Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

PLEUROPNEUMONIA
Disusun oleh :
Frili Adria
1102013115
Pembimbing :
dr. H. Edy Kurniawan Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK PARU


RSUD ARJAWINANGUN-KAB. CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2017
PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan kesakitan yang
tinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan
dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit.

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama, baik di negara
berkembang maupun di negara maju. karena merupakan penyakit yang menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di usia 5 tahun (balita) juga
pada lanjut usia. Insidensi pneumonia di Indonesia menurut WHO pada tahun 2007
adalah 65,9%.

Pleuropneumonia adalah peradangan pada selaput pleura dan juga jaringan paru-
paru. Ini merupakan diagnosis berdasarkan foto rontgen dimana adanya bayangan
bayangan atau bercak pada jaringan paru disertai adanya cairan pada pleura ( efusi
pleura ).
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru akut yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk kedalam pneumonia.
Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia,
radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Pleuropneumonia adalah peradangan pada selaput pleura dan juga jaringan paru-paru.
Ini merupakan diagnosis berdasarkan foto rontgen dimana adanya bayangan bayangan
atau bercak pada jaringan paru disertai adanya cairan pada pleura ( efusi pleura ).
Dimana pada foto rontgen terlihat adanya bayangan pada sinus costofrenikus, yaitu
sudut pada sisi paru.
Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu


bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh
virus, dimana paling sering terjadi pada anak-anak. Pneumonia lobaris
adalah peradangan jaringan paru akut yang berat yang disebabkan oleh
pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang
terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebab tersering adalah
haemophylus influenza dan pneumococcus.
PATOGENESIS
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut,
dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan
bawah.

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan1,4:


1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm
melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi
dari sebagian besar infeksi paru.
PATOFISIOLOGI

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan


reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel
PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli
dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan.
Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4
zona pada daerah parasitik terget yaitu :
Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah.
Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit dan alveolar makrofag.
KLASIFIKASI

Menurut Berdasarkan Berdasarkan


Berdasarkan
sifatnya, Kuman klinis dan
lokasi infeksi
yaitu: penyebab epidemiologi

Pneumonia
Pneumonia Pneumonia Pneumonia
bakterial /
primer komuniti lobaris
tipikal

Pneumonia Pneumonia Penumonia Bronko


sekunder atipikal nosokomial pneumonia

Pneumonia Pneumonia Pneumonia


virus aspirasi interstisial

Pneumonia
jamur
Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Gambaran Klinis
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala-gejala yang serupa untuk semua jenis
pneumonia. Adapun gejala-gejalanya meliputi:
Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C

Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah

Sesak napas

Nyeri dada
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat
terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronkhi basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan air bronchogram,
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah
dan serologi.

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk
tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung
test dan Z. Nielsen

Pemeriksaan Khusus
Adapun pemeriksaan khusus pada kasus pneumonia adalah titer antibodi
terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik adalah bila titer
tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Selain itu analisis gas darah dilakukan
untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen
Penatalaksanaan
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat
dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS
1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres
2) Minum banyak
3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran
4) Antibiotika
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya dibagi dua :
Pemberian Oksigen

Antibiotik

Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas

Obat penurunan panas.

Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.


LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Usia : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Cadang Pinggan Kab. Indramayu
MRS tanggal : 27-11-2017
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan: Batuk sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang laki-laki usia 80 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak
nafas yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengatakan sesak nafas bertambah berat saat pasien melakukan aktivitas .
Selain mengeluhkan sesak nafas, pasien juga mengeluhkan batuk dan dahak
yang sulit keluar. Terkadang saat bernafas dan batuk pasien juga
mengeluhkan nyeri dada. Pasien merasakan badannya lemas dan mudah
lelah serta nafsu makan menjadi berkurang. Pasien juga merasakan mual
tetapi tidak muntah dan tidak merasakan pusing.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat tekanan darah tinggi (+), kencing manis (-), penyakit hati kronis (-) asthma (-
), keganasan (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat anggota keluarga pasien dengan riwayat penyakit yang sama dengan
pasien
Riwayat tekanan darah tinggi (-),kencing manis (-), asthma (-), keganasan (-), TB (-)
Riwayat Pengobatan
Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-), alergi dingin (-)

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien tinggal di rumah bersama keluarga.
Pasien menggunakan asuransi BPJS
Kesan ekonomi : menengah kebawah
Pasien bekerja sebagai perangkat desa
Riwayat merokok : diakui
PEMERIKSAAN FISIK (04-11-2017)

Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg.
Nadi : 86 kali per menit, reguler.
Pernafasan : 26 kali per menit
Suhu : 37,1oC.
Status Lokalis

Kepala : dalam batas normal


Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Jantung: dalam batas normal
Abdomen: dalam batas normal
Ekstremitas atas dan bawah : dalam batas normal
THORAX
Pemeriksaan Depan : Pemeriksaan Belakang :
Inspeksi : Inspeksi :
Statis : Simetris Statis : simetris
Dinamis : Simetris Dinamis : simetris
Bentuk dada dalam batas normal Sikatrik (-)
Sikatrik (-) Benjolan (-)
Benjolan (-) Palpasi :
Palpasi : Vocal fremitus menurun di basal paru
Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
kanan
Nyeri tekan (+/-)
Nyeri tekan (+/-)
Massa (-)
Massa (-)
Perkusi : Perkusi :
Redup di paru dextra ICS 5
Redup di paru dextra pada ICS 5
Sonor di paru sinistra
Sonor di paru sinistra
Auskultasi : Auskultasi :
Suara dasar vesikuler dan melemah di paru
Suara dasar vesikuler
kanan
RH (-/-) , wheezing (-/-)
RH (-/-) , wheezing (-/-)
RESUME

Pasien seorang laki-laki berusia 80 tahun datang ke IGD Arjawinangun


dengan keluhan utama sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengatakan sesak nafas bertambah berat saat
pasien melakukan aktivitas . Selain mengeluhkan sesak nafas, pasien juga
mengeluhkan batuk dan dahak yang sulit keluar. Terkadang saat bernafas dan
batuk pasien juga mengeluhkan nyeri dada. Pasien merasakan badannya lemas
dan mudah lelah serta nafsu makan menjadi berkurang. Pasien juga
merasakan mual tetapi tidak muntah dan tidak merasakan pusing.
Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini . Pasien
memiliki riwayat penyakit paru dan tidak kontrol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis,
Tekanan darah : 130/90 mmHg, Pada palpasi di bagian dada depan
dan belakang terdapat vocal fremitus menurun di basal paru kanan
dan terdapat nyeri tekan, Pada perkusi di bagian dada depan dan
belakang terdengar suara redup di paru dextra pada ICS 5, Sonor di
lapang paru sinistra, Pada auskultasi di bagian dada depan tidak
terdapat adanya bunyi ronkhi ataupun wheezing, dan auskultasi di
bagian paru belakang terdapat suara vesikuler dan melemah di paru
kanan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Nilai normal
Hemoglobin 10,3 13,0-18,0
Hematokrit 29,8 39,0-54,0
Leukosit 4,61 4-11
Trombosit 300 150-450
Eritrosit 3,58 4,4-6,0
Eosinofil 4,3 0-3
Basofil 0,4 0-1
Segmen 75,3 50-70
Limfosit 12,5 20-40
Monosit 5,5 2-8
MCV 83,3 79-99
MHC 28,8 27-31
MCHC 34,5 33-37
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Thorax :
Corakan bronchovaskuler
kasar di paracardial dextra, air
bronchogram (+)
Sinus costophrenicus dextra
tumpul. Diafragma dextra
tertutup
Cor. CTR tak valid di nilai
Sistema tulang intact

Kesan :

Pleuropneumonia dextra ec
susp. TB paru lama aktif
moderately
Besar cor tak valid dinilai
PEMERIKSAAN EKG
PENATALAKSANAAN
Usulan Terapi
Medikamentosa:

RL 20 tpm

O2 2-3 liter

Ranitidin 2x1 IV

Ambroxol 3x30 mg PO

Ketorolac 3x1 mg PO

Levofloxacin 500 mg 1x1 tab

Salbutamol 2x1

Non Medikamentosa:
Tirah baring.

Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
dan penatalaksanaannya serta pencegahannya.
Rencana Monitoring :

Evaluasi tanda vital, dan keluhan.


DISKUSI

TEORI KASUS
Gejala Klinis Pneumonia Pada pasien ini dijumpai
Sesak nafas - Sesak Nafas
Batuk (non produktif maupun produktif) - Batuk
Demam -Nyeri pada dada kanan ( pleuritik
Nyeri dada pain )
Pemeriksaan Fisik Pada pasien ini ketika dilakukan palpasi
Temuan pemeriksaan fisis dada di bagian dada depan dan belakang
tergantung dari luas lesi di paru. Pada terdapat fremitus vocal menurun di basal
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit paru kanan , pada perkusi di bagian dada
tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi depan dan belakang kanan terdapat suara
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup pada ICS 5, dan pada auskultasi di
redup, pada auskultasi terdengar suara bagian paru belakang terdapat suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial vesikuler dan melemah di paru kanan
yang mungkin disertai ronkhi basah
halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien ini dijumpai
Pada pemeriksaan darah rutin, biasanya Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai
dijumpai adanya peningkatan jumlah sel leukosit pada pasien dalam batas normal (
darah putih yang menandakan adanya 4,61 ), dan pada pemeriksaan
proses infeksi. mikrobiologi sputum diplococcus positif
Pada pemeriksaan radiologis, gambaran (+)
pneumonia dapat berupa infiltrat sampai Pada pemeriksaan radiologis, Dijumpai
konsolidasi dengan air bronchogram. adanya corakan bronchovaskuler kasar di
paracardial dextra, air bronchogram (+)

Penatalaksanaan Pada pasien ini dijumpai


Penatalaksanaan kausal, yaitu dengan pemberian antibiotik berupa pemberian
antibiotik. Biasanya pemberian antibiotik levofloksasin 500 mg 1x1 tab
secara empiris tanpa faktor risiko multi
drug resistance, yaitu pemberian
antibiotik ceftriaxone, moksifloksasin,
ciprofloksasin, levofloksasin, atau
ampisilin dan ertapenem.
DAFTAR PUSTAKA

Rahmawati, FA. 2014. Angka Kejadian Pneumonia pada Paisen Sepsis di


ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang. Available from
http://eprints.undip.ac.id/44629/3/FIDA_AMALINA_22010110120027_BA
B2KTI.pdf (Accessed 24 September 2015)
Wunderick, RG et al. 2014. Community-Aquired Pneumonia. The New
England Journal of Medicine 370(6): 543-551.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti. Available
from http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf (accessed 24 September 2015)
Dahlan, F. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Mandell, LA. 2012. Harrisons Principle of Internal Medicine. 18th Edition.
Volume I. USA: Mc-GrawHill.
Almirall, J., Bolibar, I. and Serra-Prat, M. (2015). Risk factors for
community-acquired pneumonia in adults: Recommendations for its
prevention. Community Acquir Infect, 2(2), p.32.
Harvey, S. (2012). Pneumonia. [online] University of Maryland Medical
Center. Available at:
http://umm.edu/health/medical/reports/articles/pneumonia [Accessed 24 Apr.
2015].
Yudh Dev, S. (2012). Pathophysiology of Community Acquired Pneumonia.
JAPI, 60, pp.7-9.
Newsmedical.net, (2011). pneumonia classification. [online] Available at:
http://www.newsmedical.net/health/PneumoniaClassification.aspx [Accessed
25 Sep. 2015].
Steven, S. (2010). community pneumonia. [online]
Clevelandclinicmeded.com. Available at:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/infec
tiousdisease/communityacquiredpneumonia/Default.htm [Accessed 25 Sep.
2015].
Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3
Ed 5. Jakarta : Interna Publishing
Sjahriar Rasad. 2005. Radiologi Diagnostik ed 2. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai