Anda di halaman 1dari 15

EPIDEMIOLOGI

CAMPAK
DISUSUN OLEH :
MOH KHOIRUL ANAM ; 235111004
NUR ALIM FATAH ; 235111035
YUS A. UDJU RIWU ; 235111187
SUCI PURWATI ; 235111020
RACHMATULAILI ; 235111038
PENDAHULUAN
Campak yang juga disebut measles atau rubeola adalah penyakit infeksi virus yang sangat
menular dengan tanda khas demam, malaise, coryza, konjungtivitis, koplik spot, dan ruam
makulopapular. Penyakit ini terutama ditemukan pada anak-anak. Pada populasi yang
berisiko, satu kasus campak dapat menular menjadi 12-18 kasus sekunder. Hampir 90%
pajanan virus pada individu yang belum divaksinasi akan mengalami campak. Campak
disebabkan oleh virus yang termasuk dalam genus Morbillivirus.

Campak ditandai oleh demam tinggi, pilek, batuk, coryza, mata merah dan berair atau
konjungtivitis, serta muncul bercak putih di dalam pipi atau Koplik spot. Setelah beberapa
hari, muncul ruam makulopapular pada wajah dan leher yang kemudian menyebar ke badan
dan ekstremitas. Periode yang paling menular adalah 5 hari sebelum dan 4 hari setelah
ruam muncul.

Pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan WHO untuk menegakkan diagnosis


campak adalah pemeriksaan serologi untuk mendeteksi keberadaan IgM spesifik virus
campak.

Hingga saat ini, belum ada antivirus sebagai terapi definitif untuk penatalaksanaan campak.
Tata laksana untuk campak bersifat suportif, yaitu memastikan asupan nutrisi dan cairan
yang adekuat. Selain itu, semua anak yang terdiagnosis campak harus mendapat 2 dosis
vitamin A untuk mencegah komplikasi campak pada mata. Pemberian vaksinasi campak
rutin untuk anak berusia 9 bulan merupakan strategi kunci untuk mencegah kematian akibat
campak di masyarakat.
CAMPAK
01 DATA EPIDEMIOLOGI

02 PROSES TRANSMISI /
PENULARAN

03 PENCEGAHAN

04 PENATALAKSANAAN
01
DATA EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI CAMPAK
Data epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian campak atau
measles atau rubeola paling tinggi terjadi pada anak berusia ≤5 tahun.
Angka kejadian dan penularan campak saat ini mulai menurun dengan
adanya vaksinasi campak, namun tetap terjadi pada mereka yang tidak
divaksinasi, imunokompromais, dan traveller yang bepergian ke daerah
endemik campak

GLOBAL
Studi epidemiologi global menunjukkan adanya penurunan insidensi
campak yang konsisten dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019,
insidensi campak sebesar 12.806.077,45 menurun dari insidensi tahun
1990, yaitu 80.933.448,62. Angka kejadian campak paling banyak
ditemukan di Afrika, Asia Timur, dan Asia Selatan.

Berdasarkan usia, 80% dari seluruh insidens infeksi campak di dunia


terjadi pada anak kelompok usia di bawah 5 tahun dari tahun 1990
hingga 2019. Pada tahun 2019, tercatat 85,58% dari total insidensi
campak adalah anak di bawah 5 tahun.
INDONESIA
Data di Indonesia menunjukkan bahwa insidensi campak pada tahun 2011 hingga 2017
cenderung menunjukkan penurunan dari 9,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk. Akan
tetapi, insidensi campak meningkat dari tahun 2015 sampai 2017 yaitu dari 3,2 menjadi
5,6 per 100.000 penduduk.

Terdapat 18 provinsi di Indonesia, yaitu 52,9% dari seluruh provinsi, yang mengalami
peningkatan kasus campak dalam kurun waktu tahun 2015-2017. Adanya peningkatan
kasus campak di suatu wilayah menyebabkan daerah tersebut ditetapkan mengalami
kejadian luar biasa (KLB) campak.

MORTALITAS
WHO menyebutkan lebih dari 140.000 jiwa meninggal oleh karena campak
pada tahun 2018 dan sebagian besar merupakan anak di bawah usia 5
tahun. Anak yang malnutrisi, underweight, stunting, dan mengalami
defisiensi vitamin A merupakan kelompok dengan angka mortalitas tertinggi
pada infeksi campak
PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI
INDONESIA
02
PROSES TRANSMISI / PENULARAN
PROSES TRANSMISI
PATOFISIOLOGI
Virus campak menular melalui droplet atau partikel aerosol pada mulanya
menginfeksi limfosit, sel dendritik, dan makrofag alveolar di saluran pernapasan.
Selama masa inkubasi, virus bereplikasi dan menyebar. Mulanya menyebar ke
jaringan limfoid kemudian disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit yang
terinfeksi. Sel dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus campak ke sel
epitel saluran pernapasan menggunakan reseptor nectin-4. Permukaan epitel yang
rusak memungkinkan transmisi menuju inang yang rentan. Masa infeksim campak
meluas beberapa hari sebelum maupun setelah dimulainya ruam. RNA virus campak
dapat terdeteksi 3 bulan setelah onset ruam. RNA virus campak tetap terdeteksi di
limfoid jaringan meskipun sudah tidak terdeteksi dalam darah.

KLINIS
Masa penularan campak yaitu 4 hari sebelum ruam sampai 4 hari setelah munculnya
ruam. Pada hari 1-3 pertama sakit merupakan fase prodromal. Sedangkan masa
inkubasi selama 7-18 hari. Gejala pada campak diawali dengan demam tinggi, pilek,
batuk, kehilangan nafsu makan, dan konjungtivitis. Muncul bintik koplik atau papula
putih pada dasar eritematosa pada mukosa bukal dalam beberapa hari. Pada
keadaan ini, infeksi sangat menular. Setelah beberapa hari enantem memudar, suhu
meningkat, dan munculnya eksantema morbiliform eritematosa yang khas dimulai
dari belakang telinga. Gejala pada tubuh berbentuk makulopapular selama 3-7 hari
menjalar keseluruh tubuh. Dalam kasus campak yang lebih parah dapat
menyebabkan infeksi
03
PENCEGAHAN
PENCEGAHAN

Campak dapat dicegah dengan vaksin campakgondong-rubella (MMR).


Beberapa orang khawatir bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan
autisme. Namun, para ilmuwan di seluruh dunia tidak menemukan
hubungan antara vaksin MMR dan autism (Balu & Mostow, 2019).

Vaksinasi campak 97% efektif dalam mencegah penyakit. Dianjurkan dua


kali dalam pemberian; dosis pertama pada usia 12-15 bulan, dan dosis
kedua pada usia 4-6 tahun usia. Pada orang yang belum pernah vaksin,
dalam waktu 72 jam setelah terpapar virus harus divaksin untuk
mencegah infeksi (Drutz, 2016). Wanita hamil, bayi, dan mereka yang
memiliki sistem kekebalan yang lemah harus menerima suntikan antibody
(imunoglobulin) dalam waktu 6 hari setelah terpapar virus agar terhindar
dari infeksi dan komplikasi (Balu & Mostow, 2019).

Vaksin campak terdiri dari vaksin hidup dengan strain virus yang melemah
sehingga terbentuk antibodi yang protektif saat terkena virus campak.
Efek samping dari vaksin adalah rasa sakit, demam, ruam ringan, dan
nyeri sendi atau kekakuan (Drutz, 2016).
04
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien campak terdiri dari terapi
suportif untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi
dan defisiensi nutrisi, penyediaan vitamin A, pengenalan
dan pengobatan infeksi bakteri sekunder. Vitamin A
harus diberikan pada kasus akut. Vitamin A dosis oral
harus diberikan segera setelah diagnosis dan diulang
keesokan harinya,
• 50.000 IU pada bayi < 6 bulan
• 100.000 IU untuk bayi usia 6-11 bulan
• 200.000 IU untuk anak 12 bulan

Jika anak memiliki tanda-tanda oftalmik klinis defisiensi


vitamin A seperti: bintik bitot, berikan dosis ketiga dalam
waktu 4-6 minggu kemudian. Kasus berat campak,
seperti pneumonia berat, dehidrasi atau kejang,
memerlukan perawatan khusus (antibiotik, rehidrasi,
antikonvulsan). Kasus campak yang tidak dirawat di
rumah sakit harus diisolasi di rumah sampai empat hari
setelah onset ruam.
THANK YOU
REFERENSI
Balu, B., & Mostow, E. N. (2019). Measles. JAMA Dermatology, 155(12), 1436.
https://doi.org/10.1001/jamadermatol.2019.2663

Drutz, J. (2016). Measles. In Pediatrics in review (Vol. 37, Issue 5, pp. 220–221).
https://doi.org/10.1542/pir.2015-0117

Gans H, Maldonado YA. Measles: Clinical manifestations, diagnosis, treatment, and prevention. Uptodate. May 2022.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Situasi Campak dan Rubella di Indonesia 2018. Kementerian
Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan: Infodatin;2018. Kemenkes RI, ISSN 2442-7659

Moss, W. J. (2017). Measles. The Lancet, 390 (10111)

World Health Organization. (2018). Measles - Vaccine-Preventable Diseases. In www.immunize.Ca.


http://www.phacaspc.gc.ca/im/vpd-mev/measles-rougeoleeng.php

World Health Organization. (2018). Measles. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/measles

Yahmal, P. N. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak. Jurnal Medika Hutama, 03(01), 1614

Anda mungkin juga menyukai