DEGENERATIF
ASKEP CAMPAK
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Selawat
serta salam tidak lupa kami curahkan kepada junjungan Nabi besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW.
penulis
DAFTAR ISI
BAB II Pembahasan
A. Konsep ….,……………………………………..……...7
B. ………………………………………………...………….8
C. …………………………………………………………….9
D. …………………….…………………………….……….10
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Campak (Measles) merupakan penyakit infeksi yang sangat menular disebabkan
oleh virus campak dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk dan
bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan
dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik), gejala khas bercak kemerahan di
kulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian
menyeluruh, berlangsung selama 4–7 hari, kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan
kulit berwarna kecoklatan. Di dunia, kematian akibat campak yang dilaporkan pada tahun
2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 diantaranya di negara ASEAN serta 15% kematian
campak tersebut di Indonesia (Depkes, 2006). Di Indonesia frekuensi Kejadian Luar
Biasa (KLB) campak cenderung meningkat yaitu 32 kali pada tahun 1998 menjadi 56 kali
pada tahun 1999 dan angka insiden campak pada tahun 1998 paling tinggi pada kelompok
balita yaitu 0,7–0,8 per 10000 penduduk. Case Fatality Rate (CFR) campak pada KLB di
Indonesia juga cenderung meningkat yaitu 1,8% pada tahun 1998 menjadi 2,4% pada
tahun 1999.
Dan menurut WHO, apabila ditemukan satu kasus campak pada satu wilayah,
maka kemungkinan ada 17 hingga 20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan
yang tinggi (Depkes, 2003). Berdasarkan data statistik WHO (2011), menyebutkan
bahwa sebanyak 1% kematian pada anak yang berusia dibawah lima tahun disebabkan
oleh campak pada tahun 2010. Indonesia yang termasuk alam negara berkembang,
memiliki insiden kasus campak yang cukup tinggi. Pada tahun 2007, insiden kasus
campak untuk golongan umur < 1 tahun sebesar 48,9 per 100.000 orang tahun, umur 1–
4 tahun sebesar 36,6 per 100.000 orang tahun, dan umur 5–14 tahun sebesar 18,2 per
100.000 orang tahun (Susilaningsih, 2009). Berdasarkan Profil Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes, 2010), dilaporkan insiden kasus campak di Indonesia sebesar
0,73 per 10.000 penduduk pada tahun 2010. Sedangkan CFR pada KLB campak tahun
2010 adalah 0,233. Bahkan berdasarkan data dari Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2013), sampai dengan tahun
2011 masih dijumpai sebanyak 356 kejadian luar biasa campak yang terjadi di Indonesia
dan sebagian besar terjadi di Pulau Jawa.
Menurut Harsono Tahun 2007, telah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengurangi angka ketidak berhasilan imunisasi campak ini. Salah satu usaha untuk
memberantas penyakit campak ini adalah dengan melakukan penelitian di bidang
surveilens laboratorium, dimana salah satu komponennya adalah melakukan kegiatan
epidemiologi molekuler. Epidemiologi molekuler menyokong epidemiologi klasik
dalam hal mencari sumber impor virus dengan mendapatkan genotip virus campak
penderita dibandingkan dengan genotip yang telah beredar dalam suatu
Negara/wilayah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara membuat asuhan keperawatan dengan diagnosa medis campak pada
pasien dewasa?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis
campak pada pasien dewasa.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien campak.
b. Mahasiwa mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien campak.
c. Mahasiswa mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien campak.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang
sangat menular dan pada umumnya menyerang anak-anak.
Campak adalah pemyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi virus yang
hidup pada cairan lendir disaluran hidung, tenggorokan, dan didalam darah. penyakit
ini juga tergolong sebagai penyakit menular. (Rimbi, 2014)
B. Etiologi
virus campak sangat sensitif terhadap panas. virus akan sangat mudah rusak
pada suhu 37o c. virus ini juga mempunyai jangka waktu hidup yang pendek yaitu <
2 jam.
Virus campak telah lama dikenal sebagai virus yang monotipik dan bersifat
stabil antigenisitasnya. namun demikian, virus campak mempunyai suatu RNA -
dependent RNA polymerase dengan tingkat kesalahan yang melekat dan mempunyai
kapasitas koreksi. virus campak mempunyai 6 gen utama yaitu M, F, N, H, P, dan L.
selubung luarnya mengandung dua glikoprotein permukaan yang dikenal sebagai
protein hemaglutinine (H) dan membrane fusion protein (F). (Soegejanto, 2007)
Patogenesis
C. Gejala Klinis
Menurut (Heryanti, 2015) Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang terdiri
dari 3 stadium :
1. Stadium Inkubasi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi
yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan
pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai
makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga,
dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar
ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha
dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam
muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh
lainnya sesuai dengan urutan munculnya (Phillips, 1983). Saat awal ruam
muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan
penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan
yang tidak memudar bila ditekan.
F. Penularan
Menurut (Rimbi, 2014) Meskipun penyakit campak termasuk golongan
penyakit yang ringan karena bisa sembuh sendiri, namun penyakit ini harus tetap
diwaspadai karena sangat mudah menular. selain itu, bila tidak ada penannganan dan
pengobatan yang lebih serius, penyakit ini bisa berakibat fatal dan berujung
kematian. penyakit ini menular dengan cara-cara berikut :
1. Bersentuhan langsung atau melalui air liur dengan penderita campak.
2. Penyebaran melelaui udara dari batuk dan bersin penderita
3. Berada dalam satu ruangan dengan penderita juga memungkinkan terjadinya
penularan.
G. Pengobatan
Menurut (Widoyono, 2011) pengobatan campak berupa perawatan umum
seperti pemberian cairan dan kalori yang cukup. Obat simptomatik yang perlu di
berikan antara lain ;
1. Anti demam
2. Anti batuk
3. Vitamin A
4. Antibiotic diberikan bila ada indikasi, misalnya cammpak disertai dengan
komplikasi.
Pasien tanpa komplikasi dapat berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan
kesehatan lain, sedangkan pasien campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap
di RS.
Menurut (NANDA,2015) indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu > 39,5o
c ), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit.
Pengobatan dan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut NANDA 2015 pemeriksaan lanjutan :
1. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni
2. Dalam sputum, sekresi nasa, sedimen urin, dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cell yang khas
3. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglubination inhibition dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam
1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puuncaknya pada 23 minggu
kemudian.
Saat ini pemeriksaan ELLISA dapat membedakan deteksi IgM dan IgG, yang
telah dipakai secara luas oleh karena memberi kemudahan dalam peneyediaan
sampel dalam jumlah besar. Sebelum ditemukan pemeriksaan secara ELLISA
pemeriksaan hemaglubination inhibition (HI) dilakukan untuk deteksi antibody
terutama terhadap protein H dan mempunyai korelasi langsung dengan test
netralisasi. Tetapi kelemahan utama dari test HI adalah kebutuhan untuk tersedianya
eritrosit kera segar yang sensitive, kesukaran dalam memproduksi test antigen dalam
jumlah besar dan kemungkinan didapatnya inhibitor hemagubination non
spesifik26,33. (Soegejanto, 2007)
I. Pencegahan
Menurut (Rimbi, 2014) Di Indonesia ada dua jenis vaksin yang tersedia untuk
mencegah penyakit campak yaitu vaksin campak dan vaksin MMR (Mimps, Measles
dan Rubella). vaksin ini berisi virus campak yang sudah dilemahkan. vaksin ini
diberikan dengan cara suntik. upaya ini dapat memberikan perlindungan dan
pencegahan dari penyakit campak hingga mencapai lebih dari 95%. Hal lain yang
bisa dilakukan untuk mencegah penularan penyakit campak adalah sebagai berikut :
WOC CAMPAK
Poliferasi endotel kapiler dalam korium
Saluran nafas
Eksudasi serum/eritrosit dalam
epidermis
Ditangkap Makrofag
Ruam
Nyeri tenggorokan
Gatal (nyeri
Virus sampai RES Reflek batuk
ringan)
Nyeri
Replikasi kembali
Gangguan rasa
nyaman Ketidakefektifan jalan
nafas
Verimea sekunder
↑Suhu tubuh
Pengeluaran mediator kimia
Paramiksovirus
Hipertermi
2Konsep Keperawatan.
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien/status kesehatan umun
Beisi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa, pendidiksn, pekerjaan,
status, dan alamat. Campak dapat menyerang anak usia remaja dan orang
dewasa muda yang tidak mendapat vaksinasi sewaktu kecil.
b. Keluhan utama
Adanya demam, batuk, pilek, malaise, ruam, dan rasa gatal.
c. Riwayat Penyakit sekarang
Biasanya pasien mengeluh demam yang meningkat secara bertahap sampai
dengan hari kelima atau keenam pada puncak timbulnya ruam.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien belum pernah mendapatkan imunisasi. Kaji adanya riwayat
penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid dan antibiotik, gangguan
autoimune, dan penyakit kronis seperti diabetes melitus.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit keturunan, kecendrungan alergi dalam satu
kelarga, dan kemungkinan penularan penyakit akibat kontak langsung droplet
antar anggota keluarga.
f. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Dapat diisi dengan faktor-faktor lingkungan yang meliputi beberapa aspek,
yaitu : 1) sebagai sumber penularan, 2) adanya polusi udara, 3) pencemaran
lingkungan yang lain, 4) perubahan iklim, 5) situasi dan kondisi klien yang
menigkatkan trauma.
Biasanya epidemi terjadi pada permulaan musim hujan, karena meningkatnya
kelangsungan hidup virus pada keadaan kelembaban yang relatif rendah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Berisi keadaan umum, tanda-tanda vital dengan monitor suhu tubuh yang
bisa mencapai 40 derajat celcius
b. Kepala
• Rambut : warna, disrtibusi, kebersihan, kutu
• Muka bengkak. Eritema timbul dibelakang telinga. Ruam menyebar
keseluruh muka. Lesi pada muka yang cenderung bergabung
• Mata : terdapat konjungtivitis. Selanjtnya gejala tersebut tertutup oleh
peradangan konjungtiva yang berat bersamaan dengan edema palpebra
dan krunkla. Lakrimais meningkat dan fotofobia
• Hidung : terdapat coryza (pilek). Tanda pertama berupa bersinbersin
yang diikuti dengan gejala hidung buntu, dan sekret mukopurulen yang
lebih berat pada puncak stadium erupsi
• Mulut : timbul enantema atau titik merah dipalatum durum dan paltum
mole. Ditemukanya spesifik enanthema koplik’s spot pada mukosa pipi
didepan molar 3
• Telinga : Eritema timbul dibelakang telinga, sepanjang rambut, dan
bagian belakang bawah
c. Leher :
• Eritema di bagian atas lateral tengkuk
• Ruam mulai timbul pada bagian samping atas leher, perbatasan rambut
dikepala dan meluas ke dahi
• Lesi lebih sedikit dari pada daerah dada, perut, dan punggung.
• Pada hari keempat lesi berubah menjadi berwarna kecoklatan, kemudian
timbul perubahan warna dari ruam, yaitu menjadi berwarna kehitaman
atau lebih gelap. Dan kemudian disusul dengan timbulnya deskuamasi
berupa sisik berwarna keputihan
h. Genitalia dan anus
Kaji kebersihan genitalia dan anus
i. Pemeriksaan neurologis
• Pemeriksaan GCS
• Pemeriksaan kesadaran kualitatif
• Rangsangan meningeal
B. Diagnosa Keperawatan, NIC, dan NOC
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Kerusakan integritas Kriteria Hasil : - Anjurkan pasien untuk
kulit b/d : Perubahan/ - Integritas kulit yang baik menggunakan pakaian
gangguan epidermis dan/ bisa dipertahankan (sensasi, yang longgar
dermis elastisitas, temperatur, - Hindari kerutan pada
Batasan Karakteristik : hidrasi, pigmentasi) tempat tidur
- Kerusakan lapisan kulit - Tidak ada luka/lesi pada - Jaga kebersihan kulit
(dermis) kulit agar tetap bersih dan
- Gangguan permukaan - Perfusi jaringan baik kering
kulit (epidermis) - - Menunjukan pemahaman - Mobilisasi pasien (ubah
Invasi struktur dalam proses perbaikan posisi pasien) setiap 2
tubuh kulit dan mencegah jam sekali
Faktor yang berhubungan terjadinya secara berulang - Monitor kulit akan
Eksternal - Mampu melindungi kulit adanya kemerahan
- Zat kimia, radiasi dan mempertahankan - Oleskan lotion atau
- Usia yang ekstrim kelembaban kulit dan minyak/baby oil ada
- Kelembaban perawatan alami daerah yang tertekan
- Hipotermia,hipertermia - Monitor aktifitas dan
- Faktor mekanik (mis, mobilisasi pasien
gaya gunting) - Monitor status nutrisi
- Medikasi pada pasien
- Lembab - Memandikan pasien
- Imobilitas fisik dengan sabun dan air
Internal hangat
- Perubahan status cairan
- Membersihkan,
- Perubahan pigmentasi
memantau dan
- Perubahan turgor meningkatkan proses
- Faktor perkembangan penyembuhan pada luka
- Kondisi ketidak yang ditutup dengan
seimbangan nutrisi jahitan klip atau starples
- Penurunan imunologis - Monitor proses
- Penurunan sirkulasi kesembuhan area insisi
- Kondisi gangguan
metabolik
- Gangguan sensasi
- Tonjolan tulang
C. DISCHARGE PLANNING
BAB III
E. Saran
1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan dengan diagnosa medis
campak pada pasien dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Hargono, Arief. 2012. Penilaian Atribut Surveilans Campak Berdasarkan Persepsi Petugas
Surveilans Puskesmas di Surabaya. http://adln.lib.unair.ac.id. Diakses pada tanggal 14
September 2015 pukul 14.53 WIB
Kementrian Kesehatan. 2010. PERMENKES NO.1501/MENKES/PER/X/2010.
http://djpp.depkumham.go.id. Diakses pada tanggal 14 September 2015 pukul 12.03
WIB.
Puspa, Kartika Dewi, dkk. 2013. Stabilitas Imunoglobulin M (IgM) Campak pada Dried
Serum Spots. http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 14 September
2015 pukul 12.08 WIB
Ranuh , IGN. Dkk. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Ketiga . Jakarta : IDAI
Rohmah, Nikmatur. 2009. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Ar ruzz
Media
Soegijanto, Soegeng. 2007. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia
Jilid 6. Surabaya : Airlangga University Press
Yayasan Spiritia. 2007. Lembar Informasi 120: Hasil Tes Lab Normal. http://spiritia.or.id
Diakses pada tanggal 15 September 2015 pukul 15.42 WIB.