Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Nasofaring merupakan bagian paling atas dari faring, diikuti dengan orofaring lalu
laringofaring. Meskipun jarang, namun akibat adanya faktor prediposisi dan pencetus tertentu,
dapat berkembang tumor di daerah ini. 60% daripada tumor ganas kepala dan leher merupakan
tumor nasofaring dan banyak ditemukan di Indonesia. Tumor ini sering ditemukan terlambat
hingga menyebabkan metastasis ke leher yang merupakan gejala pertama.

Etiologi dari penyakit ini multifaktorial dan meliputi ras atau suku, genetik, lingkungan,
dan keterlibatan virus Epstein – Barr (EBV). Kanker ini insidensinya tinggi pada ras Cina, dan
memiliki kelompok endemik di antara Eskimo Alaska dan Indian. Kanker ini dapat timbul pada
usia berapapun namun sering ditemukan pada dewasa berusia 50 – 60 tahun, dan lebih banyak
pada laki – laki.

Untuk dapat mendiagnosis tumor tersebut, dibutuhkan pemeriksaan yang cermat sehingga
dapat memberikan intervensi secepatnya. Selain itu, penentuan staging juga dapat membantu
pilihan terapi yang akan diberikan untuk penderita dan juga prognosis penyakit.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Nasofaring

Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Nasofaring merupakan bagian teratas dari faring, sehingga disebut juga sebagai epifaring.
Nasofaring terletak di belakang rongga hidung dan meluas dari dasar tengkorak hingga palatum
molle atau tingkat bidang datar yang melewati palatum durum. Batas – batas dari nasofaring
adalah;1

 Superior = Dasar tengkorak (basisfenoid dan basioksiput)


 Posterior = Arkus vertebra. Batas superior dan posterior dari nasofaring, pada
akhirnya bergabung menjadi satu.
 Inferior = Batas bawah dibentuk oleh palatum molle. Melalui ismus nasofaringeal,
nasofaring berhubungan dengan orofaring.
 Lateral = Tuba Eustachius terletak 1,25 cm di belakang ujung posterior dari konka
inferior.

Gambar 1. Nasofaring

2
Secara fungsional nasofaring merupakan perpanjangan posterior dari rongga hidung,
sehingga memiliki epitel torak bertingkat bersilia. Organ – organ yang berada di daerah
nasofaring meliputi:1

1) Adenoid
Merupakan sekumpulan jaringan limfoid subepitel yang terletak diperbatasan antara dinding
posterior dan atap dari nasofaring. Adenoid mencapai ukuran maksumalnya hingga 12 tahun,
kemudian menjadi atrofi secara perlahan.
2) Bursa nasofaringeal
Merupakan ceruk berlapis epitel yang berada diantara adenoid dan meluas dari mukosa
faringeal ke periosteum basioksiput. Apabila terinfeksi, dapat menjadi penyebab pengeluaran
sekret postnasal persisten atau krusta. Terkadang dalam bursa ini juga dapat terbentuk abses.
3) Rathke’s Pouch
Merupakan cekungan di atas organ adenoid dan berperan dalam invaginasi mukosa bukal,
untuk membentuk lobus anterior dari kelenjar hipofisis.
4) Tuba Tonsil
Merupakan sekumpulan jaringan limfoid subepitel yang terletak pada elevasi tuba. Organ ini
berhubungan dengan adenoid dan menjadi bagian dari Waldeyer’s ring. Ketika organ ini
membesar akibat infeksi, menyebabkan oklusi tuba eustachius.
5) Sinus Morgagni
Merupakan rongga antara dasar tengkorak dan batas atas dari M. konstriktor superior.
Melalui sinus ini, tuba eustachius masuk otot levator veli palatina, tensor veli palatine, dan
cabang arteri palatine dari arteri fasialis.
6) Passavant’s Ridge
Merupakan undukan mukosa yang melambung oleh serat dari palatofaringeus. Mengelilingi
dinding posterior dan lateral dari ismus nasofaring. Palatum molle, saat berkontraksi
membuat kontak dengan undukan ini untuk memisahkan nasofaring dari orofaring selama
proses berbicara.

Fungsi Nasofaring

Terdapat beberapa fungsi dari nasofaring, yaitu:1

3
1) Berperan sebagai saluran udara, yang telah dihangatkan dan dilembabkan di hidung, untuk
menuju laring dan trakea.
2) Melalui tuba Eustachius, melakukan penyaringan telinga tengah dan menyeimbangkan
tekanan udara pada kedua sisi dari membran timpani. Fungsi ini sangat penting untuk
pendengaran.
3) Elevasi dari palatum molle melawan dinding faring posterior dan Passavant’s ridge
memisahkan nasofaring dari orofaring. Fungsi ini penting untuk proses menelan, muntah, dan
bicara.
4) Berperan sebagai ruang resonansi selama proses produksi suara.
5) Berfungsi sebagai saluran drainase untuk mukus yang disekresi oleh kelenjar di hidung dan
nasofaringeal.

2.2 Epidemiologi

Ca nasofaring merupakan suatu penyakit multifaktorial termasuklah faktor genetik, lingkungan,


diet dan habit sehari hari. Kanker ini banyak ditemui di China terutama di Taiwan. Insidens ca
nasofaring di Amerika Utara adalah sebanyak 0,25% dan sebanyak 18% pada masyarakat Cina
Amerika. Di China, faktor yang berperan besar menyebabkan ca nasofaring adalah pembakaran
kayu api, pengunaan ikan yang diawet dan defisiensi vitamin C. Masyarakat Indonesia juga
rawan terhadap penyakit ini.2,3

2.3 Etiologi

Setakat ini, etiologi yang pasti masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa fakor yang
berperan yaitu :-1,2

1. Genetik : Masyarakat Cina umumnya mempunyai genetik yang rentan tehadap ca


nasofaring. Memiliki anggota keluarga dengan ca nasofaring juga meningkatkan risiko
penyakit.
2. Virus : Virus Epstein-Barr (EB) sering dikaitkan dengan ca ini. Pada EB virus terdapat 2
antigen penting yaitu antigen kapsid virus (VCA) dan antigen awal (EA). IgA antibody

4
pada EA adalah sangat spesifik untuk ca nasofaring namun sensitivitasnya hanyalah 70-
80%. IgA antibodi untuk VCA adalah lebih sensitif tapi kurang spesifik. V irus umumnya
ini biasanya menghasilkan tanda – tanda dan gejala ringan, seperti pilek.
3. Lingkungan : Polusi udara, rokok tembakau, nitrosamine pada ikan asin dan asap dari
pembakaran kayu juga menyumbang kepada ca nasofaring.
4. Umur : Dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering didiagnosis pada orang
dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun
5. Makanan yang diawetkan: Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak
makanan,seperti ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga
hidung,meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada usia
dini, lebih dapat meningkatkan risiko.4

2.4 Patofisiologi

Tumor ini ada dalam tiga bentuk yaitu:1

1. Proliferatif : Tumor polipoid memenuhi ruang nasofaring dan menyebabkan obstruksi


jalan napas.

2. Ulseratif : Simptom yang paling umum adalah adanya epistaksis.

3. Infiltrat : Pertumbuhan infiltrat submukosa.

Table 1 : Klasifikasi WHO1


5
 Penyebaran Tumor Nasofaring

Terdapat tiga cara penyebaran tumor nasofaring yaitu secara lokal, limfa dan matastasis jauh.1

Penyebaran secara lokal adalah paling sering berasal dari fossa Rossenmuller yang
terdapat di nasofaring. Penyebaran lokal terbahagi kepada anterior, inferior, lateral dan ke atas.
Penyebaran secara anterior menyebabkan koana dan rongga hidung tersumbat. Penyebaran
secara inferior adalah kearah orofaring dan hipofaring sedangkan penyebaran lateral melibatkan
ruang parafaringeal dan fossa intratemporal pada sinus Morgagni dan menimbulkan benjolan di
pipi dan ‘rasa penuh’ di wajah. Penyebaran ke atas adalah kearah struktur intrakranial.
Penyebaran ke fossa cranial tengah adalah melalui foramen lacerum dan foramen ovale yang
menyebabkan diplopia atau oftalmoplegia.2

Nasofaring sangat kaya dengan limf dan penyebaran awal ca nasofaring terlihat dari
nodus servikal. Nodus ipsilateral sering terlibat namun nodus kontralateral/bilateral juga sering
terlibat. Penyebaran secara limf boleh langsung melalui nodus ini atau secara tidak langsung
melalui nodus retrofaringeal atau nodus parafaringeal. Penglibatan pada nodus retrofaringeal
menyebabkan kekakuan leher dan tortikolis. Pada penyebaran secara metastasis jauh sering
mengenai paru-paru, tulang dan hati.1,2

6
Gambar 2 : Penyebaran Ca Nasofaring1

2.5 Gejala Klinis

Pada usia 50-an hingga 70-an sering ditemui penyakit ini dan laki laki adalah sering menghidap
penyakit ini dibanding wanita. Gejala ca nasofaring dibahagikan kepada empat kelompok utama
yaitu : 4,5

1. Hidung : Obstruksi nasal, cairan pada nasal, sengau dan epistaksis.

2. Otologik : Obstruksi pada tuba eustachius menyebabkan tuli konduktif, serosa dan ototis
media supuratif. Tinnitus dan pusing juga sering ditemukan. Apabila ada otitis media
serosa unilateral harus dicurigakan adanya kelainan di nasofaring. Gangguan
pendengaran selalu merupakan gejala awal yang disebabkan ca nasofaring.

3. Oftalmoneurogik : Apabila tumor sudah menyebar ke daerah sekitarnya, maka timbul


gejala yang melibatkan saraf pada kranial. Sefalgia hebat menunjukkan bahwa tumor
sudah meluas ke intrakranial.

7
4. Metastasis nodus servikal : Ca nasofaring pasti bermanifestasi pada penyakit ini.
Benjolan nodus ini sering dijumpai pada sudut rahang dan mastoid dan pada nodus
sepanjang segitiga belakang leher. Metastasis nodus ditemukan pada 75% pasien dan
kebanyakan daripadanya ditemukan nodus bilateral. Penyebab munculnya massa pada
leher adalah metastasis tumor ke kelenjar getah bening (nodus limfatik) bagian servikal.
Gejala ini sesungguhnya umum ditemui pada penyakit yang menyerang kepala dan leher,
dan evaluasinya dapat membantu menentukan etiologi dan proses patologis yang terjadi.
Kelenjar getah bening yang nyeri dan mengalami inflamasi menandakan adanya
inflamasi akut, yang biasanya terjadi akibat infeksi sedangkan kelenjar getah bening yang
volumenya besar, tegas (firm), dan elastis (rubbery) seringkali menandakan adanya
limfoma.1

-Metastasis jauh : Gejala pada tulang, paru, hati dan organ lain sering ditemukan apabila
sudah terjadi metastasis. Metastasis sering ditemukan pada waktu menentukan diagnosa.

Simptom dan tanda yang sering didapatkan adalah limfadenopati (60-90%), tuli, obstruksi
hidung, epistaksis, pusing, nyeri telinga, nyeri leher dan penurunan berat badan. 2

2.6 Diagnosis

1. Endoskopi : Dilakukan dengan anestesi lokal menggunakan endoskop kaku/fleksible.


Pertumbuhan boleh menjadi proliferatif, ulseratif dan infiltrate submukosa. Pada
endoskopi posterior akan terlihat massa tumor yang konsistensinya kenyal, warnanya
bervariasi dari abu – abu sampai merah muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring
biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian yang meluas
ke luar nasofaring berwarna putih atau abu – abu. Pada usia muda warnanya merah muda,
pada usia yang lebih tua warnanya kebiruan, karena ada lebih banyak komponen
fibromanya. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan
adanya ulserasi.1

2. Studi image : CT scan dan MRI dilakukan pada leher dan nasofaring karena tumor sangat
mudah berdarah. Pada pemeriksaan radiologik konvensional (foto kepala potongan

8
antero – posterior, lateral, dan posisi Waters) akan terlihat gambaran klasik yang disebut
sebagai tanga “Holman Miller” yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang,
sehingga fisura pterigo – palatina melebar. Akan terlihat juga adanya massa jaringan
lunak di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma, dan
tulang di sekitar nasofaring. Pada pemeriksaan CT scan dengan kontras akan tampak
secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya. MRI
dilakukan untuk menentukan batas tumor terutama yang telah meluas ke intrakranial.2

3. Biopsi : Biopsi dilakukan dengan lokal atau anestesi umum menggunakan endoskop.
Apabila tumor tidak kelihatan namun diduga karena adanya nodus metastasis, biopsi
daripada nasofaring dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Kebiasaanya
diambil biopsi jaringan pada mukosa di fossa Rossenmuller dan dinding posterior
nasofaring. 1,3

4. Audiogram : Boleh digunakan untuk mendiagnosis otitis media serosa dan melihat
adanya efek samping radiasi dan kemoterapi yang boleh menyebabkan tuli sensorineural.

Tabel 2 : Klasifikasi TNM1

9
2.7 Tatalaksana

Tidak seperti keganasan kepala dan leher lainnya, karsinoma nasofaring mempunyai risiko
terjadinya rekurensi, dan follow – up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan sering terjadi
kurang dari 5 tahun, 5 – 15% kekambuhan seringkali terjadi antara lima hingga 10 tahun
sehingga pasien perlu difollow up setidaknya 10 tahun setelah terapi.2

1. Radioterapi

Pada stadium I dan II sering dilakukan radioterapi namun pada stage 3 dan 4 diperlukan
gabungan radioterapi dan kemoterapi. Radiasi sinar eksternal dengan 6000-7000 cGy
diradiasikan pada kedua sisi leher. Teknik yang terbaru adalah dilakukan Intensity Modulated
Radiotheraphy (IMRT). Pada IMRT dapat dilakukan sinar radiasi yang lebih tinggi dan
mengurangkan kerosakan pada struktur sekitarnya seperti spinal cord, batang otak dan kelenjar
parotid.1

Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa
kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak
banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah,
membawa minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa
asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut
karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala,
kehilangan nafsu makan dan kadang – kadang muntah atau rasa mual.2

2. Kemoterapi

Keberhasilan pada stage 3 dan 4 ditemukan apabila kemoterapi digabungkan dengan radioterapi.
Kemoterapi boleh dilakukan bersamaan dengan radioterapi dan boleh juga dilakukan selepas
terapi radiasi. Kemoterapi yang sering digunkan adalah cisplatin atau cisplatin dengan 5-FU.
Kemoterapi juga boleh mengawal metastasis dari limfoepitelioma dan ca yang belum
berdiferensiasi pada nasofaring. 1

10
Rawatan Paliatif

Terapi radiasi menyebabkan kerosakan kelenjar liur mayor mahupun minor sewaktu penyinaran
yang menimbulkan gejala mulut kering. Oleh itu, pasien dinasihatkan untuk sering makan
makanan yang banyak kuah, sering membawa minuman dan memakan makanan yang asam
untuk merangsang keluarnya air liur.1

Pada pasca pengibatan lengkap dan masih ada residu tumor atau kambuh kembali, diberikan
pengobatan simptomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Rawatan paliatif diberikan
untuk mengurangkan rasa nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia.

BAB 3
11
KESIMPULAN
Tumor nasofaring merupakan tumor ganas yang mengancam nyawa. Oleh itu diagnosis dini
amat penting untuk keberhasilan pengobatan. Staging juga membantu pilihan terapi dan juga
mementukan prognosis penyakit. Gejala yang paling awal untuk tumor nasofaring adalah kurang
pendengaran dan adanya sumbatan pada hidung yang tidak membaik. Epistaksis juga ditemukan
pada sebagian kasus. Terapi untuk tumor ini adalah radiasi dan kemoterapi.

Daftar Pustaka

1. PL. Dhingra, Shruti D. Disease of ear, nose and throat. 6th ed. ELSEVIER : Sydney ;
2014. p 250-3.

2. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Telinga hidung tenggorok kepala dan leher.
Edisi keenam. Penerbit Balai Penerbit FKUI : Jakarta ; 2007. h 182-6.

3. George LA, Lawrence RB, Peter AH. BOIES Fundamentals ofotolayngology. 6th
ed.Penerbit buku kedokteran : Jakarta ; 1997. h 434-6.

4. Nasopharyngeal cancer. WebMD. Cited [10 December 2017] from


https://www.webmd.com/cancer/nasopharyngeal-cancer#1

5. Adham M. Nasopharyngeal carcinoma in Indonesia: epidemiology, incidence, signs, and


symptoms at presentation. NCBI; Apr 2012. Cited [20 December 2017] from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3777476/

12

Anda mungkin juga menyukai