Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN BENCANA

“ANALISIS PERMASALAHAN BANJIR DAN PERAN JAJARAN


KESEHATAN, PEMANGKU KEPENTINGAN DAN MASYARAKAT DALAM
PENANGGULANGAN BANJIR”

DISUSUN OLEH :

Syahnas Dwi Anjari 2016710006

Mentari Ramadhania 2016710013

Silvia Huwaida 2016710025

Sari Puspita 2016710033

Holis Tiawati 2016710044

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019

i
DAFTAR ISI

BAB 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1


1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat 3

BAB II

Tinjauan Pustaka

1.5. Definisi Bencana Banjir 5


1.6. Penyebab Bencana Banjir 6
1.7. Proses Terjadinya Bencana Banjir 8
2.1. Dampak dan Kerugian Akibat Bencana Banjir 10
2.2. Manajemen Penanganan Bencana Bajir 11

BAB III

Metodologi Penelitian

3.1. Jenis Penelitian 13


3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 13
3.3. Metode Pengumpulan Data 13
3.4. Jurnal Terkait 13

BAB IV

Pembahasan

4.1. Analisis Situasi/Permasalahan Bencana Banjir 17


4.2. Analisis Program Penanggulangan Bencana Banjir 17
4.3. Analisis Dampak Bencana Banjir 18
4.4. Analisis Peran Jajaran Kesehatan, Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
dalam Penanggulangan Bencana 18

BAB V

Penutup

5.1. Kesimpulan 19
5.2. Saran 19
Daftar Pustaka

i
BAB I

1.1. Latar Belakang


Bencana alam merupakan peristiwa yang datang secara tiba-tiba dan
berbahaya yang secara serius mengganggu fungsi suatu komunitas atau
masyarakat dan menyebabkan kerugian pada manusia, material, dan ekonomi
atau lingkungan yang melebihi kemampuan komunitas atau masyarakat untuk
mengatasi menggunakan sumber dayanya sendiri yang disebabkan oleh
peristiwa alam maupun akibat ulah manusia (Priambodo, 2009). Bencana alam
memengaruhi 232 juta orang, membunuh lebih dari 100.000 orang, dan
menyebabkan kerusakan lebih dari US $ 100 miliar di seluruh dunia setiap
tahun antara tahun 2001 dan 2010 (Guha-Sapir et al., 2012). Strömberg (2007)
mengamati bahwa orang-orang di negara-negara berpenghasilan rendah 12 kali
lebih mungkin meninggal akibat bencana alam dan sama-sama lebih mungkin
menderita konsekuensi ekonomi yang serius akibat bencana, walaupun fakta
bahwa negara-negara berpenghasilan tinggi dan rendah tidak berbeda secara
signifikan. baik dalam hal jumlah bencana yang dialami, maupun dalam hal
jumlah orang yang terkena dampak.
Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis terletak di
daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara
Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik
utama dunia merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana
alam. Menurut The Emergency Events Database (2017), wilayah Asia Pasifik
mengalami jumlah bencana terbesar, di mana Indonesia merupakan salah satu
negara yang paling berisiko. Antara tahun 1900 dan 2017, ada 489 bencana di
Indonesia yang disebabkan oleh bahaya alam, hampir 242000 jiwa, 30,7 juta
orang yang terkena dampak dan total kerusakan paling banyak USD30 miliar
(Djalante, 2018).
Secara global, banjir adalah bencana alam yang paling sering terjadi dan
menimbulkan kerugian yang cukup. Pada tahun 2016, peristiwa banjir berskala
besar di Amerika Serikat bagian selatan, Eropa Barat, dan beberapa negara Asia
menyebabkan kerugian ekonomi hampir US $ 30 miliar (Swiss Re Group, 2016
dalam Henstra et al, 2018). Kehilangan banjir secara luas diperkirakan akan
meningkat di masa depan, karena pertumbuhan populasi dan perluasan kegiatan
ekonomi di daerah rawan banjir, serta cuaca yang lebih ekstrem yang dipicu
oleh perubahan iklim (Casey, 2015; Winsemius et al., 2016 dalam Henstra et al,

1
2018). Bagi Indonesia, khususnya propinsi Jawa Barat, banjir merupakan
bencana yang paling sering terjadi, terutama pada saat musim hujan. Banyak
petani di pantura yang hanya bisa pasrah menyaksikan lahan pertanian dan
perikanannya hancur diterjang banjir. Ketinggian air ada yang mencapai lebih
dari satu meter. Banjir tidak hanya menggenangi daerah perdesaan tetapi juga
kawasan perkotaan.
Banjir dipengaruhi oleh beberpa kondisi dan fenomena alam seperti
tofografi dan curah hujan, kondisi geografis daerah serta kegiatan manusia yang
berdampak pada perubahan tata ruang atau guna lahan di suatu daerah. Banjir di
sebagian wilayah Indonesia biasanya terjadi pada Januari dan Februari, hal ini
diakibatkan oleh intensitas curah hujan yang sangat tinggi, misalnya intensitas
curah hujan DKI Jakarta lebih dari 500 mm (BMKG, 2013). Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Rizkiah, dk (2015) didapatkan faktor-faktor dominan
yang menyebabkan banjir di Kecamatan Tikala adalah adanya curah hujan yang
tinggi serta,perubahan tata guna lahan yang saat ini banyak dilakukan baik
didaerah Hilir (perkotaan) dimana lahan hijau menjadi lahan terbangun maupun
didaerah Hulu dari hutan menjadi lahan pertanian menyebabkan: kawasan
resapan air semakin berkurang sehingga run off meningkat, akibat lainnya yaitu
adanya erosi dan sedimentasi disungai menyebabkan sungai menjadi dangkal
dan gampang meluap.
Selain itu berdasarkan hasil pengamatan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) pada kejadian banjir bandang sentani Papua
yang baru terjadi pada bulan Maret 2019 ada tiga faktor yang satu sama lainnya
saling berpengaruh yaitu karena intensitas curah hujan yang sangat tinggi,
faktor topografi dari lingkungan pegunungan cycloops di sekitar Sentani
berstatus cagar alam dengan kemiringan 60-90 derajat, dan disebabkan karena
sebagian wilayah (pegunungan cycloops) itu telah dihuni oleh masyarakat tanpa
menyadari dampak pembukaan ladang dan kebun serta menggunakan areal
cagar alam sebagai tempat hunian itu berdampak negatif terhadap lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah


Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana. Bencana yang
paling sering terjadi dan berdampak pada kehidupan bermasyarakat pasca
bencana adalah banjir. Menurut beberapa penelitian banjir dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya karena curah hujan dan kondisi geografis. Faktor
yang terjadi di setiap daerah tentunya berbeda-beda tergantung letak geografis

2
suatu daerah. Banjir memiliki dampak yang merugikan, khususnya terhadap
kesehatan. Untuk mengatasi permasalahan banjir, baik pada saat sebelum
terjadi, saat terjadi maupun pasca terjadinya banjir perlu adanya peran serta dari
berbagai sektor.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka perlu di lakukannya studi tuntuk
mengetahui permasalahan banjir dan peran jajaran kesehatan, pemangku
kepentingan dan masyarakat dalam penanggulangan banjir.

1.3. Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui Situasi/Permasalahan banjir dan peran
Peran Jajaran Kesehatan, Pemangku Kepentingan dan masyarakat dalam
penanggulangan guna menghasilkan rekomendasi kebijakan tentang partisipasi
masyarakat dalam penanggulangan banjir, berdasarkan kajian literatur.

1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan ilmu pengetahuan
bagi peneliti dan sebagai referensi di masa yang akan datang.
1.4.2. Manfaat bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat menjadi arsip bagi institusi yang dapat
digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan kaidah etik penelitian
yang berlaku.
1.4.3.Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
permasalahan bencana banjir dan peran jajaran kesehatan, pemangku
kepentingan dan masyarakat dalam penanggulangan banjir.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Bencana Banjir

Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air


normal sehingga meluap dari sungai yang menyebabkan genangan pada
lahan rendah di sisi sungai. Lazimnya banjir berkaitan dengan curah
hujan yang melebihi batas normal, banjir dapat berupa genangan pada
lahan yang berupa kering seperti pada lahan pertanian, permukiman, dan
pusat kota. Banjir dapat terjadi karena volume air yang mengalir pada
sungai atau saluran drainase atau diatas kapasitas pengalirannya, bila
genangan air terjadi cukup tinggi, dalam waktu lama sering dalam hal
tersebut menganggu kegiatan manusia, banyak korban bencana banjir
yang telah kehilangan nyawa dan harta benda (BNPB, 2013). Meskipun
masyarakat sadar akan risiko bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh
bencana banjir, namun masyarakat tetap bersikeras untuk tinggal di
wilayah rentan tersebut dan sulit untuk direlokasi ke lokasi yang lebih
aman dari bahaya banjir, untuk meminimalkan kerugian masyarakat
akibat banjir, salah satu tindakannya dengan menangani sumber
terjadinya banjir atau genangan, yaitu penanganan wilayah sungai.
Menurut Widiati (2008) risiko bahaya dan kerugian dapat dikurangi
dengan menerapkan manajemen risiko bencana, yang manfaatnya dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak
suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan.

4
penyebab utama bencana banjir adalah curah hujan. Hujan
merupakan salah satu variabel kunci untuk siklus air dan
keseimbangan energi bumi, juga berperan penting dalam monitoring
terkait dengan bencana alam dan pengelolaan sumberdaya air,
banyak model iklim global memprediksi bahwa perubahan iklim akan
mengubah pola spasial presipitasi pada skala global dan menunjukkan
perubahan yang umum akan terjadi pada waktu dan jumlah (Cai et al,
2016). Saat ini, ada tiga macam suberdaya yang dapat digunakan untuk
menghitung curah hujan yaitu, penakar hujan, radar berbasis di darat, dan
satelit penginderaan jauh. Pemantauan curah hujan in situ akurat dan
dapatndipercaya, tetapi biasanya ada keterbatasan kegunaannya dalam
skala spasial dan global karena variabilitas curah hujan temporal dan
spasial yang tinggi. Radar didarat dapat digunakan untuk memperkirakan
distribusi spasial dari intensitas curah hujan dalam awan, dimana bisa
terintegrasi secara elektronik untuk menyediakan perkiraan jumlah
intensitas curah hujan pada periode waktu kapanpun (Gu et al, 2010).
2.2. Penyebab Bencana Banjir
Banjir disebabkan oleh kondisi dan fenomena alam (topografi, curah
hujan), kondisi geografis daerah dan kegiatan manusia yang berdampak pada
perubahan tata ruang atau guna lahan di suatu daerah. Banjir di sebagian wilayah
Indonesia, yang biasanya terjadi pada Januari dan Februari, a.l diakibatkan oleh
intensitas curah hujan yang sangat tinggi (BMKG, 2013).
Secara umum penyebab banjir diklasifikasi menjadi 2 yaitu, banjir yang
disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan
manusia. (Robert J. Kodoatie, Sugiyanto, 2013)
a) Yang termasuk sebab-sebab alami penyebab banjir di antaranya adalah:
1. Pengaruh Air Pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir
bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir
menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).
2. Curah hujan
Curah hujan dapat mengakibatkan banjir apabila turun dengan intensitas
tinggi, durasi lama, dan terjadi pada daerah yang luas.
3. Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan
daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik
(bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material

5
dasar sungai), lokasi sungai dll, merupakan hal-hal yang mempengaruhi
terjadinya banjir.
4. Erosi dan Sedimentasi
Erosi dan sedimentasi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas
penampang sungai. Erosi dan sedimentasi menjadi problem klasik sungai-
sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas
saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.

5. Menurunnya Kapasitas Sungai


Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh
pengendapan yang berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul sungai yang
berlebihan dan sedimentasi di sungai yang dikarenakan tidak adanya
vegetasi penutup dan penggunaan lahan yang tidak tepat.
6. Kapasitas Drainase
Yang Tidak Memadai Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai
drainase daerah genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut
sering menjadi langganan banjir di musim hujan.

b) Yang termasuk sebab-sebab yang timbul akibat faktor manusia adalah:


1. Menurunnya fungsi DAS (Daerah Aliran Sungai) di bagian hulu sebagai daerah
resapan Kemampuan DAS, khususnya di bagian hulu untuk meresapkan air /
menahan air hujan semakin berkurang oleh berbagai sebab, seperti
penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan
perubahan tata guna lahan lainnya. Hal tersebut dapat memperburuk masalah
banjir karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas banjir.
2. Kawasan Kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang tepian sungai merupakan
penghambat aliran. Luas penampang aliran sungai akan berkurang akibat
pemanfaatan bantaran untuk pemukiman kumuh warga. Masalah kawasan
kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.
3. Sampah
Ketidakdisiplinan masyarakat yang membuang sampah langsung ke sungai
bukan pada tempat yang ditentukan dapat mengakibatkan naiknya muka air
banjir.
4. Bendung dan bangunan lain
Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi
muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).
5. Kerusakan bangunan pengendali banjir

6
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga
menimbulkan kerusakan dan akhirnya menjadi tidak berfungsi dapat
meningkatkan kuantitas banjir.

6. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat


Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan
akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan
selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang
tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir
rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, hal ini menimbulkan kecepatan
aliran air menjadi sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga
menimbulkan banjir yang besar.
2.3. Proses Terjadinya Bencana Banjir
Banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di
permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat
melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan
ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke
udara)

7
Proses terjadinya banjir ada 2 yaitu :
a. Banjir secara alamiah itu seperti,turunnya hujan jatuh kepermukaan bumi
dan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan setelah itu masuk kepermukaan tanah
mengalir ketempat yang lebih rendah setelah itu terjadi penguapan dan
keluar kepermukaan daratan. Banjir yang terjadi secara almiah dapat menjadi
bencana bagi manusia bila banjir itu mengenai manusia dan menyebabkan
kerugian bagi manusia.
b. Banjir secara non alamiah karena ulah manusia seperti,membuang sampah
tidak pada tempatnya dan menyebabkan aliran air tidak lancar sehingga air
tersebut terapung di tempat pembuangannya semakin lama semakin
menguap setelah itu tinggi dan keluar sehingga mengenai daratan dan
menyebabkan banjir.

Jadi Proses banjir adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air
akan meluber lalu menggenangi daratan.
2.4. Dampak dan Kerugian Akibat Bencana Banjir
Bencana banjir kadang dapat diprediksi, dan kadang tidak dapat
diprediksi. Banjir dapat diprediksi ketika datang pada saat musim hujan di
daerah yang sering banjir, sedangkan banjir yang tidak dapat diprediksi biasanya
terjadi pada daerah yang jarang terjadi banjir, biasanya berupa air bah atau
tanggul jebol. Bencana banjir dapat merugikan banyak orang karena banjir
berdampak negatif baik kesehatan ataupun terhadap lingkungan. Selain itu
bencana banjir juga mengakibatkan kerusakan dan tidak sedikit masalah
lingkungan yang timbul akibat terjadinya banjir.
Dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir adalah sebagai berikut (Paimin,
2006):
1) Kerusakan fisik

8
Bangunan yang rusak karena hanyut, yang menjadi kebanjiran, runtuh,
pengaruh dari puing yang mengapung. Tanah longsor karena tanah sudah
jenuh air.
2) Korban dan kesehatan umum
Kematian karena hanyut; kemungkinan munculnya wabah malaria,
diare, infeksi virus, penyakit kulit.
3) Cadangan air
Kontaminasi sumur dan air tanah, kemungkinan tidak tersedia air bersih.
4) Tanaman pangan dan cadangan makanan
Panen dan stok pangan mungkin hilang karena banjir; binatang ternak,
alat-alat pertanian dan bibit mungkin hilang.
5) Kerusakan lingkungan
Daerah yang terlanda banjir menjadi rusak, memerlukan banyak waktu,
tenaga dan biaya untuk memperbaikinya. 6). Aktifitas perekonomian
terganggu : kegiatan ekonomi, arus barang dan jasa tidak lancar

Kerugian yang ditimbulkan oleh banjir, terutama kerugian tidak langsung, mungkin
menempati urutan pertama atau kedua setelah gempa bumi atau tsunami (BNPB, 2013).
Bukan hanya dampak fisik yang diderita oleh masyarakat tetapi juga kerugian non-fisik
seperti sekolah diliburkan, harga barang kebutuhan pokok meningkat, dan
kadangkadang sampai ada yang meninggal dunia.

2.5. Manajemen Penanganan Bencana Banjir ( Pra Banjir, Saat Banjir, Saat
Banjir)
Tarjono (1996), bahwa pelaksanaan penanganan bencana banjir harus
melewati 3 (tiga) tahap utama, yaitu:
a. Tahap sebelum bencana (pra bencana)
Ada 4 kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara lintas sektoral oleh
Departemen atau lembaga teknis, meliputi:
1) Pembuatan Peta Rawan Banjir dengan adanya peta kita dapat dengan
mudah memperkirakan wilayah yang akan tertimpa bencana banjir,
sekaligus sebagai dasar pegangan kita untuk merencanakan kegiatan
kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana banjir, misalnya,
menentukan lokasi pos kesehatan pada daerah rawan banjir. Pembuatan
peta rawan banjir dilaksanakan secara fungsional oleh Bakosurtanal
dengan melibatkan Kantor Meneg LH/Bapedal, dan Departemen Dalam
Negeri, serta Departemen Pekerjaan Umum.
2) Sosialisasi peta daerah rawan banjir dan pemberdayaan masyarakat.
Sosialisasi ini melibatkan Departemen/Dinas Sosial, Bakornas PBP/

9
Satkorlak PBP/Satlak PBP, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen
Kehutanan dan instansi terkait lainnya.
3) Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Banjir Pencegahan dan mitigasi banjir
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan melibatkan
Satkorlak PBP/Badan Kesbanglinmas Propinsi dan Kabupaten/Kota.
4) Sistem Peringatan Dini Peringatan dini dilaksanakan oleh Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) Departemen Perhubungan dengan
melibatkan LAPAN, BPP Teknologi, kantor Meneg LH/Bapedal dan
instansi lain yang terlibat.

b. Tahap saat bencana


Ada 5 kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara lintas sektoral, meliputi:
1) Pencarian Dan Pertolongan (SAR) Pencarian dan pertolongan dilaksanakan
secara fungsional oleh BASARNAS dengan melibatkan unsur TNI, POLRI,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehutanan yang dibantu oleh PMI
dan semua potensi yang ada.
2) Kaji Bencana Dan Kebutuhan Bantuan Kaji bencana dan kebutuhan
bantuan, dilaksanakan secara fungsional oleh Sekretariat Bakornas PBP
dengan melibatkan Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan
Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial serta dibantu oleh PMI
dan LSM.
3) Bantuan Kesehatan Bantuan penampungan korban, kesehatan dan pangan
dilaksanakan oleh Departemen Sosial dengan melibatkan Depertemen
Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, unsur TNI/POLRI, PMI, LSM.
4) Bantuan Penampungan dan Pangan
5) Bantuan Air Bersih dan Sanitasi Bantuan air bersih dan sanitasi
dilaksanakan secara fungsional oleh Departemen Pekerjaan Umum yang
dibantu oleh Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, PMI dan LSM.
c. Tahap Setelah Bencana (Pasca Bencana)
Pada tahap ini ada 3 kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara lintas sektoral,
meliputi: pengkajian dampak banjir, rehabilitasi dan rekonstruksi serta penanganan
pengungsi korban banjir.
1) Pengkajian dampak banjir dilaksanakan secara fungsional oleh Departemen
Pekerjaan Umum dengan melibatkan Departemen Dalam Negeri/Satkorlak
PBP dan unsur Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian, Bapedal, Departemen
Kehutanan dan instansi terkait lainnya.
2) Rehabilitasi lahan dan konservasi biodiversitas dilaksanakan oleh
Departemen Kehutanan dengan melibatkan instansi terkait.

10
3) Penanganan pengungsi dilaksanakan oleh Departemen Sosial dengan
melibatkan Depertemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, unsur
TNI/POLRI, PMI, LSM.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang dihasilkan dan disusun
berdasarkan hasil kajian literaur (studi kepustakaan) yang didapatkan dari
berbagai sumber yaitu jurnal, buku, maupun artikel yang di fokuskan pada
bencana banjir.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu dan tempat penelitian disesuaikan berdasarkan analisis bencana
banjir di berbagai daerah dari sebuah kajian terdahulu yang dilakukan dari mulai
tahun 2002 hingga tahun 2017.

3.3. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode literatur,
dimana peneliti menelusuri data historis dari berbagai sumber yang berkaitan
dengan studi penelitian.

3.4. Jurnal Terkait


No Penulis Jurnal Tahun Metode Hasil
Penelitian

1. Restu Wigati, dkk Kajian Alternatif 2017 Deskriptif Hasil analisis


Eksplanatori
Penanggulangan pengaruh
Banjir (Studi pemerintah terhadap
Kasus DAS penanggulangan
Cianjur Bagian banjir sebesar 0,257
Hulu, Banten) (berpengaruh
rendah) artinya
peran pemerintah
saja belum cukup

11
untuk mengatasi
masalah banjir.
Hasil analisis
keterkaitan
pemerintah dan
masyarakat terhadap
penanggulangan
banjir sebesar 0,853
(berpengaruh sangat
kuat) artinya peran
keduanya jika
bekerjasama maka
sangat berpengaruh
terhadap
penanggulangan
banjir.

2. Ilham Ramadhan, dkk Peran Badan 2016 Deskriptif Bencana kebakaran


Eksplanatori
Penanggulangan yang sering terjadi
Bencana Daerah di beberapa tempat
Kota Medan di Kota Medan
Dalam khususnya yang
Penanggulangan terjadi di Medan
Bencana Alam Labuhan dipicu
kepadatan rumah
yang cukup tinggi,
disamping padatnya
jumlah penduduk
dan tertumpu pada
satu lokasi juga
penyebab kebakaran
diakibatkan sarana-
prasarana yang
dimiliki oleh
umumnya

12
penduduk.

3. Sutopo Purwo Evaluasi Dan 2002 Distribusi Banjir yang terjadi


Nugroho Analisis Curah frekuensi pada tanggal 27
Hujan Sebagai gumbel Januari hingga 1
Faktor Penyebab Februari 2002
Bencana Banjir disebabkan adanya
Jakarta curah hujan yang
tinggi. Terjadinya
curah hujan dengan
intensitas besar dan
durasi lama
disebabkan karena
adanya pusat
tekanan rendah
diatas Selat Sunda
dan di Samudera
Hindia. Banjir
tersebut timbul
didukung oleh
adanya sistem
pengolahan
sumberdaya air,
khususnya air
permukaan yang
tidak baik.

4. Ligal Sebastian Pendekatan 2008 Deskriptif Terdapat dua


Pencegahan Dan Kualitatif kategori penyebab
Penanggulangan banjir, yaitu akibat
Banjir alami dan akibat
aktivitas manusia.
Terdapat metode
pengendalian banjir,
yaitu metode
struktural dan non-

13
struktural.

5. Sri Muliana Studi Kerentanan 2017 Survei dan Terdapat tiga kelas
Mardikaningsih, dkk Dan Arahan pendekatan kerentanan banjir di
Mitigasi Bencana deskriptif Kecamatan Puring,
Banjir di spasial. yaitu kelas I dengan
Kecamatan kerentanan banjir
Puring sangat rentan dengan
Kabupaten luas 705,60 ha
Kebumen (25,90%), kelas II
dengan kerentanan
banjir rentan seluas
2.016,09 ha
(74,01%), dan kelas
III dengan
kerentanan banjir
kurang rentan seluas
2,57 ha (0,09%).

BAB IV

Pembahasan

4.1. Analisis Situasi/Permasalahan Bencana


Bencana alam yang ada di Indonesia dari tahun ke tahun tampaknya
memiliki peningkatan, begitu juga dengan bencana banjir yang setiap tahunya
terjadi di Indonesia. Banjir merupakan fenomena alam yang sebagai hadirnya
disuatu kawasan luas sehingga dapat menutupi permukaan kawasan tersebut.

14
Banjir dapat menyebabkan penyumbatan aliran sungai ataupun selokan,
penyumbatan ini terjadi karena masyarakat yang masih sering membuang
sampah di sungai. Penyumbatan ini juga terjadi karena sedimentasi atau
pengendapan yang terjadi di hilir sungai. Pengendapan ini yang dapat
mengurangi kemampuan sungai untuk menampung air. Adapun disebabkan
karena penggundukan hutan, sikap manusia yang tidak berfikir jauh sebelum
bertindak, menyebakan manusia bertindak sewenag-wenang terhadap
lingkungan. Tindakan ini dapat berupa penanganan hutan yang tidak
menggunakan sistem tebang pilih. Akibatnya tidak adanya pohon untuk
menyerap air sehingga air mengalir tanpa terkendali.
Curah hujan tinggi menyebabkan sungai-sungai tidak dapat menampung
volume air yang melampaui kapasitas. Sedikitnya daerah serap. Di zaman
modern saat ini, daerah serapan sangat jarang ditemukan. Terutama daerah
perkotaan pada dasarnya sangat rentan terhadap banjir, mengingat kondisi kota
berada di dataran rendah. Daerah serap justru banyak tertutup aspal ataupun
pembetoran sehingga air tidak dapat meresap ke dalam lapisan tanah.
4.2. Analisis Program Penanggulangan Bencana
Mencegah dan menanggulangi banjir tak dapat dilakukan oleh
pemerintah saja tetapi diperlukanya partisipasi masyarakat. Beberapa program
penanggulangan untuk bencana banjir yaitu membuat lubang-lubang serapan
air, memperbanyak ruang terbuka hijau, mengubah perilaku masyarakat agar
tidak lagi menjadikan sungai sebagai tempat sampah. Adanya partisipasi
masyarakat dalam penanggulangan banjir yaitu penanggulangan banjir
dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum banjir, penanganan saat
banjir, dan pemulihan setelah banjir. Kegiatan penanggulangan banjir ini juga
berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir diwilayah sungai
sampai wilayah dataran banjir dan kegiatan non-fisik yaitu pengelolaan tata
guna lahan sampai sitem peringatan dini bencana banjir. Adapun beberapa cara
menggulangi bencana alam: meningkatkan terlaksananya kesiapsiagaan dengan
pembentukan satuan reaksi cepat penanggulangan bencana, meningkatkan
terlaksananya penyelenggaraan gladi dan simulasi penanggulangan bencana,
meningkatnya terlaksana koordinasi dan pelaksanaan rehabilitasi dan
rekontruksi bidang prasarana fisik di wilayah pasca bencana, mewujudkan
tersusunya rencana aksi daerah penanggulangan risiko bencana (PRB),
meningkatkan terlaksananya kooordinasi perbaikan sarana vital dan layanan

15
daerah, meningkatkan terlaksananya sosialisasi pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam menghadapi bencana.
4.3. Analisis Dampak Bencana (gangguan kesehatan pasca bencana)
Dampak yang ditimbulkan karena banjir yaitu persediaan air yang
terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan air minum bersih menjadi langka.
Kondisi air yang tidak hygines maka munculah penyakit yang ditimbulkan
karena diare, adapun penyakit lain yaitu leptospirosis, ISPA, penyakit kulit,
penyakit saluran pencernaan, tifoid, dan demam berdarah atau malaria.
(Promkes Kemenkes RI, 2013). Salah satu cara mencegah penularan penyakit
akibat banjir yaitu melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) saat dan
setelah bencana. PHBS khusus untuk kondisi kedaruratan dan bencana salah
satu tindakan kesiapsiagaan (preparedness) penanganan bencana pada tingkat
individu untuk mempertahankan status kesehatan akibat terdampak banjir. Dua
indicator dari 10 indikator perilaku hidup sehat dalam kedaruratan terpenting
guna mengurangi risiko penyakit diare dan l=kulit adalah CTPS dengan
penggunaan air bersih. (Kemenkes RI dan UNICEF, 2012).

4.4. Analisis Peran Jajaran Kesehatan, Pemangku Kepentingan dan


masyarakat dalam penanggulangan bencana
Peran stakeholder dalam bencana banjir, Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang pembagian tanggung jawab manajemen bencana bahwa
stakeholder yang berperan ialah pemerintah pusat, pemerintah daerah, BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana), lembaga usaha, dan lembaga
internasional. Bencana banjir adalah limpahan air yang melebihi tinggi muka air
normal, sehingga melimpah dari palung sungai menyebabkan adanya genangan
pada lahan rendah di sisi sungai (Nurjanah dkk 2013). Partisipasi seluruh
elemen masyarakat harus dilakukan secara terorganisasi dan terkoordinasi agar
dapat terlaksana secara efektif. Penanggulangan banjir dilakukan secara
bertahap, dari pencegahan sebelum banjir, penanganan saat banjir dan
pemulihan setelah banjir. Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan
penanggulangan banjir yang berkesinambungan.

16
BAB V

Penutup

5.1. Kesimpulan
Manajemen bencana banjir khusunya pada mitigasi diterapkan, guna
untuk mencegah dampak dari bencana banjir. Mitigasi perlu untuk dilakukan
untuk mengurangi resiko dari bencana banjir serta bisa untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat serta organisasi dalam penanganan bencana banjir.
Dalam mitigasi bencana banjir merupakan tanggung jawab seluruh pihak, baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BNPB serta lembaga swasta dan
international. Namun pada tugas, fungsi dan peran dalam kewenangan mitigasi
bencana banjir sebagian besar dilakukan oleh BNPB dan atau BPBD. Peran dan
fungsi stakeholder sangat dibutuhkan dalam manajemen bencana banjir
khususnya dalam hal mitigasi, oleh karena itu penelitian ini hendak
mengeksplorasi peran-peran yang dilakukan oleh stakeholder dalam Mitigasi
Bencana Banjir, dengan stakeholder yang dimaksud adalah pihak pemerintah,
pihak lembaga non pemerintah dan pihak swasta.
5.2. Saran
Meningkatkan sosialisasi serta mengikutsertakan masyarakat dalam
segala kegiatan mengenai penanggulangan bencana banjir yang dilakukan
BPBD, serta pengembangan dan implementasi sistem manajemen informasi

17
oleh BNPB ini sebaiknya dikoordinasikan dengan seluruh lembaga yang terlibat
dalam penanganan bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (2013): Analisis Hujan Bulan Januari 2013.
Buletin BMKG.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2013). Bencana di Indonesia, 2012.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2019. Faktor Penyebab Banjir


Bandang Sentani. Jakarta : https://www.bnpb.go.id/ini-tiga-faktor-
penyebab-banjir-bandang-sentani
Chai, Y., Jin, C, Wang, A., Guan, D., Wu, J., Yuan, F., Xu, L. (2015). Spatio-Temporal
Analysis of the Accuracy of Tropical Multisatelilite Precipatation Analysis 3B42
Precipitation Data In Mid0High Latitudes of China.

Djalante, Riyanti. 2018. Review Article:Asystematic Literature Review Of Research


Trends And Authorships On Natural Hazards, Disasters, Risk Reduction And
Climate Change In Indonesia. Nat. Hazards Earth Syst. Sci

EMDAT: Disaster Trends, available at: http://emdat.be/emdat_db/ (last access: 23


March 2018), 2017

Gu, H-h., yu, Z-b., Yang, C-g., Ju, Q., Lu, B-h., Liang, C. (2010), Hydrologycal
Assesment of TRMM Rainfall Data Over Yangtze River Basin. Water Science
and Engineering.

Henstra, Daniel., Jason Thistlethwaite., Craig Brown., Daniel Scott. 2018. Flood risk
management and shared responsibility: Exploring Canadian public attitudes and
expectations. Canda : http://wileyonlinelibrary.com/journal/jfr3

18
Kodoatie, R.J, dan Sugiyanto, 2013. Banjir. Semarang: Pustaka Pelajar.

Nurjanah dkk, 2013. Manajemen Bencana. Alfabeta. Bandung.

Ramadhan, ilham, dkk. 2016. Peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
Medan dalam Penanggulangan Bencana Alam. Medan: Universitas Medan Area

Tarjono, 1996. Kajian Erosi Permukaan dan Perlakuan Konservasi Tanah di Sub DAS
Gobeh Kabupaten Dati II Wonogiri.Tesis. Yogyakarta: Pascasarjana UGM.

Paimin, Purwanto, dan Sukresno. 2006. Diagnosis Banjir dan Tanah Longsor sebagai
Upaya Pencegahan (Land Slide and Flood Diagnosis as Prevention Efforts).
Prosiding Seminar Pemantauan dan Mitigasi Bencana Banjir, Tanah Longsor
dan Kekeringan di Surakarta tanggal 29 Agustus 2006. Hlm 27 – 39.

Priambodo, S. Arie. 2009. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta: Kanisius

19

Anda mungkin juga menyukai