Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

MEASLES, VARISELLA DAN HFMD

Referat ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU. Haji Medan

Pembimbing :
dr. Syarifah Mahlisa Soraya, Sp. A

Disusun Oleh :
Eliska Yanti 20360140

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan referat judul ini
dengan judul “Measles, Varisella dan HFMD”.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. Syarifah Mahlisa
Soraya, Sp.A selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat
dan memberi kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan referat ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dara cara penulisannya, penggunaan tata bahasa, kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Sehingga penulis menerima
saran dan kritik konstruktif dari semua pihak. Namun terlepas dari semua kekurangan yang
ada, semoga dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Akhirnya semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Medan, Juli 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan
penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus. Campak
merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan oleh virus dan
ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala penyakit campak adalah demam tinggi,
bercak kemerahan pada kulit disertai dengan batuk, pilek dan konjungtivitis akan
tetapi sangat berbahaya apabila disertai dengan komplikasi pneumonia, diare,
meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini sangat
berpotensi menjadi wabah apabila cakupan imunisasi rendah dan kekebalan
kelompok/herd immunity tidak terbentuk. Ketika seseorang terkena campak, 90%
orang yang berinteraksi erat dengan penderita dapat tertular jika mereka belum
kebal terhadap campak. Seseorang dapat kebal jika telah diimunisasi atau terinfeksi
virus campak. Pada tahun 2000, lebih dari 562.000 anak per tahun meninggal di
seluruh dunia karena komplikasi penyakit campak. Dengan pemberian imunisasi
campak dan berbagai upaya yang telah dilakukan, maka pada tahun 2014 kematian
akibat campak menurun menjadi 115.000 per tahun, dengan perkiraan 314 anak per
hari atau 13 kematian setiap jamnya. Dalam Global Vaccine Action Plan (GVAP),
campak dan rubella ditargetkan untuk dapat dieliminasi di 5 regional WHO pada
tahun 2020. Sejalan dengan GVAP, The Global Measles & Rubella Strategic Plan
2012-2020 memetakan strategi yang diperlukan untuk mencapai target dunia tanpa
campak, rubella atau CRS. Satu diantara lima strategi adalah mencapai dan
mempertahankan tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi dengan memberikan
dua dosis vaksin yang mengandung campak dan rubella melalui imunisasi rutin dan
tambahan dengan cakupan yang tinggi (>95%) dan merata. Indonesia telah
berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian
rubella/Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020.
Varisela disebabkan oleh virus Herpes varicella atau disebut juga varicella-
zoster virus (VZV). Varisela terkenal dengan nama chickenpox atau cacar air
adalah penyakit primer VZV, yang pada umumnya menyerang anak. Sedangkan
herpes zoster atau shingles merupakan suatu reaktivitasi infeksi endogen pada
periode laten VZV, umumnya menyerang orang dewasa atau anak yang menderita
defisiensi imun. Varisela sangat mudah menular terutama melalui percikan ludah,
dapat juga kontak langsung dan jarang melalui kontak tidak langsung. Varisela
dapat menyerang semua golongan umur termasuk neonatus, 90% kasus berumur 10
tahun dan terbanyak umur 5-9 tahun. Viremia terjadi pada masa prodromal
sehingga transmisi virus dapat terjadi pada fetus intrauterin atau melalui transfusi
darah. Pasien dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum lesi kulit timbul,
sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya 7-8 hari. Seumur hidup
seseorang hanya satu kali menderita varisela. Serangan kedua mungkin berupa
penyebaran ke kulit pada herpes zooster.
Hand-foot-and-mouth disease merupakan salah satu penyakit infeksi akut,
disebabkan enterovirus nonpolio yang biasanya bersifat ringan. Penyakit ini sangat
menular, ditandai adanya lesi pada mulut serta lesi kulit pada ekstremitas bagian
distal.2 Coxsackievirus A tipe 16 (CV A16) adalah penyebab tersering HFMD dan
biasanya berhubungan dengan manifestasi klinis yang ringan. Beberapa tahun
terakhir ini epidemi HFMD yang berkaitan dengan EV 71 lebih banyak ditemukan
di Asia Tenggara termasuk Malaysia (1997) Taiwan (1998) dan Singapura (2000).
Epidemi HFMD juga terjadi di Jepang pada tahun 2000, 2005 dan 2007 serta Cina
pada tahun 2008. Epidemi terbesar terjadi pada tahun 1998 di Taiwan yang
menginfeksi lebih dari 120.000 orang dan menyebabkan 78 kematian. HFMD
sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. HFMD adalah penyakit
umum yang menyerang anak-anak usia dibawah 10 tahun. Infeksi HFMD lebih
berat pada bayi dan anak dibandingkan orang dewasa, tetapi umumnya, penyakit ini
memiliki manifestasi ringan. Tidak ada predileksi ras untuk penyakit infeksi ini.
Tujuan pembuatan portofolio ini adalah untuk memahami lebih dalam tentang
gambaran klinis HFMD dan terjadinya komplikasi berat yang dapat timbul,
sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini untuk mengatahui dan memahami tentang
Measles, Varisella dan HFMD sebagai salah satu pemenuhan tugas kepanitraan
anak Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang Measles, Varisella dan HFMD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Campak
1. Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi
virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas
yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1)
stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal
dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada
mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva,
dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga
menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan
suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan
mengelupas.

2. Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi
(0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak
usia 1-4 tahun (0,77 Di Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama.
Di masa lampau campak dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami
setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka
beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam sudah
keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin
baik. Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam.
Ada kepercayaan bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak
keluar pada kulit sebab ruam akan muncul di dalam rongga tubuh lain seperti
dalam tenggorokan, paru, perut atau usus. Hal ini diyakini akan
menyebabkan anak sesak nafas atau diare, yang dapat menyebabkan
keniatian. Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia
ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat inap di rumah
sakit selama kurun waktu lima tahun (1984-1988), memperlihatkan
peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei,
Agustus, September dan Oktober.
3. Etiologi
Campak disebabkan oleh paramyxovirus, virus dengan rantai tunggal RNA
yang memiliki satu tipe antigen. Manusia merupakan satu-satunya pejamu
alami bagi penyakit ini. Virus campak mengenai traktus respiratorius atas
dan kelenjar limfe regional dan menyebar secara sistemik selama viremia
yang berlangsung singkat dengan titer virus yang rendah.

4. Manifestasi klinis
Infeksi campak dibagi menjadi 4 fase yaitu: inkubasi, prodormal (kataral),
eksentematosa (ruam), dan fase penyembuhan. Masa inkubasi adalah sekitar
8-12 hari dari saat pajanan sampai terjadinya gejala atau 14 hari setelah
pajanan sampai terjadinya ruam. Manifestasi klinis yang terjadi pada 3 hari
fase prodormal adalah batuk, pilek, konjungtivitis, dan tanda patogonomonik
bercak Koplik (Koplik Spof) (bintik putih keabuan, di mukosa bukal sisi
berlawanan dari molar bawah) yang dapat ditemukan hanya terjadi selama
12-24 jam. Pada konjungtiva timbul garis radang transversal sepanjang
pinggir kelopak mata (garis Stimson). Gejala klasik campak berupa batuk,
pilek, dan konjungtivitis yang makin berat timbul selama viremia sekunder
dari fase eksantematosa yang seringkali diikuti dengan timbulnya demam
tinggi (40°C – 45°C). Ruam makular mulai timbul di kepala (seringkali di
bagian bawah garis rambut) dan menyebar kesebagian besar tubuh dalam
waktu 24 jam dengan arah distribusi dari servikal ke kaudal. Ruam seringkali
berkonfluensi. Ruam akan menghilang dengan pola yang sama. Tingkat
keparahan penyakit dikaitkan dengan luasnya penyebaran ruam. Kadangkala
disertai dengan adanya petekie ataupun perdarahan (campak hitam/black
measles). Saat ruam menghilang terjadi perubahan warna ruam menjadi
kecoklatan kemudian mengalami deskuamasi. Limfadentis servikal,
splenomegali, limfadenopati mesenterika, yang disertai nyeri abdomen, dapat
ditemukan bersamaan dengan timbulnya ruam. Otitis media, pneumonia dan
diare lebih sering terjadi pada bayi. Gangguan liver lebih sering ditemukan
pada pasien dewasa.

5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak
membantu dalam diagnosis. Kultur virus campak belum tersedia secara
umum. Konfirmasi diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya sel raksasa
multinuklear pada sediaan apus mukosa nasal dan adanya peningkatan serum
antibodi akut dan kovalesen.

6. Penyulit dan prognosis


Otitis media merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada infeksi
campak. Pneumonia interstitial (pneumonia campak) atau pneumonia
bakterial dapat timbul akibat infeksi bakteri sekunder oleh Streptococcus
pneumonia, Staphylococcus aureus, atau Streptococcus grup A. Pasien
dengan gangguan imunitas seluler (cell mediated immunity) dapat
mengalami pneumonia sel raksasa (pneumonia Hecht), yang umumnya
berakibat fatal. Anergi yang berkaitan dengan campak dapat mengaktivasi
tuberkulosis laten. Miokarditis dan limfadentis mesenterika merupakan
komplikasi yang jarang terjadi.Ensefalomielitis terjadi pada 1-2 per 1000
kasus dan umumnya timbul 2-5 hari setelah terjadinya ruam. rata-rata 8-10
tahun setelah terjadinya campak. Belum ada terapi yang efektif untuk
penyakit ini. Kematian seringkali disebabkan oleh bronkopneumonia atau
ensefalitis, dengan risiko kematian yang lebih tinggi pada pasien keganasan,
atau yang terinfeksi virus HIV (human immunodeficiency virus).

7. Pencegahan
Vaksin hidup campak mencegah terjadinya infeksi campak dan
direkomendasikan sebagai vaksin MMR untuk anak berusia 12-15 bulan dan
4-6 tahun. Vaksin measles, mumps, rubella, and varicella (MMRV), vaksin
MMR yang dikombinasi dengan vaksin varisela, merupakan vaksin alternatif
yang dapat diberikan pada anak usia 12 bulan – 12 tahun. Dosis kedua MMR
bukan merupakan dosis penguat (booster) tetapi ditujukan untuk mengurangi
angka kegagalan vaksin yang telah diberikan pertama kali, yaitu sebesar 5%.
Kontraindikasi pemberian vaksin campak adalah keadaan immune-
kompromais akibat immunodefisiensi kongenital, infeksi HIV berat,
leukimia, limfoma, terapi kanker, atau pemberian terapi immunosuppresif
kortikosteroid (>2mg/kg/hari selama lebih dari 14 hari), kehamilan, atau
pernah menerima immunoglobulin (dalam jangka waktu 3-11 bulan,
tergantung dosis yang diberikan. Penderita penyakit kronik atau penderita
immunokompromais apabila didalam lingkungan rumahnya terdapat anggota
keluarga yang terpajan campak harus menerima profilaksis pasca pajanan
dengan vaksin campak dalam waktu 72 jam setelah terjadinya pajanan, atau
pemberian immunoglobulin dalam kurun waktu 6 hari setelah pajanan.

8. Imunisasi Campak
`Vaksin campak diberikan untuk memberi perlindungan dan vaksin
campak berbentuk virus hidup. Vaksin campak tersedia dalam bentuk
lyphophilic sebagai bubuk dalam ampul. Pelarutnya adalah aqua distilasi &
tersedia dalam ampul terpisah. Tersedia dalam bentuk dosis tunggal, atau
dalam dosis berkelanjutan yang tersedia dalam 2 sampai 5 dosis yang dibagi,
sesuai persetujuan terakhir, 0.5 ml per dosis. Vaksin campak dipersiapkan
dengan mencampurkan pelarut dan bubuk dalam 1 ampul. Pemberian secara
intramuskular (IM) sama efektifnya. Vaksin campak diberikan setelah
berusia 9 bulan.
Vaksin campak adalah vaksin yang sangat baik dengan efisiensi >90%
dengan booster yang diberikan dalam bentuk MMR. Vaksin campak sendiri
adalah vaksin yang sangat aman. Apabila ada efek samping maka merupakan
nyeri ringan, peradangan, atau demam. Terkadang pasien dapat mengalami
gejala seperti campak dengan batuk, pilek, mata merah dan ruam pada kulit
(Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Campak). Gejala ini bertahan selama 2-5
hari dan self-limiting.

9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa
efek vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi sensitifitas, efek
farmakologis maupun kesalahan program, koinsidens, reaksi suntikan atau
hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Kejadian ikutan pasca
imunisasi campak dapat berlangsung sampai 42 hari. Untuk mengetahui
hubungan antara pemberian imunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan dan
pencatatan semua reaksi yang tidak diinginkan yang timbul setelah
pemberian imunisasi. Surveilans KIPI sangat membantu program imunisasi,
khususnya untuk memperkuat keyakinan masyarakat akan pentingnya
imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling efektif. Tidak
semua kejadian KIPI yang diduga itu benar.

Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan


dalam:
1. Induksi vaksin (vaccine induced). Terjadinya KIPI disebabkan oleh karena
faktor intrinsik vaksin terhadap individual resipien. Misalnya, seorang anak
menderita poliomielitis setelah mendapat vaksin polio oral.
2. Provokasi vaksin (vaccine potentiated). Gejala klinis yang timbul dapat
terjadi kapan saja, saat ini terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh:
Kejangdemam pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang mempunyai
predisposisi kejang.
3. Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors). Gejala KIPI
timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan
vaksin atau teknik cara pemberian. Contoh: terjadi indurasi pada bekas
suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan secara intramuskular
diberikan secara subkutan.
4. Koinsidensi (coincidental). KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit
lain yang sedang diderita. Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung
bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.

10. Penatalaksanaan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simptomatik, dengan
pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan anti konvulsan bila
diperlukan. Sedangkan campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap.
Di rumah sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi system pernafasan,
perlu diperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A
100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi
dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu:
 Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis
intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis. Sampai gejala sesak berkurang dan pasien
dapat minum obat per oral. Antibiotic diberikan sampai tiga hari
demam reda.
 Enteritis
Dalam keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian
cairan dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
 Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP4
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)
 Ensefalopati,
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektroli dan gangguan gas darah.

B. Varicella
1. Definisi
Varisela disebabkan oleh virus herpes varicella atau disebut juga
varicella-zooster virus, Varisela terkenal dengan nama chickenpox atau cacar
air adalah penyakit primer VZV, yang pada umumnya menyerang anak,
sedangkan herpes zoster atau singles merupakan suatu reaktivitasi infeksi
endogen pada periode laten VZV, umumnya menyerang orang dewasa atau
anak yang menderita defisiensi imun. Varicella sebagai penyakit virus pada
anak sangat menular, tetapi kurang menular bila dibandingkan dengan
campak.

2. Epidemiologi
Di negara Barat, keijadian varisela tergantung dari musim (musim dingin
dan awal musim semi), Di Indonesia walaupun belum pernah dilakukan
penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan antara
musim panas ke musim hujan atau sebaliknya Angka kejadian di negara kita
belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5juta kasus
dilaporkan tiap tahun. Varisela sangat mudah menular terutama melalui
kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun
melalui sekret saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung.
Varisela dapat menyerang semua golongan umur termasuk neonatus, 90%
kasus berumur 10 tahun dan terbanyak umur 5-9 tahun. Viremia terjadi pada
masa prodromal sehingga transmisi virus dapat terjadi pada fetus intrauterin
atau transfusi darah. Pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam
sebelum lesi kulit timbul, sampai semua lesi timbul krusta/keropeng,
biasanya 7-8 hari. Seumur hidup
Seseorang hanya satu kali menderia varisela. Serangan kedua muingkin
berupa penyebaran ke kulit pada herpes zoster.

3. Etiologi
Virus varicella zoster (VZV). Infeksi primer virus ini menyebabkan
penyakit varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zooster.
Beberapa cara untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit
varicella (cacar air) tersebut, antara lain:
1) Vaksin cacar air dianjurkan untuk semua anak pada usia 18 bulan dan
juga untuk anak-anak pada tahun pertama sekolah menengah, jika belum
menerima vaksin cacar air tersebut dan belum pernah menderita cacar air.
2) Untuk orang yang berusia 14 tahun ke atas yang tidak mempunyai
kekebalan dianjurkan Juga diberikan vaksin tersebut. Pemberian vaksin
adalah 2 dosis, diantaranya 1 sampai bulan. Vaksin ini dianjurkan
khususnya bagi orang yang menghadapi risiko tinggi, misalnya petugas
kesehatan, orang yang tinggal atau bekerja dengan anak kecil, wanita
yang berencana hamil, serta kontak rumah tangga orang yang mengalami
imunosupresi.
3) Penderita cacar air harus diisolasi dirinya dari orang lain. Untuk anak
yang bersekolah dan Dititip ke penitipan anak dianjurkan untuk tidak
masuk s ekolah dan tidak dititipkan ke penitipan anak dalam kurun
waktu sampai sekurang-kurangnya lima hari setelah ruam timbul dan
semua lepuh telah kering.
4) Mulut dan hidung penderita cacar air tersebut harus ditutup
sewaktu batuk atau bersin, membuang tisu kotor pada tong sampah yang
tertutup, mencuci tangan dengan baik dengan menggunakan sabun cuci
tangan cair yang baik pula dan tidak bersama-sama menggunakan alat
makan, makanan atau cangkir yang sama.
5) Wanita yang hamil harus mengisolasi dirinya dari siapapun yang
menderita cacar air atau ruam saraf dan harus mengunjungi dokternya
jika telah berada dekat dengan orang yang menderita penyakit tersebut.
6) Anak-anak yang mengidap penyakit leukimia atau kekurangan
imunitas atau sedang menjalani kemoterapi harus menjauhi diri dari
siapapun yang menderita cacar air atau ruam saraf. Kuman penyakit
cacar air tersebut dapat mengakibatkan infeksi yang lebih parah pada
anak-anak tersebut.
7) Dinjurkan untuk Mengkonsumsi makanan bergizi Makanan bergizi
membuat tubuh sehat dan berstamina kuat sehingga dapat menangkal
serangan infeksi kuman penyakit
8) Mencegah diri untuk tidak dekat dengan sumber penularan penyakit
cacar air
9) Imunoglobulin varicella zoster dapat mencegah (atau setidaknya
meringankan) terjadinya cacar air, bila diberikan dalam waktu maksimal
96 jam sesudah terpapar.

4. Patogenesis
Masuknya virus biasanya melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas
dan oropharing. Penyebaran virus dapat melalui darah dan limfa (viremia
primer). Virus ini di pindahkan oleh sistem retikuloendotelial yg dapat terjadi
replikasi virus selama masa inkubasi terjadi. Masa inkubasi infeksi adalah
masa dimana meliputi sebagian dari pertahanan nonspesifik (interferon) dan
peningkatan respon imun. Pada banyak individu, replikasi virus biasanya
melebihi pertahanan tubuh, jadi setelah 2 minggu setelah infeksi dapat timbul
viremia yg luas (viremia sekunder). Ini menyebabkan demam dan malese,
penyebaran virus ke dalam tubuh, terutama kulit dan membran mukosa. Lesi
pada kulit dapat terjadi atau timbul setelah sekitar 3 hari respon imun seluler
dan humoral spesifik VZV. Akhir dari piremia di pengaruhi oleh respon
imun penderita. Bila terjadi pneumonia dan komplikasi lain dari varicella
berarti terjadi kegagalan pertahanan terhadap replikasi virus dan rentannya
fokal infeksi viseral dan kutaneus. Frekuensi pada bayi yg baru lahir dan
pada pasien kongenital, di dapat atau iatrogenik defisiensi imun adalah
hampir sama, di sebagian besar bagian, untuk menurunkan imun seluler.
Antibodi Ig G, Ig M dan Ig A terhadap VZV dapat terdeteksi 2 sampai 5 hari
setelah timbul gejala klinik varicella dan jumlahnya meningkat maksimum
selama minggu ke 2 atau Setelah itu, antibodi G akan menurun perlahan, dan
akan menetap. Antibodi Ig M dan Ig A juga akan menurun lebih cepat dan
biasanya tidak terdeteksi setelah 1 tahun infeksi terjadi. Sel imun perantara
juga meningkat selama varicella berlangsung dan akan menetap untuk
beberapa tahun. Ini juga melibatkan meningkatnya lekosit darah untuk
sintesis DNA dan respon proliferasi in vitro terhadap infeksi VZV, tapi sel
imun perantara juga dapat di buktikan dengan cara lain, meliputi tes kulit di
mana berhubungan dgn antibodi dan individu yg peka. Hubungan penting
antara imun humoral dan seluler dari varicella masih belum jelas. Penyakit
ini terutama tidak parah pada anak-anak dgn agamaglobulin, dan tidak ada
hubungan khusus antara respon antibodi endogen dan varicella. Respon imun
seluler dan mungkin interferon, terlihat lebih penting dalam membatasi
penyebaran dan durasi infeksi VZV; pada pasien kongenital, di dapat atau
defek iatrogenik pada imun cell mediated yg sakit hebat dan pengobatannya
langsung terhadap varicella. Imunisasi pada pasien dapat melindungi dari
fatalnya varicella. Manusia dgn adanya serum antibodi tdk biasanya menjadi
penyakit setelah di dapat secara eksogen. Imun pasif dapat mencegah
varicella dalam keadaan penurunan imun yg rentan terhadap individu yg
menderita varicella. Perkembangan cell-mediated dan imun humoral di dapat
secara alamiah. Antibodi Ig M dan Ig A meningkat pada ploriferaasi respon
limfosit invitro terhadap antibodi VZV. Infantil mendapat antibodi dari
plasenta ibunya. Antibodi sendiri tdk akan menjamin imun total varicella,
setidak-tidaknya menghasilkan infeksi alamiah yg sebelumnya tidak
termodifikasi.

5. Gejala Klinis
Varicella pada anak muda, gejala prodromal jarang dan penyakitnya
dimulai setelah masa inkubasi 14-15 hari, dgn onset ruam. Ruam mungkin
disertai oleh demam derajat rendah dan malaise. Anak-anak lebih tua dan
dewasa, ruam sering di dahului 2-3 hari setelah demam, malaise, sakit
kepala, anoreksia, sakit punggung hebat dan beberapa pasien sakit
tenggorokan dan batuk kering. Skarlatiniformis singkat kadang diobservasi
bersamaan dgn erupsi vesikuler. Ruam varicella dimulai pada wajah dan
skalp, kemudian ke batang tubuh dan ke ekstremitas tapi distribusinya di
pusat. Ruam lebih jelas di bagian tubuh yg menyolok dan terbuka dan
menebal pada medial bagian sisi tubuh, tdk biasanya timbul lesi baru di
telapak tangan dan kaki. Vesikel sering terlihat lebih awal dan dalam jumlah
yg besar di daerah inflamasi seperti bentuk diaper rash, sengatan matahari
atau ekzema. Makula merah jambu menjadi papul, menjadi vesikel lalu
pustul dan menjadi krusta (transisi seluruhnya terjadi dalam 8-12 jam).
Bila cairan vesikel menjadi keruh akan menjadi pustula (penonjolan
pada kulit yg berisi nanah).Bila mengering berawal dari pusatnya, menjadi
pustul umbilikasi, kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini
berlangsung timbul vesikel-vesikel yg baru sehingga menimbulkan gambaran
polimorf. Lapisan ini mengering 1-3 minggu tergantung kedalaman kulit,
kemudian menjadi lesi yg berwarna merah jambu yg lama-lama menghilang.
Bekas luka jarang di temukan pada cacar air yg ringan. Vesikel juga
berkembang di selaput lendir mulut, biasanya sering muncul di atas langit-
langit mulut.Vesikel mukosa pecah dengan cepat sehingga tahap vesikuler
terlewatkan. Selain itu, satu daerah pembengkakan diameternya 2-3 mm.
Vesikel kemungkinan juga muncul di selaput lendir lainnya, termasuk
hidung, faring (tekak), laring, trakea, saluran gastrointestinal,saluran
kencing, dan vagina, seperti halnya saluran penghubung lainnya. Pada
umumnya, kasus teringan kebanyakan terjadi pada bayi dan yg berat terjadi
pada orang dewasa, infeksi yg tidak nyata muncul tetapi jarang. Demam
biasanya rata-rata 39derajat C (102 derajat F) dan naik menjadi 40,5 derajat
C (105 derajat F) ini hanya terjadi pada kasus-kasus berat.

6. Komplikasi
Pada anak-anak normal varisela adalah penyakit yang tidak berbahaya
dan jarang terjadi komplikasi yang serius. Komplikasi paling banyak
biasanya oleh staphylococcus atau streptococcus, yang menyebabkan
impetigo, bisul, selulitis, ersipelas dan jarang gangren. Radang paru-paru
adalah komplikasi yang jarang muncul pada anak-anak di bawah umur 7
tahun. Varisela pneumonia di diagnosa dari sinar rontgen (16%). Beratnya
Varisela pneumonia pada orang tua dan orang dewasa. Gejala pneumonia ini
tampak pada 1-6 hari setelah terlihat ruam dan gangguan sistem paru
berhubungan dgn erupsi kulit. Pada beberapa pasien terlihat gangguan
pernafasan berat disertai batuk, dispneu, takipneu, demam tinggi, nyeri dada,
sianosis, dan hemoptisis tetapi pada beberapa pasien tidak mengalami gejala
seperti ini. kasus-kasus fatal bahwa infeksi varicella terdapat pada setiap
organ yg di periksa.Infeksi varicella selama kehamilan merupakan ancaman
bagi ibu dan janin. Penyebaran infeksi varicella pneumonia akan terlihat
pada kematian ibu tapi blm dapat di pastikan apakah insiden atau beratnya
varicella pnuemonia lebih besar dari varicella selama kehamilan, jika
dibandingkan dgn varicella pada orang dewasa tanpa kehamilan. Orang yang
lemah atau kurang daya tahan tubuh akibat penyakit lain seperti HIV, bila
tertular atau kena penyakit varicella akan mendapatkan infeksi dan
komplikasi yang parah seperti infeksi pada kulit – menjadi lebih lebam
merah, lebih bengkak dan lebih sakit dan penyembuhannya lebih lama atau
bisa berakibat fatal.
varicella antara minggu ke 7-12 masa gestasi terjadi karena infeksi
kongenital VZV pada awal masa gestasi. Varicella kongenital muncul setelah
10 hari setelah kelahiran lebih serius dari varicella yg terinfeksi pada saat
post natal dan akan menjadi lebih berat tergantung dari penyakit ibunya.
Angka morbiditas dan mortalitas varicella meningkat pada pasien dgn
penurunan kekebalan termasuk pasien gn leukimia dgn keganasan yg
mengkonsumsi kortikosteroid pada penderita sindrom nefrotik dan demam
reumatik serta pasien dgn defisiensi imunologis kongenital. 19 dari 60 anak-
anak dgn leukimia yg menerima kemoterapi saat infeksi terjadi penyebaran
pada organ-organ viseral. Pada pasien imunospresif dan pengobatan
kortikosteroid juga menderita komplikasi hemoragik mulai dari purpura
febril yg ringan sampai berat bahkan sampai purpura fulminan yg fatal dan
keganasan varicella dgn purpura. Etiologi dan komplikasi hemoragik sangat
kompleks dan tidak sama pada setiap kasus.

Komplikasi SSP tejadi dgn gejala:


(1) sindrom Reye
(2) ataksia serebelar akut
(3) ensepalitis atau meningoensepalitis
(4) acute assending atau transversal mielitis, dan
(5) Sindrome Guellian Barre. Varicella yg berhubungan dgn sindrom reye
(ensepalopati akut dengan degenarasi lemak dari organ dalam) yg biasanya
timbul 2 atau 7 hari setelah munculnya ruam, adalah tidak dapat dilihat
perbedaan sindrom reye dan influensa A, influensa B atau infeksi virus
lainnya.
Komplikasi yg jarang terjadi, yaitu; miokarditis,glomerulonefritis,orkitis,
apendisitis, pankreatitis, artritis, Henoch-schonlein vasculitis, optik neuritis,
keratitis dan iritis. Patogenesis dari komplikasi blm dapat di gambarkan,
tetapi infeksi parenkim atau vaskulitis karena infeksi VZV dari sel endotel
akibat berbagai hal. Gejala klinis hepatitis jarang kecuali sebagai komplikasi
progresif varicella.

7. Diagnosis Banding
1. Eritema neonatorum: 50% neonatus dapat terkena (eritema pada umur 36
jam) – 4 hari pada bayi terutama pada dada depan, muka, lengan, dan paha.
2. Miliaria: Papulovesikel simetris di leher, dada atas, kemaluan, ketiak.
3. Impetigo: Vesikel, namun cepat berubah menjadi krusta, dgn distribusi
sentrifugal.
4. Coxsadine Ag -> demam, malaise, examtem, erupsi dari muka ke
extremitas.
5. Ricketsia -> Ada bekas gigitan berupa papul 0,5-2 cm berupa vesikel
setelah 2-3 hari -> papul yg lebih dalam dibanding varicella.
6. Variola (small poks) -> faringitis 3 hari, diikuti exantema dibagian akral
tubuh.

8. Diagnosis
Diagnosis varisela dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran dan
perkembangan lesi kulit yang khas, terutama apabila diketahui ada kontak 2-
3 minggu sebelumnya. Gambaran khas termasuk:
(1) Muncul setelah masa prodromal yang singkat dan ringan
(2) Lesi berkelompok terutama di bagian sentral
(3) Perubahan lesi yang cepat dari makula, vesikula, pustula sampai
krusta
(4) Terdapatnya semua tingkat lesi kulit dalam waktu bersamaan pada
daerah yang sama
(5) Terdapat lesi mukosa mulut. Diagnosis banding dapat berupa sindrom
Stevens Johnson, herpes zoster generalisata atau herpes simpleks.
Umumnya pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan lagi. Pada tiga hari
pertama dapat terjadi leukopenia yang diikuti dengan leukositosis. Serum
antibody IgA dan gM dapat terdeteksi pada hari pertama dan kedua pasca
ruam. Untuk mengkonfirmasi diagnosis varisela dapat dengan pewarnaan
imunohistokimiawi dari lesi kulit. Prosedur ini umumnya dilakukan pada
pasien risiko tinggi yang memerlukan konfirmasi cepat. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan di antaranya isolasi virus (3-5 hari), PCR,
EusA, thenik imunofuoresensi Fluorosecent Antibody to Membrane Antigen
(FAMA), yang merupakan baku emasnya. Pemeriksaan Rontgen thoraks
dilakukan untuk mengkonfirmasi ataupun untuk mengeksklusi pneumia.
Gambaran nodul infiltrat difus bilateral umumnya terjadi pada pneumonia
varisela primer sedangkan infiltrat fokal mengindikasikan pneumonia
bacterial sekunder. Pungsi lumbal dapat dilakukan pada anak dengan
kelainan neurologis.

9. Penatalaksanaan
Pada anak sehat, varisela umumnya ringan dan sembuh sendiri, cukup
diberikan pengobatan sintomatik. Pada lesi kulit lokal dapat diberikan lotio
calamine. Untuk mengurangi rasa gatal dapat dengan kompres dingin, mandi
secara teratur ataupun dengan pemberian anthistamin. Antipiretik jarang
diperlukan.
Sindrom Reye dicurigai apabila muncul gejala letargi, muntah yang
menetap dan anak tampak bingung. Diagnosis dini serta penanganan yang
baik terhadap peninggian tekanan Intrakranial dan hipoglikemia dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian. Pasien dengan penyulit
neurologik seperti ataksia serebelar, ensefalitis, meningoensefaliti dan
mielitis diberikan obat anti virus.
penyulit perdarahan hendaknya diatasi sesuai dengan hasil pemeriksaaan
pembekuan dan pemeriksaan sumsum tulang akan tetapi karena VZV dapat
menyebabkan kerusakan langsung pada endotel pembuluh darah maka pada
varisela fulminan terutama apabila vesikel baru timbul maka dapat diberikan
obat antivirus. Pasien dengan risiko tinggi mendapat penyulit seperti
leukemia, kelainan limfoproliferatif, keganasan, defisiensi imun, bayi baru
lahir, pengobatan dengan sitostatik dan kortikosteroid, radioterapi, sindrom
nefrotik, penyakit kolagen, obat antivirus diberikan secepat mungkin.
Antivirus yang diberikan adalah asiklovir atau vidarabin. Asilklovir terbukti
efektif menurunkan morbiditas dan mortalitas varisela pada pasien
imunokompromais apabila diberikan dalam 24 jam sejak onset ruam. Pada
pasien yang sehat, asilklovir terbukti mampu mengurangi demam dan
mengurangi jumlah maksimum lesi yang timbul, namun tidak mempengaruhi
lama berkurangnya lesi ataupun mengurangi rasa gatal yang timbul. Dosis
asiklovir 80 mg/kgBB/hari per oral, terbagi dalam 5 dosis selama 5 hari atau
500 mg/m2, intravena tiap 8 jam selama 7 hari dan vidarabin 10 mg/kgBB
selama 5 hari. Anak yang mendapat terapi asilklovir disarankan harus
mendapat cukup hidrasi karena asilklovir dapat mengkristal pada tubulus
renal bila diberikan pada individu yang dehidrasi.

10. Pencegahan
Semula vaksin varisela yang merupakan vaksin virus hidup yang telah
dilemahkan (live attenuated) hanya diberikan pada anak dengan risiko terjadi
penyulit berat, yaitu anak yang menderita penyakit keganasan, mereka yang
sedang mendapat pengobatan imunosupresif, atau menderita defisiensi imun;
tetapi dalam perkembangannya vaksin ini juga diberikan pada anak sehat.
Imunisasi aktif ini dilakukan dengan menggunakan vaksin single live-
attenuated strain OKA yang sudah terbukti aman, ditoleransi baik dengan
efek samping yang minimal (demam dan ruam minimal) dan mempunyai
tingkat perlindungan yang tinggi pada anak usia 1-12 tahun (dengan angka
serokonversi positif sebesar 99,3%), sedangkan di negara maju tersedia
sediaan kombinasi dengan vaksin lain, seperti MMR-V. Imunisasi pasif
dapat diberikan pada kelompok risiko tinggi, sedang pada pasca paparan
varisela harus diberikan dalam 96 jam pertama.
Berdasarkan guidelines terbaru dari Adoisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) of the Centers for Disease Control and
Prevention, pemberian vaksin varisela dosis tunggal belum mampu
mencegah wabah varisela sepenuhnya. Sehingga kini direkomendasikan
pemberian vaksin varisela dua kali (masing-masing 0,5 mL) subkutan pada
usia di 12 bulan - 12 tahun, dengan interval minimum 3 bulan. Sedangkan
pemberian pada pasien yang telah berusia lebih dari 12 tahun, interval yang
direkomendasikan adalah empat minggu. Serokonversi terjadi pada 78%
kasus setelah dosis pertama dan 99% terjadi setelah dosis kedua. Vaksin
varisela ini terbukti mampu memberikan perlindungan hingga 10 tahun
kemudian.

11. Profilaksis Pasca Pajanan


Varicella zoster Immunoglobulin (VZIG) diindikasikan untuk:
1. mereka yang dikontraindikasikan mendapat vaksinasi varisela
2. neonatus yang ibunya mengalami gejala varisela dalam 5 hari sebelum
hingga 2 har setelah pajanan
3. pajanan pasca natal pada bayi prematur (usia gestasi <28 minggu atau
berat lahir <1000 gram)
4. ibu hamil yang terpajan
5. petugas rumah-sakit yang rentan terinfeksi
6. anak sehat yang berisiko sakit

Pemberian VZIG ini harus mempertimbangkan:


1) apakah pasien termasuk kelompok yang rentan,
2) apakah pajanan tersebut akan (kemungkinan besar) menimbulkan sakit,
3) apakah pasien berisiko lebih besar untuk mengalami komplikasi
dibandingkan dengan populasi umum.

12. Prognosis
Umumnya baik, terutama pada anak sehat karena penyakit ini bersifat
self-limiting. Namun pada pasien imunocompromise resiko morbiditas akan
lebih tinggi.

C. Hand-foot-and-mouth Disease (HFMD)


1. Definisi
Hand-foot-and-mouth Disease (HFMD) adalah suatu penyakit infeksi
sistemik akut, disebabkan oleh enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk
ulkus pada mulut yang dirasakan sangat nyeri dan perih oleh penderitanya
dan eksantema berbentuk vesikel pada ekstremitas bagian distal yang tidak
terasa sakit atau gatal, tapi sedikit nyeri jika ditekan disertai dengan gejala
konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna. Anak-anak kurang
dari 10 tahun paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat terjadi di
antara anggota keluarga dan kontak erat. Sanitasi yang jelek, status ekonomi
yang rendah dan kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung dalam
penyebaran infeksi.

2. Epidemiologi
Wabah HFMD telah dilaporkan sejak tahun 1970-an. Selama dekade
terakhir, epidemi HFMD semakin meningkat di negara-negara dari Kawasan
Pasifik Barat, yang merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak
HFMD di dunia, termasuk Jepang, Malaysia, dan Singapura, Thailand, dan
China. Negara-negara lain yang juga juga terkena dampak HFMD adalah,
Taiwan, Hong Kong, Republik Korea, Vietnam, Kamboja, Brunei dan
Mongolia.
HFMD juga telah berkembang menjadi penyebab utama morbidits dan
mortalitas di beberapa negara berkembang.1 HFMD sangat menular dan
sering terjadi dalam musim panas. HFMD adalah penyakit umum yang
menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun (kadang sampai 10
tahun). Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus, meskipun kasus
pada orang dewasa dilaporkan. Infeksi HFMD lebih berat pada bayi dan
anak dibandingkan orang dewasa, tetapi umumnya, penyakit ini memiliki
manifestasi ringan. Tidak ada predileksi ras untuk penyakit infeksi ini. Rasio
penderita laki-laki dan perempuan adalah 1:1.

3. Etiologi
Coxsackievirus Tipe 16 (CV A16) adalah virus penyebab yang terlibat dalam
sebagian besar kasus infeksi HFMD, tetapi penyakit ini juga terkait dengan
coxsackievirus A5, A7, A9 A10, B2, dan strain B5. Enterovirus 71 (EV-71)
juga menyebabkan wabah HFMD dengan keterlibatan neurologis terkait di
wilayah Pasifik barat. Coxsackievirus adalah subkelompok dari enterovirus
nonpolio dan merupakan anggota dari famili Picornaviridae. Enterovirus
merupakan virus kecil nonenveloped berbentuk icosahedral yang mempunyai
diameter sekitar 30 nm dan terdiri atas molekul linear RNA rantai tunggal.
Penyebab HFMD yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah
Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena
keadaannya lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah
Enterovirus 71. (4) Virus ini ditemukan di sekresi saluran pernafasan seperti
saliva, sputum atau sekresi nasal, cairan vesikel dan feses dari individu yang
terinfeksi.
4. Patogenesis
HFMD mempunyai masa inkubasi 3-6 hari. Setelah virus masuk melalui
jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring dan usus,
kemungkinan dalam sel M mukosa. Replikasi awal pada faring dan usus
diikuti dengan multiplikasi pada jaringan limfoid seperti tonsil, Peyer
patches dan kelenjar limfe regional. Penyebaran ke kelenjar limfe regional
ini berjalan dalam waktu 24 jam yang diikuti dengan viremia. Adanya
viremia primer (viremia minor) menyebabkan penyebaran ke sistem
retikuloendotelial yang lebih jauh termasuk hati, limpa, sumsum tulang dan
kelenjar limfe yang jauh. Respon imun dapat membatasi replikasi dan
perkembangannya di luar sistem retikuloendotelial yang menyebabkan
terjadinya infeksi subklinis. Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus
berlangsung di sistem retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia
sekunder (viremia mayor) ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP),
jantung dan kulit. Kecenderungan terhadap organ target sebagian ditentukan
oleh serotipe yang menginfeksi. Coxsackievirus, echovirus dan EV 71
merupakan penyebab tersering penyakit virus dengan manifestasi pada kulit.
HFMD yang disebabkan oleh coxscakievirus A16 biasanya berupa lesi
mukokutan ringan yang menyembuh dalam 7–10 hari dan jarang mengalami
komplikasi.

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis HFMD terjadi hampir 100% pada anak-anak usia
prasekolah yang terinfeksi namun hanya 11% individu dewasa yang
terinfeksi memiliki kelainan kulit. Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari,
penderita dapat mengeluh panas badan yang biasanya tidak terlalu tinggi
(38°C hingga 39°C), malaise, nyeri perut, dan gejala traktus respiratorius
bagian atas seperti batuk dan nyeri tenggorok. Dapat dijumpai pula adanya
limfadenopati leher dan submandibula. Eksantema biasanya nampak 1
hingga 2 hari setelah onset demam, tetapi bisa bervariasi tergantung serotipe
yang terlibat.
Hampir semua kasus HFMD mengalami lesi oral yang nyeri. paling
sering ditemukan di lidah, mukosa pipi, palatum durum dan jarang pada
orofaring. Lesi dimulai dengan makula dan papula berwarna merah muda
cerah berukuran 5–10 mm yang berubah menjadi vesikel dengan eritema di
sekelilingnya. Lesi ini cepat mengalami erosi dan berwarna kuning hingga
abu-abu dikelilingi oleh halo eritema. ini paling banyak didapatkan pada
telapak tangan dan telapak kaki. Lesi pada kulit dapat bersifat asimtomatik
atau nyeri. Timbul rash/ruam atau vesikel (lepuh memerah/blister yang kecil
dan rata), lesi sembuh dalam waktu 7 hingga 10 hari tanpa meninggalkan
jaringan parut.

6. Diagnosis
Diagnosis infeksi enterovirus seringkali berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Diagnosis laboratoris dapat ditegakkan melalui tes
serologis, isolasi virus dengan kultur dan teknik PCR.
- Pemeriksaan serologis jarang dilakukan karena tidak dapat
menunjukkan serotipe yang spesifik dari enterovirus. Standar kriteria
untuk mendiagnosis infeksi enterovirus adalah dengan isolasi virus. Virus
dapat diisolasi dan didentifikasi melalui kultur dan teknik immunoassay
dari lesi kulit, lesi mukosa atau bahan feses.
- Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang cepat dalam
mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini
menjadi uji diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh
ketersediaannya dan biayanya yang relatif mahal.
- Pungsi lumbal merupakan pemeriksaan yang penting jika terjadi
meningitis. Profil dari cairan serebrospinalis pada penderita dengan
meningitis aseptik akibat enterovirus adalah lekosit yang sedikit
meningkat, kadar gula yang normal atau sedikit menurun, sedangkan
kadar protein normal atau sedikit meningkat.

7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang paling dekat adalah enantema pada herpangina.
Kedua panyakit ini disebabkan oleh enterovirus. HFMD dibedakan dari
herpangina berdasarkan distribusi lesi oral dan adanya lesi kulit.
Diagnosis banding yang lain yang perlu dipertimbangkan adalah,
varisela, stomatitis aphthosa, erupsi obat, herpes ginggivostomatitis serta
measle. Stomatitis aphthosa dibedakan dengan HFMD dengan tidak adanya
demam dan tanda sistemik lainnya serta riwayat kekambuhan.

8. Komplikasi
Komplikasi serius jarang terjadi pada penderita HFMD. Komplikasi
paling sering terjadi akibat ulserasi oral yang nyeri, sehingga dapat
mengganggu asupan oral dan menyebabkan dehidrasi. Seperti halnya
penyakit kulit lainnya, infeksi sekunder karena bakteri juga dapat terjadi
pada lesi kulit penderita HFMD. Satu komplikasi yang jarang yaitu eczema
coxsackium terjadi pada individu dengan eksema.
Komplikasi serius yang berkaitan dengan HFMD dan paling banyak
ditemui adalah meningitis aseptik. Meningitis aseptik jarang mengancam
jiwa dan pada penderita juga tidak terjadi komplikasi lanjutan yang
permanen.

9. Penatalaksaan
Kebanyakan kasus HFMD diharapkan dapat sembuh secara total.
HFMD biasanya terjadi dalam waktu 7 hingga 10 hari. Perawatan utama
adalah istirahat yang cukup serta terapi suportif. Jika didapati terjadinya
gejala superinfeksi akibat bakteri maka diperlukan antibiotika atau diberikan
antibiotika dosis rendah sebagai pencegahan. menekan gejala dan rasa sakit
akibat timbulnya luka di mulut dan untuk menurunkan panas dan demam,
digunakan obat-obatan golongan analgetika dan antipiretika. Demam dapat
diobati dengan antipiretik, nyeri dapat diobati dengan dosis standar
asetaminofen atau ibuprofen. Analgesia langsung juga untuk rongga mulut
melalui obat kumur atau semprotan. Pastikan asupan cairan yang cukup
untuk mencegah dehidrasi. Belum ada vaksin atau antivirus yang diketahui
efektif dalam mengobati maupun mencegah infeksi EV 71.

10. Prognosis
Secara umum HFMD memiliki prognosis yang baik dan kebanyakan
kasus diharapkan dapat sembuh secara total. Komplikasi serius jarang terjadi.
Komplikasi yang parah dapat timbul jika terjadi salah diagnosis, Belum ada
vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi EV 71. Risiko infeksi dapat
diturunkan dengan tindakan higiene yang bagus dan dengan menghindari
kontak antara individu yang terinfeksi dan individu yang rentan.
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit measles, merupakan penyakit yang sangat menular yang


disebabkan oleh virus. Campak merupakan penyakit yang sangat mudah menular
yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala
penyakit campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit disertai
dengan batuk, pilek dan konjungtivitis akan tetapi sangat berbahaya apabila disertai
dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Varisela disebabkan oleh virus Herpes varicella atau disebut juga varicella-
zoster virus (VZV). Varisela sangat mudah menular terutama melalui percikan
ludah, dapat juga kontak langsung dan jarang melalui kontak tidak langsung. Pasien
dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum lesi kulit timbul, sampai semua
lesi timbul krusta/keropeng, biasanya 7-8 hari. ruam sering di dahului 2-3 hari
setelah demam, malaise, sakit kepala, anoreksia, sakit punggung hebat dan
beberapa pasien sakit tenggorokan dan batuk kering.
Hand-foot-and-mouth disease merupakan salah satu penyakit infeksi akut,
disebabkan enterovirus nonpolio yang biasanya bersifat ringan. Penyakit ini sangat
menular, ditandai adanya lesi pada mulut serta lesi kulit pada ekstremitas bagian
distal. HFMD adalah penyakit umum yang menyerang anak-anak usia dibawah 10
tahun. Infeksi HFMD lebih berat pada bayi dan anak dibandingkan orang dewasa,
tetapi umumnya, penyakit ini memiliki manifestasi ringan. Tidak ada predileksi ras
untuk penyakit infeksi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Sumarno, Sri rezeki, hindra: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, edisi 2, Hal 109-140
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-2, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2010, :115-116,

Arthur Rook / Wilkinson / Ebling,Text Book Of Dermatology Fourth Edition. Volume


2, Fifth, Edition, RH. Champion, 2005 : 680-684.

WHO. 2011. A Guide to Clinical Management and Public Health Response for Hand,
Foot and Mouth Diseaase (HFMD). WHO Library Cataloguing in Publication Data.

Andriyani, C, Heriwati, D, Sawitri. 2010. Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut. Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, 22(2): 143-150 4. Nugrahani, I. Penyakit Kaki,
Tangan dan Mulut dan Pengobatannya. Fak. Farmasi UPJ

Petunjuk teknis kampanye imunisasi measles rubella (MR), direktorat jenderal


pencegahan dan pengendalian penyakit kementrian kesehatan RI 2017. Hal 34

Anda mungkin juga menyukai