DI RUMAH SAKIT
Penulis :
1. Hertanto Wahyu Subagio
2. Niken Puruhita
3. Enny Probosari
4. Etisa Adi Murbawani
5. Khairuddin
6. Amalia Sukmadianti
7. Febe Christianto
Penerbit K-Media
Yogyakarta, 2019
MALNUTRISI DI RUMAH SAKIT
viii + 81 hlm.; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-451-598-0
Penerbit K-Media
Anggota IKAPI No.106/DIY/2018
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
e-mail: kmedia.cv@gmail.com
Tim Penulis
1. Pendahuluan
“So it’s time to swing open the door and have a look at this
skeleton in the hospital closet”
“Malnutrition has often been referred to as the skeleton in
the hospital closet, as it is often overlooked, undiagnosed
and untreated” - Butterworth, 1974
“The Skeleton in the Hospital Closet” merupakan
judul artikel yang ditulis oleh Charles Butterworth pada
Nutrition Today tahun 1974. Artikel tersebut menunjukkan
bahwa malnutrisi dapat terjadi saat pasien dirawat inap di
rumah sakit dan konsekuensinya yang sangat besar terhadap
morbiditas, mortalitas dan masa rawat. Jika terdiagnosis
dini, malnutrisi bersifat reversibel dan dapat dicegah, namun
sayangnya sering tidak terdiagnosis. Butterworth
menyatakan bahwa seorang pasien yang dirawat di rumah
sakit seharusnya mengetahui bahwa dirinya dirawat oleh
orang-orang yang memahami prinsip-prinsip gizi dasar
4. Akibat malnutrisi
Skrining gizi
Skrining gizi merupakan proses cepat yang dilakukan
untuk mengidentifikasi subjek yang berisiko malnutrisi, dan
harus dilakukan menggunakan alat skrining yang tervalidasi.
Idealnya, skrining harus dilakukan pada 24-48 jam pertama
sejak pasien masuk dan kemudian diulang pada interval
tertentu. Subjek yang teridentifikasi berisiko malnutrisi harus
menjalani asesmen gizi. Alat skrining yang banyak dipakai
adalah Subjective Global Assessment (SGA), Nutrition Risk
Screening-2002 (NRS-2002) dan Malnutrition Universal
Screening Tool (MUST). Pasien lanjut usia, lebih disarankan
menggunakan Mini Nutritional Assessment (MNA).
Asesmen gizi
Asesmen gizi harus dilakukan pada semua subjek
yang teridentifikasi berisiko malnutrisi saat skrining. Hasil
asesmen akan menjadi dasar penegakan diagnosis dan
langkah berikutnya yaitu terapi gizi. Asesmen status gizi
mempertimbangkan hasil anamnesis (riwayat penyakit,
riwayat asupan, berat badan, tinggi badan, indeks massa
Diagnosis gizi
Dasar penegakan diagnosis belum disepakati secara
universal. Saat ini terdapat beberapa kriteria penegakan
diagnosis malnultrisi, antara lain berdasarkan konsensus
American Society of Parenteral and Enteral Society
(ASPEN) dan European Society of Nutrition and Metabolism
(ESPEN). Kriteria oleh ASPEN lebih banyak dipilih karena
tidak mengharuskan adanya penurunan berat badan atau IMT
di bawah nilai tertentu. Hal ini menguntungkan bagi pasien
yang tergolong malnutrisi bukan karena berat badan kurang
namun karena tindakan bedah mayor maupun stres
metabolik yang berat seperti luka bakar atau trauma multipel.
Terapi gizi
Terapi gizi merupakan cara bagaimana menyediakan
zat gizi untuk mengobati keadaan terkait gizi. Energi dan zat
gizi dapat diberikan secara oral (diet biasa atau oral
nutritional supplements), melalui selang enteral atau berupa
nutrisi parenteral untuk mencegah atau menangani
Monitoring
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu langkah
yang menilai apakah pemberian terapi gizi sesuai dengan
preskripsi/ asupan gizi sesuai target terapi, serta memastikan
toleransi baik terhadap terapi gizi. Penyesuaian lebih lanjut
terhadap terapi gizi yang sudah pernah diberikan dapat
dilakukan pada tahap ini. Monitoring yang perlu dilakukan
antara lain terhadap penyediaan dan asupan gizi baik energi,
protein, lemak dan mikronutrien lainnya; berat badan,
komposisi tubuh, edema; penanda biokimiawi; dan penanda
kapasitas fungsional seperti Hand Grip Strength (HGS); dan
kualitas hidup.
1. Pendahuluan
4. Diagnosis
TATALAKSANA MALNUTRISI
DI RUMAH SAKIT
1. Pendahuluan
3. Preskripsi Gizi
1. Jalur oral
Sesuai dengan fisiologi normal manusia, maka
jalur utama pemberian terapi gizi adalah melalui oral.
Selama fungsi mengunyah dan menelan pada pasien
masih baik maka diet dapat diberikan per oral. Namun
demikian, pada banyak kasus asupan makan pasien
tidak adekuat meskipun fungsi mengunyah dan
menelannya masih baik. Pada keadaan seperti ini harus
dicari faktor yang menyebabkan asupan yang tidak
adekuat tersebut serta dicari solusinya. Misalnya, jika
penyebabnya adalah rasa nyeri maka dapat
dipertimbangkan pemberian analgetik, begitu juga
dengan pasien yang tidak mau makan akibat depresi
maka dapat dikonsulkan ke bagian kesehatan jiwa
Ya Tidak
Tidak Ya
Tidak Ya
Ya Tidak Ya Tidak
7. Rangkuman
REFEEDING SYNDROME
1. Pendahuluan
3. Manifestasi Klinis
1. Hipofosfatemia
Hipofosfatemia (<0,8 mmol/l) dapat terjadi
secara cepat terkadang dalam waktu 48 jam setelah
refeeding pada pasien malnutrisi. Fosfat merupakan
elektrolit intraselular yang memiliki peran penting
dalam sistem jantung, pernapasan, neurologis, ginjal,
gastrointestinal, hematologis, dan muskuloskeletal.
Anamnesis dan
pemeriksaan Fisik
6. Manajemen Hipotermia
- Koreksi hipotermia secara simultan dengan rehidrasi cairan,
pemberian minuman hangat dan selimut.
Weekdays Weekend
- Pemberian makan - Pemberian makan bersifat individual
tergantung dari - Pemberian makan pasien berisiko 10
rejimen yang kkal/kg/24 jam dalam 48 jam.
direncanakan tim Pemberian makan dilakukan lebih
terapi gizi perlahan-lahan pada pasien yang
- Pemberian makan risikonya lebih besar
disertai suplementasi - Pemberian makan dilakukan dengan
elektrolit yang tepat memperhatikan keseimbangan cairan
Rejimen enteral :
Pemberian makan harus meningkat secara perlahan, tergantung
dari rejimen di bawah ini setelah pemberian tiamin
Hari ke Tipe Asupan ml/jam Durasi Volume
(jam) (mL)
Hari 1 Water 30 4 120
Makanan enteral 15 20 300
polimerik standar
Hari 2 Water 30 4 120
Fresubin original 20 20 400
Hari 3 Water 30 4 120
Makanan enteral 25 20 500
polimerik standar
Jangan memberi suplemen seperti fresubin energy, dan lain-lain
bersamaan dengan permulaan rejimen di atas
Jangan memberi cairan secara bolus
- Monitor urea serum dan elektrolit, kalsium, fosfat, tes fungsi hati
- Monitor magnesium serum tiap 3 hari, dan kemudian setiap
minggu hingga stabil
- Monitor keseimbangan cairan
- Glukosa darah 1-2x/hari
- Suhu tubuh, laju nadi, laju denyut jantung, laju nafas setiap hari
- Tekanan darah setiap 6 jam
- EKG jika laju denyut jantung dan nadi abnormal. Jika ada
kelainan jantung dilakukan monitoring fungsi jantung
- Kondisi klinis yang memburuk menunjukan pemberian makan
terlalu cepat, maka berikan setengah dari makanan yang diberikan
dan observasi.
10. Referensi
I M
IMT, 6, 13, 24, 30, 42 magnesium, 62, 63, 64,
infeksi, 2, 3, 5, 8, 9, 47 65, 66, 68, 69, 70, 71
insulin, 62, 63, 64, 65 makronutrien, 1, 27, 37,
intestinal, 47 42, 52
intravena, 68, 70, 71 massa otot, 2, 8, 9, 21, 25,
29, 39
K Mifflin-St. Jeor, 41
kakeksia, 2 mikronutrien, 1, 14, 37,
kalium, 60, 62, 63, 64, 66, 44, 50
69, 70, 71 mineral, 43, 44
kalorimetri indirek, 41 MNA, 4, 12, 24
katabolik, 60 Monitoring, 14, 54
kebutuhan energi, 14, 28, morbiditas, ii, 1, 2
36, 37, 40, 41, 42 mortalitas, ii, 1, 2, 3, 48
keton, 63 MUST, 12, 23
komplikasi, ii, 2, 9, 10, 18,
N
47
kormobiditas, 18 nasogastric tube, 49
kurus, 6 natrium, 62
L O
laboratorium, 13, 19, 24, obstruksi, 21, 49
25, 43, 44, 54 oral, 13, 23, 36, 45, 46,
lanjut usia, 24 47, 48, 51, 56
osmolalitas, 51