Anda di halaman 1dari 33

 

REFERAT CAMPAK 

PEMBIMBING :

dr. H. Budi Risjadi,SpA,Mkes

PENYUSUN :

Zerviani Oktavinda

FKM Ilmu Kesehatan Anak RSUD Soreang Bandung

Periode (24 Januari 2012- 23 Maret 2012)

1
 

KATA PENGANTAR 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
 penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “Campak”. Referat ini penulis
susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSD Soreang.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Budi
Risjadi, Sp.A, Mkes yang telah membimbing dan membantu penulis dalam melaksanakan
kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran penulis terima dengan tangan terbuka.

Akhir kata penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak
yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “Campak”.

Soreang, Januari 2012

Penyusun

2
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………2

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………...3

BAB II. CAMPAK…………………………………………..…………………………………....4

2.1 Definisi………………………………………………………………………………...4

2.2 Epidemiologi…………………………………………………………………………..5

2.3 Etiologi………………………………………………………………………………...6

2.4 Patogenesis…………………………………………………………………………….8

2.5 Patofisiologi…………………………………………………………………………...9

2.6 Kriteria Diagnosis…………………………………………………………………....11

2.7 Diagnosis Banding…………………………………………………………………...12

2.8 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………...13

2.9 Komplikasi…………………………………………………………………………...14

2.10 Terapi……………………………………………………………………………….15

2.11 Pencegahan…………………………………………………………………………18

2.12 Prognosis……………………………………………………………………………21

BAB III.
KESIMPULAN………………………………………………………………………...22

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………26

3
 

BAB I

PENDAHULUAN

Campak merupakan penyakit menular akut dari saluran pernafasan yang disebabkan oleh
virus, dan ditandai dengan 3 stadium, yaitu : stadium prodromal, stadium erupsi, dan stadium
konvalesens.2  Campak merupakan penyakit dengan insidensi yang tinggi pada anak dapat
 berakibat serius bahkan fatal, serta ditemukan endemis di sebagian besar dunia. Penyakit ini
menular dengan cepat pada populasi yang belum memiliki imunitas terhadap campak. Pada
tahun 1970, terjadi wabah campak di pulau Lombok (dilaporkan 330 kematian di antara 12.107
kasus) dan pulau Bangka (65 kematian di antara 407 kasus).4 Menurut kelompok umur kasus
campak yang rawat inap di rumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan
 proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6 % berumur < 1 tahun,
15,2 % berumur 1 tahun, 20,3 % berumur 2 tahun, 12,3 % berumur 3 tahun dan 8,2 % berumur 4
tahun.4

Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang penyakit
campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun. Kejadian luar biasa
campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama di daerah yang sulit di jangkau oleh
 pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi
wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus, kasus campak tidak
terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari
campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang
sangat menular seperti campak. Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar
 biasa penyakit campak.4

4
 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Campak merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dan secara
khas terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium prodromal, erupsi, dan konvalesens.3 

Penyakit ini umumnya menyerang anak dan sangat mudah menular. Seseorang yang
menderita campak dapat menularkan pada 90% orang yang belum mendapat imunisasi
apabila kontak dengannya3. Manusia merupakan satu-satunya reservoir untuk campak.
Oleh karena itu penyakit ini sebenarnya dapat dieradikasi, sebagaimana smallpox4.

Campak (measles, Ing.) disebut juga rubeola ( nama ilmiah ). Nama lainnya yaitu :
hard measles, red measles, seven-day measles, eight-day measles, nine-day measles, 10-
day measles, dan morbili. Penyakit ini sering salah diartikan dengan rubella, yang
merupakan nama ilmiah dari campak German, yang disebabkan oleh virus yang berbeda5.

  Gambar: pasien campak 13

5
 

2.2 EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) campak


menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7 %) dan
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%).
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemic campak di Indonesia timbul secara tidak
teratur. Di daerah perkotaan epidemic campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi
 pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita
 banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa
campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi
infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia
(75,2 %), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).4

Campak adalah endemik pada sebagian besar dunia. Dahulu, epidemik cenderung
terjadi secara ireguler, tampak pada musim semi, di kota-kota besar dengan interval 2
sampai 4 tahun ketika kelompok anak yang rentan terpajan. Campak sangat menular,
sekitar 90 % kontak keluarga yang rentan mendapat penyakit. Sebelum penggunaan
vaksin campak, puncak insiden pada umur 5-10 tahun. Sekarang di Amerika Serikat,
campak terjadi paling sering pada anak umur sekolah yang belum diimunisasi dan pada
remaja dan orang dewasa muda yang telah diimunisasi.1

Bayi mendapat imunitas transplaenta dari ibu yang telah menderita campak atau
imunisasi campak. Imunitas ini biasanya sempurna selama umur 4-6 bulan pertama dan
menghilang pada frekuensi yang bervariasi. Walaupun kadar antibodi ibu secara umum
tidak dapat dideteksi pada bayi dengan uji yang biasa dilakukan sesudah umur 9 bulan,
 beberapa proteksi menetap yang mengganggu pemberian imunisasi sebelum umur 15
 bulan. Kebanyakan wanita usia subur di Amerika Serikat sekarang mempunyai imunitas
campak dengan cara imunisasi bukannya karena sakit.

6
 

Beberapa penelitian sekarang memberi kesan bahwa bayi dari ibu dengan
imunitas karena vaksin campak kehilangan antibody pasifnya pada umur yang lebih
muda daripada bayi dari ibu yang telah menderita infeksi campak. Bayi dari ibu yang
rentan terhadap campak tidak mempunyai imunitas campak dan dapat ketularan penyakit
ini bersama ibu sebelum atau sesudah melahirkan.1

2.3 ETIOLOGI

Morbilivirus, salah satu virus RNA dari family Paramyxovirus. Hanya satu tipe
antigen yang diketahui. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam
tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif
selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi
dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik,
tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear.
Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.1

Gambar: virus campak 14

7
 

Virus campak berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140
nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya
terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang
mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks nucleoprotein dari
myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein
yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.4

Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabilla
 berada di luar tubuh manusia, keberadaanya tidak kekal. Pada temperatrur kamar ia akan
kehilangan 60 % sifat inefektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37 C waktu paruh
usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56 C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu
 bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -70% dengan media protein ia dapat hidup
selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6 C, dapat hidup
selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan
 bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.4

Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam 20
% ether setelah 10 menit dan dalam 50 % aseton setelah 30 menit. Virus campak juga
sensitive terhadap 0,01 % betapropiacetone pada suhu 37 % dalam 2 jam, ia akan
kehilangan sifat inefektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan
dalam formalin 1/4000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak
kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi
antigenic.4

Orang yang menghadapi risiko campak termasuk:


• Orang yang lahir pada atau sejak tahun 1966 yang belum pernah menderita campak
dan belum pernah menerima dua dosis vaksin Campak-Gondong-Rubela (MMR) dari
usia 12 bulan

8
 

• Orang yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah (mis. orang yang sedang
menerima kemoterapi atau radioterapi untuk kanker atau orang yang sedang
menerima dosis besar obat steroid) meskipun telah diimunisasi sepenuhnya atau
menderita infeksi campak sebelumnya
• Orang yang tidak mempunyai kekebalan dan melakukan perjalanan ke luar negeri.10

2.4 PATOGENESIS

Manusia adalah satu-satunya inang asli untuk virus campak 4. Penularan campak
terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis
sampai 4 hari setelah timbul ruam. Infeksi dimulai di mukosa hidung/faring. Di tempat
awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya.
Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel
mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Virus kemudian bermultiplikasi
dengan sangat perlahan dan disitu mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular
(RES) seperti limpa, dimana virus menyerang limfosit.

Virus campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu yang membantu


 penyebaran ke seluruh tubuh4. 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terbentuk yaitu
ketika ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah (viremia primer) dan menyebar ke
 permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus.
Pada hari 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva,
mengalami nekrosis pada satu sampai dua lapisan. Pada saat itu virus dalam jumlah
 banyak masuk kembali ke dalam pembuluh darah (viremia sekunder) dan menimbulkan
manifestasi klinis dari sistem pernafasan diawali dengan keluhan batuk pilek disertai
selaput konjungtiva yang tampak merah.

9
 

2.5 PATOFISIOLOGI

Pada stadium prodromal terdapat hiperplasia jaringan limfe. Distribusi yang luas
dari giant cell multinuklear (sel retikuloendotel Warthin-Finkeldey) akibat fusi-fusi sel
dan inklusi intranuklear terlihat dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfoid, tonsil,
terutama appendix). Keadaan tersebut terjadi selama masa inkubasi, biasanya 9-11 hari4.
Sebagai reaksi terhadap virus, terjadi proses peradangan epitel saluran pernafasan,
konjungtiva dan kulit yang mana terbentuk eksudat yang serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler.

Respon imun ini diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil
 pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan
diagnosis1. Ruam pada kulit terjadi sebagai akibat respon delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, sebagai hasil interaksi sel T imun dan sel yang terinfeksi virus
dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar 1 minggu. Kejadian ini tidak
tampak pada kasus yang mengalami defisit sel T 4. Pada kulit, reaksi terutama terjadi di
sekitar kelenjar sebacea dan folikel-folikel rambut 7.

10
 

11
 

2.6 KRITERIA DIAGNOSIS

Anamnesis

Campak umumnya diawali dengan demam tinggi yang terus menerus > 38,5 C
disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya, seringkali
diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang
meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam.
Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak
napas atau dehidrasi. Kulit kehitaman dan bersisik merupakan tanda penyembuhan.5

Pemeriksaan Fisik 

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari 3 Stadium, yaitu :

• Stadium prodormal

Berlangsung 4-5 hari dengan gejala menyerupai influenza, yaitu : demam,


malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Gejala khas (patognomonik)
adalah timbulnya bercak Koplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum
timbul enantem. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum,
dikelilingi oleh eritema dan berlokalisasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar
 bawah.2

12
 

Gambar: Bercak Koplik 12

• Stadium erupsi

Gejala pada stadium kataral bertambah dan timbul enantem di palatum durum dan
 palatum mole. Kemudian terjadi Ruam makulopapular, biasanya dimulai dari
leher/belakang telinga kemudian ke daerah muka, badan, anggota badan disertai
 panas tinggi. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal dan muka bengkak. Ruam
mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan menghilang sesuai urutan terjadinya.
Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher bagian
 belakang, splenomegali, diare dan muntah. Variasi lain adalah black measles, yaitu
morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.2

• Stadium konvalesensi

Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit berkurang dan
meninggalkan bekas dikulit berupa hiperpigmentasi dan kadang-kadang deskuamasi.2

• Labolatorium

Jumlah leukosit biasanya rendah dan limfositosis relative.3

2.7 DIAGNOSIS BANDING

• Rubella

Tidak diawali suatu masa prodromal yang spesifik. Remaja dan dewa muda dapat
menunjukkan gejala demam ringan serta lemas dalam 1-4 hari sebelum timbulnya
kemerahan. Pembesaran kelenjar getah bening khususnya pada daerah belakang
telinga dan oksipital sangat menunjang diagnosis rubella.

• Eksantema Subitum

13
 

Gejala demam tinggi selama 3-4 hari disertai iritabilitas biasanya terjadi sebelum
timbulnya kemerahan pada kulit dan diikuti dengan penurunan demam secara drastis
menjadi normal.

• Skarlatina

Demam Skarlatina Kelainan kulit pada demam skarlatina biasanya timbul dalam 12
 jam pertama sesudah demam, batuk dan muntah. Gejala prodromal ini dapat
 berlangsung selama 2 hari. Lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa
atau membranosa.

• Ruam karena alergi

• Penyakit Kawasaki

Demam tidak spesifik disertai nyeri tenggorokan sering mendahului kemerahan pada
 penyakit ini selama 2-5 hari. Sering juga ditemui konjungtivitis bilateral.

• Ruam karena infeksi virus lain

Demam biasanya tidak tinggi, menghilang saat timbulnya kemerahan. Pada infeksi
Coxsackie kadang-kadang terjadi bersamaan dengan kemerahan.

• Mononucleosis infeksiosa

• Toksoplasmosis

• Penyakit rikets

Erupsi papulovesikular secara menyeluruh, biasanya tidak mengenai wajah, sering


didahului oleh adanya gejala seperti influenza. Sakit kepala lebih menonjol.

• Steven-Johnson, drug eruption Tidak memiliki gejala prodromal

• Meningococcemia

14
 

Kemerahan pada kulit 24 jam pertama. Gejala : demam, muntah, kelemahan umum,
gelisah, dan kemungkinan adanya kaku kuduk.

• Staphylococcal toxic shock syn.

Demam tinggi, nyeri kepala, batuk, muntah serta diare, dan renjatan sering
mendahului atau juga bersamaan dengan keluarnya kelainan kulit.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Jumlah leukosit dan hitung jenis sel

Jumlah leukosit cenderung menurun disertai limfositosis relatif.3 

• Isolasi dan identifikasi virus

Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil dari pasien 2-3 hari sebelum onset
gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit (terutama selama masa demam
campak) merupakan sumber yang memadai untuk isolasi virus. Selama stadium
 prodromal, dapat terlihat sel raksasa berinti banyak pada hapusan mukosa hidung7.

• Serologis

Konfirmasi serologi campak berdasarkan pada kenaikan empat kali titer antibodi antara
sera fase akut dan fase penyembuhan atau pada penampakkan antibodi IgM spesifik
campak antara 1-2 minggu setelah onset ruam kulit. Bagian utama dari respon imun
ditujukan langsung pada protein NP. Hanya pada kasus campak yang tidak khas, yang
 pasti bereaksi terhadap protein M yang ada4.

15
 

2.9 KOMPLIKASI

• Otitis media akut

Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya
hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri menjadi
otitis media purulenta.4

• Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah komplikasi campak yang sering dijumpai (75,2%). yang sering
disebabkan invasi bakteri sekunder, terutama Pneumokokus, Stafilokokus, dan
Hemophilus influenza7. Pneumonia terjadi pada sekitar 6% dari kasus campak dan
merupakan penyebab kematian paling sering pada penyakit campak 1.

• Laringotrakeobronkitis

Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah
 parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan, sesak,
sianosis, dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan
menghilang.4

• Ensefalitis

Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada
hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil pada periode pra-erupsi. Ensefalitis
simptomatik timbul pada sekitar 1:1000. Diduga jika ensefalitis terjadi pada waktu awal
 penyakit maka invasi virus memainkan peranan besar, sedangkan ensefalitis yang timbul
kemudian menggambarkan suatu reaksi imunologis.

16
 

Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekuensi nafas meningkat, twitching , disorientasi, juga dapat ditemukan. Pemeriksaan
cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel
mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan glukosa dalam batas normal.4

• Subacute sclerosing panencephalitis

SSPE (Dawson’s disease) merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat


yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang persisten, suatu penyulit lambat
yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksin meluas, kejadian SSPE menjadi sangat
 jarang. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah campak
adalah 0,6-2,2 per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun1.

Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel otak yang
terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus cacat karena kurangnya
 produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali adalah protein matrix. Keberadaan
virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan SSPE menandakan
kegagalan sistem imun untuk membersihkan infeksi virus4.

Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas dan penurunan
intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikuti oleh inkoordinasi motorik,
dan kejang yang umumnya bersifat mioklonik. Selanjutnya pasien menunjukkan
gangguan mental yang lebih buruk, ketidakmampuan berjalan, kegagalan berbicara
dengan komprehensi yang buruk, dysphagia, dapat juga terjadi kebutaan. Pada tahap
akhir dari penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma. Aktivitas elektrik di otak pada
EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama sakit yang khas untuk SSPE dan
 berhubungan dengan penurunan yang lambat dari fungsi sistem saraf pusat.
Laboratorium: Peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap
campak dalam serum meningkat 11.

• Diare persisten

17
 

Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
 prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Diare persisten
 bersifat protein losing enteropathy sehingga dapat memperburuk status gizi1.

18
 

• Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB

• Miokarditis

• Trombositopenia

• Hemorrhagic measles

• Memperburuk status gizi

2.10 TERAPI

Sampai saat ini belum ada terapi yang dianjurkan

Simtomatik:

 Antipiretika

 parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam.11

 Ekspektoran

gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis
maksimum 600 mg/hari.11

 Antikonvulsi bila diperlukan

Suportif 

• Istirahat cukup

• Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi

• Perawatan kulit dan mata

19
 

• Perawatan lain sesuai penyulit yang terjadi

Antibiotic bila ada infeksi sekunder bakteri

Vitamin A dosis tinggi

• Usia 6 bulan-1 tahun : 100.000 unit dosis tinggal p.o

• Usia > 1 tahun : 200.000 unit dosis tunggal p.o

Dosis tersebut diulangi pada hari ke 2 dan 4 minggu, kemudian bila telah didapat
tanda defisiensi vitamin A.3

Antivirus
Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara
in vitro terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat dan
 penderita dewasa yang immunocompromissed . Namun penggunaan ribavirin ini
masih dalam tahap penelitian dan belum digunakan untuk penderita anak.11

Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit


yang timbul, yaitu:

• Bronkopneumonia

Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis IV


dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/ hari IV dalam 4
dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per
oral. Antibiotic diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila di curigai
infeksi spesifik, maka uji tuberculin dilakukan setelah anak sehat kembali
(3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberculin bisanya negative
(anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed
hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit T yang terganggu fungsinya.

• Enteritis

20
 

Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
IV dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.

21
 

• Otitis media

Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu


diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis)

• Ensefalopati

Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk


mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.4

Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39o C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, atau adanya komplikasi.8
Anjuran :
•  Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya
 berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
• Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan
 penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum
mendapat imunisasi campak.
• Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk
meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna,
karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain, seperti radang
tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung sebulan
setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
• Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.

• Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya.

• Anak perlu beristirahat yang cukup.11

22
 

2.11 PENCEGAHAN

• Imunisasi aktif 

Biasanya diberikan pada usia 15 bulan, tetapi dapat diberikan lebih awal.3
Vaksin campak adalah preparat virus hidup yang dilemahkan dan berasal dari
 berbagai strain virus campak yang diisolasi pada tahun 1950. Vaksin campak harus
didinginkan pada suhu yang sesuai (2-8 C) karena sinar matahari atau panas dapat
membunuh virus vaksin campak.6  Dosis baku minimal pemberian vaksin campak
yang dilemahkan adalah 0,5 ml, secara subkutan, namun dilaporkan bahwa pemberian
secara intramuskular mempunyai efektivitas yang sama. Vaksin campak sering
dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis epidemika yang
dilemahkan, vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lain-lain. Laporan
 beberapa peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya aman dan
tetap efektif 2.

Gambar: vaksin MMR 7

• Imunisasi pasif 

Dengan serum dewasa, serum konvalesens, globulin plasenta atau gama globulin
efektif untuk pencegahan dan meringankan morbili. Immune serum globulin (gama

23
 

globulin), dosis 0,25 mL/kgBB IM maks 15 mL dalam waktu 5 hari sesudah terpapar
tetapi lebih disukai sesegera mungkin.3 

Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, untuk anak dengan sakit kronis dan untuk
kontak di bangsal rumah sakit dan lembaga-lembaga anak.1 

Indikasi :
 Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised  belum mendapat
imunisasi, kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan
kontraindikasi.
 Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini,
maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari
 paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12
 bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.
Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat
  0,5 ml/kgBB untuk pasien dengan HIV
  maksimal 15 ml/dose IM.11

Efek Samping yang Umum:

• Diperhatikan 7 sampai 10 hari setelah vaksinasi

• Sedikit demam selama 2 sampai 3 hari

• Ruam kemerahan (tidak menular)

• Pilek dan/atau ingus

• Batuk dan/atau mata bengkak 

• Mengantuk atau capai

• Pembengkakan kelenjar liur 

• Bincul kecil sementara di tempat suntikan

24
 

Efek Samping yang Parah

• Ensefalitis (radang otak) dengan angka 1 dari tiap 1 juta

• Trombositopenia (lebam atau pendarahan) dengan angka 1 dari tiap 30.500 dosis

25
 

Efek Samping yang Amat Jarang:

• Reaksi alergi parah

Jika reaksi ringan terjadi, mungkin selama 1 atau 2 hari. Efek sampingan dapat
dikurangi dengan:

• Minum lebih banyak air 

• Tidak berpakaian terlalu hangat

• Meletakkan kain dingin yang basah pada tempat suntikan yang sakit.7

Tahapan pemberantasan campak 


WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemberantasan campak, dengan
tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :
1. Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
a. Tahap pengendalian campak 
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak
rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang
tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah
terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak
menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
 b. Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata,terjadi
 penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur
yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.

26
 

2. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi
rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir
tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus
diselidiki dan diberikan imuniasi campak.
3. Tahap Eradikasi.
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak
ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di
dunia sudah memasuki tahap eliminasi.9

2.12 PROGNOSIS

Biasanya sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada penyulit infeksi
sekunder/malnutrisi berat maka bertambah berat. Kematian disebabkan karena penyulit
(pneumonia dan ensefalitis).3

27
 

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular dengan tingkat insidensi yang
tinggi pada anak-anak. Penularan yang cepat, terutama pada kelompok dengan daya tahan imun
rendah, kepadatan yang tinggi, serta kurangnya akses pelayanan kesehatan dan pelaksanaan
vaksinasi, terutama di daerah pedesaaan. Kematian pada campak sering kali disebabkan oleh
komplikasi-komplikasinya, seperti pneumonia dan ensefalitis. Penyakit ini dapat dicegah melalui
vaksinasi, karena vaksin campak telah terbukti efektif menurunkan insidensi penyakit.

Anamnesis

• Riwayat kontak dengan penderita morbili

• Demam tinggi yang terus menerus > 38,5 C

• Batuk

• Pilek

•  Nyeri menelan

• Mata merah dan silau bila kena cahaya

• Diare5 

Pemeriksaan Fisik 

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari 3 Stadium, yaitu :

• Stadium prodormal

28
 

Berlangsung 4-5 hari dengan gejala menyerupai influenza, yaitu : demam, malaise, batuk,
fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Gejala khas (patognomonik) adalah timbulnya
 bercak Koplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem.2 

• Stadium erupsi

Gejala pada stadium kataral bertambah dan timbul enantem di palatum durum dan
 palatum mole.

29
 

Kemudian terjadi Ruam makulopapular, biasanya dimulai dari leher/belakang telinga


kemudian ke daerah muka, badan, anggota badan disertai panas tinggi.2 

• Stadium konvalesensi

Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit berkurang dan
meninggalkan bekas dikulit berupa hiperpigmentasi dan kadang-kadang deskuamasi.2

Pemeriksaan Penunjang

• Jumlah leukosit dan hitung jenis sel

• Isolasi dan identifikasi virus

• Serologis

Terapi

 Simtomatik :

• Antipiretika

 parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam.11

• Ekspektoran

gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600
mg/hari.11

• Antikonvulsi bila diperlukan

 Suportif 

• Istirahat cukup

• Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi

• Perawatan kulit dan mata

30
 

• Perawatan lain sesuai penyulit yang terjadi

 Antibiotik bila ada infeksi sekunder bakteri

 Vitamin A dosis tinggi

• Usia 6 bulan-1 tahun : 100.000 unit dosis tinggal p.o

• Usia > 1 tahun : 200.000 unit dosis tunggal p.o

31
 

 Antivirus

• Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara in
vitro terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat dan
 penderita dewasa yang immunocompromissed .

32
 

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Vol 2 Edisi 15. Jakarta : EGC

2. Mansjoer, Arif dkk. 2000.  Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.

3. Garna, Herry dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-
3. Bandung: FK UNPAD

4. Poowo Soedarmo, Sumarmo S. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta: badan Penerbit IDAI

5. Pudjiadi, Antonius H dkk. 2010.  Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta: badan
Penerbit IDAI

6. Wahab, A. Samik. 2002. Sistem Imun, Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya
Medika

33

Anda mungkin juga menyukai