Anda di halaman 1dari 13

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang

umumnya menyerang anak. Campak merniliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3
stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung
kirakira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat
dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa
konjungbva, dan (3) stadium akhir dengan keluamya ruam mulai dari belakang telinga
menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan
yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.

Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5
dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). Campak
merupakan penyakit endernis, terutama di negara sedang berkembang. Di Indonesia
penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap sebagai
suatu ha1 yang harus dialami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu
diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam
sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin baik.
Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya rum. Ada kepercayaan
bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan
muncul di dalamrongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru, perut atau usus. Hal
ini diyakini akan menyebabkan anak sesak nafas atau diare, yang dapat menyebabkan
kematian. Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia ditemukan
sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat inap di rumah sakit selama kurun waktu
lima tahun (1984-1988), memperlihatkan peningkatan kasus pada bulan Maret dm
mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan Oktober.
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak
teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2- 4 tahun. Wabah teqadi pada
kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita
banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa
campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah te rjadi
infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia
(75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).
Secara biologk, campak mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak diperlukan
hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor), adanya siklus musiman
dengan periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap, hanya memiliki
satu serotipe virus dan adanya vaksin campak yang efektif.
Sifat-sifat biologik campak ini serupa dengan cacar. Hal ini menirnbulkan optimisme
kemungkinan campak dapat dieradikasi dari muka bumi sebagairnana yang dapat
dilakukan terhadap penyakit cacar. Cakupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan
menghasiJkan daerah bebas campak, seperti halnya di Amerika Serikat.
Di Indonesia penyakit campak mendapat perhatian khusus sejak tahun 1970, setelah
terjadi wabah campak yang cukup serius di Pulau Lombok (dilaporkan 330 kematian di
antara 12.107 kasus) dan di Pulau Bangka (65 kematian di antara 407 kasus) pada tahun
yang sarna. Sampai sekarang permasalahan campak masih menjadi sumber perhatian
dan keprihatinan. Wabah dan kejadian luar biasa campak masih sering terjadi. Salah
satu di antaranya adalah wabah di Kecamatan Cikeusal - Kabupaten Serang pada tahun
1981, dengan CFR mencapai 15%. Pada kejadian luar biasa campak di Desa Bondokodi
- Kabupaten Sumba Barat pada bulan Agustus 1984 sampai Februari 1985,50% anak balita
terserang campak dengan CFR 5,3%.
Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap dirumah sakit selama kurun
waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur
balita dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur
2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dm 8,2% berumur 4 tahun.
Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pemah terserang penyakit
campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun. Hasil survei
prospektif oleh Badan Litbangkes di Sukabumi tahun 1982 menunjukkan CFR campak
pada anak balita sebesar 0,64%. Sedangkan survai retrospektif di Sidoarjo dan 19 propinsi
lainnya mendapatkan CFR campak berkisar antara 0,76-1,4%. Sedangkan laporan kasus
di rumah sakit menunjukkan CFR campak yang jauh lebih besar. Hal ini disebabkan
kebanyakan kasus campak yang dibawa ke rumah sakit merupakan kasus yang parah dan
hampir selalu dengan penyulit. Bagian anak RS Pimgadi Medan melaporkan bahwa angka
kematian akibat penyulit campak rata-rata 26,4% setiap tahunnya.
Kejadian luar biasa campak lebih sering te rjadi di daerah pedesaan terutama daerah
yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di
daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah
perkotaan khusus, kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini
110 Buku Ajar lnfeksi don Pediatri Tropis
tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan
kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak.
Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak.
Etiologi
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas
dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal 34
jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu
disimpan dalam temperatur 35OC, dan beberapa hari pada suhu OC. Virus tidak aktd pada
pH rendah.
Bentuk Virus
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang kasar
dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan
protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari
bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) - yang merupakan struktur heliks
nukleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek.
Salah-satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.
Ketahanan Virus
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila berada
di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan
kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37C waktu paruh usianya
2 jam, sedangkan pada suhu 56C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan
dalam keadaan dingin. Pada suhu -70C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5
tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6"C, dapat hidup selama 5 bulan.
Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan
dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.
e Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam
20%
ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus campak juga sensitlf
terhadap 0,01% betapropiacetone - pada suhu 37C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat
infektivitasnyanamun tetap merniliki antigenitas penuh. Sedangkan dalamformalin 1/
4.000,
virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan antigenitasnya.
Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi antigen*.
Pertumbuhan Virus
Virus campak dapat tumbuh pada berbagai macam tipe seI, tetapi untuk isolasi primer
digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus campak lebih lambat
daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi pada fase larutan setelah 7-10 hari.
Virus tidak akan tumbuh dengan baik pada perbenihan primer yang terdiri dari continuous
Carnpok 11 1
cell lines, tetapi dapat diisolasi dari biakan primer sel manusia atau kera terlebih dahulu
dan selanjutnya virus ini akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam
biakan yang terdiri dari continuous cell lines yang berasal dari sel ganas maupun sel
normal
manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia dapat tumbuh
dengan cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan mencapai kadar maksimurnnya
dalam 24 hari.
Virus campak menyebabkan dua perubahan tipe sitopatik. Perubahan sitopatik yang
pertama berupa perubahan pada sel yang batas tepinya menghilang sehingga sitoplasma
dari banyak sel akan saling bercampur dan membentuk anyaman dengan pengumpulan 40
nucleus di tengah. inclusion bodies tampak pada kedua sitoplasma dan intinya. Efek
sitopatik'
yang kedua menyebabkan perubahan bentuk sel perbenihan dari poligonal menjadi bentuk
gelondong. Sel ini menjadi lebih hitam dan lebih membias daripada sel normal dan jika
dicat
menunjukkan inclusion bodies yang berada di dalam inti. Efek pada sel gelondong ini lebih
sering te qadi pada sub-kultur yang berurutan, terutama apabila virus telah menyesuaikan
diri dalam sel amnion manusia.
Ada atau tidak adanya glutamin dalam media mungkin menentukan efek sitopatik
utama mana yang akan timbul, terutama bila virus ditumbuhkan dalam sel H.Ep2. Tipe .
efek sitopatik yang bervariasi ini tergantung pada tipe sel penjamu, media, jalur virus yang
dilalui dan genetik strain virus itu sendiri. Struktur serat dan pipa kecil terlihat dalam inti
sel yang terinfeksi virus campak, namun struktur tersebut bukan merupakan partikel virus
melainkan tanda istimewa dari infeksi virus campak. Struktur serupa juga terlihat pada
kasus subacute sclerosing encephalitis.
Struktur antigenik
Virus campak menunjukkan antigenitas yang homogen, berdasarkan penemuan
laboratorik dan epidemiologik. Infeksi dengan virus campak merangsang pembentukan
neutralizing antibody, complement frxing antibody dan haemaglutinine inhibition
antibody.
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersama-sama
diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian
IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan jumlahnya terus
terukur. Keberadaan imunoglobulin kelas IgM menunjukkan pertanda baru terkena infeksi
atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena
infeksi walaupun sudah lama. Antibodi IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal
dan terdapat di seluruh saluran nafas. Daya efektivitas vaksin virus campak yang hidup
dibandingkan dengan virus campak yang mati adalah adnya IgA sekretori yang hanya
dapat ditimbulkan oleh vaksin virus campak hidup.
Seluruh virion penting untuk infeksi, tetapi antibodi protektif sudah dapat terbentuk
dengan penyuntikan antigen hemaglutinin murni. Bila lebih dari satu bagian virus muncul,
dapat menyebabkan hemagluhnasi pada sel darah merah kera dan baboon. Anhgen ini
dapat dipisahkan dari antigen lainnya yang terbawa bersama virus, dengan membubuhkan
Tzueen 80 ether. Dengan pemberian Tween 80 ether, terlepaslah inti kapsul yang
bertanggungjawab
terhadap terbentuknya complementfrxing antibody. Hemolisin mungkin berasal dari
selubung luar yang dapat menyebabkan perubahan sitopatik, namun tidak ditularkan.
112 Buku Ajar lnfeksr don Pediatri Tropis
Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang. Penularan campak te rjadi secara droplet melalui udara, sej Y2 hari
sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul rum. Di tempat awal infe si,
penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk
ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian
mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat
perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan Lmforetikular seperti limpa. Sel
mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel
Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-lzelper) yang rentan terhadap
infeksi, turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke
dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, kunjunghva, saluran
nafas, kulit, kandung kemih dan usus.
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva,
akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus
dalam jurnlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi
klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput
konjunghva yang tampak merah. Respons irnun yang te rjadi ialah proses peradangan
epitel
pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi,
anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut
bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed hypersensztivity
terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi
dm pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak
pada kasus yang mengalami defisit sel-T.
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan
imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan diduga te rjadi
suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pemafasan
memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media
dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak
dapat menyebabkan gizi kurang.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat
berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam
beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang merniliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang
telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan
meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.
Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan
tanda patognomonis campak (bercak Koplik).
Meskipun demikian menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak
semua kasus manifestasinya sarna dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi
kutang, ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah
meninggal sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang
berkelanjutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis,
sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu; seperti pada pemeriksaan sitologik
ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada pemeriksaan
serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanifestasi tidak khas disebut campak
atipikal; diagnosis banding lainnya adalah rubela, demam skarlatina, ruam akibat
obatobatan,
eksantema subitum dan infeksi Stafilokokus.
Penyulit
a. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres
pemafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik
dan gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan
batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat
suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali
batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga
turn pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih term berlangsung,
dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi
pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan
adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang
dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa te rjadi
dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
c. Kejangdemam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umurnnya pada puncak demam saat ruam
keluar. Kejang dalam ha1 ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
d. Ensefalitis
Merupakan penyuht neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke-4-
7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak,
dengan
mortalitas antara 3040%. Te rjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme irnunologik
rnaupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis dapat
berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, bitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairanserebrospinal
menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan
protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal
114 Buku Ajar lnfeksi don Pedrofri Tropis
SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat
yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan
untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah
0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko te rjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih
muda, denganmasa inkubasirata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan
tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang
umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin
dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk .SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya
gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan
Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya te rjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi
invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan tejadi
otitis media purulenta. Dapat pula te rjadi mastoiditis.
Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula
timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protern losing enteropathy).
Konjungvitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjunghvitis, yang ditandai dengan adanya
mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang
terjadiinfeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigemya dapat dideteksi
pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk
dengan te rjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat
pula timbul ulkus kornea.
Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi
prematur aurikel dan perpanjanganinterval A-V. Perubahan tersebut bersifat sementara
dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
Adenitis servikal
Purpura trombositopenik dm non-trombositopenik
Pada ibu hamil dapat te rjadi abortus, partus prematurus dan kelainan kongenitd pada
bayi
Aktivasi tuberkulosis
Pneumomediastinal
Emfisema subkutan
Apendisitis
Gangguan gizi sampai kwasiorkhor
Meksi piogenik pada kulit
Kankrum oris (noma)
Pengobatan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan
kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif,
eks~ektorand, an antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit,
pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi sistem
pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan
dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit
yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sahpai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji
tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji
tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi *
delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel lirnfosit- T yang terganggu fungsinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena
dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
Otitismedia
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotik
kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)
Ensefalopati,
Perlu reduksi jurnlah pemberian cairan hingga 314 kebutuhan untuk mengurangi
edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit
dan gangguan gas darah.
Pencegahan
Pencegahancampakdilakukan dengan pemberianimunisasiaktif pada bayi berumur 9 bulan
atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru dikembangkan pelaksanaannya
pada tahun 1982.
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang
berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan (2)
vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam
larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium). Sejak tahun 1967 vaksin
yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena
efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles
yang hebat. Sebaliknya, vaksin campak yang berasal dari virus hidup yang dilemahkan,
dikembangkan dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian
116 Buku Ajar lnfeksi don Pediotri Tropis
menjadi strain Moraten (1968) dengan mengembangbiakan virusnya pada embrio ayam.
Vaksin Edmonstone Zagreb merupakan hasil biakan dalam human diploid cell yang dapat
digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil yang memuaskan.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang di-lemahkan adalah 1.000
TCID-50 atau sebanyak 0,5 rnl. Tetapi dalam ha1 vaksin hidup, pemberian dengan 20
TCID-
50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara pemberian yang
dianjurkan
adalah subkutan, walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara
intramuskular tampaknya mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan. Intranasal
dan cara inokulasi konjungtiva sampai sekarang mash terus dilakukan penyelidikan untuk
mengetahui efektivitas pemberian vaksin Edmonstone B yang dilemahkan. Sebaliknya
pada pemberian vaksin Edrnonstone Zagreb secara aerosol didapatkan respons antibodi
yang baik walaupun pada anak usia di bawah 9 bulan. Sayangnya pemberian aerosol ini
sulit dan kurang praktis.
Kombinasi beberapa vaksin dalam satu semprit atau secara simultan di beberapa
tempat pada waktu yang sama sering digunakan untuk menyederhanakan prosedur dan
mengurangi biaya. Dalam ha1 demikian ada 2 kemungkinan yang mungkm terjadi, yaitu
peningkatan respons imun atau sebaliknya, menunggu respons imun. Laporan mengenai
peningkatan reaksi yang lebih baik karena pemakaian vaksin yang dikombinasikan
dibandi&
kan dengan;aksin tunggal, oleh pe&liti tidak ditemuki. Dikatakan bahwa pada
kombinasi deng& virus mati tidak didapatkan penurunan respons imun akan tetapi virus
hidup dapat saling mempengaruhi. Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan
vaksin rubela dan parotitis epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, vaksin
difteriatetanus
dan lain-&. ~a~orb&ebe rapa peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut
pada umumnya aman dan tetap efektd Seperti yang ditemukan oleh Schwarz (1975),
serokonversi dapat te rjadi antara 97-loo%, sedangkan geometric mean titer-nya sama
tinggi
dengan yang didapatkan pada pemberian vaksin tunggal.
-~fekpr oteksi dari vaksin campak diukur denG berbagai macam cara. Salah satu
indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian sakit kasus
campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
-Krugman, dkk mencatatbahwa sebagian besar kasus campak dari suatu populasi
kelompok anak sekolah akan menghilang setelah program irnunisasi berjalg lancar,
sedangkan di masyarakat sekitamya tingkat penularan yang tinggi mash dijurnpai. Hasil
pengamatan tersebut sesuai dengan hasil nilai secara nasional di Amerika Serikat maupun
hegGa lainnyayangsudahrnel&anakanprogramimunisasicampak secara meluas.
~etode
lain untuk mengukur efek proteksi dari vaksin campak ialah membandingkan angka
kejadian sakit pada kelompok anak yang sudah diirnunisasi dan mengukur efektivitas
vaksin dengan formula (ARU-ARU) x 100/ARU. Efektivitas vaksin dapat dihitung dengan
memakai pendekatan kasus dan kontrol, yaitu membandingkan proporsi kasus d& konh-01
yang sudah diimunisasi. Dari data yang benar, efektivitas vaksin adalah sebesar 90-95%
atau lebih. Hasil ini harus didukung dengan data serokonversi. Perhitungan ini sangat
bermanfaat apabila angka cakupan imunisasi campak sangat tinggi, yaitu lebih dari 95%.
Jika proporsi kasus campak pada kelompok yang sudah diimunisasi mash tetap tinggi
berarti bahwa vaksinnya yang kurang baik. Proteksi dapat dicatat dengan memeriksa
respons imun dan manifestasi klinis y&g timbul akibat pe*berian imunisaii dengan virus
Carnpok 117
vaksin yang tidak ganas. Akibat setiap pemberian imunisasi akan menyebabkan respons
imun anamnestik pada kasus yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penyakitnya.
Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer dan sekunder.
Dikatakan primer apabila tidak terjadi serokonversi setelah diimunisasi dan sekunder
apabila tidak ada proteksi setelah terjadi serokonversi. Berbagai kemungkinan yang
menyebabkan tidak terjadinya serokonversi ialah: (a) Adanya antibodi yang dibawa
sejak lahir yang dapat menet~alisirv irus vaksin campak yang masuk, @) Vaksinnya yang
rusak, (c) Akibat pemberian irnunoglobulin yang diberikan bersama-sama. Kegagalan
sekunder dapat te rjadi karena potensi vaksin yang kurang kuat sehingga respons imun
yang te rjadi tidak adekuat dan tidak cukup untuk memberikan perlindungan pada bayi
terhadap serangan campak secara alami.

Anda mungkin juga menyukai