Anda di halaman 1dari 8

I.

Tipe Demam

1.

Demam Septik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

2.

Demam Hektik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari.

3.

Demam Remiten
Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu normal.

4.

Demam intermiten
Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normalselama beberapa jam
dalam satu hari.

5.

Demam Kontinyu
Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih
dari satu derajat.

6.

Demam Siklik
Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu
seperti semula

II. Pola Demam Malaria


Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax,
sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau
malah tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang
berlangsung selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan
ovale, dan 60 jam pada malaria malariae. Perbedaan kurva suhu tubuh penderita
malaria fasciparum, malaria vivax, dan malaria malariae dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.

Grafik 1. Kurva temperatur pada penderita malaria falciparum.

Grafik 2. Kurva temperatur pada penderita malaria vivax.

Grafik 3. Kurva temperatur pada penderita malaria malariae.


III. Patogenesis Demam
PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE
Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada Demam
Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage) yang diduga

karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada Demam Dengue.
Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi darah dan
akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell). Viremia akan terjadi sejak 2
hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya demam.
Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan
menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper
akan mengaktifasi sel T-Sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali tiga jenis
antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.
Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga
bisa terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia ringan.
Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama pada
penderita infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang muncul.
Sel penjamu yang muncul dan beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya
panas. Faktor panas yang dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas
seperti TNF-, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokon yang meredam panas adalah TGF-,
dan IL-10.
Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas atau
berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit. Banyaknya
partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan
viremia pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan.
Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi
antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel
nyamuk dan preparat virus yang asli.
Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua komponen
yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet.
Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur
molekul mutimerix. Molekul hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul
pentameric IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi
komplemen.Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% Complex Circulating
Imun. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di dalam dinding darah dibawah
kulit atau di bercak merah kulit penderita dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus
dengue level IgM merupakan hal yang spesifik.
PATOFOSIOLOGI DBD
Pada DBD dan DSS peningkatan akut permeabilitas vaskuler merupakan
patofisiologi primer.Hal ini akan mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.
Pada kasus-kasus berat volume plasma menurun lebih dari 20% meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia. Lesi destruktif vaskuler yang nyata tidak terjadi.
Terdapat tiga faktor yang menyebabakan perubahan hemostasis pada DBD dan
DSS yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia dan kelainan koagulasi. Hampir semua
penderita dengue mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, serta
koagulogram yang abnormal.
Infeksi virus dengue mengakibatkan muncul respon imun humoral dan seluler,
antara lain anti netralisasi, anti hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul

pada umumnya adalah IgG dan IgM, mulai muncul pada infeksi primer, dan pada infeksi
sekunder kadarnya telah meningkat.
Pada hari kelima demam dapat ditemukan antibodi dalam darah, meningkat pada
minggu pertama hingga minggu ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari.pada infeksi
primer antibodi IgG meningkat pada hari ke-14 demam sedangkan pada infeksi sekunder
kadar IgG meningkat pada hari kedua. Karenanya diagnosis infeksi primer ditegakkan
dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari kelima sakit, sedangkan pada infeksi
sekunder diagnosis dapat ditegakkan lebih dini.
Pada infeksi primer antibodi netralisasi mengenali protein E dan monoclonal
antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus dengue sehingga terjadi aktifitas
netralisasi atau aktifasi komplemen sehingga sel yang terinfeksi virus menjadi lisis.
Proses ini melenyapkan banyak virus dan penderita sembuh dengan memiliki kekebalan
terhadap serotipe virus yang sama.
Apabila penderita terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe yang
berbeda, maka virus dengue tersebut akan berperan sebagai super antigen setelah
difagosit oleh makrofag atau monosit. Makrofag ini akan menampilkan Antigen
Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal
dari Major Histocompatibility Complex (MHC II).
Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) sebagai reaksi terhadap
infeksi.Kemudian limfosit TH-1 akan mengeluarkan substansi imunomodulator yaitu
INF, IL-2, dan Colony Stimulating Factor (CSF). IFN akan merangsang makrofag
untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF.Interleukin-1 (IL-1) memiliki efek pada sel endotel,
membentuk prostaglandin, dan merangsang ekspresi intercelluler adhasion molecule 1
(ICAM 1).
Colony Stimulating Factor (CSF) akan merangsang neutrophil, oleh pengaruh
ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan beradhesi dengan sel endothel
dan mengeluarkan lisosim yang mambuat dinding endothel lisis dan endothel terbuka.
Neutrophil juga membawa superoksid yang akan mempengaruhi oksigenasi pada
mitokondria dan siklus GMPs, sehingga endothel menjadi nekrosis dan mengakibatkan
terjadi gangguaan vaskuler.
Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan di permukaan virus sehingga
dikenali oleh limfosit T CD8+ yang bersifat sitolitik sehingga menhancurkan semua sel
yang mengandung virus dan akhirnya disekresikan IFN dan TNF.
IV. Pemeriksaan apusan darah tepi Malaria
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada
pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan
meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass,kemudian dilakukan pengecatan dan
diperiksa dibawah mikroskop.
Guna pemeriksaan apusan darah:
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).

Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk
larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast,
pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lainlain. Pewarnaan Giemsa disebut juga
pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi
parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa.
Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus dan sering digunakan
untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam darah ( blood-borne parasite ).
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena,
yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan EDTA
Jenis apusan darah :
1. Sediaan darah tipis
Ciri- ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk
pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas.
bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit
yang utuh dan morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan
stadium parasit dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat dilihat jelas.
2. Sediaan darah tebal
Ciri- ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih banyak untuk
pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga jumlah parasit yang
ditemukan lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih
mudah ditemukan. Sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh dan kurang
begitu lengkap morfologinya.
.
Alat dan bahan
Alat:
a. Kaca Objek 25x75 mm
b. Batang gelas
c. Rak kaca objek
d. Pipet Pasteur
Bahan/reagen :
1. Metanol absolut dengan kadar air kurang dari 4%, disimpan dalam botol yang
tertutup rapat untuk mencegah masuknya uap air dari udara .
2. Zat warna Wright
Zat warna Wright .. 1 gr
Methanol absolut .600 ml
Penambahan alkohol sedikit demi sedikit, sambil dikocok dengan baik dengan
bantuan 1020 butir gelas. Tutup rapat untuk mencegah penguapan dan disimpan
ditempat yang gelap selama 2 3 mg, dengan sering-sering dikocok, saring

sebelum dipakai.
3.

Larutan dapar pH 6,4

Na2HPO4
KH2PO4
Air suling

2,56 g
6,63 g
1 L

Sebagai pengganti larutan dapar, dapat dipakai air suling yang pHnya diatur dengan
penambahan tetes demi tetes larutan Kalium bikarbonat 1% atau larutan HCl 1% sampai
indikator Brom Thymol Blue ( larutan 0,04 % dalam air suling ) yang ditambahkan
mencapai warna biru.
4.

Zat warna Giemsa

Zat warna giemsa


Methanol absolut

1g
10 ml

Hangatkan campuran ini sampai 50C dan biarkan selama 15 menit, kemudian disaring.
Sebelum dipakai, campuran ini diencerkan sebanyak 20 x dengan larutan dapar pH 6,6.
Untuk mencari parasit malaria, dianjurkan menggunakan larutan dapar pH 7,2
5. Zat warna May - Grunwald
Methylene blue dalam methanol
1% eosin dan 1 % methylene blue
Cara Membuat Sediaan Apus
1.

Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sbg kaca peng-apus sudut
kaca objek yang dipatahkan, menurut garis diagonal untuk dapat menghasilkan
sedian apus darah yang tidak mencapai tepi kaca objek

2.

Satu tetes kecil darah diletakkan pada 2 3 mm dari ujung kaca objek.Kaca
penghapus diletakkan dengan sudut 30 45 derajat terhadap kaca objek didepan tetes
darah.

3.

Kaca pengapus ditarik kebelakang sehingga tetes darah , ditunggu sampai darah
menyebar pada sudut tersebut.

4.

Dengan gerak yang mantap , kaca penghapus didorong sehingga terbentuk apusan
darah sepanjang 3 4 cm pada kaca objek. Darah harus habis sebelum kaca
penghapus mencapai ujung lain dari kaca objek. Apusan darah tidak bolah terlalu
tipis atau terlalu tebal, ketebalan ini dapat diatur dengan mengubah sudut antara
kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat
menggeser, maka makin tipis apusan darah yang dihasilkan.

5. Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien ditulis pada bagian
tebal apusan dengan pensil kaca.
Cara Mewarnai Sediaan Apus Pewarnaan Giemsa
1. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat pewarnaan.
2. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 3 menit.
3. Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru diencerkan. Larutan
Giemsa yang dipakai adalah 5%, diencerkan dulu dengan larutan dapar. Biarkan
selama 20 30 menit.
4. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat
dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan sediaan hapus
dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.

PR OSLER
MALARIA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh :
Tiara Paraswati Yuniandri
07711080
Pembimbing :
dr. Erlina Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014

Anda mungkin juga menyukai