Anda di halaman 1dari 16

“Program Penanggulangan Penyakit Menular Campak”

DISUSUN OLEH :

Niti Emiliana 2016710014

Holis Tiawati 2016710044

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

BAB 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


1.2. Tujuan

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Etiologi Campak


2.2. Epidemiologi Campak
2.3. Epidemiologi Campak di Indonesia
2.1. Program Penanggulangan Campak di Indonesia
2.2. Program Penanggulangan Campak di DKI Jakarta

BAB III

Penutup

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Daftar Pustaka
BAB I

1.1. Latar Belakang


Penyakit Campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan
penyakit yang sangat menular (infeksius) dari genus Morbillivirus dan termasuk
golongan virus RNA. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir, walaupun monyet
dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penularan (Nadhirin, 2000). Pada tahun
1980, sebelum imunisasi dilakukan secara luas, diperkirakan lebih 20 juta orang di
dunia terkena Campak dengan 2,6 juta kematian setiap tahun yang sebagian besar
adalah anak-anak di bawah usia lima tahun. Sejak tahun 2000, lebih dari satu miliar
anak di negara-negara berisiko tinggi telah divaksinasi melalui program imunisasi,
sehingga pada tahun 2012 kematian akibat Campak telah mengalami penurunan
sebesar 78% secara global (Kemenkes RI, 2018)
Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia dan sebagian besar
penderitanya adalah individu yang tidak mendapatkan imunisasi campak (Medscape,
2016). Campak masih banyak ditemukan di negara-negara Eropa, Asia-Pasifik dan
Afrika (CDC, 2017). Tidak terdapat perbedaan secara jenis kelamin maupun ras.
Menurut WHO, pada tahun 2015 terdapat sejumlah 195.762 kasus campak di
seluruh dunia Pada tahun 2015 terdapat 134.200 anak yang meninggal akibat
campak, terbanyak pada anak usia di bawah 5 tahun. Angka cakupan imunisasi
campak di seluruh dunia mencapai 85% pada tahun 2015 (WHO, 2017).
(WHO) juga melaporkan peningkatan kasus campak 4 (empat) kali lipat secara
global dalam tiga bulan pertama tahun 2019 dibandingkan dengan waktu yang sama
tahun lalu. Angka ini mungkin lebih tinggi lagi karena diperkirakan hanya 1 (satu)
yang dilaporkan dari 10 kasus yang terjadi. Peningkatan tertinggi terjadi di Afrika,
yaitu mencapai 700%. Ukraina, Madagaskar, dan India melaporkan puluhan ribu
kasus/juta orang dengan angka kematian di Madagaskar sekitar 800 orang. Kejadian
luar biasa campak juga dialami Amerika Serikat dan Thailand dengan tingkat
cakupan imunisasi campak yang cukup tinggi.

Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara dengan kasus Campak


terbanya di dunia. Di Indonesia dilaporkan terdapat sejumlah 12.222 kasus campak
pada tahun 2014. Menurut kelompok umur, pada tahun 2007-2015 proporsi kasus
campak terbesar terdapat pada kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok umur 1-4
tahun dengan proporsi masing-masing sebesar 32,2% dan 25,4%. Namun jika
dihitung rata-rata umur tunggal, kasus campak pada bayi <1 tahun merupakan kasus
yang tertinggi, yaitu sebanyak 9,5%. Frekuensi KLB terjadi sebanyak 173 kejadian
dengan jumlah 2.104 kasus. (Dirjen P3L, 2015).

1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui Epidemiologi Campak
1.2.2. Mengetahui Epidemiologi Campak di Indonesia
1.2.3. Mengetahui Faktor Risiko Campak
1.2.4. Mengetahui Program Penanggulangan Campak di Indonesia
1.2.5. Mengetahui Program Penanggulangan Campak di DKI Jakarta
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etiologi Campak


Campak merupakan penyakit infeksi virus akut serius yang sangat menular yang
disebabkan oleh Paramyxovirus . Virus campak berukuran 100-250 nm dan
mengandung inti untai rantai RNA tunggal yang diselubungi lapisan pelindung lipid.
Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah diinaktivasi
oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform. Selain itu, virus juga
dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>37 C) dan suhu dingin (10 C). Virus ini
jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam. Virus campak
ditularkan melalui droplet dan masuk melalui saluran nafas bagian atas dan
kemungkinan kelenjar air mata. Penularan dapat terjadi melalui penderita yang batuk
dan bersin atau kontak langsung dengan sekret penderita . Attack rate penularannya
lebih dari 90% dari individu yang terinfeksi sejak 4 hari sebelum sampai 4 jam
setelah munculnya ruam. Masa inkubasi penyakit ini terjadi pada 7-18 hari
(Medscape, 2016).
2.1.1. Gambaran Klinis
Campak mempunyai gejala klinis demam > 38 derajat celcius selama 3 hari atau
lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata
berair. Gejala khas (patognomonik) adalah Koplik’s spot atau bercak putih
keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa buccal). Bercak
kemerahan/ rash dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo
popular dan dalam beberapa hari (4-7 hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1
minggu sampai 1 bulan bercak kemerahan berubah menjadi kehitaman
(hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Sebagian penderita akan sembuh,
komplikasi sering terjadi pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa > 20
tahun (Depkes, 2006).. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi telinga
yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran, serta diare (1 dari 10 anak).
Beberapa dapat mengalami komplikasi berat berupa pneumonia (1 dari 20 anak)
yang merupakan penyebab kematian tersering pada campak, dan ensefalitis (1
dari 1000 anak) yang dapat berakhir dengan kematian. Setiap 1000 anak yang
menderita campak, 1 atau 2 di antaranya meninggal dunia
Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita malnutrisi, defisiensi
vitamin A dan imun defisiensi (HIV) serta karena penanganan yang terlambat.
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) merupakan komplikasi yang sangat
jarang, tetapi merupakan penyakit sistem saraf pusat yang fatal akibat infeksi
virus campak yang diderita pada saat kanak-kanak. SSPE umumnya terjadi 7-10
tahun setelah seseorang menderita campak, walaupun telah sembuh. Risiko
SSPE lebih besar pada anak yang menderita campak pada usia kurang dari 2
tahun. Campak juga dapat menyebabkan ibu hamil melahirkan sebelum
waktunya, atau melahirkan bayi dan berat lahir rendah (Alam, 2019).

2.2. Epidemiologi Campak


2.2.1. Trias Epidemiologi Campak
A. Agent
Penyakit ini disebabkan oleh virus campak yaitu virus golongan
Paramyxovirus dari pada genus Morbillivirus. Virus rubella adalah virus
RNA beruntai tunggal yang hanya menginfeksi manusia, dimana virus
campak ini tidak aktif oleh panas, cahaya, PH asam, eter, dan tripsin
(enzim). usia paruhnya sekitar 2 jam pada suhu 37 derajat celcius. Waktu
kelangsungan hidup virus ini pun singkat di udara, permukaan, dan pada
benda. Virus ini menyerang anak-anak, dewasa, bahkan ibu hamil. Virus
rubella ini dapat menyerang bagian saraf dan otak yang kemudian
menyerang kulit ditandai dengan timbulnya bercak merah. Virus campak
biasanya timbul di sel-sel yang melapisi bagian belakang tenggorokan
dan paru-paru.
B. Host
WHO menyimpulkan bahwa host atau pejamu penyakit ini adalah
manusia. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak pra sekolah dan
anak-anak SD, meskipun tidak menutup kemungkinan menyerang orang
dewasa yang belum pernah terkena penyakit ini. Jika orang yang sudah
terkena penyakit ini, maka sepanjang hidupnya tidak akan terkena
penyakit campak ini lagi. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam
waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam
kulit ada.
C. Environment
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2-4 tahun di negara berkembang
dengan cakupan vaksinasi yang rendah. (< 80 %), Lokasi yang padat dan
kumuh, daerah sulit dijangkau atau jauh dari pelayanan kesehatan, daerah
dimana budaya masyarakatnya tidak menerima imunisasi.
Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi
dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang.
Pada lingkungan yang jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa
setinggi 25%.

2.3. Eidemiologi Campak di Indonesia


2.3.1. Berdasarkan Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia
dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak
berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari
kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah
urban yang berpenduduk padat transmisi virus Campak sangat tinggi. Campak
endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi
epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum
mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemi
cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang yang telah terkena
campak akan memiliki imunitas seumur hidup (Adhien,2012). Pada tahun 2007-
2015 proporsi kasus campak terbesar terdapat pada kelompok umur 5-9 tahun
dan kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi masing-masing sebesar 32,2%
dan 25,4%. Namun jika dihitung rata-rata umur tunggal, kasus campak pada bayi
<1 tahun merupakan kasus yang tertinggi, yaitu sebanyak 9,5%. Frekuensi KLB
terjadi sebanyak 173 kejadian dengan jumlah 2.104 kasus.

2.3.2. Berdasarkan Tempat


Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana daerah
perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di
daerah pedesaan penyakit Campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu
terdapat penyakit Campak maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang
kelompok umur yang rentan.
2.3.3. Berdasarkan Waktu
Kegiatan surveilans yang dilakukan setiap tahun melaporkan lebih dari 11.000
kasus suspect Campak. Hasil konfirmasi laboratorium terhadap kasus tersebut,
diketahui bahwa 12 – 39% di antaranya adalah Campak pasti (confirmed.
Dalam kurun waktu tahun 2010-2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus
Campak. Jumlah kasus ini diperkirakan masih rendah dibanding angka
sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak
terlaporkan, terutama dari pelayanan swasta serta kelengkapan laporan
surveilans yang masih rendah.

INCIDENCE RATE CAMPAK PER 100.000 PEDUDUK DI INDONESIA TAHUN


2011-2017

Incidence Rate Campak per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2011-2017
menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 9,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk.
Namun demikian, Incidence rate cenderung naik dari tahun 2015 sampai dengan
2017, yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk.
Distribusi Kasus Campak Tahun 2015-2017

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat 18 provinsi (52,9%) yang mengalami


peningkatan kasus dalam tiga tahun terakhir, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Banten, Banten, Bali,
NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Barat. Provinsi Banten dan Jawa
Timur mengalami peningkatan yang signifikan di antara 18 provinsi tersebut

Sebaran Kasus Dan Frekuensi Klb Campak Tahun 2015-2017


KLB Campak dalam tiga tahun (2015-2017) hampir di setiap provinsi dengan jumlah
provinsi melaporkan KLB meningkat dari 27 provinsi tahun 2015 menjadi 30
provinsi tahun 2017. Peningkatan ini di antaranya disebabkan perbaikan
kewaspadaan dini terhadap kasus Campak, yaitu petugas lebih cepat menangkap
adanya peningkatan kasus. Kecepatan dalam mendeteksi kasus ditindaklanjuti
dengan upaya penanggulangan, antara lain melalui kampanye Campak Rubella
(MR) pada bulan Agustus dan September tahun 2017 yang sangat signifikan
mempengaruhi terjadinya penurunan KLB.
2.4. Faktor Risiko Campak
Berdasarkan hasil Penelitian Arianto, dkk (2018) tentang Faktor Risiko Kejadian
Campak Pada Balita di Kabupaten Sarolangun menunjukan faktor risiko campak
adalah sebagai berikut :
1) Tidak Imunisasi Campak
Imunisasi adalah upaya untuk meningkatkan kekebalan individu agar tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi kesehatan.
Tujuan diberikannya imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita
suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
menyebabkan kematian pada penderitanya,mencegah penyakit menular dan
tubuh tidak akan mudah terserang penyakit menular. Hasil penelitian
menunjukan bahwa balita tidak diimunisasi campak berisiko 3,7 kali lebih
besar terkena campak dibandingkan balita yang diimunisasi campak
(95%CI=1,45-9,39; OR=3,7).
2) Rumah Tidak Sehat
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rumah tidak sehat
terbukti secara statistik sebagai faktor risiko terhadap kejadian campak pada
balita. Rumah tidak sehat berhubungan dengan kejadian campak mungkin
disebabkan karena 64,3% responden masih tinggal di rumah tidak sehat.
Sebuah rumah dikatakan sehat bila memenuhi persyaratan pencegahan
penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih,
pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup (Depkes RI, 2007).
3) Pengetahuan Ibu Kurang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu kurang secara
statistik terbukti sebagai faktor risiko terhadap kejadian campak pada balita.
Secara umum masyarakat memiliki pengetahuan yang kurang tentang
campak, penyebab dan cara penularannya. Pemahaman masyarakat bahwa
campak merupakan penyakit demam biasa, selain itu seseorang wajib terkena
campak satu kali seumur hidup, sehingga lebih baik terkena campak pada saat
anak-anak supaya tidak parah. Pengobatan yang dilakukan dengan
memberikan air kelapa muda supaya ruam merahnya cepat keluar dengan
asumsi bila ruam merah tidak cepat keluar akan membahayakan, selain itu
anak tidak diperbolehkan mandi.

2.5. Program Penanggulangan Campak di Indonesia


A. Imunisasi Campak
Salah satu upaya pencegahan penyakit Campak adalah dengan
program Imunisasi. Imunisasi adalah cara untuk menimbulkan atau
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap penyakit, sehingga
jika terpapar dengan penyakit tidak akan sakit atau sakit ringan (Permenkes,
2013) Salah satu bentuk program imunisasi yang dilaksanakan oleh
pemerintah yaitu imunisasi rutin yang terdiri dari imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan pada anak usia 24 bulan dan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 pemberian imunisasi Campak
lanjutan dosis ke-2 diberikan pada anak usia 18 bulan (Kemenkes RI, 2017).

Imunisasi campak mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah karena


Indonesia ikut serta dalam program eliminasi campak pada tahun 2020 dengan
cakupan campak minimal 95% di setiap wilayah secara merata (Kemenkes RI,
2017).

B. Kampanye Imunisasi Measles Rubella


Kejadian luarbiasa nampak pada tahun 2015-2017 di hampir setiap
provinsi dengan jumlah provinsi melaporkan KLB meningkat dari 27 provinsi
tahun 2015 menjadi 30 provinsi tahun 2017. Peningkatan ini diantaranya
karena perbaikan kewaspadaan dini terhadap kasus campak, yaitu petugas
lebih cepat menangkap adanya peningkatan kasus. Kecepatan dalam
mendeteksi kasus ditindaklanjuti dengan upaya penanggulangan, antara lain
melalui kampanye Campak Rubela.
Berdasarkan data surveilans dan cakupan imunisasi, maka imunisasi
campak rutin saja belum cukup untuk mencapai target eliminasi. Kampanye
imunisasi measles rubella (MR) diperlukan dalam rangka akselerasi
pengendalian rubella sebelum introduksi vaksin tersebut ke dalam imunisasi
rutin. Oleh karena itu, diperlukan kampanye pemberian imunisasi MR pada
anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun. Pemberian imunisasi MR pada
usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun dengan cakupan tinggi (minimal 95%)
dan merata diharapkan akan membentuk imunitas kelompok (herd immunity),
sehingga dapat mengurangi transmisi virus ke usia yang lebih dewasa dan
melindungi kelompok tersebut ketika memasuki usia reproduksi. Pelaksanaan
kampanye vaksin MR pada anak usia 9 bulan hingga 15 tahun dilaksanakan
secara bertahap dalam 2 fase sebagai berikut :

1) Fase1 di bulan Agustus-September 2017di seluruh Pulau Jawa


2) Fase 2 bulan Agustus-September 2018 di seluruh Pulau Sumatera, Pulau


Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua

Pemerintah telah melaksanakan imunisasi Campak tambahan pada


bulan Agustus 2016, dan imunisasi MR di provinsi di Pulau Jawa pada
Bulan Agustus sampai dengan September 2017. Kampanye imunisasi
tersebut bertujuan untuk untuk memberikan kekebalan tambahan terhadap
campak dan rubela sehingga dapat mengurangi kasus dan kejadian KLB
campak. Hal ini dibuktikan adanya penurunan kasus dan tidak adanya
laporan KLB Campak pada bulan Oktober 2017 sampai dengan Maret
2018 di wilayah pelaksanaan imunisasi. Kampanye MR pada bulan
Agustus dan September tahun 2017 sangat signifikan terhadap terjadinya
penurunan KLB. Cakupan imunisasi campak secara nasional sebesar
87,80%, namun hasil yang cukup baik ini terutama di Pulau Jawa.
C. Surveilans Campak
Selain pelaksanaan imunisasi, salah satu strategi untuk mencapai
eliminasi dan pengendalian campak di Indonesia adalah pelaksanaan
surveilans campak berbasis individu yang dikenal juga dengan
CBMS (case based measles surveillance). Pelaksanaan surveilans ini,
sebagai berikut: jika ditemukan setiap satu kasus dengan gejala demam,
ruam pada tubuh, disertai salah satu gejala atau lebih batuk/pilek/mata
merah, maka diambil spesimen darah/serum untuk diperiksa di
laboratorium rujukan, nasional yaitu Badan Litbangkes Kemenkes, Bio
Farma, BBLK Surabaya dan BLK Yogyakarta untuk memastikan
diagnosis campak atau rubela.

2.6. Program Penanggulangan Campak di DKI Jakarta


A. Program Pekan Imunisasi Campak-Rubella (MR)
Program pekan imunisasi MR merupakan program pemutakhiran imunisasi
campak yang biasa diberikan pada anak menjadi imunisasi MR. Sehingga, anak
yang telah diimunisasi campak sebelumnya harus tetap mendapatkan imunisasi
MR. Salah satu bahaya dari penyakit MR ini dapat membuat cacat pada anak.
Untuk menurunkan tingkat kasus campak (measles) dan rubella di Jakarta,
Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI melakukan kegiatan imunisasi Campak-Rubella
(MR) di seluruh wilayah DKI Jakarta. Vaksin MR 700.000 vial disediakan
untuk anak-anak berusia sembilan bulan hingga 15 tahun. Imunisasi yang
diberikan gratis ini dapat diperoleh warga melalui Puskesmas, Posyandu dan
sekolah, mulai dari tingkat PAUD, TK, SD dan SMP. Kegiatan imunisasi MR
sudah dilakukan sejak dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Agustus
2017. Sasaran imunisasi MR adalah anak usia 9 bulan sampai dengan 15 tahun
dengan target pemberian vaksin sebesar 25.196 botol vial di Jakarta Pusat
(Tambun, 2017).
BAB III

Penutup

5.1. Kesimpulan
Penyakit Campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai
dengan demam, batuk, konjungtivitis ( peradangan selaput ikat mata/konjungtiva)
dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak yaitu virus
rubeola golongan Paramyxovirus dari pada genus Morbillivirus. Virus campak ini
ditularkan secara langsung dari droflet infeksi. Penyakit ini biasanya menyerang
anak-anak pra sekolah dan anak-anak SD, meskipun tidak menutup kemungkinan
menyerang orang dewasa yang belum pernah terkena penyakit ini. Masa inkubasi
campak adalah 7-18 hari. Penularan yang cepat, terutama pada kelompok dengan
daya tahan imun rendah, kepadatan yang tinggi, serta kurangnya akses pelayanan
kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi, terutama di daerah pedesaaan. Kematian pada
campak sering kali disebabkan oleh komplikasi-komplikasinya, Cara yang paling
efektif untuk mencegah dan memberantas penyakit campak yaitu vaksinisasi pada
usia 9 bulan.

5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Departement Kesehatan RI: Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Campak Tahun 2006. In.
Edited by PP&PL D. Jakarta: Depkes RI; 2006.

Tambun, Lenny Tristia. 2017. Dinas Kesehatan Sediakan 700.000 Vaksin Imunisasi Campak-
Rubella. Jakarta : Beritasatu.com

Anda mungkin juga menyukai