Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 2, 9, 13
Campak atau measles atau rubeola adalah penyakit virus gawat dan
mudah menular yang menyebabkan suhu badan tinggi, ingusan, batuk dan
mata merah , diikuti dengan ruam. Penyakit campak bersifat endemik di
seluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi 145.700 kematian yang disebabkan
oleh campak di seluruh dunia (berkisar 400 kematian setiap hari atau 16
kematian setiap jam) pada sebagian besar anak kurang dari 5 tahun.
Berdasarkan laporan DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak
kasus campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai
12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus.
Sebagian besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD.
Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok
umur 5-9 tahun (3591 kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383
kasus). Campak kadang-kadang dapat menyebabkan komplikasi berbahaya
seperti radang paru-paru. Kira-kira satu orang dari 1.000 yang terkena campak
akan menderita radang otak. Dari setiap 10 anak yang terkena infeksi seperti
ini akan meninggal dunia dan banyak akan menderita cacat otak permanen.
Campak dapat ditularkan melalui batuk dan bersin dari seorang penderita
sebelum orang tadi menyadari bahwa dia sakit.
Gondong atau mumps atau dalam istilah kedokteran disebut parotitis
mempunyai gejala suhu badan tinggi, sakit kepala dan radang kelenjar ludah.
Insidens penyakit parotitis telah jauh menurun dibandingkan dengan periode
sebelum tahun 1967. Di Amerika Serikat data yang dilaporkan oleh CDC
(Centre of Disease Control) yang terakhir, hanya menyebutkan 1692 kasus
pada tahun 1993. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta penderita
parotitis yang berobat di unit rawat jalan sejak tahun 1994 - 1998 adalah
sebanyak 61 kasus. Kira-kira satu dari 5000 anak akan menderita radang
otak. Penyakit ini dapat menyebabkan tuli permanen. Kira-kira satu dari lima

laki-laki remaja atau dewasa yang menderita gondong akan menderita radang
dan bengkak buah pelir. Laki-laki dengan kondisi ini biasanya sembuh tuntas,
tetapi pada keadaan yang jarang ini dapat menyebabkan kemandulan.
Gondong dapat ditularkan melalui batuk dan bersin dari seorang penderita
sebelum orang tadi menyadari bahwa dia sakit.
Rubella atau campak Jerman, ini penyakit anak yang ringan tetapi juga
dapat menular pada remaja dan orang dewasa. Penyakit ini menyebabkan
kelenjar bengkak, nyeri sendi dan ruam pada wajah dan leher yang
berlangsung dua sampai tiga hari. Kesembuhan selalu cepat dan tuntas. Pada
populasi yang belum divaksinasi, rubella umumnya timbul pada musim semi
dengan epidemi yang timbul dengan siklus siklus setiap 6-9 tahun sekali.
Diperkirakan ditemukan 20 kasus rubella ditemukan setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Rubella sangat berbahaya apabila seorang wanita yang
terkenanya dalam 20 minggu pertama kehamilan. Ini dapat menyebabkan
kelainan serius pada bayi yang dilahirkan. Rubella dapat ditularkan melalui
batuk dan bersin dari seorang penderita sebelum orang tadi menyadari bahwa
dia sakit. Rubella sangat mudah menular dan cara paling baik untuk
melindungi ibu yang sedang mengandung dan bayinya ialah memastikan
wanita tadi diimunasi sebelum mengandung (kehamilan supaya dihindari
selama satu bulan sesudah imunasi).
Pencegahan dari ketiga penyakit diatas dapat dilakukan dengan
memberikan imunisasi MMR (Mumps, Measles, Rubella). Namun, banyak
beredar kabar bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan autisme pada anak.
Salah satu alasan utama adanya perhatian dari masyarakat terhadap kejadian
ini adalah sejalan dengan semakin luasnya pemakaian vaksin MMR dan
sejalan dengan peningkatan terjadinya prevalensi autisme.Konsekuensi dari
kejadian ini adalah banyak di antara orang tua yang ragu untuk memberikan
vaksin MMR pada anaknya sehingga risiko untuk mendapatkan penyakit
akan besar dan kemungkinan untuk eradikasi penyakit menjadi terlambat.
Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada data yang membuktikan
mengenai hubungan antara vaksin MMR dengan kejadian autisme.

Berdasarkan data diatas, karena masih banyaknya angka kejadian dari


3 penyakit tersebut serta komplikasi dari masing-masing penyakit gondong,
campak dan rubella di masyarakat, maka kami ingin menjelaskan lebih lanjut
tentang penyakit gondok, campak dan rubella serta vaksin MMR.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan penyakit
gondok, campak dan rubella
2. Memenuhi persyaratan untuk dapat mengikuti ujian pada akhir
kepaniteraan di bagian ilmu kesehatan anak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gondong
1. Batasan 1,8
Penyakit gondong adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
virus (Paramyxovirus) dan menyerang jaringan kelenjar dan saraf.
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling
sering. Kejadian parotitis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi.
Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6 tahun. Onset
penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah
sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu.
Gejala lainnya berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala.
2. Patofisiologi 1
Virus penyebab gondongan dapat menyebar melalui kontak langsung
dengan percikan ludah, bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam
tubuh melalui hidung atau mulut. Virus memperbanyak diri di saluran
napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini dikenal
dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar
parotis, ovarium (indung telur) pada wanita atau testis (buah zakar) pada
laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.

Gambar 1. Letak Kelenjar Parotis.6

3. Gejala klinis 1

Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan. Sebanyak


30-40% penderita tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi tetap menjadi
sumber penularan. Gejala awal penyakit gondongan berupa demam, rasa
lesu, nyeri otot terutama daerah leher, nyeri kepala, nafsu makan menurun
diikuti pembesaran cepat dari satu atau dua kelenjar leher (parotis).
Gejala klasik yang muncul dalam 24 jam adalah anak akan
mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan terutama
makanan asam. Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh
akan

kembali

normal

sebelum

pembengkakan

kelenjar

hilang.

Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari. Pada anak laki-laki


yang belum pubertas dapat juga muncul pembengkakan testis pada
minggu pertama atau kedua. Testis yang terserang terasa nyeri, bengkak
dan kulit sekitarnya berwarna merah. Jika menyerang indung telur pada
wanita dapat ditemukan keluhan nyeri perut bagian bawah. Komplikasi
dapat berupa infeksi otak (ensefalitis) dan ketulian namun jarang.

Gambar 2. Gongdong pada Anak. 6

4. Diagnosis 1
Diagnosis penyakit parotitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tidak
memerlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali gejala klinis yang muncul
tidak klasik untuk parotitis.
5. Diagnosis banding 4
a. Difteri berat/bullneck
b. Tetanus karena trismusnya
c. Salivary calculus
6. Komplikasi 4
5

a. Meningitis
b. Ensefalitis
c. Orkitis
7. Penatalaksanaan 1
Parotitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pengobatan
yang diberikan hanya untuk mengurangi gejalanya saja yaitu parasetamol
untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan demam. Pengobatan dengan
anti virus sampai saat ini masih belum terbukti dapat bermanfaat, begitu
pula dengan obat imunomodulator yang bertujuan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh. Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat dapat
membantu mempercepat penyembuhan.
8. Pencegahan 1
Penderita penyakit gondongan masih dapat menjadi sumber penularan
sampai 10-14 hari setelah keluhan bengkak ditemukan. Sebaiknya selama
periode tersebut, penderita dianjurkan untuk tidak masuk sekolah atau
melakukan aktifitas di keramaian. Untuk mencegah penularan gondongan
dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan, mulai dari cuci tangan,
mencuci bersih peralatan makan atau mainan atau benda lain yang sering
disentuh. Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit
ini. Cara pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi
MMR (mumps, measles, rubella) yang merupakan bagian dari jadwal
imunisasi rutin rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011.
Vaksin ini merupakan kombinasi dengan vaksin measles (campak) dan
rubella (campak Jerman). Diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 15
bulan dan kemudian usia 5-6 tahun
B. Campak 5
1. Batasan
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak.
Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai
lebih kurang 4 hari setelah muncul ruam. Infeksi ini disebarkan lewat
udara (airborne).
2. Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara,
menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah

invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan
terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem
retikuloendotelial dan menyusul terjadinya viremia kedua setelah 5-7 hari
dari infeksi awal. Giant cells dan proses keradangan merupakan dasar
patologik ruam dan infiltrat peribronkial paru, juga terdapat edema,
bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan
penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah
(3C : coryza, cough and conjunctivitis) dan demam yang makin lama
makin tinggi.
Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari
ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber
infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat
berkembang biak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala
klinik

ensefalitis.

Setelah

masa

konvalesen

pada

panas

turun,

hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap,


berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan
pada awalnya terdapat perdarahan perivascular dan infiltrasi limfosit.
3. Gejala klinis
a. Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat
ruam keluar
b. Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat.
Membaik dengan cepat pada saat panas menurun
c. Conjunctivitisditandai dengan mata merah pada conjunctiva disertai
dengan keradangan dengan keluhan fotofobia
d. Cough merupakan akibat keradangan epitel saluran nafas, mencapai
puncak pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu
e. Muncul Kopliks spot pada saat sekitar 2 hari sebelum muncul ruam
(hari ke 3-4) dan cepat menghilang setelah beberapa jam atau hari.
Kopliks spot adalah sekumpulan noktah putih pada daerah epitel bucal
yang merah (a grain of salt in the sea of red)

Gambar 3. Kopliks spot pada Campak. 3

f. Ruam makulopapular semula berwarna kemerahan. Ruam ini muncul


pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga,
menyebar kea rah perifer sampai pada kaki. Ruam ini umumnya saling
rengkuh sehinggapada daerah muka dan dada menjadi confluent.
Ruam ini membedakan dengan rubella yang ruamnya discrete dan
tidak mengalami desquamasi.

Gambar 4. Ruam Campak pada Anak. 3

4. Diagnosis
a. Anamnesis
Demam tinggi terus-menerus 38,5 atau lebih disertai batuk, pilek,
nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia),
seringkali diikuti dengan diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam
kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula.
Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul,
batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak
nafas atau dehidrasi.
b. Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga
stadium :
1) Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam
yang diikuti batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis
dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbul yaituenantema
pada mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik.
2) Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular
yang bertahan selama 5-6 hari. Timbul ruam dimulai dari batas
batas rambut dan dahi, di belakang telinga kemudian menyebar ke
wajah, leher dan akhirnya ke bagian ekstremitas.
3) Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit
menjadi kehitaman dan mengelupas yang menghilang setelah 1-2
minggu.
Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk
mewaspadai timbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan salah satu
resiko untuk terjadinya komplikasi berat.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabial ada
komplikasi infeksi bakteri
b) Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
2) Pemeriksaan untuk komplikasi
a) Ensefalopati/ensefalitis

dilakukan

pemeriksaan

cairan

serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah


b) Enterisit : feses lengkap
c) Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan
analisis gas darah.
5. Diagnosis Banding
Ruam kulit eksantema akut yang lain seperti :
a. Rubella
b. Roseola infantum (eksantema subitum)
c. Infeksi mononukleosus
d. Erupsi obat

6. Komplikasi
a. Campak menjadi bera pada pasien dengan gizi buruk dan pada anak
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

yang lebih kecil


Diare yang dapat diikuti dehidrasi
Otitis media
Laringotrakeobronkitis (croup)
Bronkopneumonia
Ensefalitis akut
Reaktivasi tuberkulosis
Malnutrisi pasca serangan campak
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), adalah suatu proses
degeneratif susunan saraf pusat dengan gejala karakteristik terjadi
deteriorisasi tingkah laku dan intelektual, diikuti kejang,. Salah satu
komplikasi campak onset lambat disebabkan oleh infeksi virus yang

menetap, timbul beberapa tahun setelah infeksi.


7. Penatalaksanaan
a. Tatalaksana medik
1) Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
a) Pemberian cukup cairan
b) Kalori dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan komplikasi
c) Suplemen nutrisi
d) Antibiotic diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
e) Antikonvulsi apabila terjadi kejang
f) Pemberian vitamin A.
2) Indikasi rawat inap :
a) Hiperpireksia (suhu >39,0C)
b) Dehidrasi
c) Kejang
d) Asupan oral sulit atau ada komplikasi
3) Campak tanpa komplikasi
a) Hindari penularan
b) Tirah baring di tempat tidur
c) Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan
1500 IU tiap hari
d) Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis
makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan
komplikasi.
4) Campak dengan komplikasi
a) Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotik, antivirus

10

Kortikosteroid
Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan

serta koreksi terhadap gangguan elektrolit


b) Bronkopneumonia
Antibiotik
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa, gas darah
dan elektrolit
c) Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat
Pada kasus campak dengsn komplikasi bronkopneumonia dan gizi
kurang, perlu dipantau kemungkinan terhadap infeksi TB laten.
Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan
penyembuhan. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
b. Tatalaksana Epidemiologik
Langkah preventif
1) Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional
sejak tahun 1982, angka cakupan imunisasi menurun <80% dalam
3 tahun terakhir sehingga masih dijumpai daerah yang kantong
beresiko tinggi transmisi virus campak.
2) Strategi
3) reduksi campak terdiri dari :
a) Pemberian vitamin A pasien campak
b) Imunisasi campak
PPI : diberikan padan umur 9 bulan. Imunisasi campak dapat
diberikan bersama vaksin MMR pada umur 12-15 bulan. Mass
campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi Nasional Catchup immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6,
disertai dengan keep up dan strengthening.
c) Surveilans
C. Rubella 8, 11
1. Batasan
Rubella atau dikenal juga dengan nama Campak Jerman adalah
penyakit infeksi virus akut ringan dan menular yang disebabkan oleh virus
Rubella. Penyakit ini biasanya meyerang anak-anak, namun merupakan

11

ancaman serius untuk janin bila ibu mendapatkan infeksi pada masa
kehamilan.
Anak-anak biasanya sembuh lebih cepat dibandingkan orang
dewasa. Virus ini menular lewat udara. Rubella juga biasanya ditularkan
oleh ibu kepada bayinya dan bayi yang terkena virus rubella selama di
dalam kandungan beresiko mengalami cacat.
2. Epidemologi
Sebelum dilakukan vaksinansi terhadap rubella tahun 1969, pandemik
rubella terjadi setiap 6-9 tahun yang puncaknya terjadi saat musim semi.
Sejak tahun 1969 ketika vaksin untuk rubella dilakukan dan anak-anak
secara rutin divaksinasi, tindakan

tersebut membantu

mencegah

penyebaran penyakit ke ibu hamil yang rentan. Manusia adalah satusatunya inang dari virus rubella, yang disebabkan baik melalui oral droplet
atau transplasental kepada janin, yang menyebabkan infeksi kongenital.
3. Patofisiologi
Infeksi terjadi melalui mukosa saluran pernapasan bagian atas.
Hanya sedikit yang diketahui mengenai peristiwa yang terjadi selama
minggu ke-2 hingga ke-3 masa inkubasi. Replikasi virus mula-mula
mungkin

terjadi

dalam

saluran

pernapasan,

diikuti

dengan

perkembangbiakan dalam kelenjar getah bening servikal.


Viremia timbul setelah 5-7 hari dan berlangsung hingga timbul
antibodi pada sekitar hari ke-13 hingga ke-15. Timbulnya antibodi
bersamaan dengan timbulnya ruam, hal ini menunjukkan adanya dasar
imunologik untuk ruam. Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum
timbul erupsi di kulit.
Setelah timbulnya ruam, virus hanya dapat terdeteksi dalam
nasofaring, dimana virus dapat menetap selama beberapa minggu. Di
nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan
kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus
rubella

terisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal.

AS1, cairan sinovial dan paru-paru.


Penularan terjadi melalui oral droplet, dan nasofaring, atau saluran
pernafasan Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah. Namun
terjadinya erupsi di kulit

belum diketahui patogenesisnya. Penularan


12

dapat terjadi biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya
erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian
menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi.
Ruam pada rubella biasanya bertahan selama 3 hari. Kelenjar getah
bening akan tetap bengkak selama 1 minggu atau lebih dan nyeri sendi
dapat bertahan lebih dari 2 minggu. Waktu inkubasi rubella adalah 14-23
hari dengan rata-rata 16-18 hari, artinya mungkin seseorang anak yang
terinfeksi rubella baru menunjukkan gejalanya setelah 2-3 minggu
kemudian.
Bagan 1. Patofisiologi Rubella.

4. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang dapat dijadikan pedoman anak terserang infeksi
rubella adalah:
a. Demam diatas 38oC
b. Pembengkakan pada kelenjar getah bening
c. Hidung tersumbat atau pilek, batuk. Pada fase prodromal terjadi
inflamasi ringan mukosa mulut atau hidung sehingga menyebabkan
meningkatnya aliran mukus di daerah tersebut.
13

d. Sakit tenggorokan
e. Sakit pada persendian
f. Sakit kepala
g. Ruam pungtata dan ruam makulopapuler yang diawali pada wajah
dengan cepat menyebar ke punggung dan kemudian lengan dan kaki
dan seluruh tubuh
h. Hilang nafsu makan
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Biasanya anak dibawa oleh keluarganya dengan keluhan demam
tinggi, adanya benjolan di leher, muncul bintik merah ditubuhnya,
sakit tenggorokan, sakit persendian, batuk dan pilek.
b. Pemeriksaan fisik
1) Suhu >38C
2) Pembesaran KGB atau limfadenopati di retroaurikuler, cervical
posterior dan post occipital
3) Ruam pungtata (bukit) dan ruam makulopapuler (pulau) yang
diawali pada wajah dengan cepat menyebar ke punggung dan
kemudian lengan dan kaki dan seluruh tubuh

Gambar 5. Ruam Rubella pada Anak.

c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan serologis
2) Memantau filter IgM/IgG dengan mikro elisa
3) Hemmagglutinasi pasif
6. Diagnosis Banding
1. Campak
Meskipun secara klinis rubella mirip dengan campak pada umumnya,
namun sebenarnya penyakit ini sangat berbeda.Bila penyakit campak
tergolong penyakit infeksi saluran napas,dimana virus ini hanya
14

menyerang saluran pernapasan, meskipun terkadang manifestasinya


juga bisa menyerang bagian saraf. Pada campak jerman/rubella dapat
menyerang bagian saraf atau otak yang kemudian manifestasinya baru
kebagian kulit ditandai dengan timbul bercak merah seperti campak
pada umumnya.
2. Demam scarlet
Jika campak dimulai dengan demam, sakit kepala, pilek, batuk, mata
berair ruam muncul dari belakang telinga dan di wajah dan secara
bertahap menyebar ke seluruh tubuh. Berbeda hal nya dengan demam
scarlet, ruam kulit meliputi seluruh wajah dengan warna khas merah
muda setelah beberapa waktu, sebagian bergabung dan membentuk
satu tempat umum. Demam scarlet atau scarlatina adalah demam yang
disertai ruam merah pada kulit yang disebabkan infeksi bakteri
Streptococcus. Penyakit ini paling sering menimpa anak-anak yang
berusia 5-15 tahun.
7. Komplikasi
Komplikasi rubela adalah arthritis (radang sendi) dan neuritis (radang
syaraf), tetapi yang paling serius adalah Sindroma Rubella Kongenital
yaitu virus rubella menginfeksi ibu yang sedang hamil karena dapat
merusak janin dalam kandungan ibu. Bila seorang ibu menderita rubela
dalam bulan pertama kehamilannya, maka janin dalam kandungan akan
mengalami berbagai kelainan bawaan antara lain kelainan jantung,
mikrosefali

(ukuran

kepala

kecil)

disertai

dengan

kelambatan

perkembangan intelektual, tuli dan buta.


8. Penatalaksanaan
Pengobatan virus Rubella terbilang sulit. Sampai sekarang medis belum
menemukan obatnya. Biasanya yang dapat dicapai adalah menghilangkan
keluhan pasien seperti demam atau rasa nyeri. Rubella biasanya ringan
pada anak-anak, dapat diberikan terapi simptomats. Jika demam dapat
diberikan paracetamol atau ibuprofen, jangan memberikan aspirin karena
dapat timbul sindrom reye yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati
dan kematian.

15

D. Vaksinasi MMR 2,5,11,12,13


1. Batasan
Vaksin MMR merupakan vaksin kombinasi berguna untuk mencegah
gondong, campak dan rubella.Vaksin MMR merupakan vaksin live
attenuated yang dibuat dari virus atau bakteri liar penyebab penyakit.
Mikroorganisme vaksin yang dihasilkan masih memiliki kemampuan
untuk tumbuh (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak
menyebabkan penyakit sehingga diharapkan reaksi samping berkurang
dan terjadi pembentukan zat anti yang menyerupai infeksi alamiah. Saat
ini di Indonesia terdapat dua jenis vaksin MMR yang beredar yaitu
II(MSD) dan Trimovax (Sanofi Pasteur).

Gambar 6. Vaksin MMR II(MSD) dan Trimovax (Sanofi Pasteur). 7

2. Indikasi
Vaksin MMR harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak,
gondongan, rubella atau imunisasi campak. Tidak ada efek imunisasi yang

16

terjadi pada anak yang sebelumnya telah mendapatkan imunisasi salah


satu atau lebih dari ketiga penyakit ini. Pada populasi dengan insiden
tinggi mengalami infeksi campak, imunisasi MMR dapat diberikan pada
usia 9 bulan. Indikasi lain diberikan vaksin MMR adalah anak yang:
a. Menderita penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung
bawaan, kelainan ginjal bawaan, gagal jantung, sindrom Down
b. Berusia 1 tahun, pada usia tersebut pemberian vaksinasi MMR
terlambat. Bila imunisasi dasar tidak lengkap sampai waktu pemberian
MMR, maka dapat diberikan secara bersamaan dengan menggunakan
alat dan tempat penyuntikan yang bereda
c. Mempunyai riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus
diberikan MMR dan orang tua diberikan pengertian bahwa dapat
timbul demam 5-12 hari setelah imunisasi. Dapat mengurangi demam
dengan pemberian antipiretik parasetamol
d. Tinggal di lembaga cacat mental
e. Menderita HIV bila tidak ditemukan kontra indikasi lainnya
3. Kontra Indikasi (Suryono, 2010)
Vaksin MMR tidak boleh diberikan pada anak yang:
a. Alergi berat terhadap gelatin atau neomisin dengan gejala bengkak
pada mulut atau tenggorokan, hipotermi, sulit bernafas dan syok
b. Demam akut, pemberian MMR harus ditunda sampai demam sembuh
c. Medapatkan vaksin hidup lain (BCG dan vaksin virus hidup) dalam
waktu 4 minggu. Pada keadaan tersebut imunisasi MMR ditunda
sekiranya 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir. Pasien dengan
tuberkulin positif akan menjadi negatif setelah
d. Mendapatkan imunoglobulin atau transfusi darah (whole blood),
pemberian vaksin ditunda sekiranya 3 bulan setelah transfusi
e. Menderita penyakit keganasan yang tidak diobati, gangguan imunitas,
mendapatkan pengobatan dengan imunosupresif, mendapatkan steroid
dosis tinggi (2mg/kgBB/hari)
f. Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). HIV
bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus tertentu dianjurkan untuk
meminta petunjuk pada spesialis anak konsultan
4. Jadwal pemberian

17

Gambar 7. Jadwal Imunisasi 2014. 4

Untuk imunisasi campak diberikan 3 kali, campak-1 saat usia 9


bulan dan campak-2 diberikan saat usia 24 bulan dan campak-3
merupakan program BIAS pada SD kelas 1 saat usia 6 tahun. Bagi anak
yang telah mendapatkan vaksin MMR-1 pada usia 15 bulan, campak-2
tidak perlu diberikan. Vaksin MMR diberikan pada usia 15-18 bulan
dengan minimal interval 6 bulan antara imunisasi campak dengan MMR.
MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau sesudah penyuntikan
imunisasi lain.
Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR-1 pada usia
12-18 bulan dan diulang MMR-2 pada usia 6 tahun, imunisasi campak-2
dan campak-3 pada usia 6 tahun tidak perlu lagi diberikan. Bila imunisasi
campak-3 belum diberikan setelah berusia 6 tahun, berikan vaksin
campak-3/MMR-2 kapan saja saat bertemu.
Anak-anak usia 1-12 tahun bisa mendapat kombinasi vaksin
bernama MMRV, yang mengandung vaksin MMR dan Varicella (cacar
air). Terdapat Pernyataan Informasi Vaksinasi tersendiri untuk vaksinasi
MMRV. Dari laporan CDC didapatkan bahwa penggunaan vaksin
kombinasi MMR dengan varicella cukup aman, tidak didapatkan efek
samping yang bebrarti. Vaksin MMRV dapat diberikan sebagai awal dosis
imunisasi pada kelompok usia 12-47 bulan.
5. Dosis
Vaksin MMR dan vaksin campak merupakan vaksin kering yang
mengandung virus hidup, harus disimpan pada temperatur 2-8oC atau lebih
dingin dan terlindung dari cahaya oleh karena setelah dicampur vaksin
18

sangat tidak stabil dan cepat kehilangan potensinya pada temperatur


kamar. Untuk vaksin kering simpan pada suhu -20 oC dengan pelarutnya
tidak boleh beku. Proteksi akan terjadi 2 minggu setelah pemberian vaksin
dengan lama proteksi 8 sampai 16 tahun.
Vaksin MMR merupakan dosis tunggal dengan pelarutnya
Aquabidest (Steril Water) 0,5ml hanya disuntikkan untuk 1 pasien secara
intramuskular atau subkutan dalam. Vaksin harus digunakan dalam waktu
1 jam setelah dicampur dengan pelarutnya. Bedanya Pada temperatur 2225 oC

akan kehilangan potensi sebesar 50% dalam satu jam. Pada

temperatur >37 oC vaksin menjadi tidak aktif setelah 1 jam.


Sedangkan vaksin campak merupakan dosis terbagi dengan
pelarutnya Aquabidest (Steril Water) 5ml dan disuntikkan pada 10 pasien
dengan masing-masing pasien diberikan dosis 0,5ml secara subkutan pada
muskulus deltoideus lengan kanan atau pada paha. Jika ada sisa vaksin
yang sudah dicampur karena jumlah pasien kurang dari 10, dapat disimpan
pada suhu 2-8oC untuk disuntikkan pada pasien berikutnya. Vaksin harus
digunakan maksimal 8 jam setelah dicampur dengan pelarutnya. Tiap
dosis 0,5 ml vaksin campak mengandung 1000 unit virus strain CAM 70,
100 mcg kanamisin, 30 mg eritromisin.

Gambar 8. Vaksin Campak.7

Untuk mengetahui apakah vaksin kering yang mengandung virus hidup


masih dapat digunakah pada penyimpanan dengan suhu yang tepat maka
perlu diperhatikan VVM (Vaksin Vial Monitoring).
Tabel 1. VVM (Vaksin Vial Monitoring). 7

19

6. Reaksi KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)


Mendapat vaksinasi MMR adalah jauh lebih aman dibanding menderita
penyakit campak, gondok, atau rubella. Kebanyakan anak yang mendapat
vaksinasi MMR tidak mengalami masalah dengannya. Risiko vaksinasi
MMR dapat menyebabkan keadaan berbahaya yang serius adalah sangat
kecil:
a. Malaise, demam atau ruam yang berlangsung selama 2-3 hari sering
terjadi 1 minggu setelah pemberian imunisasi. Hal ini dibuktikan
dengan penelitian yang mencakup 6000 anak berusia 1-2 tahun.
Laporan dari CDC menyatakan bahwa vaksin MMR dapat
menyebabkan efek samping demam oleh karena komponen pada
campak. Sekitar 5% anak akan mengalami demam > 39,4'C yang
berlangsung selama 1-2 hari setelah 7-12 hari pemberian imunisasi
MMR
b. Kejang demam setelah 6-11 hari pemberian imunisai MMR. Kejadian
tersebut terjadi pada 0,1% kasus anak dengan ensefalitis
c. Pembengkakan kelenjar parotis pada minggu ketiga atau lebih setelah
pemberian imunisasi MMR, kejadian ini sekitar

1%

pada anak

berusia sampai 4 tahun


d. Meningoensefalitis yang disebabkan oleh imunisasi gondongan pada
1/1.000.000 kasus dengan jalur virus gondongan Urabe. Kejadian
tersebut lebih kecil dibandingkan bila menggunakan jalur virus
gondongan Jeryl Lyn
e. Trombositopenia biasanya akan sembuh sendiri, hal tersebut
dihubungkan dengan komponen imunisai rubella dari MMR.

20

Orang tua harus dijelaskan tentang kemungkinan gejala yang dapat timbul
dan diberikan petunjuk untuk mengurangi demam dengan penggunaan
antipirerik seperti parasetamol pada masa 5-12 hari setelah imunisasi.
7. Hubungan vaksinasi MMR dengan kejadian autisme
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara vaksin MMR dengan kejadian autisme. Meskipun
demikian

WHO

memperingatkan

bahwa

kesimpulan

ini

tidak

menyingkirkan kemungkinan vaksin MMR dapat menyebabkan autisme


pada sejumlah kecil anak. Centers for disease control and prevention
(CDC)-Atlanta mengemukakan bahwa bukti ilmiah yang ada tidak
mendukung hipotesis hubungan MMR denganautisme. Komitmen CDC
Atlanta untuk menjaga keamanan vaksin dan mendukung riset tambahan
untuk membuktikan hipotesis tersebut. American Academy of Pediatrics
(AAP) secara berkesinambungan merekomendasikan para orang tua untuk
memberikan vaksinasi penuh kepada anak-anaknya untuk mencegah
penyakit yang berbahaya seperti campak. American Medical Association
(AMA) mendukung pendapat yang menyatakan bahwa autisme muncul
lebih disebabkan faktor genetik bukan karena vaksin MMR. Penjelasan
bersama Departemen Kesehatan RI , Badan POM, IDAI menyatakan
bahwa tidak ada kaitan antara kejadian autisme pada anak dengan
imunisasi MMR, dan akan terus memantau dan mengkaji efektifitas serta
keamanan semua vaksin yang digunakan di Indonesia, termasuk vaksin
MMR.
Tabel 2. Penelitian Tentang Hubungan Vaksin MMR dengan Kejadian Autisme. 2

21

Bukti epidemiologis secara keseluruhan tidak mendukung adanya


hubungan antara vaksin MMR dengan kejadian autisme. Meskipun
demikian, studi epidemiologi secara metodologis mempunyai keterbatasan
untuk mengungkap suatu hubungan sebab akibat, dan tidak dapat
menyingkirkan begitu saja kemungkinan adanya hubungan tersebut.
Pemaparan terhadap vaksin MMR saat ini terutama di negara maju sudah
bersifat universal, untuk dapat menelusuri hubungan dengan akibat yang
tidak diinginkan memerlukan riset yang rumit. Autisme adalah penyakit
yang sulit ditentukan saat timbulnya secara tepat, maka hubungan waktu
antara onset dan vaksinasi dalam desain penelitian epidemiologi sulit
ditentukan. Pada tingkat populasi, bukti-bukti tidak mendukung hubungan
kausal antara vaksin MMR dan autisme atas dasar-dasar fakta bahwa bukti
epidemiologi secara konsisten tidak menunjukkan adanya hubungan antara
vaksin MMR dan autisme pada tingkat populasi, kumpulan kasus-kasus
anak autism dengan gejala usus dan laporan kasus lain kurang informatif
untuk mendukung hubungan sebab akibat tersebut, model biologik yang
menghubungkan vaksin MMR dan autisme baru bersifat sepotongsepotong, tidak ada model binatang yang sesuai dalam mempelajari
hubungan vaksin MMR dan autisme.

22

.
BAB III
KESIMPULAN
Gondong, Campak dan Rubella dapat dicegah dengan vaksinasi MMR.
Vaksin MMR merupakan vaksin live attenuated yang dibuat dari virus
atau bakteri liar penyebab penyakit. Mikroorganisme vaksin yang
dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh (replikasi) dan
menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Vaksin
MMR diberikan pada umur 15-18 bulan, dosis satu kali 0.5 ml subkutan
dalam atau intramuskular. Ulangan diberikan pada umur 10-12 tahun
atau 12-18 tahun. Vaksin MMR diberikan minimal 1 bulan setelah
penyuntikan dengan kuman atau virus hidup lain. Pemberian vaksin
MMR akan menurunkan risiko kejadian penyakit gondongan, campak,
dan

rubella

serta

komplikasi

yang

dapat

ditimbulkannya

Perlu

diperhatikan indikasi dan kontraindikasi pemberian vaksin MMR untuk mencegah


reakksi vaksin yang tidak diinginkan. Vaksin harus disimpan pada suhu yang tepat
setelah dicampur dengan pelarutnya dan hanya bertahan 1 jam setelah dilarutkan.
Vaksin MMR harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak,
gondongan, rubella atau imunisasi campak. Tidak ada efek imunisasi yang terjadi
pada anak yang sebelumnya telah mendapatkan imunisasi salah satu atau lebih
dari ketiga penyakit ini. Vaksin MMR merupakan vaksin kombinasi yang
telah terbukti dapat menurunkan angka kejadian penyakit gondongan,
campak dan rubella serta komplikasi yang dapat ditimbulkannya.
Hubungan antara vaksin MMR dengan kejadian autisme masih
kontroversial, bukti epidemiologi secara keseluruhan tidak mendukung
adanya hubungan antara vaksin MMR dengan kejadian autisme,
walaupun WHO memperingatkan bahwa kemungkinan itu masih bisa
terjadi pada sejumlah kecil anak.

DAFTAR PUSTAKA
23

1. Anggraeni Melisa, Utama Lingga. Gondongan (Mumps atau Parotitis).


Diunduh dari http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis
pada tanggal 17 November 2016
2. Fambonne E, Chakrabarti S. 2001. No evidence for a new variant of
measles-mumps- rubella induced autism Pediatrics. 108:991-5.
3. Halim Gustian. 2016. Campak pada Anak, RS Hosana Medica Lippo
Cikarang. Cikarang, Indonesia.
4. Marchdante, K. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi keenam.
Singapure: Saunders Elsevier, halaman 405.
5. Ranuh IGN, Soeyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita C. 2011.
Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Keempat.. Jakarta: Satgas
Imunisasi IDAI. h. 111-7.
6. Satari Irawan, Kuniati Nia,. 2004. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi
Mumps Anak Sekolah Dasar di Jakarta, Sari Pediatri vol. 6, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta.
7. Sanjaya, Ayling. 2015. Slide Share: Imunisasi Vaksinologi. Surabaya: FK
UWKS
8. Soegijanto, Soegeng. 2015. Slide Share: Infeksi Rubella. Surabaya: FK
UWKS
9. Tamin Susyana, Yassi D., 2011. Penyakit Kelenjar Saliva dan Peran
Sialoendoskopi untuk Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Indonesia.
10. Tim Revisi PDT. 2006. Dedoman Diagnostik dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya: Rumah Sakit Dokter Soetomo. h. 71-75
11. Wakefield AJ. 1999. MMR vaccination and autism. Lancet. 354:949-50.
12. Wakefield AJ, Murch SH, Anthony A, Linnell J, Casson DM, Malik M, et
al.1998.

Ileal-lymphoid-nodular hyperplasia, non spesific colitis, and

pervasive developmental disorder in children. Lancet. 351:637-41.


13. Watson JC, Peter G. 1999. General Immunization Practices. Dalam:
Plotkin SA, Orenstein WA, penyunting, Vaccines. Edisi ke-3. Philadelpia:
WB Saunder. h.47-73.

24

Anda mungkin juga menyukai