Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

TONSILITIS AKUT

DISUSUN OLEH :
Suryantio Jiwandono (1102015232)

PEMBIMBING :
dr. Arroyan Wardhana, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
27 JULI 2020 – 8 AGUSTUS 2020
BAB I
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
- Nama : An. Z
- Tanggal lahir : 30 April 2012
- Umur : 7 tahun 8 bulan
- Agama : Islam
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Belum bekerja
- Alamat : Dusun Tegalwuni, Banyubiru
-

3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2020 di klinik THT RSUD
X.
Keluhan Utama:
Nyeri Tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengalami nyeri tenggorokan yang sudah dirasakan sejak 3 tahun
yang lalu dan memberat sejak 2 hari SMRS. Selain itu pasien juga mengeluhkan
nyeri menelan yang dirasakan sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengalami demam
naik turun sejak 2 hari yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien sering
mengorok saat tidur sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan sesak nafas, batuk dan pilek
disangkal. Pasien memiliki riwayat amandel sejak 3 tahun yang lalu dan belum
pernah dibawa ke dokter untuk berobat. Selain itu pasien juga mengalami gigi
geraham atas yang berlubang sejak 3 tahun yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa pasien sering mengkonsumsi mie instan dan jajan sembarang. Alergi Obat
(-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat penyakit serupa : diakui,  sejak 3 tahun yang lalu
- Riwayat operasi : disangkal

4
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat penyakit lain : Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


1. Riwayat sakit serupa : disangkal
2. Riwayat alergi : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Sosial dan ekonomi :
1. Kebiasaan jajan sembarangan : diakui
2. Kesan ekonomi : Cukup

2. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : compos mentis (GCS15; E4M6V5)
3. Tanda vital :
- Tekanan darah : 110/60 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Frekuensi nafas : 20 x/menit
o
- Suhu : 36,5 C
4. Status Gizi :
- Berat Badan : 22 kg
- Tinggi Badan : 120 cm

B. Status Generalis
1. Kepala : Mesosefal
2. Wajah : Simetris
3. Mata : dalam batas normal
4. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
5. Jantung : dalam batas normal

5
6. Paru : dalam batas normal
7. Abdomen : dalam batas normal
8. Ekstremitas : dalam batas normal

C. Status Lokalis (Telinga, Hidung, Tenggorok)


1. Kepala dan leher:
- Kepala : mesocephal
- Wajah : simetris
- Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)
2. Gigi dan mulut:
- Gigi geligi : Gigi geraham besar sebelah kanan atas berlubang
- Lidah : dalam batas normal, kotor (-), tremor (-)
- Pipi : bengkak (-)
3. Telinga: Dalam batas normal
4. Hidung dan sinus paranasal:
Luar Kanan Kiri
Bentuk Normal Normal
Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Inflamasi/tumor (-) (-)

5. Faring:
Orofaring Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Dinding faring Granular (-) Granular (-)
Palatum mole Ulkus (-) Ulkus (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Arcus laring Simetris (+) Simetris (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Uvula Ditengah
Edema (-)
Tonsil
Ukuran T3 T3

6
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus (-) (-)

4. Resume
Anamnesis
Nyeri tenggorokan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu dan memberat sejak 2
hari SMRS. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri menelan yang dirasakan
sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengalami demam naik turun sejak 2 hari yang
lalu. Pasien sering mengorok saat tidur sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan sesak
nafas, batuk dan pilek disangkal. Pasien memiliki riwayat amandel sejak 3 tahun
yang lalu. Selain itu, pasien juga mengalami gigi geraham atas yang berlubang
sejak 3 tahun yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien sering
mengkonsumsi mie instan dan jajan sembarang.

Pemeriksaan Fisik
Gigi : Karies gigi geraham besar atas
Tonsil : Pembesaran tonsil (T3/T3), permukaan tidak rata, hiperemis (+)

5. Diagnosis Banding
Tonsilitis Akut ec virus
Tonsilitis Akut ec bakteri

6. Diagnosis Kerja
Telinga: -
Hidung :-
Gigi : Karies Gigi
Tenggorok : Tonsilitis Akut ec bakteri

7
7. Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologis:
 Antibiotik : Cefixime syrup 2x cth 1 (dosis : 10 mg/kgBB/hr atau dengan
BB: 22 kg  220 mg/hari)
 Antipiretik : Paracetamol syrup 1x cth 1 (dosis : 10-15 mg/KgBB/kali atau
dengan BB: 22 kg  220 – 330 mg/kali) jika demam
b. Edukasi

 Istirahat cukup
 Minum air putih cukup
 Hindari makanan dan minuman dengan perasa atau pemanis buatan seperti
mie instan, snack ringan seperti ciki-cikian, coklat, permen, dll
 Jaga higiene gigi dan mulut
8. Prognosis
- Qou ad vitam / Harapan hidup : dubia ad bonam
- Qou ad sanam / Sembuh : dubia ad bonam
- Qou ad function / Fungsi : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. ANATOMI TONSIL


Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus di dalamnya. Tonsil terdiri dari 3 macam yaitu tonsila palatina
(faucial tonsil), tonsila faringeal (adenoid), tonsila lingual yang ketiganya membentuk
lingkaran yang disebut cincin waldeyer (Soepardi, 2007).
2.1.2.
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Fosa
tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina, dibatasi oleh otot-otot
orofaring, yaitu batas anterior adalah m.palatoglosus atau disebut pilar posterior, batas
lateral atau dinding luarnya adalah m.konstriktor faring superior (Scott & Stiernberg,
2014). Tonsil terletak di lateral orofaring, dibatasi oleh m.konstriktor faring superior
pada sisi lateral, m.palatoglosus pada sisi anterior, m.palatofaringeus pada sisi
posterior, palatum mole pada sisi superior dan tonsil lingual pada sisi inferior (Ellis,
2010). Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan
sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga mliputi
kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fascia faring yang
sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring
sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil lingual terletak di dasar
lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepigltika. Di garis tengah, di
sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang
terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Soepardi, 2007).
Gambar 1 Anatomi Tonsil dan Adenoid

Tonsil mendapat perdarahan dari arteri palatina minor, arteri palatina ascendens,
cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri faring ascendens dan arteri lingualis dorsal
(Soepardi, 2007). Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis
dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, vaskularisasi diantara kedua
daerah tersebut dilayani oleh arteri tonsilaris. Vaskularisasi kutub atas tonsil dilayani
oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Arteri tonsilaris berjalan ke
atas pada bagian luar muskulus konstriktor superior dan bercabang untuk tonsil dan
palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabang melalui muskulus
konstriktor superior melalui tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan
cabangnya ke tonsil melalui bagian luar muskulus konstriktor superior. Arteri lingualis
dorsal naik kepangkal lidah dan mengirimkan cabangnya ke tonsil, pilar anterior dan
pilar posterior. Arteri palatina desenden atau arteri palatina minor atau arteri palatina
posterior memperdarahi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis
dengan arteri palatina asenden (Weed & Forest, 2010).
2.1.3.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faring. Perdarahan adenoid berasal dari cabang-cabang arteri
maksilaris interna. Disamping memperdarahi adenoid pembuluh darah ini
juga memperdarahi sinus sfenoid (Weed & Forest, 2010).

Gambar 2 Vaskularisasi tonsil

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda atau deep jugular node bagian superior di bawah
muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar torak dan
akhirnya menuju duktus torasikus. Infeksi dapat menuju ke seluruh bagian
tubuh melalui aliran getah bening. Tonsil hanya mempunyai pembuluh
getah bening eferen sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf ke V atau
n.trigeminus melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf ke
IX atau n.glosofaringeus, sedangkan adenoid mendapat persarafan dari
cabang saraf kranialis ke IX dan X atau n.vagus (Aynehchi & Har-El,
2014).
2.2.1. DEFINISI TONSILITIS1,2,3
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Wakdeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah, tonsil tuba Eustachius (lateral band

9
dinding faring / Gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne
droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur terutama anak
berusia 3 sampai 10 tahun. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembesaran
tonsil yang menyebabkan gangguan menelan dan gangguan pernapasan.
2.2.2. ETIOLOGI1,4
1. Tonsilitis Viral
Penyebab tersering dari tonsillitis viral adalah infeksi Epstein-Barr Virus
(EBV). pada infeksi Coxsackie virus, maka pada pemeriksaan rongga
mulut akan tampak luka – luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat
nyeri dirasakan pasien. Haemophilus Influenzae merupakan penyebab dari
tonsillitis akut supuratif.
2. Tonsilitis Bakteri
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman Streptococcus B-
haemolyticus group A (GABHS) yang dikenal sebagai strept throat,
Pneumococcus, Streptococcus pyogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan
epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang.
Faktor resiko terjadinya tonsillitis adalah, Usia, penurunan daya tahan
tubuh, rangsangan menahun, kebersihan rongga mulut yang kurang baik, dan
riwayat alergi.

2.2.3. EPIDEMIOLOGI4
Tonsilitis sering terjadi pada anak – anak, namun kondisi ini jarang terjadi
pada anak – anak kurang dari 2 tahun. Tonsillitis diakibatkan oleh spesies
Streptococcus yang biasanya ada pada anak – anak berusia 5 – 15 tahun,
sementara tonsillitis viral lebih sering terjadi pada anak – anak yang lebih muda.
2.2.4. PATOFISIOLOGI4
Sekitar 80% tonsillitis disebabkan oleh infeksi virus dan sisanya 15-30%
dikarenakan oleh bakteri. Tonsil mengandung sel imun yang terdiri dari sel
limfosit B, sel limfosit T, sel plasma matur serta immunoglobulin A (IgA). Sel
imun ini akan menghancurkan mikroorganisme dengan mengeluarkan sitokin
sehingga terjadi reaksi inflamasi yang menyebabkan gejala nyeri menelan dan
demam pada pasien.

10
Inflamasi dan pembengkakan jaringan tonsil diikuti dengan pengumpulan
leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta yang disebut
detritus, ini menyebabkan fase – fase patologis, antara lain peradangan terbatas
pada tonsil, pembentukan eksudat selulitis tonsil dan daerah sekitarnya,
pembentukan abses peritonsilar dan nekrosis jaringan.
2.2.5. MANIFESTASI KLINIS1,3,5
Gejala pada tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang mana
disertai dengan rasa nyeri tenggorok. Pada tonsillitis bacterial gejala dan tanda
yang sering ditemukan adalah tenggorok terasa kering, nyeri tenggorok dan nyeri
waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di
sendi-sendi, tidak nagsu makan dan rasa nyeri di telinga (Otalgia). Otalgia ini
disebabkan oleh reffered pain melalui n. Glossopharyngeus (N.IX).
2.2.6. DIAGNOSIS1,2,3,5
Dari anamnesis dapat didapatkan keluhan – keluhan subjektif pasien
sebagai berikut :
1. Rasa kering di tenggorokan sebagai masalah yang mendasari
2. Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Nyeri semakin lama
semakin bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan
3. Nyeri dapat menyebar sebagai reffered pain ke telinga
4. Demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi
dan anak – anak
5. Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang
6. Plummy Voice / Hot Potato Voice – Suara pasien terdengar seperti orang
yang mulutnya penuh terisi makanan panas
7. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris
akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus)
Pada pemeriksaan fisik, gejala objektif yang dapat diketahui adalah :
1. Tonsil hipertrofik dengan ukuran ≥T2
2. Hiperemis dan terdapat detritus di dalam kripti yang memenuhi
permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lacuna , atau pseudomembran.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis

11
folikularis. Bila bercak – bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur
– alur maka akan terjadi tonsillitis lacunaris
3. Pallatum mole, arkus anterior dan, arkus posterior juga tampak udem serta
hiperemis
4. Kelenjar limfe leher dapat membesar disertai nyeri tekan
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak
antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
1. T0 : Tonsil sudah diangkat
2. T1 : <25% Volume tonsil (VT) dibandingkan dengan Volume
orofaring (VO) atau batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai
¼ jarak pilar anterior-uvula
3. T2 : 25-50% VT : VO atau batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar
anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula
4. T3 : 50-75% VT : VO atau batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar
anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula
5. T4 : >75% VT : VO atau batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar
anterior-uvula sampai uvula atau lebih

Dapat dilakukan pemeriksaan Centor Score untuk menilai kemungkinan infeksi


dari Streptococcus B-Haemolyticus Group A

12
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan
darah lengkap dan swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan
gram.
Kriteria Nilai

Suhu >380c 1

Tidak ada batuk 1 Jumlah gejala dan tanda Nilai

Limfadenopati servikal anterior 1 ≥4 51-53%

Pembesaran tonsil atau eksudat 1 3 28-35%

Usia 3- 14 tahun 1 2 11-17%

Usia 15 – 44 tahun 0 1 5-10%

Usia > 44 tahun -1 ≤0 1-2.5%

Diagnosis banding dari tonsillitis akut adalah Infiltrat tonsil, limfoma, tumor
tonsil.

2.2.7. TATA LAKSANA1,3


Non-Medikamentosa
1. Istirahat yang cukup
2. Diet makanan lunak dan menghindari makanan yang mengiritasi
3. Menjaga kebersihan mulut
4. Pemberian obat topical dapat berupa obat kumur
Medikamentosa
1. Tonsillitis viral
a. Penatalaksanaan simtomatik
b. Antivirus (apabila gejala berat) :
i. Metisoprinol dosis 60-100mg/KgBB 4-6x/hari untuk
dewasa; pada anak <5 tahun diberikan 50mg/KgBB dibagi
dalam 4-6x/hari
2. Tonsillitis bacterial
a. Jika kemungkinan penyebab GASBH :
i. Penisillin G. Benzatin 50.000 IU/KgBB/IM dosis tunggal
atau

13
ii. Amoksisilin 50mg/KgBB 3x/hari selama 10 hari untuk
anak – anak; 3x500mg selama 6-10 hari untuk dewasa
atau
iii. Eritromisin 4x500mg/hari
iv. Kortikosteroid – Dexamethasone 3x0.5mg pada dewasa
selama 3 hari; untuk anak – anak 0.01mg/KgBB/hari dibagi
menjadi 3x/hari
v. Analgetik / Antipiretik ex. Paracetamol
Indikasi Tonsilektomi menurut Health Technology Assessment Kemenkes tahun
2004 adalah
Indikasi Absolut Indikasi Relatif
1. Pembengkakan tonsil yang
1. terjadi 3 episode atau lebih infeksi
menyebabkan obstruksi saluran nafas,
tonsil per tahun dengan terapi
disfagia berat, gangguan tidur, dan
antibiotic yang adekuat
komplikasi kardiopulmonar
2. Abses peritonsil yang tidak 2. halitosis akibat tonsillitis kronik
membaik dengan pengobatan medis yang tidak membaik dengan
dan drainase pemberian terapi medis
3. tonsillitis kronik atau berulang pada
3. Tonsillitis yang menimbulkan karier streptococcus yang tidak
kejang demam membaik dengan pemberian antibiotic
lactamase resisten
4. Tonsillitis yang membutuhkan
biopsy untuk menentukan patologi
anatomi
2.2.8. KOMPLIKASI1,3
Komplikasi lokal yang sering terjadi pada anak – anak adalah Abses
peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronchitis, Otitis Media Akut, dan
Rhinosinusitis. Untuk komplikasi sistemik yang dapat terjadi adalah
glomerulonephritis akut, miokarditis, demam reumatik dan penyakit jantung
reumatik, arthritis serta septicemia akibat infeksi vena jugularis interna (Sindrom
Lemierre). Akibat dari hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas

14
melewati mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea
yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

2.2.9. PENCEGAHAN3
Tindakan – tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1. Menghindari pencetus termasuk makanan dan minuman yang mengiritasi
2. Menjaga daya tahan tubuh dengan diet makanan bergizi dan olahraga
teratur
3. Selalu menjaga kebersihan mulut
4. Mencuci tangan secara teratur.
2.2.10. PROGNOSIS3
Karena resiko dari kekambuhan tonsillitis cukup tinggi, maka melakukan
pengobatan yang adekuat haruslah diterapkan.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid.
Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti Dwi R, editor.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok. Edisi Ke 7. Jakarta:
FKUI; 2017. H.197-200.
2. PP PERHATI-KL, Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis
Tindakan, Clinical Pathway. 2015. pp.2-4
3. PB IDI. Tonsilitis Akut. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. 2017. pp.245-248
4. Shah, UK. Tonsillitis and Peritonsillar Abcess. Medscape. 2020. Diakses
pada 30/07/2020 pk.15.32
https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview
5. Fine AM, Nizet V, Mandl KD. Large-scale validation of the Centor and
McIsaac scores to predict group A streptococcal pharyngitis. Archives of
internal medicine. 2012 Jun 11;172(11):847-52.

16

Anda mungkin juga menyukai