Tugas ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah SKD-KLB dan Wabah
Disusun Oleh:
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
DESEMBER/2019
A. Penyakit Campak
1. Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae. 1,5,6 Virus ini dari famili yang sama dengan
virus gondongan (mumps), virus parainfuenza, virus human metapneumovirus, dan
RSV (Respiratory Syncytial Virus) (Halim, 2016). Virus tersebut diketahui mudah mati
apabila terkena panas dan cahaya (Kemenkes, 2011).
2. Patofisiologi
3. Masa Inkubasi
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang terjadi setelah masa inkubasi terdiri dari 3 tahap, yaitu
stadium prodromal, stadium eksantem, dan stadium penyembuhan (Halim, 2016).
a. Stadium Prodormal
Staidum ini berlangsung kirakira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan
demam yang dapat mencapai 39,50oC ± 1,10oC. Selain demam, dapat timbul
gejala berupa malaise, coryza (peradangan akut membran mukosa rongga
hidung), konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran
pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
virus-virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif terhadap
cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal yang
disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini
berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya
didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini hanya sebentar,
kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput saat
pemeriksaan klinis.
b. Stadium Eksantem
Pada stadium ini timbul ruam makulopapular dengan penyebaran
sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari. Demam umumnya
memuncak (mencapai 400oC) pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam. Jika
demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan adanya
komplikasi.
c. Stadium Penyembuhan
Stadium ini disebut juga stadium konvalesens. Setelah 3-4 hari umumnya
ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya. Ruam kulit
menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam 7-
10 hari.
Tanda yang timbul pertama kali biasanya demam tinggi, yang dimulai sekitar
10 hingga 12 hari setelah terpapar virus, dan berlangsung 4 hingga 7 hari. Hidung
berair, batuk, mata merah dan berair, dan bintik-bintik putih kecil di dalam pipi dapat
berkembang pada tahap awal. Setelah beberapa hari, ruam meletus, biasanya di wajah
dan leher bagian atas. Lebih dari 3 hari, ruam menyebar, akhirnya mencapai tangan dan
kaki. Ruam berlangsung selama 5 hingga 6 hari, dan kemudian memudar. Rata-rata,
ruam terjadi 14 hari setelah terpapar virus (dalam kisaran 7 hingga 18 hari) (WHO,
2019).
6. Diagnosis
a. Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai timbul
dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.
b. Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam
makulopapular.
c. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan limfositopenia.
Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat membantu diagnosis dan
biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah timbulnya
ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi setidaknya sampai 1 bulan sesudah
infeksi.
7. Tatalaksana
a. Umur 0 - 6 bulan, bagi bayi yang tidak mendapatkan ASI , diberikan vitamin A 1
kapsul 50.000 IU pada saat penderita ditemukan, dan kapsul ke dua diberikan
keesokan harinya.
b. Umur 6 – 11 bulan, pada saat penderita ditemukan, diberikan vitamin A sebanyak
100.000 IU, dan kapsul kedua diberikan pada hari kedua.
c. Umur 12 – 59 bulan, saat penderita ditemukan, diberikan vitamin A sebanyak 1
kapsul 200.000 IU, dan kapsul kedua diberikan pada hari kedua.
8. Prognosis
9. Pencegahan
Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.
Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000
anak berusia 1-2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 minggu setelah imunisasi
dan berlangsung 2-3 hari. Vaksinasi MMR dapat menyebabkan efek samping demam,
terutama karena komponen campak. Kurang lebih 5-15% anak akan mengalami demam
>39,40C setelah imunisasi MMR. Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12
hari setelah imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam 6-11 hari setelah imunisasi,
dapat terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis pasca-imunisasi terjadi pada
<1/1.000.000 dosis.
B. Epidemiologi Campak
1. Dunia
Berikut adalah data kasus campak dan suspek kasus campak di dunia
berdasarkan regional negara anggota WHO, pada tahun 2018 dan 2019 (WHO, 2019).
2018 2019
Region Member Suspected Measles Member Suspected Measles
States* cases cases States* cases cases
AFR 42/47 82851 55951 44/47 209069 187640
AMR 32/35 30756 16690 33/35 62497 12655
EMR 20/21 81042 57960 20/21 34542 17090
EUR 53/53 102584 88692 53/53 110075 98717
SEAR 11/11 106379 83687 11/11 65348 44360
WPR 26/27 79603 30465 26/27 133384 52846
Total 184/194 483215 333445 187/194 614915 413308
Sumber: Global Measles and Rubella Update November 2019
Berdasarkan data berikut, diketahui pada tahun 2018 kasus campak di dunia
mencapai 333.445 kasus, dengan Regional Eropa sebagai regional dengan kasus
campak tertinggi, yaitu 88.692 kasus, disusul oleh Regional Asia Tenggara, dengan
83.687 kasus. Sementara itu pada tahun 2019 (Januari-November), di dunia terdapat
413.308 kasus campak, dengan Regional Afrika sebagai regional dengan kasus campak
tertinggi, yaitu 187.640 kasus campak, dan disusul Regional Eropa 98.717 kasus.
2. Regional Asia Tenggara
Total Kasus
Negara
2018 2019
Bangladesh 2263 3567
Bhutan 10 0
Indonesia 5389 1335
India 69461 29031
Sri Lanka 1 53
Maldives 2 3
Myanmar 1390 5295
Nepal 260 429
Democratic People's Republic of
0 0
Korea
Thailand 4909 4489
Timor-Leste 2 158
Total 83687 44360
Sumber: Measeles Distribution of Cases by Country, Year and Month (WHO, 2019)
Berdasarkan data tersebut, kasus campak tertinggi di Asia Tenggara pada tahun
2018 terjadi di India, dengan 69.461 kasus, disusul Indonesia dengan 5.389 Kasus.
Sementara itu data dari bulan Januari sampai November tahun 2019 menunjukkan
kasus campak tertinggi masih terjadi di India dengan 29.031 kasus, dan disusul
Bangladesh dengan 3.567 Kasus.
3. Nasional
Kasus Campak
Provinsi
2017 2018
Aceh 596 1619
Sumatera Utara 232 144
Sumatera Barat 278 205
Riau 760 160
Jambi 539 291
Sumatera Selatan 203 505
Bengkulu 148 92
Lampung 252 346
Kep. Bangka Belitung 61 61
Kepulauan Riau 471 88
DKI Jakarta 1196 578
Jawa Barat 1067 254
Jawa Tengah 0 473
DI Yogyakarta 2186 546
Jawa Timur 3547 401
Banten 244 49
Bali 0 251
Nusa Tenggara Barat 0 201
Nusa Tenggara Timur 0 59
Kalimantan Barat 298 122
Kalimantan Tengah 569 59
Kalimantan Selatan 0 480
Kalimantan Timur 0 298
Kalimantan Utara 89 169
Sulawesi Utara 47 22
Sulawesi Tengah 0 0
Sulawesi Selatan 662 330
Sulawesi Tenggara 190 38
Gorontalo 45 21
Sulawesi Barat 13 158
Maluku 0 16
Maluku Barat 0 0
Papua Barat 0 2
Papua 947 391
Indonesia 14640 8429
Sumber: Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017 dan 2018
Berdasarkan data di atas, pada tahun 2017, kasus campak tertinggi di Indonesia
terjadi di Provinsi Jawa Timur dengan 3.547 kasus, sementara pada tahun 2018 kasus
campak tertinggi terjadi di Provinsi Aceh dengan 1.619 kasus.
C. Kejadian Luar Biasa Campak
WHO merekomendasikan kriteria KLB campak yaitu 5 kasus campak per 100.000
populasi. Di Indonesia sendiri, definisi KLB tersangka campak ditetapkan apabila terdapat
5 kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan
dibuktikan dengan adanya hubungan epidemiologi (Kemenkes, 2011). KLB campak
dipastikan apabila terdapat minimal 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan
kasus pada tersangka KLB campak (Kemenkes, 2011).
1. Penyelidikan Epidemiologi
Jika ada 1 kasus suspek campak, yang dilaporkan dari rumah sakit, puskesmas
maupun laporan masyarakat, harus dilakukan pelacakan untuk memastikan apakah di
tempat tinggal kasus, di sekolah, dan lain-lain, ada kasus serupa.
Jika dilaporkan KLB tersangka campak, maka dilakukan kunjungan dari rumah
ke rumah (rumah yang ada kasus campak dan rumah yang tidak ada kasus campak) di
wilayah tersebut, dengan mengisi format C1. Ini dilakukan untuk mencari kasus
tambahan, populasi berisiko dan untuk melihat status imunisasi campak pada populasi
di daerah KLB. Cari faktor resiko KLB Campak dengan form C2, dan berikan
rekomendasi.
2. Penanggulangan
Imunisasi yang dilakukan pada saat terjadi KLB Campak adalah sebagai
berikut.
a. Imunisasi Selektif
Imunisasi ini diberikan apabila cakupan imunisasi tinggi. Imunisasi tersebut
dilakukan dengan Meningkatkan cakupan imunisasi rutin (upayakan 100 %)
setiap balita (Usia 6 bl – 5 th) yang tidak mempunyai riwayat imunisasi campak,
diberikan imunisasi campak (di puskesmas atau posyandu hingga 1 bulan dari
kasus terakhir).
b. Imunisasi Campak Masal
Dilakukan dengan memberikan imunisasi campak secara masal kepada seluruh
anak pada golongan umur tertentu tanpa melihat status imunisasi anak tersebut.
Hal yang menjadi pertimbangan adalah cakupan imunisasinya rendah,
mobilitas tinggi, rawan gizi dan pengungi, daerah padat dan kumuh.
Pelaksanaan imunisasi masal ini harus dilaksanakan sesegera mungkin,
sebaiknya pada saat daerah tersebut diperkirakan belum terjadi pemularan
secara luas. Selanjutnya cakupan imunisasi rutin tetap dipertahankan tinggi dan
merata.
Selain itu dilakukan Analisa Data Rutin (kasus dan faktor risiko) kasus KLB
Campak yang meliputi hal-hal berikut.
a. Distribusi kasus menurut waktu (Time), Tempat (Place) dan orang (person).
b. Kurva epidemi kasus, Mapping kasus, Grafik kasus menurut kelompok umur
dan status imunisasi
c. Attack rate menurut kelompok umur, Case Fatality Rate
d. Menghitung vaksin efikasi dan Populasi Rentan
e. Analisa pelaksanaan program imunisasi (Manajemen, logistik, cakupan)
Perkembangan kasus baru dan kematian KLB campak direkam dalam form C1 dan
dilaporkan setiap hari ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. KLB dinyatakan berakhir jika
tidak ada kasus, dalam kurun waktu 2 kali masa inkubasi dari kasus terakhir.
Halim, Ricky Gustian. 2016. Campak Pada Anak, CDK-238, Vol. 34 No. 3, hal 186-189
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
World Health Organization. 2019. Global Measles and Rubella Update November 2019.
[Diperoleh dari
https://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/surveilla
nce_type/active/measles_monthlydata/en/ pada 10 Desember 2019]
World Health Organization. 2019. Measles, Distribution of Cases by Country, Year and
Month. [Diperoleh dari
https://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/surveilla
nce_type/active/measles_monthlydata/en/ pada 10 Desember 2019]