Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

MONKEYPOX

Disusun Oleh:
Muhammad Rizky Sutarto
030001900083

Pembimbing:
dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUP DR. SITANALA, TANGERANG
PERIODE 2 OKTOBER – 4 NOVEMBER 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Referat
Monkeypox

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sitanala periode 2 Oktober –
4 November 2023

Yang disusun oleh:

Muhammad Rizky Sutarto


030001900083

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid
selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. Sitanala

Tangerang, 23 Oktober 2023


Pembimbing

dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Monkeypox”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP Dr. Sitanala periode 2 Oktober – 4 November
2023.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Prima
Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid yang telah membimbing penulis dalam menyusun
referat ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing penulis selama di
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sitanala dan
terakhir terima kasih juga untuk semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan referat ini. Penulis menyadari dalam pembuatan referat ini masih
banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna
penyempurnaan referat ini penulis harapkan.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
dalam bidang ilmu penyakit kulit dan kelamin.

Jakarta, 23 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI………………...…………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN………………………….…………….……......……..1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………..…...……………….………….....2
2.1 Definisi……….………..……………….……………....……………2
2.2 Etiologi……….………..……………….……………………………3
2.3 Epidemiologi……...……….…………….…………………………..4
2.4 Penularan……...……….…………….………………………………5
2.5 Faktor risiko…………….…….……………………………………..6
2.6 Patofisiologi….………………………………………………………7
2.7 Manifestasi klinis….…………..……………………..………………8
2.8 Diagnosis….………………………………..………….……………..8
2.9 Diagnosis banding….…..……………………………..………….…15
2.10 Tatalaksana………………………………………………………..16
2.11 Komplikasi…………………………………………………….…..19
2.12 Pencegahan………………………………………………………..20
2.13 Prognosis…………………………………………….…………….20
BAB III KESIMPULAN…….………...………………......................................21
DAFTAR PUSTAKA…….………...………………...........................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Ancaman dari pandemi penyakit coronavirus 2019 (COVID- 19) belum bisa
dihilangkan, dan kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadinya pandemi virus
lainnya semakin memuncak.(1) Monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit
zoonosis yang disebabkan oleh virus genus Orthopoxvirus pada famili Poxviridae.
Virus ini pertama kali diidentifikasi pada monyet sakit yang dibawa ke pusat
penelitian Denmark dari Singapura pada tahun 1958, sedangkan kasus pertama
pada manusia ditemukan pada seorang anak di Kongo pada tahun 1970.(2)
Pada 29 Mei 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan resiko
kesehatan masyarakat global dari wabah cacar monyet multi-negara di negara-
negara non-endemik sebagai "sedang." WHO menunjukkan bahwa "ini adalah
pertama kalinya kasus dan kelompok cacar monyet dilaporkan secara bersamaan di
wilayah geografis WHO yang sangat berbeda dan tanpa hubungan epidemiologis
yang diketahui dengan negara-negara endemik". Pada 7 Mei 2022, Inggris
mengkonfirmasi kasus cacar monyet. Laporan mereka menandai dimulainya
deteksi penyebaran virus global yang cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya,
yang menampilkan penularan dari manusia ke manusia dan komunitas. Kira-kira
satu bulan kemudian, kasus cacar monyet yang dicurigai atau dikonfirmasi
meningkat menjadi 3.453 di setidaknya 55 negara non- endemik, mencakup setiap
benua selain Antartika.(3)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Monkeypox (Mpox) atau cacar monyet adalah penyakit zoonosis yang
disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Poxviridae, subfamily
chordopoxvirinae, genus orthopoxvirus, dan spesies mpox virus.(4) Genus
Orthopoxvirus juga termasuk virus variola (penyebab smallpox), virus vaccinia
dan virus cowpox.(5)
Definisi operasional dari kasus cacar monyet dirangkum dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Definisi operasional kasus Mpox

2
2.2 Etiologi
Penyebab Monkeypox adalah monkeypoxvirus (MPXV) yang termasuk
dalam famili Poxviridae, subfamily chordopoxvirinae, genus orthopoxvirus,
dan spesies mpox virus. Secara umum, orthopoxvirus terdiri dari 4 bagian
besar, yaitu inti virus, bagian lateral, membran luar, dan selubung lipoprotein
luar. MPXV mengandung DNA rantai ganda dan memiliki selubung berbentuk
bata dengan panjang 200-250 nm dan lebar 140- 260 nm.(5)

Gambar 1. Partikel orthopoxvirus(6)

Gambar 2. Gambaran mikroskopis MPXV(7)


(A) Partikel virus yang terdeteksi pada lesi sebagai virion agregat
(berkumpul); atau (B) virion individual

Terdapat dua varian/clade MPXV yaitu clade Afrika tengah (Congo Basin)
dan clade Afrika barat. Clade Congo Basin secara historis menyebabkan

3
penyakit yang lebih parah dan dianggap lebih menular. Sejak 8 Agustus 2022,
WHO telah memberikan penamaan baru varian virus yaitu clade Afrika Tengah
sebagai clade I, sedangkan clade Afrika Barat sebagai clade II, dengan subclade
IIa dan IIb. Pada wabah tahun 2022 didominasi varian Clade II.(5)
Infeksi mpox di Afrika, telah ditemukan pada banyak spesies hewan: tupai
pohon, Gambian giant rat, tikus bergaris, dormice dan primata. Studi lebih
lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi reservoir yang tepat dari MPXV dan
bagaimana virus tetap bertahan di alam. Pada kasus yang terjadi di Amerika
Serikat, kasus pertama tertular dari prairie dog (hewan eksotis jenis rodent
yang dipelihara), yang diduga terinfeksi MPXV tikus yang berasal dari
Afrika.(5)

2.3 Epidemiologi
Sejak eradikasi cacar (smallpox) secara global, mpox telah muncul sebagai
infeksi virus orthopox yang paling umum pada manusia. Mpox pada manusia
pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo (DRC) tahun 1970.
Selama lima dekade terakhir, sebagian besar infeksi mpox pada manusia
dilaporkan dari DRC hingga ribuan kasus dilaporkan setiap tahun. Sebelum
tahun 2000, laporan mpox pada manusia di luar DRC masih jarang (21 kasus
dilaporkan dari 7 negara di Afrika Barat dan Tengah), paling banyak
dilaporkan pada 1970-an dan 1980- an.(5)
Sejak 2016, kasus mpox pada manusia dilaporkan dari negara-negara yang
belum pernah melaporkan kasus sebelumnya (Republik Afrika Tengah, DRC,
Liberia, Nigeria, Sierra Leone, dan Republik Kongo). Pada mpox umumnya
terjadi di negara-negara Afrika Selatan dan Afrika Tengah. Negara endemis
mpox yaitu Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik
Kongo, Gabon, Ghana, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan
Sierra Leone.(5)
Pada wabah di Nigeria tahun 2018 dilaporkan terdapat 116 kasus dengan
8 kematian (CFR 6%) pada semua umur dengan mayoritas di bawah 40 tahun.
Orang-orang tersebut lahir setelah program vaksinasi cacar (smallpox) global

4
dihentikan pada tahun 1978. Vaksinasi cacar dapat memberikan perlindungan
silang terhadap orthopoxvirus lainnya, termasuk mpox. Akibat penghentian
vaksin tersebut kemungkinan berkontribusi pada munculnya mpox pada usia
muda.(8)
Pada tanggal 13 Mei 2022 International Health Regulation National Focal
Point (IHR NFP) Inggris Raya melaporkan ke WHO adanya klaster kasus di
keluarga. Kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan kasus importasi dari
Nigeria yang dilaporkan pada 7 Mei 2022. Sejak 13 Mei 2022, WHO terus
menerima laporan berbagai negara terutama dari negara-negara non endemis.
Per 10 Januari 2023, telah dilaporkan 84.415 kasus konfirmasi mpox dari 110
negara di 6 regional WHO. Berikut tabel jumlah kasus yang dilaporkan per
regional hingga 10 Januari 2023.(5)

Tabel 2. Jumlah Kasus Mpox per Regional(5)

Di negara Indonesia sendiri, identifikasi kasus monkeypox pertama telah


diketahui pada tahun 2022. Berdasarkan sebuah penelusuran lebih lanjut,
bahwa satu warga Indonesia terkonfirmasi positif menderita cacar monyet
(monkeypox), memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri yang diduga
penularannya melalui kontak erat dari penderita.(9)

2.4 Penularan
Pada tahun 1958, MPXV pertama kali diidentifikasi dan diisolasi dari
monyet cynomolgus (Macaca cynomolgus) sebagai hewan laboratorium, yang
dipelihara oleh fasilitas penelitian setelah pengiriman dari Singapura ke

5
Denmark. Hewan pengerat dari Afrika dianggap sebagai reservoir hewan
terbesar yang terlibat dalam penyebaran virus, dan penyakit ini dapat
ditularkan dari beberapa hewan pengerat (anjing padang rumput) ke berbagai
monyet dan kera, seperti kera antropoid. Melalui kontak dengan droplet, luka
kulit, atau cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi, MPV dapat menular dari
satu hewan ke hewan lainnya. Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui sistem
pernapasan, selaput lendir (seperti hidung, mulut, atau mata), atau luka kulit.
Pada saat yang sama, penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia,
seperti hewan pengerat atau monyet melalui daging hewan liar, gigitan,
cakaran, dan paparan langsung atau tidak langsung terhadap zat tubuh atau
cairan dari lesi. Virus ini dapat menempel pada benda-benda seperti tempat
tidur, linen, dan pakaian.(1)

Gambar 3. Penularan MPXV(1)

2.5 Faktor Risiko


Faktor risiko infeksi mpox yang terbukti adalah tinggal di hutan lebat dan
daerah pedesaan di Afrika Tengah dan Barat, menangani dan menyiapkan
daging hewan liar, mengonsumsi danging mentah dan produk hewan yang
terinfeksi, merawat seseorang yang terinfeksi virus mpox, dan tidak menerima
vaksinasi cacar. Jenis kelamin laki-laki juga berkorelasi dengan risiko infeksi,

6
hal ini mungkin berhubungan dengan norma budaya yang menyatakan bahwa
laki-laki sering berburu hewan liar.(4)

2.6 Patofisiologi
MPXV dapat menginfeksi tubuh manusia melalui jalur intradermal,
mukosa, orofaring, dan nasofaring setelah kontak dengan orang yang rentan.
Setelah bereplikasi di tempat yang diinokulasi selama 6-13 hari, mereka
menyebar ke kelenjar getah bening regional dan kemudian memasuki sistem
sirkulasi (disebut juga viremia). Virus dalam darah menginfeksi sel inang
untuk menyebar ke berbagai tempat dan menunjukkan kemampuan
imunomodulasi untuk menghindari pengawasan imun yang disebabkan oleh
transfer gen horizontal.(1)

Gambar 4. Patofisiologi mpox(1)

Viremia pertama menyebabkan persebaran virus ke seluruh tubuh. Kondisi


ini terjadi pada masa inkubasi dan berlangsung selama 7-14 hari, maksimal 21
hari. Virus kemudian memasuki sel melalui endositosis, melepaskan DNA, dan
menggunakan zat-zat di dalam sel untuk mentranskripsi protein, yang akhirnya

7
mempengaruhi fungsi fisiologis normal sel. MPXV menyebabkan limfositosis
dan leukositosis, trombositopenia, peningkatan kadar aminotransferase, dan
penurunan kadar nitrogen urea darah. Pada saat yang sama, gejala seperti
peradangan multiorgan serta batuk dan demam juga terjadi. Munculnya gejala
prodromal seperti demam dan limfadenopati terjadi akibat viremia kedua, yaitu
1-2 hari sebelum muncul lesi. Fase ini merupakan fase menular.(1,4)

2.7 Manifestasi Klinis


Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) mpox
biasanya 6 – 13 hari, tetapi dapat berkisar dari 5 – 21 hari. Masa infeksi dapat
dibagi ke dalam 2 fase:(5)
1. Fase akut atau prodromal (0-5 hari)
Berupa demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan
kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot, dan kelelahan yang
terus menerus. Limfadenopati dapat dirasakan di leher, ketiak atau
selangkangan/lipatan paha. Limfadenopati dapat lokal atau generalisata,
selain itu limfadenopati bisa unilateral atau bilateral. Gejala pernapasan
(misalnya sakit tenggorokan, hidung tersumbat, atau batuk) dapat terjadi.(5)
2. Fase erupsi (sekitar 1-3 hari setelah timbul demam)
Berupa munculnya ruam atau lesi pada kulit. Lesi kenyal, dalam,
berbatas tegas, dan sering mengalami umbilikasi (menyerupai titik di atas
lesi). Lesi sering dideskripsikan sebagai “dew drops in a rose petal”.
Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai fase erupsi ini
menghilang dan rontok (memasuki fase konvalesen atau penyembuhan).(5)
Perubahan lesi berlangsung melalui stadium yaitu makula, papula,
vesikel, pustula hingga krusta lalu rontok.(5)

2.8 Diagnosis
A. Anamnesis
Gejala awal termasuk demam, sakit kepala, mialgia, kelelahan, dan
limfadenopati. Munculnya limfadenopati atau pembengkakan kelenjar

8
getah bening, terutama pada kelenjar getah bening inguinal, submental,
submandibular, dan serviks, membedakan cacar monyet dengan
cacar/smallpox dan cacar air/chicken pox.
Setelah 1 hingga 2 hari, lesi mukosa berkembang di mulut, diikuti
oleh lesi kulit pada wajah dan ekstremitas (termasuk telapak tangan dan
telapak kaki), dan terkonsentrasi secara sentrifugal. Ruam mungkin
menyebar atau tidak ke seluruh tubuh, dan jumlah lesi dapat bervariasi dari
kecil hingga ribuan.(4)
Ruam dapat meluas ke jaringan lain termasuk alat kelamin. Menurut
European Centre for Disease Prevention and Control banyak kasus yang
sedang berlangsung ini berhubungan dengan kontak seksual, terutama
dengan laki-laki yang diidentifikasi sebagai gay, biseksual, atau laki-laki
yang berhubungan seks dengan laki-laki lain.
Petunjuk penting untuk infeksi mpox, seperti perjalanan baru-baru
ini ke daerah endemis, interaksi dengan hewan liar yang diimpor dari daerah
endemik, dan memberikan perawatan kepada hewan atau manusia yang
terinfeksi.(4)

B. Pemeriksaan Fisik
Lesi mpox mirip dengan lesi kulit cacar, yaitu lesi bersifat
monomorfik, padat, terdapat umbilikasi sentral pada beberapa lesi,
berukuran seperti kacang polong di atas dasar eritema. Lesi sering
dideskripsikan sebagai “dew drops in a rose petal”. Lesi yang berjumlah
beberapa hingga ribuan ini akan mengalami perubahan dari stadium makula,
papula, vesikel, pustula, dan krusta. Krusta akan terlihat 10 hari sejak lesi
awal muncul dan menghilang total 2-4 minggu kemudian.(2)

9
Tabel 3. Stadium lesi dan gambarannya(5)

10
Lesi kulit pada cacar monyet ditemukan berada pada stadium yang
sama dan bertahan hingga 1-2 hari sebelum berkembang ke stadium
berikutnya. Hal ini yang membedakan lesi kulit cacar monyet dengan
varisela. Lesi pada cacar monyet juga dapat disertai pruritus, petekiae,
ulkus, tetapi jarang disertai nyeri. Selain itu, demam akan turun 1-3 hari
sejak onset eksantema dan dapat muncul kembali ketika lesi berkembang
menjadi pustul. Lesi pada anak bisa tidak spesifik, yaitu berupa papula
kemerahan berukuran 1-5 mm menyerupai gigitan serangga. Masa
penularan berakhir saat seluruh krusta sudah terkelupas. Namun, bekas lesi
dapat meninggalkan bekas hiperpigmentasi/hipopigmentasi ataupun skar
atrofik pada kulit.(2)

Berikut gambaran lesi di berbagai lokasi tubuh pada kasus mpox yang
dilaporkan pada wabah tahun 2022:
1. Lesi oral

Gambar 5. Lesi oral dan perioral(10)

11
2. Lesi anal, perianal, dan rektal

Gambar 6. Lesi anal, perianal, dan rektal(10)

3. Lesi genital

Gambar 7. Lesi genital(11)

12
4. Lesi di tangan dan wajah

Gambar 8. Lesi di tangan dan wajah(11)

C. Pemeriksaan penunjang
Kasus yang memenuhi kriteria suspek atau probable mpox hanya
dapat dilakukan konfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium, di antaranya
menggunakan uji Polymerase Chain Reaction dan/atau sekuensing.(5)

1. Polymerase Chain Reaction (PCR)


PCR merupakan modalitas pilihan untuk konfirmasi infeksi
virus cacar monyet mengingat akurasi dan sensitivitasnya. Pemeriksaan
ini cukup sensitif dan dapat mendeteksi susunan DNA virus secara
spesifik. Spesimen dapat diambil dari atap lesi/cairan vesikel atau pustul
yang masih intak, krusta, dan biopsi lesi kulit. Sampel PCR yang berasal
dari darah bersifat inkonklusif karena durasi viremia yang relatif
pendek. Sampel dari orofaring tingkat akurasinya masih terbatas,
sehingga hasil negatif perlu diintepretasikan secara hati-hati.(2)

13
2. Deteksi Antibodi IgM/IgG Orthopoxvirus
Spesimen diambil dari serum atau plasma. IgM dapat
terdeteksi sejak hari ke-5 dari timbulnya lesi, sedangkan IgG terdeteksi
minimal 8 hari sejak muncul lesi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi
adanya riwayat infeksi virus orthopox sekalipun hasil PCR negatif.
Pemeriksaan IgG dapat digunakan untuk mendeteksi riwayat paparan
virus orthopox dan vaksinasi cacar, sedangkan pemeriksaan IgM
mendeteksi paparan yang baru terjadi. Namun, pemeriksaan serologis
ini berisiko terjadinya reaksi silang virus lain yang berasal dari grup
yang sama, sehingga tidak secara spesifik mengkonfirmasi virus cacar
monyet.(2)

3. Pemeriksaan histologis
Pada lesi papul ditemukan akantosis, nekrosis keratinosit,
vakuolisasi pada bagian basal, disertai infiltrasi limfosit dan histiosit
perivaskular dermis. Pada lesi vesikel terlihat spongiosis dengan
degenerasi balon dan degenerasi retikuler. Dapat ditemukan pula sel
datia dengan inti multipel. Pada pustul ditemukan nekrosis epidermis
dengan banyak eosinofil dan neutrofil, serta karioreksis. Nekrosis dapat
meluas hingga ke seluruh lapisan epidermis. Pada biopsi kulit, tampilan
histologis lesi cacar monyet tidak dapat dibedakan dengan pada lesi
cacar.(2)

14
Tabel 4. Laboratorium dan manifestasi klinis pasien mpox(1)

2.9 Diagnosis banding


Secara klinis, diagnosis banding mpox dapat mempertimbangkan penyakit
dengan ruam lainnya, seperti smallpox (meskipun sudah dieradikasi), cacar air
(varicella/chickenpox), campak, infeksi kulit akibat bakteri, kudis, sifilis, dan
alergi terkait obat tertentu. Limfadenopati selama fase prodromal dapat
menjadi gambaran klinis khas untuk membedakan mpox dengan penyakit cacar
lain yang serupa, seperti smallpox, cacar air/varicella (chickenpox), dan lain-
lain.(5)

15
Tabel 5. Diagnosis banding Mpox(5)

2.10 Tatalaksana
Saat ini belum ada terapi spesifik untuk infeksi cacar monyet, sehingga
terapi bersifat suportif dan simptomatik.(2)

1. Terapi simtomatik
Terapi simtomatik adalah antipiretik, antinyeri, nutrisi, dan hidrasi
yang baik, serta menjaga kebersihan orofaring dengan berkumur
antiseptik/air garam. Penderita cacar monyet harus diisolasi selama fase
menular.(2)

2. Manajemen lesi kulit


Manajemen lesi kulit perlu dilakukan dengan benar agar mengurangi
ketidaknyamanan, mempercepat penyembuhan lesi, mencegah komplikasi
seperti infeksi sekunder, dan eksfoliasi kulit. Penderita dianjurkan agar
tidak menggaruk lesi, menjaga agar lesi tetap bersih dan kering untuk

16
mencegah infeksi sekunder, dan lesi tidak perlu dirawat tertutup. Jika
terjadi komplikasi pada lesi kulit seperti abses jaringan subkutan atau
dermis, drainase perlu dilakukan secara aseptik oleh tenaga kesehatan
yang ahli.(2)

3. Antibiotik
Terapi dan profilaksis antibiotik tidak disarankan pada infeksi cacar
monyet tanpa komplikasi, melainkan diperlukan pemantauan ketat terkait
tanda infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik
yang sensitif terhadap Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
aureus.(2)

4. Antivirus
Antivirus diberikan pada orang yang berisiko tinggi terkena infeksi
berat atau pada infeksi cacar monyet berat karena ketersediaan obat yang
terbatas. Beberapa antivirus yang berpotensi untuk virus cacar monyet
antara lain:(2)
a. Tecoviramat (ST-246)
Obat ini sudah disetujui oleh European Medicines Agency
(EMA) untuk mengobati cacar, cacar monyet, cacar sapi, dan
komplikasi akibat imunisasi vaccinia. Namun, United States Food and
Drug Administration (US FDA) dan Health Canada mengijinkan
penggunaannya baru terbatas untuk cacar. Mekanisme kerjanya
adalah dengan menghambat pembentukan selubung (envelope) virus
dengan menargetkan protein virus p37. Studi terkait penggunaan
tecovirimat untuk cacar monyet baru terbatas pada binatang,
sedangkan pada manusia terbatas pada studi kasus. Sebuah studi kasus
pada manusia menunjukkan pemberian tecovirimat per oral 600 mg
dua kali sehari selama 14 hari mengurangi durasi dari gejala penyakit
dan masa penularan virus serta tidak didapatkan efek samping.

17
Namun, penelitian lebih jauh terkait penggunaan, keamanan, dan
efikasi obat terhadap cacar monyet masih perlu dilakukan.(2)
b. Brincidovir (CMX 001)
Obat ini disetujui oleh EMA dan FDA untuk pengobatan cacar
dan dilaporkan memiliki efek antivirus terhadap virus DNA untai
ganda termasuk poxvirus. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
sintesis DNA polimerase, sehingga menghambat replikasi virus. Pada
tiga studi terhadap manusia, pemberian oral sebanyak 200 mg sekali
seminggu tidak memberi manfaat klinis yang meyakinkan. Efek
samping yang dilaporkan adalah terutama peningkatan transaminase
hepar, diare, mual, muntah, nyeri perut, toksisitas embrio-fetus,
sehingga tidak disarankan diberikan untuk ibu hamil. Selain itu,
wanita usia subur yang berpotensi hamil disarankan menggunakan
alat kontrasepsi selama pengobatan setidaknya 2 bulan sejak dosis
terakhir.(2)
c. Cidofovir
Obat ini digunakan untuk retinitis sitomegalovirus terkait
AIDS dan infeksi virus pox seperti moluskum kontagiosum dan virus
orf.7 Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat DNA
polimerase, sehingga replikasi virus akan terhambat. Obat ini
diberikan secara intravena, tetapi belum ada data terkait penggunaan
cidofovir untuk cacar monyet pada manusia. Studi in vitro dan pada
hewan, cidofovir efektif terhadap orhopoxvirus. Efek samping yang
dilaporkan adalah toksisitas pada ginjal dan gangguan elektrolit.(2)

5. Vaksinasi cacar
Vaksinasi cacar dapat diberikan dalam 2 minggu (idealnya sebelum
4 hari) sejak seseorang terpapar hewan atau manusia terinfeksi tanpa alat
pelindung diri. Vaksinasi cacar memberi perlindungan sebesar 85% dari
infeksi virus cacar monyet dan mengurangi insiden terjadinya
komplikasi.(2)

18
Tabel 6. Tatalaksana monkeypox(1)

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat infeksi mpox meliputi infeksi
bakteri sekunder kulit, nekrosis jaringan lunak, piomiositis, adenopati
servikal, lesi pada mata, pneumonia, acute respiratory distress syndrome
(ARDS), dehidrasi, sepsis dan syok septik, ensefalitis, malnutrisi.(5)

19
2.12 Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit cacar monyet dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:(5)
1. Menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat), seperti cuci tangan
dengan air dan sabun atau alkohol.
2. Menghindari kontak langsung dengan hewan (tikus atau primata), hewan
liar lain, dan konsumsi darah atau daging hewan liar (bush meat).
3. Menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau material
yang terkontaminasi.
4. Melakukan antisipasi bagi pelaku perjalanan dari wilayah endemik cacar
monyet.
5. Menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, masker, dan pakaian
pelindung) saat menangani pasien atau binatang yang sakit.

2.13 Prognosis
Ada dua kelompok berbeda dari virus mpox, clade Afrika Barat
memiliki prognosis yang lebih baik dengan tingkat kematian kasus di bawah
1%. Di sisi lain, clade Central Basin (clade Afrika Tengah) lebih mematikan,
dengan tingkat kematian hingga 11% pada anak-anak yang tidak divaksinasi.
Selain potensi jaringan parut dan perubahan warna pada kulit, pasien lainnya
biasanya pulih sepenuhnya dalam waktu empat minggu setelah timbulnya
gejala.(4)
Dalam kohort yang terdiri dari 1.119 kasus mpox yang terkonfirmasi
dari wabah yang sedang berlangsung di Spanyol, Jerman, Italia, dan Inggris,
tidak ada laporan kematian meskipun termasuk sebagian pasien dengan HIV,
hal ini menunjukkan bahwa jenis virus yang beredar mungkin virulensi nya
lebih sedikit. Namun, kualitas layanan medis juga dapat berperan dalam hal
ini.(4)

20
BAB III
KESIMPULAN

Cacar monyet bukan lagi “penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus
yang terjadi terutama di daerah terpencil di Afrika Tengah dan Barat, dekat hutan
hujan tropis”, seiring dengan meluasnya penyakit ini selama beberapa tahun
terakhir dan wabah yang sedang berlangsung. Meskipun sebagian besar infeksi
mpox menyebabkan penyakit yang bersifat self-limited dan ringan, dengan
pengobatan suportif yang relatif memadai, hingga saat ini belum ada terapi khusus
yang tersedia untuk penyakit ini, dan penyakit ini dapat ditularkan melalui berbagai
cara, seperti droplet, kontak, dan kontak seksual.
Banyak obat antivirus yang mungkin bermanfaat dalam mengatasi cacar
monyet telah disetujui untuk pengobatan cacar berdasarkan model penelitian,
seperti Tecovirimat, Cidofovir, dan Brincidofovir, namun kemanjuran obat-obatan
ini belum sepenuhnya diketahui. Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak
penelitian tentang terapi ini pada manusia.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Liyanniu, Liang D, Ling Q, et al. Insights into monkeypox pathophysiology,


global prevalence, clinical manifestations and treatments. Frontiers. 2023.
2. Kuncoro CS. Monkeypox: manifestasi dan diagnosis. CDK. 2023;50(1):11-
15.
3. Suarayasa IK, Zulkifli, Kristoper OM. Mekanisme penyebaran cacar
monyet dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Masyarakat. 2023;2(1):28-34.
4. Moore MJ, Rathish B, Zahra F. Mpox (Monkeypox). Statpearls. 2023.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Mpox (Monkeypox). 2023.
6. Cann AJ. Principles of molecular virology. 6th Ed. UK: Elsevier; 2016.
7. Erez N, Achdout H, Milrot E, et al. Diagnosis of imported monkeypox,
Israel, 2018. EID Journal. 2019;25(5):980-3.
8. Rimoin AW, Mulembakani PM, Johnston SC, et al. Major increase in
human mpox incidence 30 years after smallpox vaccination campaigns
cease in the Democratic Republic of Congo. Proc Natl Acad Sci.
2010;107(37):16262-7.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kasus monkeypox pertama di
Indonesia terkonfirmasi. Sehat Negeriku - Biro Komunikasi & Pelayanan
Publik Kementerian Kesehatan RI. 2022.
10. Thornhill JP, Barkati S, Walmsley S, et al. Monkeypox Virus Infection in
Humans across 16 Countries - April-June 2022. N Engl J Med.
2022;387(8):679-91.
11. Patel A, Bilinska J, Tam JCH, et al. Clinical features and novel presentations
of human mpox in a central London centre during the 2022 outbreak:
descriptive case series. BMJ. 2022;378.

22

Anda mungkin juga menyukai