Anda di halaman 1dari 20

SKENARIO 2.

Atas permintaan tertulis dari penyidik, dilakukan autopsi terhadap satu jenazah
berjenis kelamin laki-laki, berusia 35 tahun. Berdasarkan keterangan yang
tercantum di Surat Permintaan Visum (SPV), jenazah tersebut merupakan korban
dugaan penembakan oleh orang tidak dikenal. Di TKP tidak ditemukan peluru
maupun genangan darah.

Temuan-temuan autopsi sebagai berikut.


• Tanatologi:

• Kaku mayat: terdapat pada rahang, siku dan pergelangan tangan, lutut dan
pergelangan kaki, jari-jari tangan dan kaki, sukar dilawan.

• Lebam mayat: berwarna merah gelap, terdapat pada kepala, leher,


punggung, dan bokong, tidak hilang pada penekanan.

• Tanda-tanda pembusukan: belum ada.

• Foto-foto pemeriksaan luar dan dalam:


• Pemeriksaan penunjang:

• Radiologi : gambar terlampir.

• Histopatologi : tampak sinusoid pada organ hepar dan limpa hanya berisi
sedikit eritrosit.

A. KATA KUNCI

• jenazah laki-laki, berusia 35 tahun.


• dugaan penembakan oleh orang tidak dikenal.
• Di TKP tidak ditemukan peluru maupun genangan darah.
• Tanatologi:

o Kaku mayat: terdapat pada rahang, siku dan pergelangan tangan, lutut
dan pergelangan kaki, jari-jari tangan dan kaki, sukar dilawan.

o Lebam mayat: berwarna merah gelap, terdapat pada kepala, leher,


punggung, dan bokong, tidak hilang pada penekanan.

o Tanda-tanda pembusukan: belum ada.


• Pemeriksaan penunjang:

o Radiologi : gambar terlampir.

o Histopatologi : tampak sinusoid pada organ hepar dan limpa hanya


berisi sedikit eritrosit.

B. PERTANYAAN

1. Deskripsi temuan-temuan autopsi dan interpretasi!

2. Patomekanisme luka/trauma hingga menyebabkan kematian menggunakan


pengetahuan histologi, anatomi dan fisiologi tubuh manusia!

3. Tentukan penyebab luka paling mungkin (COD) menggunakan Proximus


Mortis (PMA) Pada kejadian dimana kematian merupakan konsekuensi dari
luka/trauma!

4. Tentukan perkiraan waktu kematian (interval postmortem) berdasarkan ilmu


tanatologi!

C. JAWABAN PERTANYAAN

1. Deskripsi temuan-temuan autopsi dan interpretasi

Pemeriksaan autopsi

a. Autopsi Luar
 Luka Tembak

Jumlah :1

Jenis Luka : Luka terbuka

Bentuk Luka : Celah

Lokasi : Perut kiri bagian


atas 3 cm dari titik tengah tubuh
dan 4,5 cm dari atas pusar

Ukuran : 1 cm

Tepi Luka : Tegas

Tebing Luka :Terdiri dari jaringan kulit, lemak, dan otot

Dasar Luka : Tidak dapat dinilai

Daerah sekitar Luka : Terdapat tatoage ukuran 2 cm, kelim lecet

 Kuku jari kaki tampak pucat

Diakibatkan karena kurangnya


oksigen ke jaringan

b. Autopsi Dalam
• Tampak perdarahan massif pada daerah peritoneum
• Ruptur Lien
c. Pemeriksaan penunjang
 Radiologi
Terdapat 1 buah peluru pada columna
vertebra

 Histopatologi
Tampak sinusoid pada organ hepar dan
limpa hanya berisi sedikit eritrosit

2. Patomekanisme luka/trauma hingga menyebabkan kematian menggunakan


pengetahuan histologi, anatomi dan fisiologi tubuh manusia
Mekanisme luka tembak

Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada


trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat
adanya transfer energi dari luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada
jaringan tergantung pada absorbsi kinetiknya, yang juga akan mengakibatkan
daya dorong peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi, kerusakan
sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan
terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru.

Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang


menembus jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengompresi jika
terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan
kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka. Dengan adanya lesatan
peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga ini lebih besar dari
diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah peluru berhenti,
dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang padat tingkat
kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga berhubungan
dengan gaya gravitasi. Pada pemeriksaan harus dipikirkan adanya kerusakan
sekunder seperti infark atau infeksi.

Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:


kecepatan, posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh, bentuk dan ukuran
peluru, dan densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk. Peluru yang
mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka yang
relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih
rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru
mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. Pada organ tubuh yang
berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan dan
kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase diastole), maka
kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan jantung
dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong, hal tersebut disebabkan
karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh bagian. Mekanisme
terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru:

a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang.


b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi
robekan.
c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur
atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan
sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring).
d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan
ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam
tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari diameter peluru.
e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan
yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya
elastisitas dari jaringan.
f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet
yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah.
g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat
diketahui dari bentuk kelim lecet.
h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari
arah tersebut.
i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai
pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat
atau kelim lemak (grease ring atau grease mark).
j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk
luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya
mempunyai densitas besar seperti tulang, maka sebagian tenaga dari
peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan
mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak
beraturan atau berbentuk bintang.
k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter
lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan
arah masuknya peluru.
l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan
robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze. m. Bila peluru
menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan
luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound.
Referensi : knight B. Firearm and explosive injuries. In simpson’s forensic
medicine. 11th ed. New york: oxford university press inc;1997. P:65-71

3. Penyebab luka paling mungkin (COD) menggunakan Proximus Mortis


(PMA) Pada kejadian dimana kematian merupakan konsekuensi dari
luka/trauma.
Multiple Cause of Death (MCOD) menentukan penyebab yang
mendasari kematian tetapi juga mencakup data tentang penyebab lain yang
memberikan kontribusi kematian. Dengan demikian, informasi yang lebih
lengkap tentang faktor-faktor dan penyakit yang menyebabkan kematian
dapat dimanfaatkan.

Definisi
Penyebab dari kematian adalah luka, penyakit, atau kombinasi dari
keduanya yang memulai rangkaian gangguan fisiologis yang, tidak peduli
seberapa singkat atau lama, mengakibatkan penghentian fatal dari kehidupan
individu. Penyebab kematian harus etiologi spesifik. Penyebab kematian
dapat dibagi menjadi penyebab langsung kematian dan penyebab antara
kematian. Penyebab langsung kematian adalah penyakit atau cedera yang ada
pada saat kematian yang menyebabkan kematian seseorang. Penyebab antara
kematian adalah proses alami penyakit asli, cedera, atau peristiwa yang
menyebabkan serangkaian kondisi dalam waktu yang tidak terbatas yang
akhirnya menyebabkan kematian individu. Cara kematian mengacu pada
mode di mana penyebab kematian muncul, dan dapat muncul sebagai alam,
kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan. Jika ada informasi yang tidak
memadai setelah penyelidikan menyeluruh, mungkin tepat untuk label cara
kematian sebagai yang belum dapat ditentukan.
Penyebab kematian adalah kondisi yang tidak wajar atau
prosespenyakit, kelainan, cedera atau keracunan yang langsung atau tidak
langsung mengarah ke kematian. Ini terdiri dari entitas diagnostik, yang
merupakan istilah tunggal atau istilah komposit yang digunakan untuk
menggambarkan penyakit, sifat cedera, atau kondisi yang tidak wajar lainnya.
Penyebab langsung kematian adalah kondisi yang mengarah langsung mati
dan dilaporkan pada baris (a) di Bagian I. Penyebab antara kematian adalah
setiap penyebab intervensi kematian yang terjadi antara penyebab langsung
dan penyebab yang mendasari kematian.

Urutan Kejadian yang Mengarah ke Kematian


Statistik Kematian didasarkan pada penyebab kematian yang
mendasari (underlying cause of death), yang merupakan penyakit atau cedera
yang memprakarsai urutan peristiwa yang mengarah langsung ke kematian.
Sebagai contoh, bayangkan seseorang meninggal dari pendarahan otak setelah
kecelakaan kendaraan bermotor. Pendarahan otak adalah penyebab langsung
kematian namun kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab yang
mendasari kematian. Dokter bedah yang bersangkutan fokus dengan
pengobatan pendarahan otak; perhatian kesehatan masyarakat adalah untuk
mencegah kematian akibat kecelakaan kendaraan bermotor (penyebab
kematian yang mendasari dalam kasus ini). Pada beberapa sertifikat kematian,
hanya akan ada satu penyebab kematian, yang menjadi penyebab yang
mendasari. Tapi, dalam mengisi sertifikat kematian, dokter harus mencoba
untuk mengidentifikasi dan mencatat semua kondisi di urutan kejadian yang
menjadi penyebab dasar kematian. Bagi banyak kematian, akan ada lebih dari
satu penyebab dan, dalam kasus ini, dokter akan perlu untuk membangun
urutan penyebab sebelum menentukan penyebab yang mendasari.
Penulisan akan dimulai dengan penyebab langsung kematian pada
baris Ia, kemudian kembali melalui urutan peristiwa atau kondisi yang
menyebabkan kematian pada baris berikutnya, sampai anda mencapai kondisi
yang memulai rangkaian fatal. Jika sertifikat telah selesai dengan baik,
kondisi pada garis terendah bagian I akan menyebabkan semua kondisi pada
baris di atanya. WHO mendefinisikan penyebab kematian yang mendasari
sebagai a) penyakit atau cedera yang memprakarsai kereta peristiwa
mengerikan yang mengarah langsung pada kematian, atau b) keadaan
kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera fatal. Penyebab yang
mendasari mungkin berlangsung lama, penyakit kronis atau gangguan yang
pasien cenderung mengalami komplikasi yang kemudian fatal.

a. Kondisi yang Berkontribusi atau Keadaan lain yang Signifikan


Satu atau lebih kondisi mungkin ada yang, meskipun mereka mungkin
telah berkontribusi terhadap kematian, tidak ada hubungannya dengan
penyebab kematian. Kadang-kadang daerah ini pada sertifikat kematian
ditetapkan sebagai "Bagian 1" untuk penyebab kematian, dan "Bagian 2"
untuk kondisi signifikan yang ikut berkontribusi atau lainnya. Hal ini dapat
berguna untuk membuat daftar kondisi signifikan yang ikut berkontribusi
kematian, terutama jika ada dua atau lebih penyebab bersaing kematian untuk
kasus yang sama. Dalam kasus tersebut, faktor yang lebih meyakinkan atau
mungkin dapat terdaftar sebagai penyebab kematian, dengan faktor kecil
kemungkinannya terdaftar sebagai kondisi iuran signifikan. Satu harus
diingatkan bahwa jika cedera, keracunan obat, atau peristiwa yang tidak wajar
lainnya adalah faktor yang signifikan dalam penyebab kematian, bahkan jika
itu terdaftar sebagai kondisi iuran, kehadiran kondisi nonnatural akan
menentukan cara kematian. Artinya, jika penyebab kematian terdaftar sebagai
"bronkopneumonia," dan "patah tulang pinggul" terdaftar sebagai kondisi
iuran, cara kematian akan "kecelakaan" (dengan asumsi bahwa patah tulang
pinggul adalah kecelakaan di alami).(1)
b. Cara Penulisan
Bagian I dari sertifikat kematian memiliki empat baris untuk
melaporkan urutan peristiwa yang menyebabkan kematian; ini diberi label I
(a), I (b), I (c) dan I (d). Penyebab langsung kematian dimasukkan di Bagian I
(a). Jika kematian adalah konsekuensi dari penyakit atau kondisi lain,
penyebab ini harus dimasukkan pada I (b). Jika ada lebih peristiwa yang
menyebabkan kematian, tulis ini di urutan I (c) dan I (d).
poin penting:
 Selalu gunakan garis berturut-turut, jangan pernah meninggalkan baris
kosong dalam urutan kejadian.
 Setiap kondisi yang tercantum dalam Bagian I harus menyebabkan kondisi di
atasnya.
 Jika hanya ada satu penyebab kematian, itu masuk di I (a)

Pada baris (b) melaporkan penyakit, cedera, atau komplikasi, jika ada,
yang memunculkan penyebab langsung kematian dilaporkan pada baris (a).
Jika ini pada gilirannya dihasilkan dari kondisi lebih lanjut, mencatat bahwa
kondisi pada baris (c). Jika ini pada gilirannya dihasilkan dari kondisi lebih
lanjut, mencatat bahwa kondisi pada baris (d). Untuk banyak kondisi yang
terlibat, menulis urutan penuh, satu syarat per baris, dengan kondisi terbaru di
bagian atas, dan penyebab kematian yang dilaporkan pada baris terendah
digunakan di Bagian I. Jika lebih dari empat baris yang dibutuhkan ,
menambahkan baris tambahan (tulisan '' karena '' antara kondisi pada baris
yang sama adalah sama dengan menggambar garis tambahan) daripada
menggunakan ruang di Bagian II untuk melanjutkan urutan. Sertifikasi
berikut ini adalah contoh di mana baris tambahan diperlukan.

Bagian I:
untuk urutan kejadian yang menyebabkan kematian, ditulis terbalik mulai
dari penyebab kematian langsung di I (a); dan Bagian II : Untuk kondisi lain
yang berkontribusi
- Bagian I
Mulai dari I (a) yaitu penyakit atau kondisi yang secara langsung
menyebabkan kematian. Disini bukan ditulis tentang cara sekaratnya, namun
penyakit, luka, atau komplikasi yang menyebabkan kematian.
Harus selalu didahului dengan I (a)
Jika kondisi di I (a) merupakan konsekuensi dari kondisi lain, tulis hal itu di I
(b). Dan jika kondisi ini disebabkan lagi oleh kondisi lain yang lebih jauh,
tulis kondisi ini di I (c).
Konsekwensi fatal ini tidak selalui terdiri dari tiga kondisi: Jika kondisi di I
(a) dan I (b) merupakan penyebab yang mendsari, jangan masukkan apapun
lagi di bagia pertama. Dan jika urutan penyebab lebih dari tiga tingkat, baris
tambahan bisa ditambahkan di bagian oertama
Bagaimanapun juga banyak kondisi yang terlibat, tuliskan urutannya secara
lengkap, satu kondisi perbaris, dengan kondisi terbaru berada di paling atas,
dan kondisi paling awal (keadaan yang mengawali rangkainan kejadian antara
normal dan kematian) ditulis paling bawah.
Kata “diakibatkan oleh (atau sebagai konsekuensi dari)”, yang di cetak
diantara baris bagian pertama, berlaku tidak hanya berlaku untuk dasar
etiologi dan patologi, tetapi juga untuk urutan di mana kondisi yg diyakini
menjadi jalan bagi penyebab lebih langsung kerusakan jaringan atau
gangguan fungsi, bahkan setelah interval yang lama.
Pada kasus kecelakaan , keracunan, atau kekerasan, masukkan deskripsi
singkat dari penyebab eksternal dalam baris tepat di bawah deskripsi tipe luka
atau racun.
Jika penyebab kematian langsung muncul akibat ketcelakaan dan kesalahan
selama proses pengobatan, masukkan juga kedalam tulisan prosedur atau
pengobatan ma na yang menyebabkan kondisi tersebut.(Dokter spesialis tentu
saja harus mematuhi pengaturan lokal untuk kematian akibat kekerasan atau
lainnya kepada pihak berwajib.)
Normalnya kondisi pada baris paling bawah pada bagian pertama diambil
sebagai penyebab kematian yang mendasari pada statistik.

- Bagian II
Bagian II dari sertifikat kematian mencatat semua penting lainnya atau iuran
penyakit atau kondisi yang hadir pada saat kematian, tetapi tidak langsung
mengarah pada penyebab kematian yang tercantum dalam Bagian I.
Dimasukkan berdasarkan urutan signifikannnya, penyakit atau kondisi lain
yang yang diduga memiliki pengaruh dalam menimbulkan rangkaian proses
tersebut juga berkontribusi terhadap hasil akhir yang fatal tetapi tidak
berkaitan langsung dengan penyakit atau kondisi yang secara langsung
menyebabkan kematian.
Akan ada kasus-kasus yang sulit untuk menentukan apakah suatu kondisi
yang menyebabkan kematian relevan untuk dicatat sebagai penyebab
kematian pada bagian I atau sebagai kondisi yang berkontribusi pada bagian
II. Kondisi pada bagian I harus mewakili sebuah rangkaian proses sehingga
setiap kondisi adalah akibat dari keadaan yang terjadi tepat di bawahnya. Jika
suatu kondisi tidak sesuai dengan urutan tersebut, maka pertimbangkan hal
tersebut sebagai kondisi di bagian II.
Dalam sertifikasi penyebab kematian untuk Bagian II, penyakit, kelainan,
cedera atau efek akhir keracunan, diyakini memiliki terpengaruh orang yg
meninggal harus dilaporkan, termasuk: Penggunaan alkohol dan / atau zat
lain; Riwayat merokok; Faktor lingkungan, seperti paparan asap beracun,
sejarah bekerja di industri pertambangan, dll .; kehamilan terbaru, jika
diyakini telah memberi kontribusi pada kematian; Efek Akhir cedera;
Informasi bedah, jika berlaku; dan Setiap penyebab iatrogenik. (6)

c. Tidak Dapat Ditulis


Penyebab tidak dapat diterima kematian tidak spesifik dan tidak
memiliki arti, seperti "cardiopulmonary arrest," "pertahanan saluran
pernapasan," atau "kematian otak." Penyebab tidak dapat diterima lainnya
negara kematian hanya mekanisme kematian seperti "gagal ginjal,"
"kegagalan pernapasan, "" gagal hati, "atau" kegagalan organ multisistem.
"Juga, penyebab kematian yang dapat ditafsirkan untuk memiliki sebuah
etiologi alami atau trauma harus ditentukan lebih jelas. Sebagai contoh,
sebuah "perdarahan intrakranial" bisa mewakili baik perdarahan intraserebral
alami hipertensi atau mungkin mewakili hematoma subdural akibat serangan,
perbedaan yang dapat memiliki implikasi yang signifikan.

d. MCOD berdasarkan skenario


Bagian I a) Syok
Hipovolemik
b) Pendarahan intra-
abdominal
c) Trauma pada lien
dan pembuluh
darah abdomen
d) Trauma senjata
api
Bagian II -
Referensi :

1. Payne-James, P, Jones, R, B. Karch, S, Manlove, J. (2014): Simpson’s


Forensic Medcine 13th edition.
2. Idries, A.M. (2002) : Pedoman Ilmu. Kedokteran Forensik
3. Harle, L. (2017): Forensic Pathology General : Cause, Manner and
mechanism of death.
4. Lyle, D,P : Forensics for Dummies 2nd edition.
5. Ferryal. B, (2012) : Penulisan Proximate Cause dan but for test Sebagai
Sebab Mati dalam Sertifikat Kematian, Indonesian of Legal and Forensic
Sciences: Hal 13-16
4. Perkiraan waktu kematian (interval postmortem) berdasarkan ilmu tanatologi
a. Livor mortis

Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem lividity, post
mortem hypostatic, post mortem sugillation, danvibices. Livor mortis adalah
suatu bercak atau noda besar merah kebiruan atau merah ungu (livide) pada
lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah
karena terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan
bagian tubuh mayat yang tertekanoleh alas keras.

Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian
klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap
kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis (Idries, 1997).

b. Kaku mayat (rigor mortis)

Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi
setelah periode pelemasan/ relaksasi primer; hal mana disebabkan oleh karena
terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-
serabut otot (Gonzales, 1954).

c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi
panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus menerus. Pengeluaran
panas tersebut disebabkan perbedaan suhu.

d. Pembusukan

Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan


mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolysis dan
kerja bakteri pembusuk terutama Klostridiumwelchii.

Bakteri ini menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S, HCN,
dan AA. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang
berwarna hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya
mikroorganisme dan enzim proteolitik. Proses pembusukan telah terja
disetelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam
kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di
daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar
keseluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.

Berikut deskripsi tanatologi pada skenrio dan interpretasinya :

N TANATO WAKTU dan SKENARIO


O LOGI SEBAB
.

1 LEBAM Merah kebiruan Warna merah gelap pada


. MAYAT (Normal), Merah kepala leher, punggung,
Terang bokong, dan tidak hilang
(keracunan CO), pada penekanan (susp.
Merah Asfiksia) ( kiran-kira 12
Gelap/Hitam jam)
(Asfiksia), biru
(keracunan nitrit),
coklat (keracunan
aniline. 8-12 jam
lebam tidak
menghilang pada
penekanan.
2 KAKU > 12 jam kaku Kaku pada rahang, siku,
. MAYAT seluruh bagian pergelangan tangan,
tubuh,Dan lutut, pergelangan
kembali relaksasi kaki,jari jari tangan dan
> 48 jam kaki yang sukar dilawan
(>12 jam)

3 PEMBUS > 24 jam tidak ditemukan (<24


. UKAN jam)

Referensi : IlmukedokteranForensik FK UI hal 25-30

D. Kesimpulan

Telah diperiksa jenazah berjenis kelamin laki-laki, berusia 35 tahun. Pada


pemeriksaan autopsi ditemukan 1 buah luka terbuka berbentuk celah dengan
penampakan diduga luka tembak di perut kiri bagian atas 3 cm dari titik tengah
tubuh dan 4,5 cm dari atas pusar berukuran 1 cm. Tepi luka tegas dengan tebing
dan dasar luka tidak dapat diobservasi. luka didapatkan dari luka tembak dengan
jarak dekat sampai sedang dengan ditemukannya peluru yang bersarang di perut
korban setinggi lumbal 3 dan terdapat kelim lecet berukuran 2 cm dan tattoage di
sekitar luka diduga meninggal akibat kegagalan sirkulasi akibat perdarahan masif
menyebabkan syok hipovolemik dengan ditemukannya darah dengan jumlah 1
gayung dari perut korban dan tampakan pucat pada jari-jari kaki korban.
Perdarahan masif yang terjadi bisa terjadi akibat ruptur pembuluh darah dan
trauma organ intra abdominal dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi yaitu
hati terdapat sinusoid yang diduga akibat endapan darah dan sedikit darah pada
lien. Kerusakan organ merupakan akibat dari trauma senjata api yang diduga
ditembakkan dari jarak sedang.

Anda mungkin juga menyukai