Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Tonsilitis Akut ec Bakterial

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu THT-KL

Pembimbing :
dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, Msi, Med

Disusun oleh :
Rachmah Khoerunnisa 1820221151

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

“Tonsilitis Akut ec Bakterial”

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorok RSUD Ambarawa

Disusun oleh :
Rachmah Khoerunnisa
1820221151

Telah disetujui oleh Pembimbing,

dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, Msi, Med

Tanggal : 31 Desember 2019

Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL


Fakultas Kedokteran Universitas UPN Veteran Jakarta
RSUD Ambarawa

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini selesai pada waktunya.
Laporan kasus ini diajukkan untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan
Klinik Telinga Hidung Tenggorok.
Penyusunan laporan kasus ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak
yang turut membantu. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, Msi, Med
selaku pembimbing serta kepada teman-teman di kepaniteraan klinik Telinga
Hidung Tenggorok atas kerjasamanya selama penyusunan makalah ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Ambarawa, 31 Desember 2019

Penulis

3
BAB I
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
- Nama : An. Z
- Tanggal lahir : 30 April 2012
- Umur : 7 tahun 8 bulan
- Agama : Islam
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Belum bekerja
- Alamat : Dusun Tegalwuni, Banyubiru
- No RM : 182611-2019

3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 20 Desember 2019 di klinik THT
RSUD Ambarawa.
Keluhan Utama:
Nyeri Tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengalami nyeri tenggorokan yang sudah dirasakan sejak 3 tahun
yang lalu dan memberat sejak 2 hari SMRS. Selain itu pasien juga mengeluhkan
nyeri menelan yang dirasakan sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengalami demam
naik turun sejak 2 hari yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien sering
mengorok saat tidur sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan sesak nafas, batuk dan pilek
disangkal. Pasien memiliki riwayat amandel sejak 3 tahun yang lalu dan belum
pernah dibawa ke dokter untuk berobat. Selain itu pasien juga mengalami gigi
geraham atas yang berlubang sejak 3 tahun yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa pasien sering mengkonsumsi mie instan dan jajan sembarang. Alergi Obat
(-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat penyakit serupa : diakui,  sejak 3 tahun yang lalu
- Riwayat operasi : disangkal

4
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat penyakit lain : Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


1. Riwayat sakit serupa : disangkal
2. Riwayat alergi : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Sosial dan ekonomi :


1. Kebiasaan jajan sembarangan : diakui
2. Kesan ekonomi : Cukup

2. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : compos mentis (GCS15; E4M6V5)
3. Tanda vital :
- Tekanan darah : 110/60 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Frekuensi nafas : 20 x/menit
- Suhu o
: 36,5 C
4. Status Gizi :
- Berat Badan : 22 kg
- Tinggi Badan : 120 cm
B. Status Generalis

1. Kepala : Mesosefal
2. Wajah : Simetris
3. Mata : dalam batas normal
4. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
5. Jantung : dalam batas normal

5
6. Paru : dalam batas normal
7. Abdomen : dalam batas normal
8. Ekstremitas : dalam batas normal

C. Status Lokalis (Telinga, Hidung, Tenggorok)


1. Kepala dan leher:
- Kepala : mesocephal
- Wajah : simetris
- Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)
2. Gigi dan mulut:
- Gigi geligi : Gigi geraham besar sebelah kanan atas berlubang
- Lidah : dalam batas normal, kotor (-), tremor (-)
- Pipi : bengkak (-)

3. Telinga: Dalam batas normal


4. Hidung dan sinus paranasal:
Luar Kanan Kiri
Bentuk Normal Normal
Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Inflamasi/tumor (-) (-)
5. Faring:

Orofaring Kanan Kiri


Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Dinding faring Granular (-) Granular (-)
Palatum mole Ulkus (-) Ulkus (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Arcus laring Simetris (+) Simetris (+)


Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Uvula Ditengah
Edema (-)

Tonsil
Ukuran T3 T3

6
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus (-) (-)

4. Resume
Anamnesis
Nyeri tenggorokan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu dan memberat sejak 2
hari SMRS. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri menelan yang dirasakan
sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengalami demam naik turun sejak 2 hari yang
lalu. Pasien sering mengorok saat tidur sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan sesak
nafas, batuk dan pilek disangkal. Pasien memiliki riwayat amandel sejak 3 tahun
yang lalu. Selain itu, pasien juga mengalami gigi geraham atas yang berlubang
sejak 3 tahun yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien sering
mengkonsumsi mie instan dan jajan sembarang.

Pemeriksaan Fisik
Gigi : Karies gigi geraham besar atas
Tonsil : Pembesaran tonsil (T3/T3), permukaan tidak rata, hiperemis (+)

5. Diagnosis Banding
Tonsilitis Akut ec virus
Tonsilitis Akut ec bakteri

6. Diagnosis Kerja
Telinga: -
Hidung :-
Gigi : Karies Gigi
Tenggorok : Tonsilitis Akut ec bakteri

7
7. Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologis:
 Antibiotik : Cefixime syrup 2x cth 1 (dosis : 10 mg/kgBB/hr atau dengan
BB: 22 kg  220 mg/hari)
 Antipiretik : Paracetamol syrup 1x cth 1 (dosis : 10-15 mg/KgBB/kali atau
dengan BB: 22 kg  220 – 330 mg/kali) jika demam
b. Edukasi

 Istirahat cukup
 Minum air putih cukup
 Hindari makanan dan minuman dengan perasa atau pemanis buatan seperti
mie instan, snack ringan seperti ciki-cikian, coklat, permen, dll
 Jaga higiene gigi dan mulut
8. Prognosis
-Qou ad vitam / Harapan hidup : dubia ad bonam
- Qou ad sanam / Sembuh : dubia ad bonam
- Qou ad function / Fungsi : dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Tonsil terdiri dari 3 macam yaitu tonsila
palatina (faucial tonsil), tonsila faringeal (adenoid), tonsila lingual yang ketiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer (Soepardi, 2007).
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa
tonsil. Fosa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina,
dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah m.palatoglosus atau
disebut pilar posterior, batas lateral atau dinding luarnya adalah m.konstriktor
faring superior (Scott & Stiernberg, 2014). Tonsil terletak di lateral orofaring,
dibatasi oleh m.konstriktor faring superior pada sisi lateral, m.palatoglosus pada
sisi anterior, m.palatofaringeus pada sisi posterior, palatum mole pada sisi
superior dan tonsil lingual pada sisi inferior (Ellis, 2010). Pada kutub atas tonsil
seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang
kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial
tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus.
Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga mliputi kriptus. Di
dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri
dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fascia faring yang sering
juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring sehingga
mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil lingual terletak di dasar lidah
dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepigltika. Di garis tengah, di
sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang
terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Soepardi, 2007).

9
Gambar 1 Anatomi Tonsil dan Adenoid

Tonsil mendapat perdarahan dari arteri palatina minor, arteri palatina


ascendens, cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri faring ascendens dan arteri
lingualis dorsal (Soepardi, 2007). Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi
oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden,
vaskularisasi diantara kedua daerah tersebut dilayani oleh arteri tonsilaris.
Vaskularisasi kutub atas tonsil dilayani oleh arteri faringeal asenden dan arteri
palatina desenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar muskulus
konstriktor superior dan bercabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina
asenden, mengirimkan cabang-cabang melalui muskulus konstriktor superior
melalui tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil
melalui bagian luar muskulus konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik
kepangkal lidah dan mengirimkan cabangnya ke tonsil, pilar anterior dan pilar
posterior. Arteri palatina desenden atau arteri palatina minor atau arteri palatina
posterior memperdarahi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk
anastomosis dengan arteri palatina asenden (Weed & Forest, 2010).
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah
dan pleksus faring. Perdarahan adenoid berasal dari cabang-cabang arteri

10
maksilaris interna. Disamping memperdarahi adenoid pembuluh darah ini juga
memperdarahi sinus sfenoid (Weed & Forest, 2010).

Gambar 2 Vaskularisasi tonsil

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda atau deep jugular node bagian superior di bawah
muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar torak dan akhirnya
menuju duktus torasikus. Infeksi dapat menuju ke seluruh bagian tubuh melalui
aliran getah bening. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Tonsil bagian atas mendapat
persarafan dari serabut saraf ke V atau n.trigeminus melalui ganglion
sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf ke IX atau n.glosofaringeus, sedangkan
adenoid mendapat persarafan dari cabang saraf kranialis ke IX dan X atau n.vagus
(Aynehchi & Har-El, 2014).

II.2 Tonsilitis
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring/Gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air
borne

11
droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak
(Soepardi, 2007).
Tonsilitis dibagi menjadi 3 macam berdasarkan penyebabnya yaitu :
a. Tonsilitis Akut
Tonsilitis akut dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya yaitu
1) Tonsilitis Viral
Tonsilitis viral adalah tonsillitis akut yang terjadi akibat infeksi
virus, penyebab tersering adalah virus Epstein Barr. Haemofilus
influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Gejala
tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorokan. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum
dan sangat nyeri pada tonsil.
Terapi yang dianjurkan adalah istirahat, minum cukup, analgetika,
dan antivirus diberikan jika gejala berat.
2) Tonsilitas Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptococcus
beta hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus,
Streptococcus viridans dan Streptococus piogenes. Infiltrasi bakteri
pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk
detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati
dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil
dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsillitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu
membentuk alur-alur maka akan menjadi tonsillitis lakunaris. Bercak
detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam membrane
semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.
a) Gejala dan Tanda
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri waktu

12
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu,
rasa nyeri sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di
telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih
(reffered pain) melalui saraf n. glosofaringeus (n.IX).
padapemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh
membrane semu. Kelenjar submandibular membengkak dan
nyeri tekan.
b) Terapi
Antibiotik spectrum luas penisilin, eritromisin, antipiretik dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.
b. Tonsilitis Membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsillitis membranosa ialah
tonsillitis difteri, tonsillitis septik (septic sore throat), angina plaut
Vincent, penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia pernisiosa,
neutropenia maligna serta infeksi mono-nukleosis, proses spesifik luas dan
tuberculosis, infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis,
infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
1) Tonsilitis Difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan
imunisasi pada bayi dan anak.penyebab tonsillitis difteri ialah kuman
Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan
hidup di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit.
Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang.
Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari
10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada
orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

13
a) Gejala dan Tanda
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala
umum, gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin.
i. Gejala umum
- Kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris
- Nyeri kepala
- Tidak nafsu makan
- Badan lemah
- Nadi lambat
- Nyeri menelan
ii. Gejala lokal
Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
membrane semu. Membrane ini dapat meluas ke palatum
mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus serta
dapat menyumbat saluran napas. Membrane semu ini
melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan
mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan
membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
Burgemeester’s hals.
iii. Gejala akibat eksotoksin
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung
dapat terjadi miokarditis sampai decompensation cordis,
mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal
menimbulkan albuminuria.
b) Diagnosis
Diagnosis tonsillitis difteri ditegakkan berdasarkan
gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman

14
yang diambil dari permukaan bawah membrane semu dan
didapatkan kuman Corynebacterium diphteriae.
c) Terapi
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa
menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit
tergantung dari umur dan beratnya penyakit.
Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50 mg/KgBB
dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.
Krotikosteroid 1,2 mg/KgBB/hari. Antipiretik untuk
simptomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus
diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3
minggu.
d) Komplikasi
- Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membrane semu
menjalar ke laring dan menyebabkan gejala sumbatan.
Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.
- Miokarditis dapat menyebabkan payah jantung atau
dekompensasio cordis.
- Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk
akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga
menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan
kelumpuhan otot-otot pernapasan.
- Albuminuria sebagai akibat komplikasi ke ginjal.
2) Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsillitis septik ialah Streptococcus hemoliticus yang
terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena
di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum
diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3) Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hiegene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.

15
a) Gejala
Demam sampai 39 C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-
kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.
b) Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih
keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus
alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibular
membesar
c) Terapi
Antibiotik spectrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki hiegene
mulut. Serta dapat diberikan vitamin C dan vitamin B kompleks.
4) Penyakit Kelainan Darah
Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis
dan infeksi mononucleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membrane semu. Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir
mulut dan faring serta pembesaran kelenjar submandibular.
a) Leukemia akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa
mulut, gusi dan dibawah kulit sehingga kulit tampak bercak
kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak
hiperemis dan rasa nyeri hebat di tenggorok.
b) Angina agranulositosis
Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan
amidopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di
mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak gejala
radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran
cerna.
c) Infeksi monukleosis
Pada enyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa
bilateral. Membrane semu yang menutupi ulkus mudah diangkat
tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher,

16
ketiak dan regioingunial. Gambaran darah khas yaitu terdapat
leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain
ialah kesanggupan serum pasien untuk beragluntinasi terhadap sel
darah merah domba (reaksi Paul Bunnel).
c. Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hiegene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak
adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang-
kadang kuman berubah menjadi golongan Gram negatif.
1) Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehinga kripti melebar. Secara klinik kripti ini
tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa sumbandinbula.
a) Gejala dan Tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan
permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti
terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok,
dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.
b) Terapi
Terapi local ditujukan pada hiegene mulut dengan berkumur
atau obat isap.
c) Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke
daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media
secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen
atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis,

17
nefritis, uveitis, iridoksilitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan
furunkulosis.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi berulang atau
kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
d) Indikasi Tonsilektomi
The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
1. Serangan tonsillitis > 3 kali/tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan,
gangguan berbicara, dan cor pumonale.
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatana.
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
streptococcus beta hemoliticus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusa/otitis media supuratif (Soepardi, 2007)

18
DAFTAR PUSTAKA

Ellis H. The pharynx. Dalam: Clinical anatomy. Edisi ke-11. Australia.


Blackwell Publising; 2010. h.279-80

Rusmarjono dan Soepardi EA.Tonsilitis. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan
FKUI, Jakarta. 2007: p. 44-77.
Rusmarjono dan Hermani B. Odinofagia. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan
FKUI, Jakarta. 2007: p.10-22

Scott BA, Stiernberg CM. Infection of the Deep Spaces of The Neck. In: Bayle
BJ. editor. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3rd ed. Philadelphia;
2001 p. 701-15.

Weed H.G, Forest LA. Deep Neck Infection. In: Cummings CW. editors.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th ed. Philadelphia:
Pennsylvania; 2010 p.2515-24.

19

Anda mungkin juga menyukai