MONKEYPOX
Disusun Oleh:
Muhammad Rizky Sutarto
030001900083
Pembimbing:
dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid
selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. Sitanala
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Monkeypox”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP Dr. Sitanala periode 2 Oktober – 4 November
2023.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Prima
Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid yang telah membimbing penulis dalam menyusun
referat ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing penulis selama di
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sitanala dan
terakhir terima kasih juga untuk semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan referat ini. Penulis menyadari dalam pembuatan referat ini masih
banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna
penyempurnaan referat ini penulis harapkan.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
dalam bidang ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI………………...…………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN………………………….…………….……......……..1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………..…...……………….………….....2
2.1 Definisi……….………..……………….……………....……………2
2.2 Etiologi……….………..……………….……………………………3
2.3 Epidemiologi……...……….…………….…………………………..4
2.4 Penularan……...……….…………….………………………………5
2.5 Faktor risiko…………….…….……………………………………..6
2.6 Patofisiologi….………………………………………………………7
2.7 Manifestasi klinis….…………..……………………..………………8
2.8 Diagnosis….………………………………..………….……………..8
2.9 Diagnosis banding….…..……………………………..………….…15
2.10 Tatalaksana………………………………………………………..16
2.11 Komplikasi…………………………………………………….…..19
2.12 Pencegahan………………………………………………………..20
2.13 Prognosis…………………………………………….…………….20
BAB III KESIMPULAN…….………...………………......................................21
DAFTAR PUSTAKA…….………...………………...........................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Ancaman dari pandemi penyakit coronavirus 2019 (COVID- 19) belum bisa
dihilangkan, dan kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadinya pandemi virus
lainnya semakin memuncak.(1) Monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit
zoonosis yang disebabkan oleh virus genus Orthopoxvirus pada famili Poxviridae.
Virus ini pertama kali diidentifikasi pada monyet sakit yang dibawa ke pusat
penelitian Denmark dari Singapura pada tahun 1958, sedangkan kasus pertama
pada manusia ditemukan pada seorang anak di Kongo pada tahun 1970.(2)
Pada 29 Mei 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan resiko
kesehatan masyarakat global dari wabah cacar monyet multi-negara di negara-
negara non-endemik sebagai "sedang." WHO menunjukkan bahwa "ini adalah
pertama kalinya kasus dan kelompok cacar monyet dilaporkan secara bersamaan di
wilayah geografis WHO yang sangat berbeda dan tanpa hubungan epidemiologis
yang diketahui dengan negara-negara endemik". Pada 7 Mei 2022, Inggris
mengkonfirmasi kasus cacar monyet. Laporan mereka menandai dimulainya
deteksi penyebaran virus global yang cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya,
yang menampilkan penularan dari manusia ke manusia dan komunitas. Kira-kira
satu bulan kemudian, kasus cacar monyet yang dicurigai atau dikonfirmasi
meningkat menjadi 3.453 di setidaknya 55 negara non- endemik, mencakup setiap
benua selain Antartika.(3)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Monkeypox (Mpox) atau cacar monyet adalah penyakit zoonosis yang
disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Poxviridae, subfamily
chordopoxvirinae, genus orthopoxvirus, dan spesies mpox virus.(4) Genus
Orthopoxvirus juga termasuk virus variola (penyebab smallpox), virus vaccinia
dan virus cowpox.(5)
Definisi operasional dari kasus cacar monyet dirangkum dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Definisi operasional kasus Mpox
2
2.2 Etiologi
Penyebab Monkeypox adalah monkeypoxvirus (MPXV) yang termasuk
dalam famili Poxviridae, subfamily chordopoxvirinae, genus orthopoxvirus,
dan spesies mpox virus. Secara umum, orthopoxvirus terdiri dari 4 bagian
besar, yaitu inti virus, bagian lateral, membran luar, dan selubung lipoprotein
luar. MPXV mengandung DNA rantai ganda dan memiliki selubung berbentuk
bata dengan panjang 200-250 nm dan lebar 140- 260 nm.(5)
Terdapat dua varian/clade MPXV yaitu clade Afrika tengah (Congo Basin)
dan clade Afrika barat. Clade Congo Basin secara historis menyebabkan
3
penyakit yang lebih parah dan dianggap lebih menular. Sejak 8 Agustus 2022,
WHO telah memberikan penamaan baru varian virus yaitu clade Afrika Tengah
sebagai clade I, sedangkan clade Afrika Barat sebagai clade II, dengan subclade
IIa dan IIb. Pada wabah tahun 2022 didominasi varian Clade II.(5)
Infeksi mpox di Afrika, telah ditemukan pada banyak spesies hewan: tupai
pohon, Gambian giant rat, tikus bergaris, dormice dan primata. Studi lebih
lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi reservoir yang tepat dari MPXV dan
bagaimana virus tetap bertahan di alam. Pada kasus yang terjadi di Amerika
Serikat, kasus pertama tertular dari prairie dog (hewan eksotis jenis rodent
yang dipelihara), yang diduga terinfeksi MPXV tikus yang berasal dari
Afrika.(5)
2.3 Epidemiologi
Sejak eradikasi cacar (smallpox) secara global, mpox telah muncul sebagai
infeksi virus orthopox yang paling umum pada manusia. Mpox pada manusia
pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo (DRC) tahun 1970.
Selama lima dekade terakhir, sebagian besar infeksi mpox pada manusia
dilaporkan dari DRC hingga ribuan kasus dilaporkan setiap tahun. Sebelum
tahun 2000, laporan mpox pada manusia di luar DRC masih jarang (21 kasus
dilaporkan dari 7 negara di Afrika Barat dan Tengah), paling banyak
dilaporkan pada 1970-an dan 1980- an.(5)
Sejak 2016, kasus mpox pada manusia dilaporkan dari negara-negara yang
belum pernah melaporkan kasus sebelumnya (Republik Afrika Tengah, DRC,
Liberia, Nigeria, Sierra Leone, dan Republik Kongo). Pada mpox umumnya
terjadi di negara-negara Afrika Selatan dan Afrika Tengah. Negara endemis
mpox yaitu Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik
Kongo, Gabon, Ghana, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan
Sierra Leone.(5)
Pada wabah di Nigeria tahun 2018 dilaporkan terdapat 116 kasus dengan
8 kematian (CFR 6%) pada semua umur dengan mayoritas di bawah 40 tahun.
Orang-orang tersebut lahir setelah program vaksinasi cacar (smallpox) global
4
dihentikan pada tahun 1978. Vaksinasi cacar dapat memberikan perlindungan
silang terhadap orthopoxvirus lainnya, termasuk mpox. Akibat penghentian
vaksin tersebut kemungkinan berkontribusi pada munculnya mpox pada usia
muda.(8)
Pada tanggal 13 Mei 2022 International Health Regulation National Focal
Point (IHR NFP) Inggris Raya melaporkan ke WHO adanya klaster kasus di
keluarga. Kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan kasus importasi dari
Nigeria yang dilaporkan pada 7 Mei 2022. Sejak 13 Mei 2022, WHO terus
menerima laporan berbagai negara terutama dari negara-negara non endemis.
Per 10 Januari 2023, telah dilaporkan 84.415 kasus konfirmasi mpox dari 110
negara di 6 regional WHO. Berikut tabel jumlah kasus yang dilaporkan per
regional hingga 10 Januari 2023.(5)
2.4 Penularan
Pada tahun 1958, MPXV pertama kali diidentifikasi dan diisolasi dari
monyet cynomolgus (Macaca cynomolgus) sebagai hewan laboratorium, yang
dipelihara oleh fasilitas penelitian setelah pengiriman dari Singapura ke
5
Denmark. Hewan pengerat dari Afrika dianggap sebagai reservoir hewan
terbesar yang terlibat dalam penyebaran virus, dan penyakit ini dapat
ditularkan dari beberapa hewan pengerat (anjing padang rumput) ke berbagai
monyet dan kera, seperti kera antropoid. Melalui kontak dengan droplet, luka
kulit, atau cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi, MPV dapat menular dari
satu hewan ke hewan lainnya. Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui sistem
pernapasan, selaput lendir (seperti hidung, mulut, atau mata), atau luka kulit.
Pada saat yang sama, penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia,
seperti hewan pengerat atau monyet melalui daging hewan liar, gigitan,
cakaran, dan paparan langsung atau tidak langsung terhadap zat tubuh atau
cairan dari lesi. Virus ini dapat menempel pada benda-benda seperti tempat
tidur, linen, dan pakaian.(1)
6
hal ini mungkin berhubungan dengan norma budaya yang menyatakan bahwa
laki-laki sering berburu hewan liar.(4)
2.6 Patofisiologi
MPXV dapat menginfeksi tubuh manusia melalui jalur intradermal,
mukosa, orofaring, dan nasofaring setelah kontak dengan orang yang rentan.
Setelah bereplikasi di tempat yang diinokulasi selama 6-13 hari, mereka
menyebar ke kelenjar getah bening regional dan kemudian memasuki sistem
sirkulasi (disebut juga viremia). Virus dalam darah menginfeksi sel inang
untuk menyebar ke berbagai tempat dan menunjukkan kemampuan
imunomodulasi untuk menghindari pengawasan imun yang disebabkan oleh
transfer gen horizontal.(1)
7
mempengaruhi fungsi fisiologis normal sel. MPXV menyebabkan limfositosis
dan leukositosis, trombositopenia, peningkatan kadar aminotransferase, dan
penurunan kadar nitrogen urea darah. Pada saat yang sama, gejala seperti
peradangan multiorgan serta batuk dan demam juga terjadi. Munculnya gejala
prodromal seperti demam dan limfadenopati terjadi akibat viremia kedua, yaitu
1-2 hari sebelum muncul lesi. Fase ini merupakan fase menular.(1,4)
2.8 Diagnosis
A. Anamnesis
Gejala awal termasuk demam, sakit kepala, mialgia, kelelahan, dan
limfadenopati. Munculnya limfadenopati atau pembengkakan kelenjar
8
getah bening, terutama pada kelenjar getah bening inguinal, submental,
submandibular, dan serviks, membedakan cacar monyet dengan
cacar/smallpox dan cacar air/chicken pox.
Setelah 1 hingga 2 hari, lesi mukosa berkembang di mulut, diikuti
oleh lesi kulit pada wajah dan ekstremitas (termasuk telapak tangan dan
telapak kaki), dan terkonsentrasi secara sentrifugal. Ruam mungkin
menyebar atau tidak ke seluruh tubuh, dan jumlah lesi dapat bervariasi dari
kecil hingga ribuan.(4)
Ruam dapat meluas ke jaringan lain termasuk alat kelamin. Menurut
European Centre for Disease Prevention and Control banyak kasus yang
sedang berlangsung ini berhubungan dengan kontak seksual, terutama
dengan laki-laki yang diidentifikasi sebagai gay, biseksual, atau laki-laki
yang berhubungan seks dengan laki-laki lain.
Petunjuk penting untuk infeksi mpox, seperti perjalanan baru-baru
ini ke daerah endemis, interaksi dengan hewan liar yang diimpor dari daerah
endemik, dan memberikan perawatan kepada hewan atau manusia yang
terinfeksi.(4)
B. Pemeriksaan Fisik
Lesi mpox mirip dengan lesi kulit cacar, yaitu lesi bersifat
monomorfik, padat, terdapat umbilikasi sentral pada beberapa lesi,
berukuran seperti kacang polong di atas dasar eritema. Lesi sering
dideskripsikan sebagai “dew drops in a rose petal”. Lesi yang berjumlah
beberapa hingga ribuan ini akan mengalami perubahan dari stadium makula,
papula, vesikel, pustula, dan krusta. Krusta akan terlihat 10 hari sejak lesi
awal muncul dan menghilang total 2-4 minggu kemudian.(2)
9
Tabel 3. Stadium lesi dan gambarannya(5)
10
Lesi kulit pada cacar monyet ditemukan berada pada stadium yang
sama dan bertahan hingga 1-2 hari sebelum berkembang ke stadium
berikutnya. Hal ini yang membedakan lesi kulit cacar monyet dengan
varisela. Lesi pada cacar monyet juga dapat disertai pruritus, petekiae,
ulkus, tetapi jarang disertai nyeri. Selain itu, demam akan turun 1-3 hari
sejak onset eksantema dan dapat muncul kembali ketika lesi berkembang
menjadi pustul. Lesi pada anak bisa tidak spesifik, yaitu berupa papula
kemerahan berukuran 1-5 mm menyerupai gigitan serangga. Masa
penularan berakhir saat seluruh krusta sudah terkelupas. Namun, bekas lesi
dapat meninggalkan bekas hiperpigmentasi/hipopigmentasi ataupun skar
atrofik pada kulit.(2)
Berikut gambaran lesi di berbagai lokasi tubuh pada kasus mpox yang
dilaporkan pada wabah tahun 2022:
1. Lesi oral
11
2. Lesi anal, perianal, dan rektal
3. Lesi genital
12
4. Lesi di tangan dan wajah
C. Pemeriksaan penunjang
Kasus yang memenuhi kriteria suspek atau probable mpox hanya
dapat dilakukan konfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium, di antaranya
menggunakan uji Polymerase Chain Reaction dan/atau sekuensing.(5)
13
2. Deteksi Antibodi IgM/IgG Orthopoxvirus
Spesimen diambil dari serum atau plasma. IgM dapat
terdeteksi sejak hari ke-5 dari timbulnya lesi, sedangkan IgG terdeteksi
minimal 8 hari sejak muncul lesi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi
adanya riwayat infeksi virus orthopox sekalipun hasil PCR negatif.
Pemeriksaan IgG dapat digunakan untuk mendeteksi riwayat paparan
virus orthopox dan vaksinasi cacar, sedangkan pemeriksaan IgM
mendeteksi paparan yang baru terjadi. Namun, pemeriksaan serologis
ini berisiko terjadinya reaksi silang virus lain yang berasal dari grup
yang sama, sehingga tidak secara spesifik mengkonfirmasi virus cacar
monyet.(2)
3. Pemeriksaan histologis
Pada lesi papul ditemukan akantosis, nekrosis keratinosit,
vakuolisasi pada bagian basal, disertai infiltrasi limfosit dan histiosit
perivaskular dermis. Pada lesi vesikel terlihat spongiosis dengan
degenerasi balon dan degenerasi retikuler. Dapat ditemukan pula sel
datia dengan inti multipel. Pada pustul ditemukan nekrosis epidermis
dengan banyak eosinofil dan neutrofil, serta karioreksis. Nekrosis dapat
meluas hingga ke seluruh lapisan epidermis. Pada biopsi kulit, tampilan
histologis lesi cacar monyet tidak dapat dibedakan dengan pada lesi
cacar.(2)
14
Tabel 4. Laboratorium dan manifestasi klinis pasien mpox(1)
15
Tabel 5. Diagnosis banding Mpox(5)
2.10 Tatalaksana
Saat ini belum ada terapi spesifik untuk infeksi cacar monyet, sehingga
terapi bersifat suportif dan simptomatik.(2)
1. Terapi simtomatik
Terapi simtomatik adalah antipiretik, antinyeri, nutrisi, dan hidrasi
yang baik, serta menjaga kebersihan orofaring dengan berkumur
antiseptik/air garam. Penderita cacar monyet harus diisolasi selama fase
menular.(2)
16
mencegah infeksi sekunder, dan lesi tidak perlu dirawat tertutup. Jika
terjadi komplikasi pada lesi kulit seperti abses jaringan subkutan atau
dermis, drainase perlu dilakukan secara aseptik oleh tenaga kesehatan
yang ahli.(2)
3. Antibiotik
Terapi dan profilaksis antibiotik tidak disarankan pada infeksi cacar
monyet tanpa komplikasi, melainkan diperlukan pemantauan ketat terkait
tanda infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik
yang sensitif terhadap Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
aureus.(2)
4. Antivirus
Antivirus diberikan pada orang yang berisiko tinggi terkena infeksi
berat atau pada infeksi cacar monyet berat karena ketersediaan obat yang
terbatas. Beberapa antivirus yang berpotensi untuk virus cacar monyet
antara lain:(2)
a. Tecoviramat (ST-246)
Obat ini sudah disetujui oleh European Medicines Agency
(EMA) untuk mengobati cacar, cacar monyet, cacar sapi, dan
komplikasi akibat imunisasi vaccinia. Namun, United States Food and
Drug Administration (US FDA) dan Health Canada mengijinkan
penggunaannya baru terbatas untuk cacar. Mekanisme kerjanya
adalah dengan menghambat pembentukan selubung (envelope) virus
dengan menargetkan protein virus p37. Studi terkait penggunaan
tecovirimat untuk cacar monyet baru terbatas pada binatang,
sedangkan pada manusia terbatas pada studi kasus. Sebuah studi kasus
pada manusia menunjukkan pemberian tecovirimat per oral 600 mg
dua kali sehari selama 14 hari mengurangi durasi dari gejala penyakit
dan masa penularan virus serta tidak didapatkan efek samping.
17
Namun, penelitian lebih jauh terkait penggunaan, keamanan, dan
efikasi obat terhadap cacar monyet masih perlu dilakukan.(2)
b. Brincidovir (CMX 001)
Obat ini disetujui oleh EMA dan FDA untuk pengobatan cacar
dan dilaporkan memiliki efek antivirus terhadap virus DNA untai
ganda termasuk poxvirus. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
sintesis DNA polimerase, sehingga menghambat replikasi virus. Pada
tiga studi terhadap manusia, pemberian oral sebanyak 200 mg sekali
seminggu tidak memberi manfaat klinis yang meyakinkan. Efek
samping yang dilaporkan adalah terutama peningkatan transaminase
hepar, diare, mual, muntah, nyeri perut, toksisitas embrio-fetus,
sehingga tidak disarankan diberikan untuk ibu hamil. Selain itu,
wanita usia subur yang berpotensi hamil disarankan menggunakan
alat kontrasepsi selama pengobatan setidaknya 2 bulan sejak dosis
terakhir.(2)
c. Cidofovir
Obat ini digunakan untuk retinitis sitomegalovirus terkait
AIDS dan infeksi virus pox seperti moluskum kontagiosum dan virus
orf.7 Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat DNA
polimerase, sehingga replikasi virus akan terhambat. Obat ini
diberikan secara intravena, tetapi belum ada data terkait penggunaan
cidofovir untuk cacar monyet pada manusia. Studi in vitro dan pada
hewan, cidofovir efektif terhadap orhopoxvirus. Efek samping yang
dilaporkan adalah toksisitas pada ginjal dan gangguan elektrolit.(2)
5. Vaksinasi cacar
Vaksinasi cacar dapat diberikan dalam 2 minggu (idealnya sebelum
4 hari) sejak seseorang terpapar hewan atau manusia terinfeksi tanpa alat
pelindung diri. Vaksinasi cacar memberi perlindungan sebesar 85% dari
infeksi virus cacar monyet dan mengurangi insiden terjadinya
komplikasi.(2)
18
Tabel 6. Tatalaksana monkeypox(1)
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat infeksi mpox meliputi infeksi
bakteri sekunder kulit, nekrosis jaringan lunak, piomiositis, adenopati
servikal, lesi pada mata, pneumonia, acute respiratory distress syndrome
(ARDS), dehidrasi, sepsis dan syok septik, ensefalitis, malnutrisi.(5)
19
2.12 Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit cacar monyet dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:(5)
1. Menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat), seperti cuci tangan
dengan air dan sabun atau alkohol.
2. Menghindari kontak langsung dengan hewan (tikus atau primata), hewan
liar lain, dan konsumsi darah atau daging hewan liar (bush meat).
3. Menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau material
yang terkontaminasi.
4. Melakukan antisipasi bagi pelaku perjalanan dari wilayah endemik cacar
monyet.
5. Menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, masker, dan pakaian
pelindung) saat menangani pasien atau binatang yang sakit.
2.13 Prognosis
Ada dua kelompok berbeda dari virus mpox, clade Afrika Barat
memiliki prognosis yang lebih baik dengan tingkat kematian kasus di bawah
1%. Di sisi lain, clade Central Basin (clade Afrika Tengah) lebih mematikan,
dengan tingkat kematian hingga 11% pada anak-anak yang tidak divaksinasi.
Selain potensi jaringan parut dan perubahan warna pada kulit, pasien lainnya
biasanya pulih sepenuhnya dalam waktu empat minggu setelah timbulnya
gejala.(4)
Dalam kohort yang terdiri dari 1.119 kasus mpox yang terkonfirmasi
dari wabah yang sedang berlangsung di Spanyol, Jerman, Italia, dan Inggris,
tidak ada laporan kematian meskipun termasuk sebagian pasien dengan HIV,
hal ini menunjukkan bahwa jenis virus yang beredar mungkin virulensi nya
lebih sedikit. Namun, kualitas layanan medis juga dapat berperan dalam hal
ini.(4)
20
BAB III
KESIMPULAN
Cacar monyet bukan lagi “penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus
yang terjadi terutama di daerah terpencil di Afrika Tengah dan Barat, dekat hutan
hujan tropis”, seiring dengan meluasnya penyakit ini selama beberapa tahun
terakhir dan wabah yang sedang berlangsung. Meskipun sebagian besar infeksi
mpox menyebabkan penyakit yang bersifat self-limited dan ringan, dengan
pengobatan suportif yang relatif memadai, hingga saat ini belum ada terapi khusus
yang tersedia untuk penyakit ini, dan penyakit ini dapat ditularkan melalui berbagai
cara, seperti droplet, kontak, dan kontak seksual.
Banyak obat antivirus yang mungkin bermanfaat dalam mengatasi cacar
monyet telah disetujui untuk pengobatan cacar berdasarkan model penelitian,
seperti Tecovirimat, Cidofovir, dan Brincidofovir, namun kemanjuran obat-obatan
ini belum sepenuhnya diketahui. Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak
penelitian tentang terapi ini pada manusia.
21
DAFTAR PUSTAKA
22