Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASKEP PENYAKIT TROPIS DAN

DEGENERATIF
ASKEP CAMPAK

Disusun oleh kelompok 2 :


1. DAYANG SUBARSIH
2. DEFIANA SITORUS
3. NUR AZIZAH
4. RATMI HAYATI
5. SRI DAYANTI
6. NOFI ILMAYANTI
7. YANI EKASARI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Selawat
serta salam tidak lupa kami curahkan kepada junjungan Nabi besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul “ASKEP CAMPAK”. makalah ini ditulis untuk memenuhi


salah satu tugas mata kuliah askep penyakit tropis dan degeneratif
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-sebaiknya. Akan tetapi, makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Tarempa, 14 Januari 2023

penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………..……………. i


Daftar Isi ...................... ...................................... iii
BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah ……………………….......4


B. Tujuan Penulisan……………………………...………4

BAB II Pembahasan
A. Konsep ….,……………………………………..……...7
B. ………………………………………………...………….8
C. …………………………………………………………….9
D. …………………….…………………………….……….10

BAB III Penutup


A. Kesimpulan……………………………………………… 9
B. Saran ..................... ………………………,,………… 9

Daftar Pustaka ………………………………………………… 10


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Campak (Measles) merupakan penyakit infeksi yang sangat menular disebabkan
oleh virus campak dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk dan
bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan
dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik), gejala khas bercak kemerahan di
kulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian
menyeluruh, berlangsung selama 4–7 hari, kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan
kulit berwarna kecoklatan. Di dunia, kematian akibat campak yang dilaporkan pada tahun
2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 diantaranya di negara ASEAN serta 15% kematian
campak tersebut di Indonesia (Depkes, 2006). Di Indonesia frekuensi Kejadian Luar
Biasa (KLB) campak cenderung meningkat yaitu 32 kali pada tahun 1998 menjadi 56 kali
pada tahun 1999 dan angka insiden campak pada tahun 1998 paling tinggi pada kelompok
balita yaitu 0,7–0,8 per 10000 penduduk. Case Fatality Rate (CFR) campak pada KLB di
Indonesia juga cenderung meningkat yaitu 1,8% pada tahun 1998 menjadi 2,4% pada
tahun 1999.

Dan menurut WHO, apabila ditemukan satu kasus campak pada satu wilayah,
maka kemungkinan ada 17 hingga 20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan
yang tinggi (Depkes, 2003). Berdasarkan data statistik WHO (2011), menyebutkan
bahwa sebanyak 1% kematian pada anak yang berusia dibawah lima tahun disebabkan
oleh campak pada tahun 2010. Indonesia yang termasuk alam negara berkembang,
memiliki insiden kasus campak yang cukup tinggi. Pada tahun 2007, insiden kasus
campak untuk golongan umur < 1 tahun sebesar 48,9 per 100.000 orang tahun, umur 1–
4 tahun sebesar 36,6 per 100.000 orang tahun, dan umur 5–14 tahun sebesar 18,2 per
100.000 orang tahun (Susilaningsih, 2009). Berdasarkan Profil Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes, 2010), dilaporkan insiden kasus campak di Indonesia sebesar
0,73 per 10.000 penduduk pada tahun 2010. Sedangkan CFR pada KLB campak tahun
2010 adalah 0,233. Bahkan berdasarkan data dari Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2013), sampai dengan tahun
2011 masih dijumpai sebanyak 356 kejadian luar biasa campak yang terjadi di Indonesia
dan sebagian besar terjadi di Pulau Jawa.
Menurut Harsono Tahun 2007, telah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengurangi angka ketidak berhasilan imunisasi campak ini. Salah satu usaha untuk
memberantas penyakit campak ini adalah dengan melakukan penelitian di bidang
surveilens laboratorium, dimana salah satu komponennya adalah melakukan kegiatan
epidemiologi molekuler. Epidemiologi molekuler menyokong epidemiologi klasik
dalam hal mencari sumber impor virus dengan mendapatkan genotip virus campak
penderita dibandingkan dengan genotip yang telah beredar dalam suatu
Negara/wilayah.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara membuat asuhan keperawatan dengan diagnosa medis campak pada
pasien dewasa?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis
campak pada pasien dewasa.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien campak.
b. Mahasiwa mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien campak.
c. Mahasiswa mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien campak.

d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah


dibuat pada pasien campak.
e. Mahasiswa dapat mengevaluasi pasien campak
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang
sangat menular dan pada umumnya menyerang anak-anak.
Campak adalah pemyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi virus yang
hidup pada cairan lendir disaluran hidung, tenggorokan, dan didalam darah. penyakit
ini juga tergolong sebagai penyakit menular. (Rimbi, 2014)

B. Etiologi

Penyakit campak disebabkan oleh virus yaitu ( paramiksovirus, genius


morbili). virus campak ini dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lendir
tenggorokan, hidung, dan saluran pernafasan. (Rimbi, 2014)

virus campak sangat sensitif terhadap panas. virus akan sangat mudah rusak
pada suhu 37o c. virus ini juga mempunyai jangka waktu hidup yang pendek yaitu <
2 jam.

Virus campak telah lama dikenal sebagai virus yang monotipik dan bersifat
stabil antigenisitasnya. namun demikian, virus campak mempunyai suatu RNA -
dependent RNA polymerase dengan tingkat kesalahan yang melekat dan mempunyai
kapasitas koreksi. virus campak mempunyai 6 gen utama yaitu M, F, N, H, P, dan L.
selubung luarnya mengandung dua glikoprotein permukaan yang dikenal sebagai
protein hemaglutinine (H) dan membrane fusion protein (F). (Soegejanto, 2007)

Patogenesis

Penularan penyakit campak adalah dengan melalui droplet jalan pernafasan.


Penyakit ini ditandai dengan periode laten selama 10-14 hari dan 2-3 hari periode
prodromal dengan nafas, batuk, pilek dan konjungtivitis dan dikikuti dengan
timbulnya ruam makulopapuler yang khas. Timbulnya ruam bersamaan dengan
timbulnya respons imun dan permulaan hilangnya virus. Selanjutnya virus campak
masuk kelenjar getah bening yang berada di bawah mukosa. Di sini virus
memperbanyak diri kemudian masuk ke sel-sel jaringan limfe local. Hal ini di tandai
dengan ditemukannya retichuloendhotial giant cell yang pertama kali ditemukan
oleh Warthin dan Finkeldey. Amplifikasi dari virus pada kelenjar limfe regional
berakibat timbulnya viremia dan penyebaran virus melalui pembuluh darah ke
berbagai organ tubuh. Oragn limfoid (Thymus, limpa dan kelenjar getah bening) dan
jaringan limfoid (misalnya appendiks dan tonsil) merupakan tempat replikasi virus.
Hal ini dapat di lihat dengan makin meningktnya sel warthin pada jaringan limfe
sebelum timbulnya ruam. Sel limfosit T-supressor dan Thelper yang rentan terhadap
infeksi, aktif membela diri. Pada saat 5 – 6 hari sesudah infeksi awal, focus infeksi
terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan ketika menyebar ke
permukaan epitel erofaring, konjungtiva, saluran pernafasan, kulit, kandug seni, dan
saluran usus. Selanjutnya pada hari 9-10 fokus infeksi berada di saluran nafas. Pada
saat itu muncul gejala coryza (pilek) disertai dengan peradangan selaput konjungtiva
yang tampak merah (conjungtivitis). penderita tampak lemah disertai suhu tubuh
yang meningkat, tampak sakit berat sampai munculnya ruam kulit (rash). Pada hari
ke 11 tampak pada mukosa pipi di depan molar 3 suatu ulcera kecil koplik’s spot
merupakan tempat virus tumbuh dan selanjutnya mati, dan kelainan merupakan
tanda pasti pathognomosis untuk menegakan diagnosis. Akhirnya muncul ruam
makulopapulat di hari ke 14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral
dapat di deteksi dan selanjutnya suhu tubuh menurun. (Soegejanto, 2007).

C. Gejala Klinis
Menurut (Heryanti, 2015) Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang terdiri
dari 3 stadium :

1. Stadium Inkubasi

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari).


Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif,
penderita tidak menampakkan gejala sakit.
2. Stadium prodromal

Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium


prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari
gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam.
Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum
munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada
konjungtiva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis
tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada
hari ke10±1 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar
butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat
hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham
bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti
palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1
– 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar
12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring
biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri
tenggorokkan.
3. Stadium erupsi

Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi
yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan
pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai
makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga,
dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar
ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha
dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam
muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh
lainnya sesuai dengan urutan munculnya (Phillips, 1983). Saat awal ruam
muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan
penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan
yang tidak memudar bila ditekan.

Menurut (Soegejanto, 2007), penyakit campak mempunyai 4 stadium yakni :


1. Stadium masa tunas
Stadium masa tunas yang berlangsung antara 10-12 hari ditandai dengan
beberapa tanda klinis,
2. Stadium prodromal
Di tandai dengan adanya gejala pilek dan batuk yang meningkat ,
ditemukanya spesifik enanthema koplik’s spot pada mukosa pipi didepan molar
3 kemudian suhu tubuh meningkat , mukosa konjungtiva sedikit meradang.
3. Stadium erupsi
Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarya ruam yang dimulai dari
belakang telinga menyebar ke wajah, dada, punggung, lengan dan kaki di sertai
dengan suhu tubuh yang lebih meningkat.
4. Stadium penyembuhan.
Stadium penyembuhan ditandai dengan menurunya suhu tubuh. Pada masa
penyembuhan ruam kecokelatan akan mengalami hiperpigmetasi / kehitaman
dan deskuamasi (pengelupasan).

Menurut NANDA 2015, stadium penyakit campak meliputi :


1. Stadium Prodormal
a) Staidum berlangsung 4-5 hari
b) Panas
c) Malaise
d) Batuk
e) Fotofobia
f) Konjungtivitis
g) Koriza
h) Akhir Stadium (24 jam) timbul bercak koplik berwarna putih kelabu,
dikelilingi oleh eritema
i) Lokasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah
j) Gambaran darah tepi ialah limfositosi dan leukopenia
2. Stadium Erupsi
a) Koriza an batuk batuk bertambah
b) Timbul eritema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole
c) Muncul eritema berbentuk makula – papula disertai naiknya suhu
badan
d) Eritema timbul di belakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk,
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah
e) Rasa gatal
f) Muka bengkak
g) Pembesaran klenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher
belakang
h) Diare
i) Muntah
3. Stadium konvalensi
a. Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama kelamaan akan hilang sendiri
b. Kulit bersisi
c. Suhu turun sampai menjadi normal kecuali jika ada komplikasi

F. Penularan
Menurut (Rimbi, 2014) Meskipun penyakit campak termasuk golongan
penyakit yang ringan karena bisa sembuh sendiri, namun penyakit ini harus tetap
diwaspadai karena sangat mudah menular. selain itu, bila tidak ada penannganan dan
pengobatan yang lebih serius, penyakit ini bisa berakibat fatal dan berujung
kematian. penyakit ini menular dengan cara-cara berikut :
1. Bersentuhan langsung atau melalui air liur dengan penderita campak.
2. Penyebaran melelaui udara dari batuk dan bersin penderita
3. Berada dalam satu ruangan dengan penderita juga memungkinkan terjadinya
penularan.

G. Pengobatan
Menurut (Widoyono, 2011) pengobatan campak berupa perawatan umum
seperti pemberian cairan dan kalori yang cukup. Obat simptomatik yang perlu di
berikan antara lain ;
1. Anti demam
2. Anti batuk
3. Vitamin A
4. Antibiotic diberikan bila ada indikasi, misalnya cammpak disertai dengan
komplikasi.
Pasien tanpa komplikasi dapat berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan
kesehatan lain, sedangkan pasien campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap
di RS.
Menurut (NANDA,2015) indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu > 39,5o
c ), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit.
Pengobatan dan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut NANDA 2015 pemeriksaan lanjutan :
1. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni
2. Dalam sputum, sekresi nasa, sedimen urin, dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cell yang khas
3. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglubination inhibition dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam
1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puuncaknya pada 23 minggu
kemudian.

Diagnose kasus campak ditegakan dengan pemeriksaan IgM campak dan


kenaikan Titer yang signifikan dari IgG campak pada fase akut (di ambil dalam
waktu 4 hari timbulnya ruam) dan masa konvalensi (diambil antara 24 minggu
kemudian). (Soegejanto, 2007),

Saat ini pemeriksaan ELLISA dapat membedakan deteksi IgM dan IgG, yang
telah dipakai secara luas oleh karena memberi kemudahan dalam peneyediaan
sampel dalam jumlah besar. Sebelum ditemukan pemeriksaan secara ELLISA
pemeriksaan hemaglubination inhibition (HI) dilakukan untuk deteksi antibody
terutama terhadap protein H dan mempunyai korelasi langsung dengan test
netralisasi. Tetapi kelemahan utama dari test HI adalah kebutuhan untuk tersedianya
eritrosit kera segar yang sensitive, kesukaran dalam memproduksi test antigen dalam
jumlah besar dan kemungkinan didapatnya inhibitor hemagubination non
spesifik26,33. (Soegejanto, 2007)

I. Pencegahan
Menurut (Rimbi, 2014) Di Indonesia ada dua jenis vaksin yang tersedia untuk
mencegah penyakit campak yaitu vaksin campak dan vaksin MMR (Mimps, Measles
dan Rubella). vaksin ini berisi virus campak yang sudah dilemahkan. vaksin ini
diberikan dengan cara suntik. upaya ini dapat memberikan perlindungan dan
pencegahan dari penyakit campak hingga mencapai lebih dari 95%. Hal lain yang
bisa dilakukan untuk mencegah penularan penyakit campak adalah sebagai berikut :

1. Menghindari kontak langsung dengan penderita campak, khususnya bayi atau


anak yang belum dapat imunisasi.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan pemberian asupan gizi yang seimbang
dan pemberian vitamin. 3. Menjaga kebersihan tubuh anak 4. Istrahat yang
cukup.

WOC CAMPAK
Poliferasi endotel kapiler dalam korium

Saluran nafas
Eksudasi serum/eritrosit dalam
epidermis

Ditangkap Makrofag

Ruam

Menyebarke kelenjar limfa


regional Kulit
Gangguan citra Kerusakan integritas
tubuh kuliit
Replikasi virus

Epitel saluran nafas

Sel -sel jaringan limfa local Menyebar ke


berbagai organ ↓fungsisilia
Hiperemis dinding
posterior faring
Virus di lepas ke aliran darah
Histamine
(veriema primer ) ↑sekret

Nyeri tenggorokan
Gatal (nyeri
Virus sampai RES Reflek batuk
ringan)
Nyeri

Replikasi kembali
Gangguan rasa
nyaman Ketidakefektifan jalan
nafas
Verimea sekunder

Set point meningkat


Reaksi radang

↑Suhu tubuh
Pengeluaran mediator kimia

Paramiksovirus

Hipertermi

2Konsep Keperawatan.
A. Pengkajian

Kegiatan dalam pengkajian ini adalah pengumpulan data, untuk menghimpun


informasi tentang status kesehatan klien. Data yang dikumpulkan selama pengkajian
digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
Pengkajian pada pasien campak terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesa
a. Identitas klien/status kesehatan umun
Beisi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa, pendidiksn, pekerjaan,
status, dan alamat. Campak dapat menyerang anak usia remaja dan orang
dewasa muda yang tidak mendapat vaksinasi sewaktu kecil.
b. Keluhan utama
Adanya demam, batuk, pilek, malaise, ruam, dan rasa gatal.
c. Riwayat Penyakit sekarang
Biasanya pasien mengeluh demam yang meningkat secara bertahap sampai
dengan hari kelima atau keenam pada puncak timbulnya ruam.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien belum pernah mendapatkan imunisasi. Kaji adanya riwayat
penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid dan antibiotik, gangguan
autoimune, dan penyakit kronis seperti diabetes melitus.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit keturunan, kecendrungan alergi dalam satu
kelarga, dan kemungkinan penularan penyakit akibat kontak langsung droplet
antar anggota keluarga.
f. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Dapat diisi dengan faktor-faktor lingkungan yang meliputi beberapa aspek,
yaitu : 1) sebagai sumber penularan, 2) adanya polusi udara, 3) pencemaran
lingkungan yang lain, 4) perubahan iklim, 5) situasi dan kondisi klien yang
menigkatkan trauma.
Biasanya epidemi terjadi pada permulaan musim hujan, karena meningkatnya
kelangsungan hidup virus pada keadaan kelembaban yang relatif rendah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Berisi keadaan umum, tanda-tanda vital dengan monitor suhu tubuh yang
bisa mencapai 40 derajat celcius

b. Kepala
• Rambut : warna, disrtibusi, kebersihan, kutu
• Muka bengkak. Eritema timbul dibelakang telinga. Ruam menyebar
keseluruh muka. Lesi pada muka yang cenderung bergabung
• Mata : terdapat konjungtivitis. Selanjtnya gejala tersebut tertutup oleh
peradangan konjungtiva yang berat bersamaan dengan edema palpebra
dan krunkla. Lakrimais meningkat dan fotofobia
• Hidung : terdapat coryza (pilek). Tanda pertama berupa bersinbersin
yang diikuti dengan gejala hidung buntu, dan sekret mukopurulen yang
lebih berat pada puncak stadium erupsi
• Mulut : timbul enantema atau titik merah dipalatum durum dan paltum
mole. Ditemukanya spesifik enanthema koplik’s spot pada mukosa pipi
didepan molar 3
• Telinga : Eritema timbul dibelakang telinga, sepanjang rambut, dan
bagian belakang bawah
c. Leher :
• Eritema di bagian atas lateral tengkuk
• Ruam mulai timbul pada bagian samping atas leher, perbatasan rambut
dikepala dan meluas ke dahi

• Lesi pada leher yang cenderung bergabung


• Pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah
leher belakang
d. Thorax (dada)
• Inspeksi : Ruam pada daerah dada dan punggung
• Palpasi
• Perkusi
• Auskultasi
e. Abdomen
• Inspeksi : Curiga black measles yaitu morbili yang disetari perdarahn
pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus. Ruam pada daerah
perut
• Palpasi
• Perkusi
• Auskultasi
f. Tulang belakang
g. Ekstremitas :
• Kekuatan otot
• Range of motion
• Perabaan akral
• Perubahan bnetuk tulang
• CRT (< 3 detik)
• Terdapat koplik’s spot kurang lebih 2 hari sebelum ruam muncul.
Kopli’s spot berupa suatu bintik berbentuk tidak teratur dan kecil
berwarna merah terang, pada pertengahannya didaoatkan noda berwarna
putih keabua-abuan
• Ruam menyebar ke ekstremitas atas, kemudian terus ke bawah dan
mencapai kaki pada hari ketiga.

• Lesi lebih sedikit dari pada daerah dada, perut, dan punggung.
• Pada hari keempat lesi berubah menjadi berwarna kecoklatan, kemudian
timbul perubahan warna dari ruam, yaitu menjadi berwarna kehitaman
atau lebih gelap. Dan kemudian disusul dengan timbulnya deskuamasi
berupa sisik berwarna keputihan
h. Genitalia dan anus
Kaji kebersihan genitalia dan anus

i. Pemeriksaan neurologis
• Pemeriksaan GCS
• Pemeriksaan kesadaran kualitatif
• Rangsangan meningeal
B. Diagnosa Keperawatan, NIC, dan NOC
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Kerusakan integritas Kriteria Hasil : - Anjurkan pasien untuk
kulit b/d : Perubahan/ - Integritas kulit yang baik menggunakan pakaian
gangguan epidermis dan/ bisa dipertahankan (sensasi, yang longgar
dermis elastisitas, temperatur, - Hindari kerutan pada
Batasan Karakteristik : hidrasi, pigmentasi) tempat tidur
- Kerusakan lapisan kulit - Tidak ada luka/lesi pada - Jaga kebersihan kulit
(dermis) kulit agar tetap bersih dan
- Gangguan permukaan - Perfusi jaringan baik kering
kulit (epidermis) - - Menunjukan pemahaman - Mobilisasi pasien (ubah
Invasi struktur dalam proses perbaikan posisi pasien) setiap 2
tubuh kulit dan mencegah jam sekali
Faktor yang berhubungan terjadinya secara berulang - Monitor kulit akan
Eksternal - Mampu melindungi kulit adanya kemerahan
- Zat kimia, radiasi dan mempertahankan - Oleskan lotion atau
- Usia yang ekstrim kelembaban kulit dan minyak/baby oil ada
- Kelembaban perawatan alami daerah yang tertekan
- Hipotermia,hipertermia - Monitor aktifitas dan
- Faktor mekanik (mis, mobilisasi pasien
gaya gunting) - Monitor status nutrisi
- Medikasi pada pasien
- Lembab - Memandikan pasien
- Imobilitas fisik dengan sabun dan air
Internal hangat
- Perubahan status cairan
- Membersihkan,
- Perubahan pigmentasi
memantau dan
- Perubahan turgor meningkatkan proses
- Faktor perkembangan penyembuhan pada luka
- Kondisi ketidak yang ditutup dengan
seimbangan nutrisi jahitan klip atau starples
- Penurunan imunologis - Monitor proses
- Penurunan sirkulasi kesembuhan area insisi
- Kondisi gangguan
metabolik
- Gangguan sensasi
- Tonjolan tulang

- Monitor tanda dan


gejala infeksi
- Bersihkan area sekitar
jahitan pada area insisi
- Gunakan preparat
antiseptik sesua
program
- Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak
dibalut) sesuai program

2 Ketidak Efektifan Kriteria hasil : - Berikan O2


Bersihan Jalan Napas - Identifikasi pada pasien
b/d : ketidak mampuan - Mendemonstrasikan batuk perlunya memberikan
untuk membersihkan efektif dan suara nafas yang alat bantu napas
sekresi atau obstruksi dari bersih, tidak ada - Anjurkan pasien untuk
saluran pernafasan untuk sianosis dan dyspneu istirahat dan napas
mempertahankan (mampu mengeluarkan dalam
kebersihan jalan nafas. sputum, bernafas - Posisikan pasien untuk
dengan mudah, memaksimalkan
Faktor faktor yang tidak ada pursed lips) ventilasi
berhubungan dengan: - Menunjukkan jalan nafas - Lakukan fisioterapi
yang paten (klien tidak dada jika perlu
- Lingkungan merasa tercekik, irama - Keluarkan sekret
- Perokok pasif nafas, frekuensi pernafasan dengan batuk atau
- Mengisap asap dalam rentang normal, tidak suction
- Merokok ada suara nafas abnormal) - Auskultasi suara nafas,
- Obstruksi jalan nafas - Mampu catat adanya suara
: mengidentifikasikan dan tambahan
- spasme jalan nafas mencegah faktor yang - Berikan bronkodilator
- sekresi tertahan penyebab. - Monitor status
- banyaknya mukus - Saturasi O2 dalam batas hemodinamik
- adanya jalan nafas normal - Berikan pelembab
buatan - Foto thorak dalam batas udara Kassa basah
- sekresi bronkus, NaCl Lembab
adanya eksudat di - Berikan antibiotik
alveolus - Atur intake untuk cairan
- adanya benda asing mengoptimalkan
di jalan nafas.
Batasan Karakteristik : normal keseimbangan.
- Monitor respirasi dan
- tidak ada batuk status O2
- tidak ada suara - Pertahankan hidrasi
tambahan yang adekuat untuk
- dispneu bmengencerkan secret
- Penurunan suara - Jelaskan pada pasien
nafas dan keluarga tentang
- Orthopneu penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi
- Cyanosis
- Pastikan kebutuhan oral
- Kelainan suara
/ tracheal suctioning
nafas (rales,
wheezing) - Monitor status oksigen
- Kesulitan berbicara pasien
- Buka jalan nafas
- Batuk, tidak efektif
dengan teknik head thin
atau tidak ada
chin lift atau jaw
produksi sputum
- Gelisah thrustbila perlu
- Auskultasi suara nafas
- Perubahan frekuensi
sebleum dilakukan
dan irama nafas
suctioning
- Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang sucktioning
3 Hipertermia b/d : Kriteria hasil: - Monitor suhu sesering
peningkatan suhu mungkin
tubuh diatas kisaran - Suhu dalam rentang Normal - Monitor warna dan
Normal - Nadi dan RR dalam rentang suhu kulit
normal - Monitor tekanan darah,
Faktor faktor yang - Tidak ada perubahan warna nadi dan RR
berhubungan dengan : kulit dan tidak ada pusing - Monitor penurunan
tingkat kesadaran
- Anestesia - Monitor WBC, Hb, dan
- Medikasi Hct
- Pemakaian pakaian - Monitor intake dan
yang tidak sesuai output
dengan lingkungan - Berikan anti piretik &
- penyakit/ trauma Antibiotik
- peningkatan
metabolisme
- aktivitas yang berlebih
- dehidrasi
- peningkatan suhu - Selimuti pasien
tubuh - Berikan cairan
intravena
Batasan Karakteristik - Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
- Konvulsi - Tingkatkan sirkulasi
- Takipnea udara
- kenaikan suhu tubuh - Tingkatkan intake
diatas rentang normal cairan dan nutrisi
- serangan atau konvulsi - Monitor TD, nadi,
(kejang) suhu, dan RR
- kulit kemerahan - Catat adanya fluktuasi
- pertambahan RR tekanan darah
- takikardi - Monitor hidrasi seperti
- Kulit teraba panas/ turgor kulit,
hangat kelembaban membran
mukosa)
- Monitor tanda tanda
hipertermi
- Lakukan tapid sponge
- Monitor IWL
- Monitor Wbc, Hb, Hct
- Berikan obat
mencegah terjadinya
menggigil
- Auskultasi TD pada
kedua lengan
- Monitor sianosis
perifer
- Monitor adanya
cushing triad
- Identifikasi perubahan
VS

4 Nyeri akut b/d : Kriteria hasil: Lakukan pengkajian


pengalaman sensori dan - Mampu mengontrol nyeri secara
emosional yang tidak nyeri (tahu penyebab komprehensif termasuk
menyenangkan yang nyeri, mampu lokasi, karakteristik,
muncul akibat kerusakan menggunakan durasi, frekuensi,
jaringan yang aktual atau
kualitas dan faktor
potensial atau
presipitasi
digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian
rupa
(international assotiation
for the study of pain ) : - tehnik nonfarmakologi - Observasi reaksi
awitan yang tiba tiba atau untuk mengurangi nyeri, nonverbal dari
atau lambat dari intensitas mencari bantuan) ketidaknyamanan
ringan hingga berat Melaporkan bahwa nyeri - Bantu pasien dan
dengan akhir yangb dapat - berkurang dengan keluarga untuk mencari
diantisipasi atau diprediksi menggunakan dan menemukan
dan berlangsung <6 bulan. manajemen dukungan
- nyeri - Kontrol lingkungan
Faktor yang berhubungan : Mampu mengenali nyeri yang dapat
- (skala, intensitas, frekuensi mempengaruhi nyeri
- Agen injuri (biologi, dan tanda nyeri) seperti suhu ruangan,
kimia,fisik, - Menyatakan rasa nyaman pencahayaan dan
psikologis), kerusakan setelah nyeri berkurang kebisingan
jaringan Tanda vital dalam - Kurangi faktor
rentang normal presipitasi nyeri
Batasan Karakteristik : Tidak mengalami gangguan - Kaji tipe dan sumber
tidur nyeri untuk
- Sikap tubuh untuk menentukan intervensi
melindungi - Ajarkan tentang teknik
- Tingkah laku berhati- non farmakologi: napas
hati dala, relaksasi,
- Perubahan tekanan distraksi,
darah kompres hangat/
- Perubahan frekuensi dingin
pernapasan - Berikan analgetik untuk
- Diaforesis mengurangi nyeri
- Laporan isyarat - Tingkatkan istirahat
- Gangguan tidur (mata - Berikan informasi
sayu,tampak capek, tentang nyeri seperti
sulit atau gerakan penyebab nyeri, berapa
kacau, menyeringai) lama nyeri akan
- Terfokus pada diri berkurang dan
sendiri antisipasi
- Fokus menyempit ketidaknyamanan dari
(penurunan persepsi prosedur
waktu, kerusakan - Monitor vital sign
proses berpikir, sebelum dan sesudah
penurunan interaksi pemberian analgesik
dengan orang dan pertama kali
lingkungan) - Analgesik
- Tingkah laku distraksi, Administration
contoh : jalan-jalan, - Tentukan lokasi,
menemui orang lain karakteristik, kualitas
- dan/atau dan derajat nyeri
aktivitas, sebelum
aktivitas pemberian obat
berulangulang) - Cek instruksi dokter
Respon autonom tentang jenis obat,
- (seperti diaphoresis, dosis, dan frekwensi
perubahan tekanan - Cek riwayat alergi
darah, perubahan - Pilih analgesik yang
nafas, diperlukan atau
nadi dan dilatasi kombinasi nanalgesik
pupil) Perubahan lebih dari satu
autonomic dalam - Tentukan analgesik
tonus otot (mungkin tergantung beratnya
dalam rentang dari nyeri
lemah ke kaku) - Pilih rute pemberian
Tingkah laku - Evaluasi efektivitas
ekspresif (contoh : analgesik tanda dan
- gelisah, merintih, gejala
menangis, waspada, - Berikan analgesik tepat
iritabel, nafas
waktu
panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam nafsu
- makan dan minum

C. DISCHARGE PLANNING

Menurut NANDA 2015

1. Jalani pola hidup yang bersih dan higienis


2. Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau cukur bersama.
3. Hindari memencet atau memecahkan lepuhan karena dapat menyebabkan infeksi
sekunder
4. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan karena dapat
menyebabkan penyebaran virus kekornea yang mengakibatkan kebutaan
5. Cucilah tangan setiap kali sesudah menyentuh herpes
6. Banyak minum air putih
7. Makan makanan yang banyak mengandung nutrisi supaya dapat mebuat daya tahan
tubuh meningkat
8. Berikan imunisasi campak aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih
9. Jika terjadi campak diupayakan untuk mengisolasi penderita untuk mencegah
penularan.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


D. Kesimpulan
Penularan penyakit campak adalah dengan melalui droplet jalan pernafasan. Penyakit
ini ditandai dengan periode laten selama 10-14 hari dan 2-3 hari periode prodromal
dengan nafas, batuk, pilek dan konjungtivitis dan dikikuti dengan timbulnya ruam
makulopapuler yang khas. Timbulnya ruam bersamaan dengan timbulnya respons imun
dan permulaan hilangnya virus. Selanjutnya virus campak masuk kelenjar getah bening
yang berada di bawah mukosa. Di sini virus memperbanyak diri kemudian masuk ke sel-
sel jaringan limfe local..

E. Saran
1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan dengan diagnosa medis
campak pada pasien dewasa.

2. Diharapkan mahasiswa dapat merumuskan diagnosa medis keperawatan dengan


campak pada pasien dewasa.
3. Diharapkan mahasiswa dapat mengintervensikan dan mengimplementasikan dengan
campak pada pasien dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Hargono, Arief. 2012. Penilaian Atribut Surveilans Campak Berdasarkan Persepsi Petugas
Surveilans Puskesmas di Surabaya. http://adln.lib.unair.ac.id. Diakses pada tanggal 14
September 2015 pukul 14.53 WIB
Kementrian Kesehatan. 2010. PERMENKES NO.1501/MENKES/PER/X/2010.
http://djpp.depkumham.go.id. Diakses pada tanggal 14 September 2015 pukul 12.03
WIB.

LeMone, Priscilla. 2008. Medical-Surgical-Nursing.USA: Prentice Hall


NSW Government Health. 2012. Lembar Fakta Penyakit Menular : Campak.
http://health.nsw.gov.au. Diakses pada tanggal 14 September 2015 pukul 11.52 WIB

Nurarif, amin huda, Hardi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaaction Publishing

Puspa, Kartika Dewi, dkk. 2013. Stabilitas Imunoglobulin M (IgM) Campak pada Dried
Serum Spots. http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 14 September
2015 pukul 12.08 WIB

Ranuh , IGN. Dkk. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Ketiga . Jakarta : IDAI

Rohmah, Nikmatur. 2009. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Ar ruzz
Media

Soegijanto, Soegeng. 2007. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia
Jilid 6. Surabaya : Airlangga University Press

Widoyono . 2011. Penyakit Tropis Epidemologi , Penularan , Pencegahan, dan


Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga

Yayasan Spiritia. 2007. Lembar Informasi 120: Hasil Tes Lab Normal. http://spiritia.or.id
Diakses pada tanggal 15 September 2015 pukul 15.42 WIB.

Anda mungkin juga menyukai