Anda di halaman 1dari 16

Tinjauan Pustaka

Gejala Pneumoniae pada Anak dan Penatalaksanaannyaa

Irine Damayanti
10.2011.347

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11470
No. Telp. (021) 56942061, No. Fax. (021) 5631731, E-mail irine_ds@yahoo.com

Pendahuluan

Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun
jamur. Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan
jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian
pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus.
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung
kemampuan menyerap oksigen kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja, sehingga dapat menyebabkan kematian

Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus yang
menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia menjadi penyebab 1 dari 5
kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering menyerang
bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini, pneumonia merupakan penyebab utama
kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).

1
Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan
cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang
ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.

Hal-hal yang bisa ditanyakan adalah :

Identitas
Menanyakan keluhan utama :
o Sesak nafas, demam, batuk berhdahak, pilek
Menanyakan sudah berapa lama keluhannya
Menanyakan riwayat perjalanan penyakit
Menanyakan sudahkah dilakukan pengobatan
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik & Penunjang

Umum : Pemeriksaan fisik umum yaitu pemeriksaan tanda vital antara lain tekanan darah, nadi,
pernapasan dan suhu.

Inspeksi : Ditemukan pernafasan cuping hidung. Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari
luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas.

Palpasi : Pada palpasi, fremitus melemah.

2
Auskultasi : Pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.1,5

Penunjang :

1. Pemeriksaan Radiologis : Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar


dengan gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus
pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain
staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial
disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus
bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien
yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat
terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.

2. Pemeriksaan Laboratorium : Pada pneumonia pngambaran darah menunjukkan


leukositosis, biasanya 15.000 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman
penyebab dapat dibiak dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Nilai Hb
biasanya tetap normal atau sedikit menurun . Peningkatan LED ,Urin biasanya
berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karna suhu yang naik.
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan
oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.

3
3. Pemeriksaan Bakteriologis : Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi,
atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram,
Quellung test dan Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus : Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma.
Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah
dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.1,9

Differential Diagnosis

Bronkitis Akut : Bronkitis adalah peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran
nafas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) yang berlangsung hingga 3
minggu.
Bronkitis akut biasanya berawal dari infeksi pernapasan karena virus. Mulanya, infeksi
mengenai hidung, sinus, dan tenggorokan kemudian menyebar ke paru-paru. Penyebab utama
penyakit Bronkitis Akut adalah adalah virus. Antara lain Respiratory Sincytial Virus (RSV),
Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Alergi, cuaca, polusi
udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Bronkitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membrane mukosa bronkus. Pada
anak-anak, bronkitis kronik disebabkan oleh respon endogen, trauma akut saluran pernafasan,
atau paparan alergen atau iritan secara terus-menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon
dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mukus. Apabila terjadi
paparan secara kronik terhadap epithelium pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi
virus berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronkitis kronik pada anak-anak
Gejala bronkitis dapat berupa rasa tidak nyaman pada dada, batuk berdahak, jika disebabkan
oleh bakteri biasanya warnanya kuning-kehijauan, kelelahan, demam yang biasanya tidak tinggi,
sesak napas yang biasanya memburuk dengan aktivitas ringan, wheezing.
Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-
obat yang lazim digunakan, yakni:

4
Antitusif (penekan batuk) : DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari.
Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada
pusat batuk di otak.
Ekspektorant : adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan
sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang digunakan diantaranya: (glyceryl
guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
Antipiretik (pereda panas) : parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya., digunakan
jika penderita demam.
Bronkodilator (melongarkan napas) : salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin,
dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas.3,7

Bronkiolitis : Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai dengan
adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya infeksi disebabkan oleh virus. Penyakit ini terjadi
selama usia 2 tahun pertama dan insidens puncaknya terjadi pada usia 6 bulan.
Penyebab utama bronkiolotis adalah infeksi respiratory syncytical virus (RSV) yang
memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada anak dengan risiko tinggi. Sekitar 93%
dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti disebabkan oleh invasi RSV. Beberapa
penyebab lain seperti adenovirus, virus influenza, virus para influenza, rhinovirus dan
mikoplasma. Tidak ada bukti yang kuat bahwa bakteri menyebabkan bronkiolitis.
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut
ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan sel-sel mati yang
terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa.
Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori
yang kecil (bronkiolus), resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi,
akan tetapi radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka menyebabkan air
trapping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang
terjebak diabsorbsi.

Gejalanya mula-mula mendeita gejala ISPA ringan berupa pilek yang encer, dan
bersin, gejala ini kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian satu atau dua
hari kemudian timbul distress nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing dan sesak
napas, frekuensi nafas diatas 60 kali per menit (takipnoe), terkadang disertai sianosis, nadi juga

5
biasanya meningkat (takikardi). Suhu badan bisa normal atau meningkat, terdapat nafas cuping
hidung, retraksi biasanya tidak dalam karena hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam
paru), terdapat ekspirasi yang memanjang, juga wheezing. Pada auskultasi dapat didapatkan
rhonki basah halus nyaring pada akhir atau awal ekspirasi.
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar
tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling
pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi
oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan
bronkodilator, antiflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin.3,8

Working Diagnosis

Pneumonia : merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme seperti bakteri, virus,
jamur, dan parasit. Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang berupa aveoli dapat
dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya kemampuan paru sebagai tempat pertukaran gas akan
terganggu.
Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme tubuh. Bila
pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus berlanjut dan
menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah (efusi pleura atau
emfisema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis (pneumotoraks) dan lain-
lain. Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran infeksi melalui darah (sepsis) ke
seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian.

Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan umur
1. Kelompok usia < 2 bulan
a. Pneumonia Berat

6
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk
golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering
ditemukan pada bayi yang prematur. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada
jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru disertai dengan tanda-tanda klinis seperti
berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar
atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38C atau lebih) atau suhu
tubuh yang rendah (di bawah 35,5 C), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan
dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
b. Bukan Pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda
pneumonia seperti di atas.

2. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun


a. Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya
penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
b. Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral
dan dapat minum.
c. Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.

e. Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan
dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada,
frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.1,3,5

7
Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma dan protozoa.

1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumonia. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau
malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita
yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan
denyut jantungnya meningkat cepat.
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Tetapi
pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam
waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza,
gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas.
Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja
dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.

4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Diagnosis pasti ditegakkan
jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.5,9

Epidemiologi

8
Pneumonia adalah salah satu penyebab kematian paling umum di seluruh dunia.
Seringkali, pneumonia merupakan akhir penyakit pada orang yang memiliki lain yang serius,
penyakit kronis. Beberapa jenis pneumonia dapat dicegah dengan imunisasi. Infeksi bakteri yang
paling sering meliputi S Pneumonia, H.Influenza, M.Pneumonia, C. Pneumonia, influenza
merupakan virus yang paling sering didapat di komunitas. Pneumonia adalah penyebab paling
umum keenam kematian secara keseluruhan, dan infeksi fatal yang paling umum diperoleh
dirumah sakit. Di negara berkembang, pneumonia merupakan salah satu penyebab utama
kematian atau kedua setelah dehidrasi akibat diare berat.9

Patofisiologi

Pada umumnya Penyakit pneumonia merupakan manifestasi dari rendahnya daya tahan
tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang menyerang
saluran pernapasan. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Sumber
penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau
bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab
pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita.

Pneumonia masuk ke dalam paru bayi melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet).
Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan tetapi kadang kala juga masuk melalui
sistem peredaran darah apabila pada bagian tubuh kita ada yang terinfeksi. Sering kali bakteri itu
hidup pada saluran pernafasan atas yang kemudian masuk ke dalam arteri. Ketika masuk ke
dalam alveoli, bakteri melakukan perjalanan diantara ruang antar sel dan juga diantara alveoli.
Dengan adanya hal tersebut, sistem imun melakukan respon dengan cara mengirim sel darah
putih untuk melindungi paru-paru. Neutrofil kemudian membunuh organisme tersebut serta
mengeluarkan sitokin yang merupakan hasil dari aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang

9
mengakibatkan terjadinya demam, rasa dingin (menggigil), lemah yang merupakan gejala umum
dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur.

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Di dalam
alveolus terdapat eksudat jernih, Bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus dan lobulus
yang terkena menjadi padat dan tidak menggabung udara oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, di dalam alveolus didapatkam fibrin, leukosit neutrofil eksudat dan banyak sekali eritrosit
dan kuman. pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih

10
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu, permukaan
alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit menglami
nekrosis dan degenarasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis
bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak
dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak
terlihat.2,4,9

Gejala Klinis

Secara umum dapat dibagi menjadi :

Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
Gejala Umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah dan ronki.
Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas
batas cairan, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan
berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (meningen tanpa inflamasi)
bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai
diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda
pneumonia tidak selalu jelas.efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.5,6

Penatalaksanaan

11
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak
terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

1. Pneumonia rawat jalan


Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/KgBB.
Dosis kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP 20 mg/kgBB sulfametoksazol). Makrolid,
baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta-
laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda
terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.
2. Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada
pneumonia yang tidak responsif terhadap obat diatas, dapat diberikan antibiotik lain
seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10
hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada balita dan anak yang lebih
besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/ aatau
tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat
dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, sefalosporin generasi ketiga. Bila
pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik
oral dan berobat jalan.1,6,9

Pencegahan

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga
terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan
di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit
pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
1. Perawatan Selama Masa Kehamilan

12
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama
kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu
dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang
memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan Gizi Balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi,
sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2
tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung
faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan
terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara
ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
3. Memberikan Imunisasi Lengkap pada Anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang
memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT
(Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4
bulan.
4. Memeriksa Anak Sedini Mungkin Apabila Batuk
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk
mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan
napas cepat/sesak napas.
5. Mengurangi Polusi didalam dan diluar Rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan
dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta
membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak
bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai
faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan,
karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas
seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain.
Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar
dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran
napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang

13
selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia
karena malnutrisi.9

Komplikasi

1. Efusi pleura
2. Hipoksemia
3. Pneumonia kronik
4. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak mengandung udara dan kolaps).
5. Komplikasi sistemik (meningitis)5

Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.1,5

Penutup

Kesimpulan
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun
jamur. Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam Pneumonia: The Forgotten Killer of
Children, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita
dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus
kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus.

14
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus yang
menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia menjadi penyebab 1 dari 5
kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering menyerang
bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini, pneumonia merupakan penyebab utama
kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvis AM. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-16.
Philadelphia : WB Saunders. 2000.
2. Price, Sylvia A., Wilson Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Perjalanan Penykit Edisi 6. Jakarta;EGC.
3. Rusepno H, Husein A, dkk. 2007. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Corwin EJ. Patofisiologi. Edisi revisi ke-3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Edisi 1. Pustaka Obor Populer.
2008.
6. Mansjoer, Suprohaita, Wardhani. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Fakultas
Kedokteran UI. 2000.
7. Bronkitis Akut. Diunduh dari http://id.scribd.com/doc/135329427/BRONKITIS-AKUT

15
8. Bronkiolitis. Diunduh dari http://id.scribd.com/doc/120428340/bronkiolitis
9. Pneumonia anak. Diunduh dari http://id.scribd.com/doc/84676065/Pneumonia-pada-anak

16

Anda mungkin juga menyukai