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinya yang begitu tinggi.2

Otomikosis adalah suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh belahan dunia.
Frekuensinya bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik, faktor lingkungan, dan juga
waktu. 3

Otomikosis adalah satu dari gejala umum yang sering dijumpai pada klinik-klinik THT dan
prevalensinya mencapai 9 % dari keseluruhan pasien yang menunjukkan gejala dan tanda otitis
eksterna. Walaupun terdapat perdebatan pendapat bahwa jamur sebagai penyebab infeksi,
melawan pendapat lain yang menyatakan adanya koloni berbagai macam spesies sebagai
respon host yang immunocompromise terhadap infeksi bakteri, kebanyakan studi laboratorium
dan pengamatan secara klinis mendukung otomikosis sebagai penyebab patologis yang
sebenarnya, dengan Candida dan Aspergillus sebagai spesies jamur yang terbanyak diperoleh
dari isolatnya.2

Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya otomikosis, termasuk cuaca
yang lembab, adanya serumen, instrumentasi pada telinga, status pasien yang
immunocompromised , dan peningkatan pemakaian preparat steroid dan antibiotik topikal.
Pengobatan yang direkomendasikan meliputi debridement lokal, penghentian pemakaian
antibiotik topikal dan anti jamur lokal atau sistemik. Berikut ini akan dibahas tentang anatomi
telinga itu sendiri, karakteristik, gejala klinis, faktor-faktor predisposisi, dan komplikasi dari
otomikosis, sehingga kita dapat mendiagnosa dan memberi pengobatan secara cepat dan tepat.2

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.4

II.1 TELINGA LUAR

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dan tangka tulang
rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang, dengan panjang 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen ( modifikasi kelenjar keringat ) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant terhadap
serangga.4

Serumen terdiri dari lemak ( 46-73 % ), protein, asam amino, ion-ion mineral, dan juga
mengandung lisozim, immunoglobulin, dan dan asam lemak tak jenuh rantai ganda. Asam lemak
ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh
karena komposisi hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi
impermeable, kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel.
Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga bagian
luar, yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen.3

II.2 TELINGA TENGAH

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

- batas luar : membran timpani

- batas depan : tuba eustachius

- batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )

- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.

- batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )

- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis, kanalis
fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap bundar ( round window ) dan promontorium.4

Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida ( membran sharpnell ),
sedangkan bagian bawah pars tensa ( membran propria ). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu
bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling
berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat
dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring, dengan telinga tengah.4

II.3 TELINGA DALAM

Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.4

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang
tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani
disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
dengan membrane vestibuli ( Reissner’s membrane ), sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak Organ of corti. Pada skala media terdapat bagian
yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel
rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk
Organ of Corti.4

Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah sebagai
berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut ,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.4

Adapun diagram dari telinga dapat dilihat dari gambar berikut ini :

gbr.1. diagram telinga4

III. DEFINISI

Otomikosis ( dikenal juga dengan Singapore Ear ), adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh
jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis auditorius eksternus.6

Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut dan
subakut, dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini
menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan
debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri.6,7

IV. EPIDEMIOLOGI

Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengan cuaca yang
panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1 dari 8 kasus infesi telinga
luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, dan
selebihnya adalah Candida spp. Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh
pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai
pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari
negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna yang disebabkan
oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.8

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis dijumpai lebih banyak
pada wanita ( terutama ibu rumah tangga ) daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada
dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada
remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.9

Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8
%nya merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.3

V. ETIOLOGI

Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis, meliputi ketiadaan
serumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan trauma lokal, yang biasanya
sering disebabkan oleh kapas telinga ( cotton buds ) dan alat bantu dengar. Serumen sendiri
memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur.
Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh
karena paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis
auditorius eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga.
Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan asthma.8

Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit, terutama
Aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus, Allescheria boydii,
Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis
dapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang
disebabkan bakteri yang diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.9,10

Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi jamur yang patogenik,
tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum dimengerti. Beberapa dari faktor
dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan
kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif dari serumen, faktor sistemik ( seperti gangguan
imun tubuh, kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia ), faktor lingkungan ( panas,
kelembaban ), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik, post
mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada telinga.3

Aspergillus niger dilaporkan sebagai penyebab paling terbanyak dari otomikosis ini. Pada dua
penelitian di Babol dan barat laut Iran, A.niger dilaporkan sebagai penyebab utama. Ozcan dkk,
dan Hurst melaporkan A.niger , juga sebagai penyebab terbanyak otomikosis di Turki dan
Australia. Tetapi, Kaur, dkk, menemukan bahwa A.fumigatus sebagai penyebab terbanyak diikuti
dengan A.niger. Spesies Aspergillus lainnya yang dihubungkan dengan otomikosis adalah
A.flavus. Penicillum juga dilaporkan oleh Pavalenko. Jamur lainnya yang berhubungan dengan
terjadinya otomikosis adalah C.albicans dan C. parapsilosis. Pada penelitian yang dilakukan Ali
Zarei di Pakistan Tahun 2006, dijumpai A.niger sebagai penyebab utama diikuti dengan
A.flavus.9,10

Aspergillus niger, juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada pasien
immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi yang telah diberikan. (
aspergillus otomikosis ).11

Berikut ini adalah gambaran histologik mikroskopik dari jamur penyebab otomikosis :

gbr.2&3. Bentuk ragi dan sel tunas disertai gambaran mikroskopik dari Aspergillus9

Gbr 4. Hifa tak bersepta dari Rhizopus Sp9 dan Gbr.5 Koloni Candida albicans pada media Agar
Saboraud1

VI. GEJALA KLINIS

Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna pada umumnya yakni
otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai, kemudian diikuti dengan
kurangnya pendengaran, rasa penuh pada telinga dan gatal.2

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006, yakni dari 132
kasus otomikosis didapati persentase masing- masing gejala otomikosis sebagai berikut :

Simptom

Jumlah Pasien ( n )

Persentase ( % )

Otalgia

Otorrhea

Kehilangan pendengaran

Rasa penuh pada telinga


Gatal

Tinnitus

63

63

59

44

20

48

48

45

33

23

gbr.6. tabel presentase masing-masing gejala otomikosis

( Tang Ho, et al, 2006)2

Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke
bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam.
Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai kedalam,
sampai ke membran timpani, maka akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.12

Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin
yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit,
hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan
granulasi diantara kanalis eksterna atau pada membran timpani.8

gbr.7 gambaran klinik dari otomikosis 2

gbr 8&9 . tampak pertumbuhan hifa berfilamen, berwarna putih, panjang, dari permukaan kulit.13

Terkadang otomikosis ini dapat menyebabkan perforasi pada membran timpani, seperti yang
terlihat pada gambar dibawah ini :

Gbr.10. Gambaran otoskopi dari telinga yang terkena otomikosis14

Dari hasil otoskopi didapatkan telinga kanan dengan perforasi 90 % dari pars tensa. Membran
timpani tampak kering. Bayangan keabuan dan massa putih dari miselium tampak pada dinding
anterior kanalis. Nanah kering kekuningan tampak pada permukaan kulit pada dinding posterior
kanalis.14

VII. DIAGNOSA

Diagnosa didasarkan pada :

a. Anamnesis.

Adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar dari telinga. Yang
paling penting adalah kecenderungan beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya
berenang, menyelam, dan sebagainya.12

b. Gejala Klinik.

Yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan daun telinga menjadi merah, skuamous
dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3 bagian luar. Didapati adanya akumulasi
debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari
permukaan kulit.12

c. Pemeriksaan Laboratorium

a. Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % akan
tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemyukan spora-spora kecil
dengan diameter 2-3 u.12

b. Pembiakan : Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar.
Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih. Dengan
mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora
berjejer melekat pada permukaannya.12

VIII. DIAGNOSA BANDING

Otomikosis dapat didiagnosa banding dengan otitis eksterna yang disebabkan oleh bakteri,
kemudian dengan dermatitis pada liang telinga yang sering memberikan gejala – gejala yang
sama.12

IX. PENATALAKSANAAN

Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan lembab, dan
disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek
api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan.15

Pengobatan yang dapat diberikan seperti :

a. Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya
dapat menyembuhkan.4,15

Tetes telinga siap beli seperti VoSol ( asam asetat nonakueus 2 % ), Cresylate ( m-kresil asetat )
dan Otic Domeboro ( asam asetat 2 % ) bermanfaat bagi banyak kasus.16

b. Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes ( alkohol 70 % ) atau meneteskan larutan burrowi 5 %
satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberi hasil
pengobatan yang memuaskan.8

c. Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.8
d. Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti preparat yang
mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara
sistemik.2,16

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara komplit mengobati
proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak menunjukkan keefektifan untuk
mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain
memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu
sendiri, yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi
paparan dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika
menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah homeostasis lokal.
Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi komplit dari
penyakit ini.3

X. KOMPLIKASI

Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari membran timpani dan
otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, dan cenderung sembuh dengan
pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis
avaskular dari membran timpani sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka
insiden terjadinya perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-
16 % dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi terjadinya
perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan konsekuensi inokulasi
jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan ekstensi langsung infeksi tersebut
dari kulit sekitarnya.2

XI. PROGNOSIS

Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi dengan anti
jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi ( penyembuhan ) yang baik secara
imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan
infeksi sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius
eksternus masih terganggu. 1,12

XII. KESIMPULAN

1. Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub akut, maupun
kronik yang terjadi pada liang telinga luar ( kanalis auditorius eksternus ).

2. Gejala dari otomikosis dapat berupa nyeri pada telinga, keluarnya secret ( otorrhea ), gatal,
sampai berkurangnya pendengaran.

3. Faktor predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang


tinggi karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang, dan penggunaan kortikosteroid, dan
anti mikroba pada infeksi sebelumnya.

4. Spesies yang paling terbanyak menyebabkan infeksi ini adalah dari genus Aspergillum dan
Candida.

5. Pengobatan dengan menjaga kebersihan telinga, mengurangi kelembaban dan faktor-faktor


predisposisinya, dan pemakaian anti fungal baik secara lokal maupun sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

1. K Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, & Filiz Karaarslan. (2003). Otomycosis in
Turkey: Predisposing factors, aetiology and therapy. The Journal of Laryngology and Otology,
117(1), 39-42. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID:
280962791).

2. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006). Otomycosis : Clinical
features and treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head and neck Surgery,
135,787-791.

3. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed


diagnosis : Otomycosis. A study of 451 patients. Acta Otorinolaringol Esp, 56, 181-186.

4. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FK UI. 2001. h. 9-15.

5. Figure 1, ear diagram, available from www.entusa.com

6. Otomycosis, available from www.wikipedia.com, last update on June 1, 2009.

7. Dixon, Bernard. (1995). Treating swimmer's ear. British Medical Journal, 310(6976), 405.
Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID: 6308792).

8. Fungal Ear Infection. available from www.patient.co.uk last update on June 22,2008.

9. Ali Zarei Mahmoudabadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases of Otomycosis. Pakistan


Journal of Medical Sciences, 22 (4 ),486-488

10. Ashish Kumar.(2005). Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Sciences, 7 (3)152-155.

11. Rutt, A., & Sataloff, R.. (2008). Aspergillus otomycosis in an immunocompromised patient.
Ear, Nose & Throat Journal, 87(11), 622-3. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical
Library. (Document ID: 1608819481).

12. Trelia Boel. (2003).Mikosis Superfisial.Retrieved from USU digital Library.

13. External Ear Canal. Available from www.entusa.com, last update on June 29, 2009

14. Jack L Pulec, & Christian Deguine. (2002). Otomycosis. Ear, Nose & Throat Journal, 81(6),
370. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID: 683078111).

15. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001). Otomikosis.Kapita Selekta
Kedokteran ,Jakarta: Media Aesculapius, 3 ( 1),75.

16. George L Adams, Lawrence R Boies, Peter A Higler.(1997).Otomikosis.Buku Ajar Penyakit


THT.Jakarta: PT.EGC,85.

Anda mungkin juga menyukai