Laporan Kasus
Pemerkosaan
Aliya Muhammad 1102016018
Juliva Syahira 1102016094
Meutia Lieska Urfa 1102015133
Natasya Puspita Dewi1102015162
Restu Kania Madani 1102015195
Suryantio Jiwandono 1102015232
ABSTRAK
Pendahuluan: Kasus pemerkosaan pada anak anak di bawah umur membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus termasuk perlindungan hukum
yang berbeda dari orang dewasa. Hal ini disebabkan karena tingginya kasus perkosaan seperti fenomena gunung es dimana angka perkosaan
bisa jadi lebih besar karena korban tidak berani lapor ke pihak yang berwajib. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
ada 419 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) karena menjadi korban kekerasan seksual pada 2020.
Laporan Kasus: Korban hidup bejenis kelamin perempuan, usia kurang lebih empat belas tahun, datang didampingi oleh polisi dan ibu kandung
korban, untuk meminta pemeriksaan guna kepentingan visum et repertum. Menurut pengakuan korban, korban dikenalkan dengan pelaku dari
temannya. Korban dan pelaku berkenalan melalui WA dan akhirnya lanjut berkomunikasi sampai akhirnya korban diajak bertemu oleh pelaku
dirumah temannya untuk bermain gitar. Korban dijemput oleh pelaku menggunakan motor di depan Indomaret kemudian langsung menuju ke
rumah teman pelaku. Pada pukul 01:00 pagi korban minta diantar pulang, mereka pulang melalui jalan jati kape yang melewati sawah dan sepi.
Dipertengahan sawah, pelaku tiba-tiba berhenti dan meminta korban untuk melakukan hubungan badan. Pelaku mengancam korban dengan
kalimat “Lu turun disini, kalau ga ngasih ya” . Korban ketakutan karena jalan tersebut merupakan daerah rawan begal. Kemudian pelaku
mendorong korban sampai terjatuh dengan posisi terlentang dan langsung melepaskan ikat pinggang, celana jeans dan celana dalam korban
sampai lutut dan kedua tangan korban dicengkram lalu diletakkan dibelakang kepala korban kemudian pelaku langsung memasukkan alat
kelaminnya secara paksa ke dalam alat kelamin korban. Menurut keterangan korban, kejadian tersebut berlangsung kurang lebih selama 3 menit,
korban tidak mengetahui apakah cairan sperma dikeluarkan didalam atau diluar kemudian korban langsung memakai celana dan minta
diantarkan pulang.
Diskusi: Pembuatan Visum et Repertum pada kasus ini guna membantu penyidik mengungkapkan kebenaran secara medis pada korban hidup
perkosaan, yang mana pada kasus perkosaan salah satu tujuannya untuk mencari tanda persetubuhan yang ditemukan pada pasien berupa tanda
langsung robeknya selaput dara dan tidak langsung berupa kehamilan yang didukung dengan pemeriksaan penunjang pada korban.
Kesimpulan: Kasus ini termasuk ke dalam kasus perkosaan yang dilakukan pada anak dibawah umur oleh temannya sendiri. Kasus perkosaan ini
dibuktikan dengan adanya tanda persetubuhan langsung sesuai dengan pengakuan pasien dan pemeriksaan. Pembuatan Visum et Repertum pada
kasus ini diharapkan dapat menjadi surat keterangan ahli yang dapat membantu menegakkan peradilan hukum bagi korban dan pelaku oleh
pihak yang berwenang.