Anda di halaman 1dari 22

Tinjauan Pustaka

PENDAHULUAN

Tumor parotis adalah tumor yang menyerang kelenjar liur parotis. Dari tiap 5 tumor
kelenjar liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur kecil atau
submandibularis dan 30 % adalah maligna. Disebutkan bahwa adanya perbedaan geografik
dan suku bangsa: pada orang Eskimo tumor ini lebih sering ditemukan, penyebabnya tidak
diketahui. Sinar yang mengionisasi diduga sebagai faktor etiologi.1,2,3 Dalam rongga mulut
terdapat 3 kelenjar liur yang besar yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan
kelenjar sub lingualis. Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan
menempati ruangan di depan prosesus mastoid dan liang telinga luar. Tumor ganas parotis
pada anak jarang didapat. Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma mukoepidermoid,
biasanya jenis derajat rendah. Massa dalam kelenjar liur dapat menjadi ganas seiring dengan
bertambahnya usia. Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang dengan usia
lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu setengah
sampai dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur minor adalah ganas. 1,2,3,4

Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan
berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan keganasan pada
kelenjar parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat episodik mengindikasikan adanya peradangan
atau obstruksi daripada akibat dari keganasan itu sendiri. Massa pada kelenjar liur yang tidak
nyeri dievaluasi dengan aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau
biopsi. Pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI dapat membantu. Untuk tumor ganas,
pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan
pada keganasan dengan derajat tertinggi. 2,3

SKENARIO 2

Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan benjolan pada
bawah telinga kanannya sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan dirasa semakin membesar hingga
membuat telinga kanannya terangkat. Selain itu, pasien juga mengeluh mata kanannya tidak
dapat menutup sempurna sejak 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, teraba benjolan
berdiameter kurang lebih 7 cm, nyeri tekan (+), konsistensi keras, melekat pada jaringan
sekitar. Pada palpasi daerah leher dan supraclavicular terasa adanya pembesaran kelenjar
getah bening.

1
Tinjauan Pustaka

RUMUSAN MASALAH

 Laki-laki 60 tahun dengan keluhan benjolan pada bawah telinga kanannya sejak 6
bulan yang lalu.
 Benjolan semakin membesar hingga telinga kanan terangkat,mata kanan tidak dapat
menutup sempurna.

ANALISIS MASALAH

Anamnesis
Prognosis Pemeriksaan

Komplikasi
penyembuhan Diagnosis

Rumusan
Masalah
Penatalaksanaan
Etiologi

Patofisiologis

ANAMNESIS 2

Anamnesis

Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang :

a.) Keluhan
1. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di
pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula (tumor
sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)
2. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau
submandibula)
3. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)

2
Tinjauan Pustaka

4. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus


parotis terlibat)
5. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus
simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)
6. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)
b.) Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi)
d.) Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil pengobatannya
e.) Berapa lama kelambatan
Pada penelitian retrospective yang dilakukan pada 104 pasien dengan tumor
kelenjar parotis yang diterapi di ENT clinic timisoara pada tahun 2001-2009
didapatkan gejala-gejala yang paling sering dikeluhkan pasien, yaitu paling sering
adalah konsistensi keras, tumbuh cepat, fiksasi dalam, nyeri, nodus yang terpalpasi,
keterlibatan nervus fasialis, pembengkakan dinding faring lateral, dan keterlibatan
perubahan kulit.

Tabel 1: Hasil laporan anamnesis sekitar tahun 2001-2009

PEMERIKSAAN2,3

a.) Status general


Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
1. penampilan (Karnofski / WHO)

3
Tinjauan Pustaka

2. keadaan umum
adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks,
abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis
3. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang
tengkorak, dll)
b.) Satus lokal
1. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,
permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)
3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan nervus-
nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis.

Gambar 1: Lintasan nervus kranialis yang dekat dengan kelenjar parotis

c.) Status regional


Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan
kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran
terbesar, dan mobilitasnya.

Pemeriksaan nervus fasialis:


A. Dalam keadaan diam, perhatikan :
 Asimetri muka (lipatan nasolabial)

4
Tinjauan Pustaka

 gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus


sardonicus, tremor, dsb)
B. Atas perintah pemeriksa
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa mencoba
membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri).
3. Memperlihatkan gigi (asimetri).
4. Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing).
6. Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma kanan
dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat untuk
mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini.

PENUNJANG3-5

Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk


penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan
radiologik ( foto polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhana untuk diagnostik.
Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat keakuratan yang cukup
tinggi dengan sensitifitas 88-98% dan spesifitas 94% pada tumor jinak. Biopsi
aspirasi jarum halus juga sensitif dalam mendeteksi keganasan sebesar 58-98 %
dengan spesifitas 71-88%. Suatu penelitian didapatkan diagnosis sitologi tumor jinak
negatif palsu sebanyak 4 dari 27 pasien (14.8%). Kesalahan diagnosis ini bisa
disebabkan oleh bias sampel (sampelnya terlalu sedikit / tidak adekuat), dan bisa
juga karena kesalahan interpretasi (salah baca). Teknik ini sederhana, dapat
ditoleransi dengan komplikasi yang minimal. Selain untuk menegakan diagnosis
definitif, pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menentukan tindakan tepat
selanjutnya dan untuk evaluasi preoperative.

5
Tinjauan Pustaka

 Bedah Diagnostik
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan enukleasi
massa parotis berhubungan dengan peningkatan rekurensi tumor, terutama pada
adenoma pleiomorfik. Penanganan bedah yang baik untuk tumor parotis adalah
reseksi bedah komplit melalui parotidektomi dengan identifikasi dan preservasi
nervus fasialis. Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan eksisi tumor
yang adekuat dan mencegah cedera nervus fasialis. Cara ini memastikan batas
jaringan sehat yang adekuat disekeliling tumor, sehingga pada kebanyakan kasus
tidak hanya bersifat diagnostik, tetapi juga kuratif. Pemeriksaan ini jarang dilakukan
dan biasanya dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat di
operasi. Pada kasus seperti ini, biopsi dengan insisi terbuka berguna dalam diagnostik
histopatologi dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.

b. Pemeriksaan Radiologi
 Sialografi
Teknik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air atau
minyak langsung ke duktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian anastesi
topikal pada daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada kelenjar, dan muara
duktus yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur. Muara duktus dilebarkan
dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter ukuran 18, mirip dengan jenis yang
digunakan untuk pemberian cairan intravena, atau pipa polietilen secara lembut
dimasukkan sekitar 2 cm kedalam duktus. Kateter dipastikan pada sudut mulut.
Teknik ini sama untuk kelenjar parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi
duktus kelenjar submandibula, membutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus
parotis. Film biasa sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat
substansi radioopak, seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras
disuntikan secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita
merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati titik ketika penderita mengeluh
nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral oblik, oblik, dan antero-posterior. Dalam 5
sampai 10 menit pengambilan foto ulang. Normal jika seluruh media kontras
dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras dalam kelenjar 24 jam setelah
test ini pasti abnormal.11,12

6
Tinjauan Pustaka

Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut dalam
air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan kontras yang
paling popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis kelenjar parotis
seperti sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau obstruksi duktus seperti striktur.
sialografi tidak berguna untuk membedakan massa jinak dari massa keganasan.
Sialografi merupakan kontra indikasi terdapatnya peradangan akut kelenjar yang baru
terjadi.

 CT-Scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat mengetahui letak tumor berada di
lobus superfisial atau lobus profunda. Gambaran kalsifikasi dalam massa biasanya
ditemukan pada adenoma pleomorfik. Nervus fasialis dan duktus stensen sulit dilihat
dengan menggunakan CT scan.

MRI lebih unggul daripada CT scan dalam menvisualisasikan tepi tumor.


Nervus fasialis dan duktus stensen dengan jelas dapat terlihat. Bisa digunakan untuk
mengetahui letak tumor parotis berada dalam lobus superfisial atau profunda. Selain
itu juga untuk membedakan tumor jinak atau ganas. Lesi jinak biasanya tepinya
halus, dengan garis terang atau kapsul; tapi bagaimanapun juga, banyak keganasan
grade rendah yang memiliki pseudokapsul dan gambaran seperti tumor jinak.
Keganasan grade tinggi akan menunjukkan gambaran tepi yang menginfiltrasi.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS4-6

1) Adenoma Pleomorfik

Tumor campur jinak ini menyebabkan 75 % kelenjar parotis, baik jinak


maupun ganas pada dewasa. Kelainan ini paling sering pada daerah parotis, dimana
tampak sebagai pembengkakan tanpa nyeri yang bertahan untuk waktu lama di
daerah depan telinga atau daerah kaudal kelenjar parotis. Tumor ini tidak
menimbulkan rasa nyeri atau kelemahan saraf fasialis. Pada daerah parotis, meskipun
diklasifikasikan sebagai tumor jinak, dalam ukurannya tumor dapat bertambah besar
dan menjadi destruktif setempat. Reseksi bedah total merupakan satu-satunya terapi.

7
Tinjauan Pustaka

Perawatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah cedera pada saraf fasialis dan saraf
dilindungi walaupun jika letaknya sudah berdekatan dengan tumor.

2). Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin)

Tumor jinak kelenjar liur lain yang relatif sering. Tumor ini paling sering
terjadi pada pria usia 50-60 tahun dan ada hubunganya dengan faktor resiko merokok.
Tumor ini juga merupakan tumor yang paling sering terjadi bilateral. Tumor ini
dikenali berdasarkan histologinya dengan adanya struktur papil yang tersusun dari
lapisan ganda sel granular eusinofil atau onkosit, perubahan kistik, dan infiltrasi
limfostik yang matang.

Tumor jinak kelenjar liur lain yaitu:

1. Adenoma oksifil (sel asidofilik)


2. Adenoma sel serosa
3. Onkositoma

Jinak Kemungkinan Keganasan Ganas

Meningkat
1.Parotis 1. Submandibula 1. Kelenjar liur minor

2.Usia Muda 2. Paresis 2. Lebih tua

3.Wanita 3. Keras 3. Pria

4.Fungsi saraf fasialis 4. tumbuh cepat 4. Paralisis


utuh
5. Rasa tidak enak 5. Keras seperti batu
5.Kistik
6. Onset cepat (<>
6.Durasinya lama (>2
tahun) 7. Nyeri

7.Asimptomatik 8. Adenopati servikal

8.Tidak adenopati

Tabel 2: Perbedaan Massa-Massa Pada Kelenjar Liur

8
Tinjauan Pustaka

WORKING DIAGNOSIS6,7

Tumor Ganas Kelenjar Liur pada Dewasa

Dengan bertambahnya usia, kemungkinan bahwa massa dalam kelenjar liur


menjadi ganas bertambah besar, pada umumnya yang sering terjadi pada orang dengan usia
40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu setengah sampai
dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur minor adalah ganas. Berdasarkan derajat
keganasannya, tumor kelenjar liur dapat dibagi menjadi derajat tinggi, sedang, dan rendah.

a. Yang termasuk derajat tinggi yaitu:

1. Karsinoma mukoepidermoid

2. Karsinoma sel skuamosa

3. Adenokarsinoma yang tidak berdiferensiasi

4. Karsinoma adenokistik (silindroma)

Karsinoma adenokistik (silindroma) merupakan tumor kelenjar liur spesifik yang


termasuk tumor dengan potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari
seluruh tumor parotis, 15 % tumor submandibular, dan 30 % tumor kelenjar liur minor.
Sebagian dari pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada
struktur di atas atau di bawahnya. Keterlibatan tulang terdapat pada 1,5 kasus, 25 % terdapat
rasa sakit di wajah, 20 % terdapat keterlibatan nervus fasialis, dan metastasis limfatik terjadi
sebanyak 15 %. Tumor ini ditandai dengan penyebaran perineural awal. Asal tumor ini
dipikirkan dari sel mioepitel. Terdapat 3 pola pertumbuhan yaitu: cribriform, solid, dan
tubular. Tumor ini berbeda dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan
penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat
terjadi setelah 15 tahun.

b. Tumor ganas derajat sedang dan rendah

Yang termasuk jenis tumor derajat ini adalah karsinoma mukoepidermoid dan
karsinoma sel asinus. Jika tumor-tumor ini terjadi pada daerah kelenjar parotis,dilakukan

9
Tinjauan Pustaka

parotidektomi total dan saraf fasialis dilindingi jika perlindingan ini tidak membahayakan
reseksi total dari keganasan.

EPIDEMIOLOGI7,8

Tumor pada kelenjar liur relative jarang terjadi, presentasinya kurang 2-5% dari
seluruh keganasan pada kepala dan leher. Dari tumor kelenjar saliva, insidens tumor parotis
paling tinggi, yaitu sekitar 80%, tumor submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor
kelenjar saliva kecil dalam mulut 1%. Sejak periode 2000-2008 angka kejadian lebih sering
pada laki-laki dengan insidensi sekitar 1.41 kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan
perempuan yang hanya 1.00. Tumor ini bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan
pasien didiagnosis pada usia >64 tahun.
Sebagian besar tumor parotis adalah jinak. Tumor jinak yang paling sering adalah
mixed tumor / pleomorfik adenoma, dan Wartin’s tumor. Hanya sekitar 20% tumor parotis
yang ganas. Keganasan biasanya asimtomatik, tetapi tanda dan gejala yang menunjukkan
keganasan biasanya adalah pertumbuhan tumor yang cepat membesar, nyeri, trismus,
paralisis nervus fasialis atau yang lainnya. Keganasan lebih sering terjadi pada tumor parotis
yang mengenai lobus profunda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan
hasil bahwa tumor pada lobus profunda sebanyak 35% adalah maligna, dan hanya 10% nya
yang benigna.

ETIOLOGI1,7,8

Penyebab terjadinya tumor kelenjar parotis masih belum jelas karena angka
kejadiannya yang masih jarang. Paparan rokok dan konsumsi alkohol tidak ada
hubungannya dengan pertumbuhan tumor parotis. Sejauh ini, paparan radiasi ion sudah
ditetapkan sebagai faktor resiko terjadinya tumor parotis. Seseorang yang pernah mengalami
terapi radiasi dan terapi UV pada kepala dan leher meningkatkan faktor risiko. Penelitian
terakhir mengatakan bahwa terjadi peningkatan angka kejadian tumor parotis, terutama di
Israel dan Inggris. Terdapat hipotesis bahwa peningkatan angka kejadian tumor parotis ini
ada hubungannya dengan meningkatnya penggunaan telepon genggam. Faktor resiko lain
yang mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar air liur adalah pekerjaan, nutrisi, dan
genetik.

10
Tinjauan Pustaka

PATOFISIOLOGI7-9

Anatomi
Kelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar saliva lainnya
dengan berat sekitar 15-30 gram. Terletak di lateral wajah, yaitu di preaurikula, sampai ke
posterior mandibula. Dilewati oleh nervus fasialis yang membaginya menjadi dua lobus,
yaitu lobus profunda dan superfisial. Lobus superficial terletak di superficial dari bagian
posterior otot masseter, ke atas, hingga ke arkus zigomatik, ke bawah mencapai margo
inferior os mandibular. Lobus profunda ke atas berbatasan dengan kartilago meatus akustikus
eksternal, terletak antara prosessus mastoideus tulang temporal dan ramus mandibula.

Gambar 2: Struktur anatomi daerah pipi letaknya kelenjar parotid

Lobus superfisial dari kelenjar parotis mengandung lebih kurang 3-20 kelenjar limfe,
terletak diantara kelenjar parotis dengan kapsulnya. Kelenjar limfe ini merupakan saluran dari
kelenjar parotis, liang telinga luar, daun telinga, kulit kepala, kelopak dan kelenjar air mata.
Lapisan kedua terdapat pada kelenjar parotis profunda dan merupakan saluran dari kelenjar
parotis, liang telinga luar, telinga tengah, nasofaring, dan palatum mole. Kedua sistem ini
mengalir ke sistem limfe servikal superfisialis dan profunda.

11
Tinjauan Pustaka

Gambar 3: Kedudukan saraf yang terkait dengan kelenjar parotid

Nervus fasialis sebenarnya terdiri dari serabut saraf motorik saja, namun pada
perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung dengannya. Nervus intermedius ini
tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang
menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan lidah. Sebagai saraf motorik mutlak
nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada
otot stilohioid dan venter posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya
menuju ke glandula parotis. Disitu ia bercabang cabang lagi untuk mempersarafi otot wajah
dan plastima. Cabang-cabang tersebut diantaranya adalah cabang temporal, zigomatikus,
bukalis, mandibularis dan cabang servikalis.

Tumor parotis

Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh
berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen
kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Sesuai definisi Willis, neoplasma adalah
massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan
pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya
responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal. Sel bisa menjadi kanker
karena adanya kerusakan DNA. Didalam sel normal, ketika DNA mengalami kerusakan,
maka sel yang lain akan memperbaikinya atau sel rusak tersebut akan mati. Sedangkan

12
Tinjauan Pustaka

didalam sel kanker, kerusakan DNA tersebut tidak diperbaiki. Sel tersebut juga tidak mati
seperti seharusnya. Bahkan sel ini akan membentuk sel baru yang tidak dibutuhkan oleh
tubuh dan memiliki kerusakan DNA yang sama seperti sel pertama.
Tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu massa
berbentuk soliter, berkembang di antara sel-sel pada kelenjar yang terkena. Pembesaran
menyeluruh atau berulang dari kelenjar yang terkena mungkin disebabkan oleh kalkulus atau
peradangan dan pembesaran kelenjar air liur global yang jarang dapat dilihat pada penyakit
sistemik seperti diabetes mellitus, myxoedema, sindroma Cushing, dan peminum alkohol.
Pembesaran kelenjar parotis juga dapat dilihat pada anorexia nervosa. Pasien dengan tumor
jinak atau keganasan derajat rendah dapat menampilkan gejala pertumbuhan massa yang
lambat untuk beberapa tahun.

Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan
perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis
(N.VII) umumnya sebagai indikator dari keganasan, walaupun gejala ini hanya nampak pada
3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. Tumor ganas pada kelenjar parotis
dapat meluas ke area retromandibular dari parotis dan dapat menginvasi lobus bagian dalam,
melewati ruangan parapharyngeal. Akibatnya, keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah
dapat terjadi berupa disfagia, sakit dan gejala pada telinga. Selanjutnya dapat melibatkan
struktur di sekitarnya seperti tulang petrosus, kanal auditorius eksternal, dan sendi
temporomandibular. Tumor ganas dapat bermetastasis ke kelenjar limfe melalui ruangan
parafaring dan ke rangkaian jugular bagian dalam, dan ke pre-post facial nodes. Menurut
Armstrong et al, sebanyak 16 % dari pasien dengan tumor parotis dan 8% pasien dengan
tumor pada submandibula atau sub lingual secara klinis menunjukkan keterlibatan kelenjar
limfe pada penampilannya.12

MANIFESTASI KLINIS3,7,8

Secara umumnya gejala klinis yang didapatkan oleh pasien yang menderita
pembesaran kelenjar parotis adalah seperti berikut:

1. Sebuah benjolan atau pembengkakan pada atau dekat rahang atau leher atau mulut
2. Mati rasa di bagian wajah Anda
3. Kelemahan otot pada satu sisi wajah Anda
4. Nyeri persisten di daerah kelenjar ludah
5. kesulitan menelan

13
Tinjauan Pustaka

6. Kesulitan membuka mulut secara luas

TNM Keterangan ST T N M

Tx Tumor primer tak dapat ditentukan I T1 N0 M0


T2 N0 M0
T0 Tidak ada tumor primer
T1 Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi ekstraparenkim II T3 N0 M0
T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi ektraparenkim III T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi ekstraprenkim IV T4 N0 M0
tanpa terlibat n.VII T3 N1 M0
T4 N1 M0
T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar Tiap N2 M0
tengkorak T N3 M0
Tiap Tiap M1
T N
Tiap
T
Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan
N0 Tidak ada metastase k.g.b
N1 Metastase k.g.b tunggal <3cm, ipsilateral

N2 Metastase k.g.b tunggal/multipel >3cm-6cm,


ipsilateral/bilateral/kontralateral
N2a Metastase k.g.b tunggal >3cm-6cm, ipsilateral
N2b Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral
N2c Metastase k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral
N3 Metastase k.g.b >6cm

Mx Metastse jauh tak dapat ditentukan


M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
Tabel 3: Klasifikasi TNM The American Joint Committee on Cancer (AJCC)

14
Tinjauan Pustaka

TATALAKSANA

Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi sebagai
terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada karsinoma
kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan sebagai ajuvan, meskipun masih
dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan.
1. Tumor operabel
a. Terapi utama ( pembedahan). Pilihan pengobatan untuk neoplasma kelenjar parotis
adalah melalui pembedahan. Sebagian besar tumor parotis jinak dan ganas dapat
diatasi dengan parotidektomi superfisial atau total sesuai dengan lokasi tumor
dengan preservasi nervus fasilis.
 Parotidektomi superfisial. Parotidektomi superfisial adalah tindakan
pengangkatan massa tumor dengan kelenjar parotis lobus superfisial.
Dilakukan pada tumor jinak parotis lobus superfisialis.
 Parotidektomi total. Parotidektomi total adalah pengangkatan massa tumor
dengan seluruh bagian kelenjar parotis dilakukan pada:
a. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan
n.VII
b. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
 Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: Tumor ganas parotis yang
sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
 Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: Ada metastase k.g.b.leher
yang masih operabel

b. Terapi tambahan
Meskipun terapi primer tumor ganas kelenjar liur adalah dengan
pembedahan, terapi radiasi juga dianjurkan karena memiliki efek menguntungkan
jika digabungkan dengan pembedahan yaitu meningkatkan hasil terapi. Selain itu
berperan sebagai terapi primer untuk tumor yang sudah tidak dapat direseksi. Ada
keadaan di mana terapi radiasi merupakan indikasi, yaitu:
1. high grade malignancy
2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus, n.
asesorius )

15
Tinjauan Pustaka

4. setiap T3,T4
5. karsinoma residif
6. karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk
memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah
dikerjakan alih tandur syaraf.
 Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas
insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
 Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau
high grade malignancy
Baik konvensional dan neutron-beam terapi radiasi telah dianjurkan sebagai
single-modalitas pengobatan untuk T1 dan T2 neoplasma ganas kelenjar ludah.
Pendekatan ini kontroversial, tetapi dapat dipertimbangkan jika ada kontraindikasi
nyata untuk operasi.

2. Tumor inoperabel
a. Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
b. Terapi tambahan
Kemoterapi : Indikasi untuk kemoterapi adalah pasien dengan tumor yang
inoperable. Respon parsial atau lengkap telah dicapai pada hingga 50% pasien,
yang biasanya berlangsung 5-8 bulan dan mungkin termasuk kontrol nyeri yang
signifikan. Sebagian besar pasien memiliki karsinoma adenoid kistik, karsinoma
mucoepidermoid, atau adenokarsinoma. Saat ini, paclitaxel adalah agen yang
paling sering digunakan. Meskipun kemoterapi saja tidak meningkatkan tingkat
ketahanan hidup, integrasi radiasi dan kemoterapi telah terbukti meningkatkan
kontrol lokal dan menunjukkan perbaikan dalam pengelolaan keganasan
kelenjar ludah.
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

16
Tinjauan Pustaka

b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma,


mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 3 minggu

3. Metastase Kelenjar Getah Bening (N)


a. Terapi utama
 Operabel : deseksi leher radikal (RND)
 Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif, kemudian
dievaluasi
- menjadi operabel  RND
- tetap inoperabel  radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy
b. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy

4. Metastase Jauh (M)


Terapi paliatif : kemoterapi
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma,
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu

b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma,


mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7 diulang tiap
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 3 minggu

17
Tinjauan Pustaka

KOMPLIKASI 7,9

Telah dilakukan penelitian selama 10 tahun antara 1996 Januari sampai 2006 Januari
pada pasien dengan tumor parotis yang telah menjalani terapi bedah di University of Rome
“La Sapienza”, Department of Maxillo-Facial surgery. Didapatkan 135 pasien laki-laki dan
147 pasien perempuan dengan usia antara 10 tahun sampai 85 tahun dan pasien usia
terbanyak adalah 49 tahun. Dari total 282 pasien, setelah dilakukan follow up ±60 bulan
didapatkan 26 pasien mengalami komplikasi post operasi sebagai berikut:

Tabel 4: Komplikasi yang sering terjadi setelah parotidektomi

Nervus Fasialis
Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar parotis dan membaginya
menjadi lobus superfisialis dan profunda. Sekitar 15-20% kasus (15-20 dalam 100 pasien)
nervus fasialisnya mengalami trauma sehingga terjadi kelemahan pada otot-otot fasialis. Ini
biasanya sembuh dalam 14 hari sampai 3 bulan setelah operasi dan penyembuhan bisa lebih
cepat dengan latihan terapi bicara dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi kelemahan
permanen dari nervus fasialis. Beberapa pasien mengalami kelemahan nervus fasialis cabang-
cabang tertentu saja.

18
Tinjauan Pustaka

Frey’s Syndrome
Nama lain Frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome, Dupuy’s syndrome,
auriculotemporal syndrome, atau Frey-Baillarger syndrome Merupakan komplikasi tersering
pada pasien pasca operasi parotidektomi yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien. Frey’s
syndrome adalah manifestasi klinik berupa kemerahan dan berkeringat pada hemifasial
setelah stimulus kelenjar saliva dan mengunyah. Frey’s Syndrome ini biasanya terjadi setelah
cedera traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar, trauma tumpul, insisi
dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun
setelah trauma. Pemeriksaan dilakukan dengan cara tes pati-iodine. Iodine cair dioleskan di
atas kulit area preaurikular, tunggu sampai kering, kemudian setelah itu ditaburkan pati
jangung di atasnya. Minta pasien untuk mengunyah makanan selama 5 menit untuk
merangsang gustatori. Akan tampak gambaran bercak biru kehitaman yang berarti hasilnya
positif, karena adanya kompleks iodine-pati yang terdilusi oleh keringat.

Gambar 4: tes pati – iodine


Patofisiologi Frey’s syndrome adalah karena regenerasi saraf otonom yang salah arah
setelah cedera area parotis. Setelah cedera, serat saraf parasimpatis sekretomotor post
ganglionik yang seharusnyaberinervasi dengan kelenjar parotis, menjadi bergabung dengan
reseptor simpatis, dan berinervasi dengan kelenjar keringat sehingga menyebabkan
berkeringatnya gustatori. Dengan demikian, seharusnya makanan merangsang kelenjar saliva,
menjadi merangsang kelenjar keringat. Meskipun Frey’s syndrome tidak menyebabkan
gangguan fisiologis yang berbahaya, namun gejala kemerahan dan keringat berlebihan
menyebabkan stres psikologis dan sosial. 20
 Hematoma

19
Tinjauan Pustaka

Hematoma mengenai 3 dari 26 pasien. Terjadi karena blokade drainase


sehingga pada pasien post parotidektomi dipasang drain untuk mencegah
terjadinya hematoma.

PROGNOSIS

Sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1%
kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif lokal. Hal
ini terutama dapat terjadi jika hanya dikerjakan enukleasi sederhana. Pada operasi ulang
terdapat kemungkinan yang lebih besar kerusakan saraf penting seperti nervus fasialis dan
dalam beberapa kasus residif demikian adalah maligna. Prognosis pada tumor maligna sangat
tergantung pada histology, perluasan lokal dan besarnya tumor dan jumlah metastasis
kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf,
maka prognosisnya lebih buruk. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%, namun hal ini masih
tetap tergantung kepada histologinya.

PENUTUP

Umumnya, tumor kelenjar liur jarang terjadi, dan jika terjadi, sebagian besar tumor
pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal
dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic
adenomas).
Gambaran klinis tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai
suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan
ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII)
umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari
seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. 4,7
Tumor parotis dapat dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas. Tumor kelenjar jinak
yang paling sering ditemui adalah adenoma Pleomorfik dan Limfomatosum Adenokistoma
Papilar (Tumor Warthin), sedangkan tumor ganas kelenjar liur paling sering pada anak adalah
karsinoma mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Pada dewasa dapat berupa
Karsinoma mukoepidermoid, Karsinoma sel skuamosa, Adenokarsinoma yang tidak
berdiferensiasi, Karsinoma adenokistik (silindroma). 4,6,7

20
Tinjauan Pustaka

Untuk terapi dilakukan tergantung stadiumnya, ada tumor yang masih dapat dioperasi
ada pula yang memerlukan terapi lain. Terapi tambahan berupa radiasi pasca operasi atau
kemoterapi. Untuk prognosis sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal
kurang dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul
residif lokal.

DAFTAR PUSTAKA:

1. De Jong W. Tumor Kelenjar Liur. Dalam : R Samsuhidajat, Warko Karnadihardja,


Theddeus OH Prasetyono, Reno Rudiman, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 469-70.
2. F Christopher Holsinger, Dana T Bui. Anatomy, Function, and Evaluation of
Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL editors. Salivary Gland Disorders.
Springer: Berlin; 2007. h 1-14.
3. Susan, Standring. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practise. USA:
Elsevier; 2005. h. 515-18.
4. Arthur C Guyton, John E Hall. Fungsi Sekresi dari Saluran Pencernaan. Dalam :
Luqman Yanur Rachman, Huriawati hartanto, Andita Novrianti, Nanda Wulandari,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta; 2007. h. 1013-14.
5. William F Ganong. Fungsi Endokrin Pankreas & Pengaturan Metabolisme
Karbohidrat. Dalam: M Djauhari Widjajakusumah, editor. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2002. h. 320-39.
6. Satish Keshav. In: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia: Blackwell
Science Ltd; 2004. h. 14-15.
7. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins. Pankreas. Dalam: Huriawati
Hartanto, Nurwani Darwaniah, Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Patologi Edisi
7 Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 711-16.
8. Kimberley Ho, Helen Lin, David K Ann, Peiguo G Chu, Yun Yen. An Overview of
The Rare Parotid Gland Cancer. Head & Neck Onconlogy 2011. h. 1-7.
9. Mulholland dkk. Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. Edisi 4.
Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

21
Tinjauan Pustaka

10. Shu, Xiaochen; Ahlbom, Anders; Feychting, Maria. Incidence Trends of Malignant
Parotid Gland Tumors in Swedish and Nordic Adults 1970 to 2009.Epidemiology:
September 2012. Volume 2. h. 766-67.
11. C Ungari, F Paparo, W Colangeli, G Iannetti. Parotid Glands Tumours: Overview
Of A 10-Years Experience With 282 Patients, Focusing On 231 Benign Epithelial
Neoplasms. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2008; 12:
h. 321-325.
12. Claudia-Patricia Mejía-Velázquez, Marco-Antonio Durán-Padilla, Erick Gómez-
Apo, Daniel Quezada- Rivera, Luis-Alberto Gaitán-Cepeda. Tumors of the salivary
gland in Mexicans. A re-trospective study of 360 cases. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal 2012 Mar 1;17 (2): h. 183-9.
13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging Manual. 7th
ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86.
14. A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid Gland Tumors.
Journal of Experimental Medical and Surgical Research 2010; 4: 259-63.
15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1. Bandung : 2004
16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in parotid
lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011.
17. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic Adenoma of the
Parotid Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: h. 1532-36. `
18. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine 2011 may
27.
19. Jeannon JP, Calman F, Gleeson M, et al; Management of advanced parotid cancer.
A systematic review. Eur J Surg Oncol 2008 Nov 20.
20. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey Syndrome Using
Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA November 2009; 75: h. 651-54.
21. Lumongga F. Temuan Kasus-kasus Yang Didiagnosa Secara Histopatologi Sebagai
Cylindroma Sejak 1 Januari 1997-31 Oktober 2007. 2008. (diakses 22 Mei 2013).
Tersedia dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2046/1/09E01468.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai