Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN MAGANG

GAMBARAN PELAKSANAAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DEMAM

BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS PARUNG

OLEH

Nama : Holis Tiawati

No. Pokok : 2016710044

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2020
LAPORAN MAGANG

GAMBARAN PELAKSANAAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DEMAM


BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS PARUNG

Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Mata Kuliah Magang di Peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

OLEH

Nama : Holis Tiawati

No. Pokok : 2016710044

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2020
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan kegiatan Magang ini telah disetujui oleh pembimbing lapangan program mahasiswa
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta

Jakarta, Februari 2020

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan


Instansi Puskesmas Kecamatan
Parung

Munaya Fauziah, SKM., M. Kes Moh. Taufik, SKM


NIDN. 0324087502 196404111987011004
Daftar Riwayat Hidup

Nama Lengkap : Holis Tiawati


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Bogor, 06 April 1997
Alamat Asal : Puraseda, Leuwiliang, Bogor
Alamat Sekarang : Asrama Putri, Cireundeu, Ciputat,
Tangerang Selatan
No.telp./Hp : 085779789882
Alamat e-mail : Hauraalmaqsura97@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

Pendidikan

Jenjang Instansi Tahun Lulus

SD/MI MI PUI Al-Baraqah Situhiang, Puraseda 2003-2009

SMP/MTS SMP Muhammadiyah Puraseda 2009-2012

SMA/MA SMA Muhammadiyah Puraseda 2012-2015

PT Universitas Muhammadiyah Jakarta 2016-Sekarang

Riwayat Organisasi / Lembaga:

Jabatan Organisasi Tahun

Sekretaris Bidang ASBO (Asosiasi PR IPM SMP Muhammadiyah 2010-2011


Seni Budaya dan Olahraga) Puraseda

Sekretaris Bidang Kaderisasi PR IPM SMA Muhammadiyah 2013-2014


Puraseda

Anggota Departemen Kerohanian Hima Kesmas UMJ 2017-2018

Anggota Pengabdian Masyarakat ISMKMI 2017

Anggota Bidang TDKI PK IMM FKK UMJ 2016-2017


Ketua Bidang TKI PK IMM FKK UMJ 2017-2018
Ketua Bidang IMMawati PK IMM FKM UMJ Sekarang
Kata Pengantar

Puji serta syukur tak henti terucap kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat yang terkira kepada hamba-Nya yang penuh dosa. Segala kemudahan yang
diberikan dan sebagai penyedia system support terbaik dan satusatunya. Dengan izin
dan semoga di ridhoi-Nya sehingga telah usai laporan magang saya sebagai
mahasiswa Strata-1 (S-1).
Sholawat serta salam tak luput disampaikan kepada Rasulullah Saw selaku
suri tauladan bagi kita semua dalam membedakan yang haq & bathil. Laporan ini
berjudul “Gambaran Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi DBD (Demam Berdarah
Dengue) di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Parung” disusun sebagai laporan akhir
dari pelaksanaan magang. Penyusunan dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan
dari banyak pihak.
Pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr, Dini Srie Agustin selaku Kepala Puskesmas Parung yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan magang.
2. Moh Taufik, SKM selaku Kepala Tata Usaha sekaligus pembimbing lapangan
magang yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukkan dalam
melaksanakan kegiatan magang.
3. Munaya Fauziah, SKM, M. Kes selaku dosen pembimbing magang yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama melaksanakan kegiatan magang.
4. Seluruh pegawai di UPT Puskesmas Parung
5. Mahasiswa/i Kesehatan Masyarakat Angkatan 2016 FKM UMJ, Khususnya kawan-
kawan seperjuangan Peminatan Epidemiologi 2016 FKM UMJ
6. Semua pihak yang telah memberikan doa, motivasi, materi, arahan dan batuan lain
yang tak dapat diutarakan satu persatu.
Penulis menyadari laporan magang ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya
sehingga akhirnya laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi bidang
pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.

Cireundeu, Februari 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Pernyataan Persetujuan

Daftar Riwayat Hidup

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Daftar Tabel iii

Daftar Gambar iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 2


B. Tujuan 3
C. Manfaat 3
D. Tempat dan Waktu 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi DBD 5
B. Incidence Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) 5
C. Epidemiologi DBD 6
D. Mekanisme Penularan Penyakit 6
E. Ukuran Epidemiologi 8
F. Pencegahan DBD 9
G. Kegiatan Penanggulangan/Pengendalian DBD 11
H. Surveilans DBD 17
BAB III GAMBARAN UMUM INSTANSI DAN URAIAN KEGIATAN
A. Gambaran Umum Instansi 22
B. Uraian Kegiatan di Instansi Magang 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL 29

ii
B. PEMBAHASAN 32
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 37
B. SARAN 37

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah 25

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Kasus DBD Di Desa Pemagarsari 29

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Kasus DBD Di Desa Parung 30

Tabel 4.3 Hasil Survei Jentik Desa Pemagarsari Kecamatan Parung 30

Tabel. 4.4 Hasil Survei Jentik Desa Parung Kecamatan Parung 31

Tabel 4.5 Distribusi Kasus DBD menurut kelompok umur 31

Tabel 4.6 Distribusi Kasus DBD menurut Jenis Kelamin 32

Tabel 4.7 Distribusi Kasus DBD menurut tempat 32

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue 5
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Parung 23

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan di wilayah tropis maupun sub-tropis dan menjangkit luas
di banyak negara terutama di Asia Tenggara yang paling parah terkena dampaknya,
dengan mewakili 70% dari beban penyakit global (WHO, 2019). Kejadian demam
berdarah telah meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade
terakhir. Sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala atau ringan dan dapat
ditangani sendiri, sehingga jumlah sebenarnya kasus dengue tidak dilaporkan.
Banyak kasus juga salah didiagnosis sebagai penyakit demam lainnya (Waggoner, et
al. 2016). Sekitar 2,5 miliar orang, atau 40% dari populasi dunia, tinggal di
daerah dimana ada risiko penularan demam berdarah. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan bahwa 50 hingga 100 juta infeksi terjadi setiap tahun,
termasuk 500.000 kasus DBD hingga 25.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun,
sebagian besar di antara anak-anak.
Indonesia juga merupakan wilayah dengan potensial Kejadian Luar Biasa
(KLB) DBD cukup tinggi, hal ini sejalan dengan peningkatan kepadatan penduduk
yang terjadi di Indonesia. Sejak pertama kali kasus DBD dilaporkan di Indonesia
pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, angka kesakitan DBD menunjukkan tren
peningkatan dari tahun ke tahun dan wilayah penyebarannya pun semakin luas
hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia (Dirjen P2PL, 2017). Berdasarkan
data Kemenkes RI (2016) Angka kesakitan (IR/Incidence Rate) DBD di Indonesia
pada tahun 2012 hingga 2016 mengalami fluktuasi, antara lain tahun 2012 dengan IR
37,27 per 100.000 penduduk (90.245 kasus), tahun 2013 IR 45,85% (112.511 kasus),
tahun 2014 IR 39,80% ( 100.347 kasus), tahun 2015 IR 50,75% (129.650 kasus), dan
tahun 2016 IR 78,85% (204.171 kasus). Angka kematian (CFR/Case Fatality Rate)
DBD di Indonesia tahun 2012 0,90% ( 816 jiwa), tahun 2013 CFR 0,77% (871 jiwa),
tahun 2014 CFR 0,9% (907 jiwa), tahun 2015 CFR 0,83% (1071 jiwa), tahun 2016
CFR 0,78% (1598 jiwa).
Sedangkan pada tahun 2018 kasus DBD berjumlah 65.602 kasus, dengan
jumlah kematian sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun
sebelumnya, yaitu 68.407 kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka
kesakitan DBD tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10

1
menjadi 24,75 per 100.000 penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun
sebelumnya tidak terlalu tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada
tahun 2018. Kemudian tercatat jumlah penderita DBD sebesar 13.683 penderita pada
awal tahun 2019, dilaporkan dari 34 Provinsi dengan 132 kasus diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan tahun
sebelumnya (2018) dengan jumlah penderita sebanyak 6.167 penderita dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 43 kasus (Kemenkes, 2019). 
Provinsi Jawa Barat termasuk wilayah endemis terjadinya DBD yang masuk
kedalam 3 propinsi dengan jumlah kasus DBD tertinggi di pulau jawa. Jawa Barat
menempati urutan pertama dengan total kasus sebanyak 10,016 kasus (Ditjen P2P,
2018). Bogor merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang juga memiliki banyak
kasus DBD setelah Bandung karena berbatasan langsung dengan daerah endemis
seperti Depok, Banten, DKI Jakarta dan Bekasi. Jumlah kasus DBD di Kota Bogor
setiap tahunnya tidak dapat ditentukan mengalami kenaikan atau penurunan, menurut
grafik dibawah ini pada tahun 2016 jumlah kasus DBD lebih tinggi dibandingkan
tahun 2015 yaitu sebesar 1229 kasus dan jumlah kematian sebanyak 11 kasus.
Jumlah kasus mengalami penurunan setelah tahun 2016, yaitu pada tahun 2018
jumlah kasus sebanyak 727 dan jumlah kematian yaitu sebanyak 5 kasus (Dinkes
Bogor, 2019). Salah satu daerah dengan kasus DBD paling banyak adalah kecamatan
Parung . DBD menjadi sebuah masalah kesehatan masyarakat yang harus ditangani
melalui upaya program pengendalian DBD yang efektif, komprehensif,
berkesinambungan dan dapat diaplikasikan oleh seluruh Puskesmas yang ada di
Kabupaten Bogor. Hal tersebut selain bertujuan untuk mencegah terjadinya KLB
juga bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penularan penyakit, menurunkan
angka kesakitan, kematian, serta komplikasi yang ditimbulkan akibat penanganan
yang salah terhadap orang dengan status DBD. Komplikasi yang mungkin dapat
terjadi diantaranya hiperpireksia, demam disertai kejang, perdarahan, hiperglikemia
dan hipoglikemia serta kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan pasien
syok berkepanjangan dan berakhir dengan kematian (WHO, 2009).
Penyelidikan Epidemiologi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui adanya potensi penularan serta penyebaran DBD lebih lanjut, sehingga
dapat dilakukan respon cepat terhadap kejadian DBD dan populasi yang berisiko
serta merekomendasikan jenis tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di
wilayah sekitar tempat terjadinya DBD (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan

2
permasalahan dan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melaksanakan kegiatan
magang di bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) yang berfokus pada
pelaksanaan Penyelidikan Epidemiolgi DBD di Puskesmas Parung.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Parung
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran epidemiologi DBD di Puskesmas Parung
b. Mengetahui adanya potensi penularan serta penyebaran DBD
c. Melakukan respon cepat terhadap adanya KLB DBD dan populasi yang
berisiko
d. Menentukan penanggulangan fokus yang dilakukan
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman, keterampilan serta pemahaman terkait pelaksanaan
program pengendalian penyakit DBD di Puskesmas Parung.
b. Dapat mengaplikasikan ilmu epidemiologi perencanaan dan pelayanan
kesehatan, epidemiologi penyakit menular dan program penanggulangan
penyakit menular yang telah diperoleh dalam proses perkuliahan ke dalam
lingkungan kerja Puskesmas Parung
c. Memperoleh kesempatan dan pengalaman bekerja sesuai dengan bidang
epidemiologi di Puskesmas Parung
d. Memahami masalah kesehatan secara nyata di lingkungan kerja Puskemas
Parung
2. Bagi Program Studi
a. Memperoleh masukan bagi pengembangan program studi
b. Terbinanya Jejaring dengan perguruan tinggi dengan institusi
c. Laporan magang dapat menjadi salah satu audit internal kualitas
pengajaran
3. Bagi Institusi Tempat Magang
a. Institusi mendapatkan tenaga internship sesuai dengan bidang keilmuan
epidemiologi

3
b. Institusi bisa mendapat masukan untuk perbaikan program yang sedang
berjalan
c. Menciptakan kerjasama saling menguntungkan dan bermanfaat antara
institusi dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta

4. Tempat dan Waktu


Kegiatan magang dilaksanakan di Puskesmas Parung pada tanggal 22 Februari - 26
Februari 2020

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi DBD
Dengue adalah penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk yang telah menyebar
dengan cepat di semua wilayah endemis dalam beberapa tahun terakhir. Virus
dengue ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes aegypti dan, pada
tingkat lebih rendah, Ae. albopictus. Nyamuk ini juga merupakan vektor
chikungunya, demam kuning dan virus Zika. Demam berdarah tersebar luas di
seluruh daerah tropis, dengan variasi risiko lokal dipengaruhi oleh curah hujan, suhu,
kelembaban relatif, dan urbanisasi cepat yang tidak terencana (WHO, 2019).

B. Incidence Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR)


Kasus DBD pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah kematian
sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 68.407
kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DBD tahun 2018
menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per 100.000
penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak terlalu
tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018 (Kemenkes RI,
2019).
Berikut tren angka kesakitan DBD selama kurun waktu 2010-2018 :

Gambar. 2.1. ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER


100.000 PENDUDUK TAHUN 2010-2018

5
C. Epidemiologi DBD
Penyakit demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF) merupakan
penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem kesehatan
masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di
negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun
epidemik. Hasil study epidemiologik menunjukkan bahwa DBD terutama menyerang
kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak di temukan
perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender.
Outbreak (kejadian luar biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan
berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan
peningkatan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi pada musim penghujan.
Penularan penyakit DBD antar manusia terutama berlangsung melalui vektor nyamuk
Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut
sebagai the most mosquito transmitted disease (Depkes RI, 2003)

D. Mekanisme Penularan Penyakit


1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili
Flaviviridae, genus flavivirus.Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki
single standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk
kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein.Genome (rangkaian
kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari
tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C),
membrane-associated protein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen
protein non struktural (NS). Terdapat empat serotipe virus yang dikenal yakni
DEN-1, DEN-2, DEN3 dan DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah
ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan
merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2,
Dengue-1 dan Dengue -4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe
tersebut diatas, akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
virus yang 43 bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut
mempunyai daya antigenisitas yang sama namun mereka berbeda dalam

6
menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan
salah satu dari mereka (Dirjen P2P, 2017).
2. Vektor Penular Penyakit
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk
Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis, Ae.scutelaris dan Ae.
niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya
mempunyai daerah distribusi geogra fis sendiri-sendiri yang terbatas.
Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue,
biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding
Ae.aegypti.
3. Pejamu (Host)
Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies dari primata
rendah. Tubuh manusia adalah reservoir utama bagi virus tersebut, meskipun
studi yang dilakukan di Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa monyet
dapat terinfeksi oleh virus dengue sehingga dapat berfungsi sebagai host
reservoir. Semua orang rentan terhadap penyakit ini, pada anak-anak biasanya
menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa.
Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan
memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan
perlindungan terhadap terhadap infeksi serotipe lain dan dapat terjadi infeksi
lagi oleh serotipe lainnya
4. Faktor Resiko Lingkungan
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin
berkembangnya penyakit DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang
tidak memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana dan
terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga
mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan
penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan
kepadatan nyamuk, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta
melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Selain faktor faktor lingkungan
tersebut diatas status imunologi seseorang, strain virus/serotipe virus yang
menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga berpengaruh terhadap penularan
penyakit. Perubahan iklim (climate change) global yang menyebabkan

7
kenaikan rata-rata temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga
disinyalir menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko
terhadap munculnya KLB DBD
Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang
tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan
sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain
pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang
biasa bepergian.
5. Siklus Penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut
(viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang
sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama
hidupnya Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah
nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika
nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka
gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3
– 14 hari (rata-rata selama 4-7 hari) timbul gejala awal penyakit secara
mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya
nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya. Viremia biasanya muncul
pada saat atau sebelum gejala awal penyakit tampak dan berlangsung selama
kurang lebih lima hari. Saat-saat tersebut penderita dalam masa sangat infektif
untuk vektor nyamuk yang berperan dalam siklus penularan, jika penderita
tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit nyamuk. Hal tersebut
merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal dari nyamuk-nyamuk
betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya

E. Ukuran Epidemiologi
Ukuran (parameter) frekuensi penyakit yang paling sederhana adalah ukuran
yang menghitung jumlah individu yang sakit pada suatu populasi yang bermanfaat
bagi petugas kesehatan dalam mengalokasikan dana atau kegiatan. Ukuran-ukuran
epidemiologi yang sering digunakan dalam kegiatan pengendalian DBD adalah

8
Insidens Rate (IR), Angka Kematian (CFR), Attack Rate (AR) dan Angka Bebas
Jentik (ABJ)
1. Angka Kesakitan/ Incidence Rate (IR)
Angka Kesakitan adalah angka yang menunjukkan proporsi kasus/ kejadian
(baru) penyakit dalam suatu populasi. Angka Kesakitan merupakan jumlah
orang yang menderita penyakit dibagi jumlah total populasi dalam kurun
waktu tertentu dikalikan konstanta.

Jumlah kasus baru dalam kurun waktu tertentu


IR = ––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– x 100.000
Jumlah populasi dalam kurun waktu tertentu
2. Angka Kematian/ Case Fatality Rate (CFR)
CFR adalah persentase kematian yang diakibatkan dari suatu penyakit dalam
suatu kurun waktu tertentu.

Jumlah kematian
CFR = ––––––––––––––––– x 100%
Jumlah kasus

3. Attack Rate (AR)


Ukuran epidemiologi pada saat terjadi KLB, untuk menghitung kasus pada
populasi berisiko disuatu wilayah dan waktu tertentu

Jumlah kasus
AR = ––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– x Konstanta
Jumlah populasi berisiko pada waktu terjadi KLB

4. Angka Bebas Jentik (ABJ)


ABJ adalah persentase jumlah rumah/bangunan yang tidak terdapat jentik.

Jumlah rumah/bangunan tidak terdapat jentik


ABJ = –––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– x 100 %
Jumlah rumah/ bangunan diperiksa
F. Pencegahan DBD
Pencegahan demam berdarah yang paling efektif dan efisien sampai saat ini adalah
kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu:

9
1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti: bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es dan lain-lain
2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air  seperti:
drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya;
3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam
Berdarah.  

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan


pencegahan lainnya seperti:
1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan, misalnya water toren, gentong/tempayan penampung air
hujan, dll
2) Menggunakan kelambu saat tidur,
3) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
4) Menanam tanaman pengusir nyamuk,
5) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. 
6) Menggunakan anti nyamuk semprot maupun oles bila diperlukan
(Kemenkes, 2019).
G. Kegiatan Penanggulangan/Pengendalian DBD
1. Surveilans Epidemiologi
Surveilans Epidemiologi Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan
surveilans aktif maupun pasif, surveilans vektor, surveilans laboratorium,
surveilans terhadap faktor resiko penularan penyakit seperti pengaruh hujan,
kenaikan suhu dan kelembaban (Kemenkes RI, 2011).
H. Laporan Kasus
Laporan data kasus DBD di puskesmas meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Pengumpulan dan pencatatan data tersangka DD,DBD, dan SSD
b. Pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB
c. KD/RS DBD untuk pelaporan tersangka DBD, penderita DD, DBD, SSD
dalam kurun waktu 24 jam setelah diagnosis ditegakkan

10
d. Laporan KLB (W1), laporan mingguan (W2-DBD), laporan bulanan
kasus/kematian DBD dan program pemberantasan (K-DBD)
e. Database perorangan untuk penderita DD, DBD,SSD (DP-DBD), penentuan
stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun,
penentuan musim penularan dan tren DBD.
Laporan yang berasal dari puskesmas dan rumah sakit mengenai adanya
kasus ataupun tersangka infeksi virus dengue lazimnya menggunakan formulir
KD-DBD. Laporan dalam bentuk formulir KD-DBD ini kemudian dikirimkan
ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada
puskesmas yang sesuai dengan domisili penderita/pasien yang bersangkutan.
Pelaporan adanya kasus infeksi virus dengue ini dilakukan 24 jam setelah
diagnosis ditegakkan. Disamping itu, pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium
mengenai kasus DBD ini pada umumnya dilakukan oleh Balai Laboratorium
Kesehatan/bagian mikrobiologi/bagian laboratorium rumah sakit daerah
setempat.
3. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mencari penderita DBD atau tersangka kasus DBD lainnya serta kegitan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita atau tersangka dan
rumah atau bangunan yang ada di sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya
100 meter.
Secara umum, tujuan dari kegiatan PE ini adalah mengetahui adanya
potensi penularan serta penyebaran DBD lebih lanjut, kemudian menentukan
jenis tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat
Jika penderita adalah siswa sekolah atau pekerja, maka petugas puskesmas juga
akan melakukan PE di lingkungan sekolah/tempat kerja penderita tersebut.
Tujuan dari PE ini dikhususkan untuk mengetahui adanya penderita DBD atau
tersangka kasus DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular
DBD (nyamuk Aedes), dan menentukan penanggulangan fokus yang dilakukan.
Gambaran dari pelaksanaan kegiatan PE adalah sebagai berikut :

11
a. Petugas Puskesmas setempat melakukan wawancara dengan adanya
keluarga penderita. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
penderita DBD lain (yaitu kasus DBD yang sudah ada konfirmasi dari
pihak rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya) dan
mengetahui ada tidaknya penderita demam pada saat itu dalam kurun
waktu satu minggu sebelumnya.
b. Jika ditemukan penderita demam dengan penyebab yang jelas, maka
petugas puskesmas akan melakukan pemeriksaan kulit (petekie) dan
melakukan tourniquit test.
c. Petugas Puskesmas kemudian melakukan pemeriksaan jentik nyamuk
penular DBD pada tempat-tempat penampungan air (TPA) yang
berfungsi sebagai breeding places nyamuk Aedes, baik TPA yang ada
di dalam maupun yang ada di luar rumah/bangunan.
d. Kegiatan dilaksanakan + 20 rumah disekitar tempat tinggal penderita.
e. Jika penderita adalah siswa sekolah atau pekerja, maka petugas
puskesmas juga akan melakukan PE di lingkungan sekolah/tempat
kerja penderita tersebut.
f. Hasil pemeriksaan dari kegiatan PE ini dicatat dalam formulir PE yang
sudah disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
g. Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat sesegera mungkin untuk dilakukan tindak lanjut lapangan
yang dikoordinasikan dengan Kades/Lurah.

12
h. Jika hasil PE positif (ditemukan satu orang atau lebih penderita DBD
lainnya dan/atau lebih dari sama dengan tiga orang tersangka DBD
serta ditemukannya jentik nyamuk Aedes ≥ 5%), maka akan dilakukan
penanggulangan fokus berupa fogging, penyuluhan, PSN DBD, dan
larvasidasi selektif.
i. Jika hasil PE negatif (tidak memenuhi dua kriteria positif diatas), maka
penanggulangan yang dilakukan berupa penyuluhan, PSN DBD, dan
larvasidasi selektif.
A.
4. Fogging Fokus
Fogging Fokus merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya KLB dengan cara memutus rantai penularan, khususnya
terhadap nyamuk dewasa, di wilayah terjadinya kasus DBD. Sasaran wilayah
atau lokasi dari kegiatan ini adalah rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi
di sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan DBD. Fogging atau
pengabutan ini dilakukan dalam radius sekitar 200 meter dan dilaksanakan dua
siklus dengan interval ± minggu.
Kegiatan fogging dengan menggunakan insektisida ini dilakukan oleh
petugas puskesmas yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Petugas penyemprot merupakan petugas puskesmas atau
petugas harian lepas yang telah mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Disamping itu, diperlukan pula partisipasi dari ketua RT, tokoh
masyarakat, dan kader kesehatan untuk mendampingi petugas dalam kegiatan
pengabutan ini dan melakukan penyuluhan.
Fogging fokus dilakukan jika hasil PE bernilai positif, yaitu ditemukannya
penderita atau tersangka DBD lainnya, atau ditemukan tiga atau lebih penderita
panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik. Sasaran/target dari kegiatan
Fogging Fokus dihitung berdasarkan jumlah fokus yang akan ditanggulangi (1
fokus=300 rumah atau 15 Ha) dalam satu tahun (Riyanti, 2008)
5. Pemberantasan Sarang Nyamuk

13
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan salah satu cara
pengendalian vektor DBD yang paling efektif dan efisien, yaitu dengan jalan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan atau pengendalian jentik
nyamuk. Pelaksanaan program PSN DBD dalam masyarakat bisa dikenal
dengan kegiatan 3M Plus.
Tujuan dari program PSN DBD ini adalah untuk mengendalikan populasi
nyamuk, yaitu khususnya nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama DBD,
sehingga penularan penyakit ini dapat dicegah atau setidaknya dikurangi
kejadian kasusnya. Indikator keberhasilan program PSN DBD adalah Angka
Bebas Jentik (ABJ), yaitu dengan ABJ ≥ 95% (Riyanti,2008).

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pelaksanaan PSN DBD dapat
dilakukan dengan kegiatan 3M Plus, dimana 3M yang dimaksud terdiri dari:
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air yang ada dengan
frekuensi satu kali dalam satu minggu.
b. Menutup dengan rapat tempat-tempat penampungan air yang ada di dalam
maupun di luar rumah/bangunan
c. Memanfaatkan, atau biasa disebut dengan mendaur ulang, barang-barang
bekas yang memungkinkan tertampungnya air hujan dalam barang-barang
bekas tersebut.

Selain itu, Plus yang tercantum dalam kegiatan 3M Plus yang dimaksud diatas
terdiri dari:
a. Mengganti air yang terdapat dalam vas bunga, tempat minum hewan
peliharaan atau tempat-tempat sejenisnya dengan frekuensi satu kali
dalam satu minggu
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak sehingga air dapat
mengalir dengan lancar dalam saluran atau talang air tersebut.
c. Menutup lubang-lubang yang ada pada pohon, potongan bambu, dan
tempat-tempat sejenisnya dengan menggunakan tanah misalnya.
d. Menaburkan larvasida atau bubuk abate di tempat-tempat
penampungan air, terutama tempat-tempat yang sukar dikuras atau di
daerah yang mengalami kesulitan mendapatkan air.

14
e. Memelihara predator jentik, yaitu terutama ikan pemakan jentik di
kolam atau di tempat-tempat penampungan air.
f. Memasang kawat kasa pada ventilasi rumah.
g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah,
khususnya di dalam kamar.
h. Mengupayakan adanya pencahayaan yang cukup dan ventilasi yang
memadai di dalam ruang.
i. Menggunakan kelambu apabila tidur di siang atau di sore hari,
terutama untuk anak-anak yang berusia sekolah.
j. Menggunakan obat/lotion/repellent yang dapat mencegah gigitan
nyamuk.

Pelaksanaan kegiatan 3M Plus ini pada umumnya dilakukan di rumah-rumah


oleh anggota keluarga dan di tempat-tempat umum oleh para petugas yang ditunjuk
oleh pimpinan atau pengelola tempat-tempat umum tersebut:

6. Pemantauan Jentik Berkala dan Larvasidasi


Berbagai upaya penanggulangan penyakit DBD telah dilakukan pemerintah
untuk mengatasi penyebaran penyakit DBD ini. Namun, penanggulangan ini
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi masyarakat juga
mempunyai kewajiban untuk mengatasi kasus ini. Selama ini masyarakat selalu
dihimbau untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan 3M,
tetapi meskipun masyarakat mengetahui gerakan 3M (menguras, mengubur, dan
menutup), namun kepedulian masyarakat terhadap gerakan 3M masih minim.

Masyarakat selalu bergantung pada fogging, karena masyarakat berpikir


fogging adalah cara paling efektif dalam penanganan masalah DBD dan
hasilnya lebih cepat. Dalam hal ini, perilaku hidup masyarakat harus diperbaiki
jangan bergantung pada fogging, karena fogging tidak efektif untuk
memberantas DBD justru hanya membuat nyamuk menjadi kebal terhadap
pestisida. Salah satu cara yang paling efektif adalah melalui kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB).

15
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) merupakan kegiatan pemeriksaan atau
pengamatan serta pemberantasan vektor nyamuk penular DBD pada tempat
penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk . Kegiatan
PJB ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M . Apabila ABJ lebih atau
sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
Dengan adanya program survey jentik nyamuk ini diharapkan timbul suatu
kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pencegahan DBD sehingga
berdampak pada angka bebas jentik nyamuk.
Sasaran wilayah atau lokasi dari kegiatan PJB ini merupakan
rumah/bangunan, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang ada di desa/kelurahan
endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes di
100 sampel yang dipilih secara random. Kegiatan ini dilaksanakan dalam empat
siklus, yaitu tiga bulan sekali. PJB dapat dilakukan oleh petugas puskesmas,
kader, atau kelompok kerja (POKJA) DBD yang biasa disebut juru pemantau
jentik (jumantik) yang mana kader jumantik memeriksa 3 rumah sampel di tiap
RW/Dusun/Lingkungan
Pemberantasan sarang jentik nyamuk merupakan tindakan yang paling
penting dalam mengurangi jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti sebagai
vector penular. Salah satu antipasti mewabahnya DBD adalah dengan memantau
keberadaan jentik nyamuk di lingkungan sekitar rumah. Ciri-ciri jentik nyamuk
yaitu panjang jentik 0,5 sampai 1 cm; bergerak aktif di dalam air dari bawah ke
atas untuk bernafas, istirahat posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air
biasanya disekitar dinding penampungan air; setelah 6-8 hari menjadi
kepompong. Survey jentik nyamuk ini bertujuan untuk pemetaan jentik nyamuk,
mengetahui keberadaan nyamuk Aedes aegypti sekaligus mengetahui faktor
risiko DBD.
Larvasidasi merupakan kegiatan penaburan bubuk larvasida atau pembunuh
jentik nyamuk yang bertujuan untuk memberantas jentik nyamuk tersebut yang
terdapat di tempat penampungan air (TPA), sehingga populasi nyamuk Aedes
dapat ditekan jumlahnya. Sasaran wilayah atau lokasi dari kegiatan larvasidasi
ini sama dengan sasaran wilayah atau lokasi kegiatan PJB, yaitu
rumah/bangunan, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang ada di desa/kelurahan
endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes di

16
100 sampel yang dipilih secara random. Hal ini dikarenakan kegiatan larvasidasi
ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan PJB, sehingga waktu dan
pelaksana kegiatan pun juga sama.

Terdapat dua jenis larvasida yang dapat digunakan pada TPA, yaitu
temephos (abate 1%) dan insect growth regulator atau pengatur pertumbuhan
serangga.
a. Abatisasi Selektif
Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan TPA, baik di dalam
maupun di luar rumah, pada seluruh rumah dan bangunan di desa/kelurahan
endemis dan sporadis, serta penaburan bubuk abate (larvasida). Kegiatan ini
dilaksanakan dalam empat siklus (tiga bulan sekali) dengan empat siklus (tiga
bulan sekali) dengan menaburkan bubuk abate (larvasida) pada TPA yang
ditemukan jentik nyamuk. Pelaksana abatisasi adalah kader yang telah dilatih
oleh petugas puskesmas. Tujuan abatisasi selektif adalah sebagai tindakan
sweeping hasil penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) DBD.
b. Abatisasi Massal
Kegiatan abatisasi mssal dilakukan di wilayah yang terjadi Kejadian
Luar Biasa (KLB) DBD. Abatisasi massal adalah penaburan abate secara
serentak di seluruh wilayah tetemtu di semua TPA, baik yang terdapat jentik
maupun yang tidak terdapat jentik, di seluruh wilayah tertentu di semua TPA,
baik yang terdapat jentik maupun yang tidak terdapat jentik, di seluruh
rumah/bangunan. Sasaran larvasidasi adalah untuk rumah per desa/kelurahan
(kurang lebih 3.000 rumah), sedangkan untuk sekolah adalah per 15 sekolah.
7. Penyuluhan
Penyuluhan Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya
menyebarluaskan media informasi, misalnya: leaflet, poster, dan lain - lain
tapi juga harus mengarah keperubahan perilaku dalam upaya pemberantasan
DBD.

17
8. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB
Kegiatan SKD DBD merupakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB, dapat dilakukan penanganan
dengan segera
H. Surveilans DBD
1. Pengertian Surveilans DBD
Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program, instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus
menerus mengenai kondisi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit tersebut (determinan) agar dapat dilakukan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien
(Kemenkes RI, 2017).
2. Definisi Kasus Demam Berdarah Dengue
Kriteria klinis DBD adalah ditandai demam mendadak serta timbulnya tanda
klinis yang tidak khas, terdapat kecenderungan diathesis hemoragik dan resiko
terjadi syok, hemostastis yang abnormal, kebocoran plasma disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Klasifikasi kasus demam berdarah menurut WHO dalam Dirjen PP dan PL
(2011):
a. Suspek Infeksi Dengue
Suspek Infeksi Dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria yaitu demam
mendadak tanpa sebab yang jelas selama 2-7 hari dan adanya manifestasi
pendarahan (uji tourniquet positif).
b. Probable Demam Dengue
Demam dengue ditandai demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta
seperti sakit kepala, nyeri di belakang bola mata, pegal, nyeri sendi, rash,
dan manifestasi pendarahan, leukopenia (leukosit < 5000/mm3), jumlah
trombosit < 150.000/mm3 dan peningkatan hematokrit.
c. Demam Berdarah Dengue
DBD ditandai dengan demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi
pendarahan, jumlah trombosit < 100.000/mm3, adanya tanda kebocoran
plasma, hasil pemeriksaan serologis menunjukan hasil positif,

18
pembesaran hati, pendarahan pada mukosa serta pendarahan di bawah
kulit.
d. Sindrom Syok Dengue
Sindrom Syok Dengue merupakan kasus DBD yang masuk dalam derajat
III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan
denyut nadi yang cepat dan lemah menyempitnya tekanan nadi yang
ditandai kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai
syok berat.

Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD),


ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu (Depkes RI, 2010) : 

a. Kasus DBD adalah penderita DBD atau SSD


b. Penderita DBD adalah penderita penyakit yang didiagnosis sebagai DBD atau
SSD
c. Penegakan diagnosis DBD
1) Diagnosis klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2
- 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang – kurangnya uji
tourniquet positif). Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl),
dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20 %)
2) Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada
tersangka DBD menunjukan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau
peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan
dengue rapid test.
d. Penegakan diagnosis DD adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri
otot, tulang atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Hasil pemeriksaan
darah menunjukannleukopeni kadang dijumpai trombositopeni. Pada penderita
DD tidak dijumpai kebocoran plasma atau hasil pemeriksaan serologis pada
penderita yang diduga DD menunjukan peninggian (positif) IgM saja.
e. Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang
jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari disertai tanda – tanda
perdarahan sekurang – kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif dan
atau jumlah trombosit ≤ 100.000 / μl.

19
f. Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera (paling
lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis) tentang adanya
penderita (DD, DBD dan SSD) termasuk tersangka DBD agar segera dapat
dilakukan tindakan atau langkah – langkah penanggulangan seperlunya.
g. Laporan tersangka DBD dimaksudkan hanya untuk kegiatan proaktif
surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan kasus
atau penderita DBD.
h. Unit pelayanan kesehatan adalah rumah sakit (RS), Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek bersama, dokter praktek
swasta, dan lain – lain
i. Puskesmas setempat ialah puskesmas dengan wilayah kerja di tempat dimana
penderita DBD berdomisili.

3. Tujuan Surveilans Demam Berdarah Dengue


Tujuan surveilans DBD secara umum adalah menyediakan data dan informasi
epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan
peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat
Sedangkan tujuan khusus surveilans DBD adalah sebagai berikut:
a. Memantau kecenderungan penyakit DBD dan kemajuan program
pengendalian DBD;
b. Mendeteksi dan memprediksi serta penanggulangan terjadinya KLB DBD;
c. Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan penyelidikan Epidemiologi
(PE) serta melakukan penanggulangan seperlunya; dan
d. Menyediakan informasi untuk perencanaan kebijakan pengendalian DBD
4. Sumber Data Surveilans Demam Berdarah Dengue
Beberapa variabel data yang berhubungan dengan pengendalian DBD adalah
sebagai berikut:
a. Data kesakitan dan kematian menurut umur dan jenis kelamin, kasus DD,
DBD, SSD dari unit pelayanan kesehatan;
b. Data penduduk menurut kelompok umur tahunan; data desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi yang terdapat kasus DD, DBD, SSD bulanan;

20
a. Data ABJ kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hasil dari pengamatan
jentik.
Data-data tersebut diperoleh dari: laporan rutin DBD, laporan KLB,
laporan laboratorium, laporan hasil penyelidikan kasus perorangan, laporan
penyelidikan KLB dan survei khusus, laporan data demografi, laporan data
vektor serta laporan BMKG kabupaten maupun provinsi.
5. Kegiatan Unit Pelaksana Surveilans Demam Berdarah Dengue Tingkat Puskesmas
Surveilans epidemiologi DBD di puskesmas meliputi kegiatan pengumpulan
dan pencatatan data tersangka DBD untuk melakukan Penyelidikan Epidemiologi
(PE). Di samping itu, di tingkat puskesmas juga melakukan kegiatan pengolahan
dan penyajian data untuk pemantauan KLB berdasarkan laporan mingguan KLB;
laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program pemberantasan DBD; data
dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD; dan penentuan stratifikasi desa,
distribusi kasus DBD, penentuan musim penularan (Kemenkes RI, 2011).

21
BAB III

GAMBARAN UMUM INSTANSI DAN URAIAN KEGIATAN

A. Gambaran Umum Instansi


1. Lokasi Magang :
Nama Puskesmas : UPT Puskesmas Kecamatan Parung
Nama Kabupaten/Kota : Bogor
Kecamatan : Parung
Alamat : Jl. Raya Parung No.575 Kecamatan Parung
Kab Parung
Telp/Fax : 0251 – 8615184
E-Mail : Pkmparung@gmail.com

UPT Puskesmas Kecamatan Parung merupakan Unit Pelayanan Dinas


Kesehatan Kabupaten Bogor di Wilayah Kecamatan Parung yang membawahi 1
Puskesmas Fungsional yaitu UPF Cogreg. Puskesmas Parung sendiri dilengkapi
fasilitas rawat inap , baik rawat inap umum maupun rawat inap kebidanan. Khusus
untuk rawat inap kebidanan diperlakukan sebagai Puskesmas Poned semenjak tahun
2004.
Masyarakat luas pada umumnya telah mengenalnya karena lokasinya yang
mudah terjangkau dan terletak di tepi Jalan Raya Parung - Bogor. Dengan luas
wilayah kerja 378 Ha meliputi 9 desa, 50 RW dan 218 RT, dengan jumlah proyeksi
penduduk 123.897 jiwa, Puskesmas dituntut untuk bisa melayani kebutuhan
masyarakat baik di dalam gedung maupun di luar gedung.

Gambar. 3.1 Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Parung

22
Batas wilayah kerja UPT Puskesmas Kecamatan Parung sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Ciseeng

Sebelah Selatan : Kecamatan Bojong

Sebelah Timur : Kecamatan Tajur Halang dan Kec Sawangan

Sebelah Barat : Kecamatan Gunungsindur

2. Visi Misi Dan Moto Pelayanan Upt Puskesmas Parung :


a. Visi :
“Terwujudnya Masyarakat Parung yang Mandiri untuk Hidup Sehat”
b. Misi :
Untuk mewujudkan Visi tersebut Puskesmas Parung menetapkan 3 (tiga)
misi, yaitu :
1) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Primer Yang
Komprehensif Dan Berkualitas
2) Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Melalui Gerakan
Pemberdayaan Dan Kemandirian Masyarakat Untuk Hidup Sehat
3) Meningkatkan Akses Pelayanan Informasi Kesehatan Di
Masyarakat
c. Motto :

“ Indahnya Sehat, Tulusnya Melayani”

3. KEPENDUDUKAN
Jumlah Penduduk Kecamatan Parung pada tahun 2018 adalah 147.912
orang dengan kepadatan 52.997 orang per km2 nya
a. Persebaran Penduduk
Secara umum penyebaran penduduk menurut desa di Kecamatan
Parung bervariari, yaitu berkisar 7.516 jiwa sampai 26.448 jiwa, dimana
jumlah penduduk terkecil ada di desa Iwul dan jumlah penduduk terbesar
ada di desa Waru Jaya.

23
Tabel 3.1

Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Wilayah Kecamatan Parung

Tahun 2018

4. STRUKTUR UPT PUSKESMAS PARUNG

B. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan Surveilans UPT Puskesmas Parung

24
1. Kegiatan
a. Mempersiapkan Pelaksanaan Kegiatan Surveilans
1) Menyusun rencana tahunan
2) Menyusun rencana bulanan
3) Menyusun jadwal kegiatan
b. Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data
c. Penyelidikan Epidemiologi
d. Penyuluhan Kesehatan
e. Penanganan KLB
f. Pencatatan dan Pelaporan
g. Mengumpulkan Data dalam rangka menyusun rencana tahunan/laporan
bulanan
h. Menganalisa Data dan menyajikannya dalam bentuk grafik dan peta wilayah

C. Cara Pelaksanaan Kegiatan

No Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan


1. Penyelidikan a. Penemuan/menerima laporan adanya
Epidemiologi KLB
b. Melakukan PE
c. Melakukan kunjugan rumah
2. Penyuluhan Memberikan penyuluhan kepada masyarakat
Kesehatan tentang penyakit DBD dan penyakit
potensial DBD
3. Penanganan KLB a. Penemuan atau menerima laporan
adanya KLB
b. Melakukan inpeksi ke tempat
terjadinya KLB
c. Mengumpulkan data untuk
menegakan atau menentukan
diagnosis
d. Menjalin kerjasama dengan lintas
sektor dan litas program
e. Membuat laporan W1

25
A. Uraian Kegiatan Magang

Bentuk Kegiatan Rincian Kegiatan


- Mencari penderita DBD atau
tersangka kasus DBD lainnya
- Melakukan kegitan pemeriksaan
jentik nyamuk penular DBD di rumah
penderita atau tersangka dan rumah
atau bangunan yang ada di sekitarnya
Penyelidikan Epidemiologi DBD dalam radius sekurang-kurangnya 100
meter di Desa Pemagarsari dan Desa
Parung
- Merekap Data PE DBD
- Melakukan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN)
- Melakukan Evaluasi PE bersama Staf
Desa
- Membuat SOP PTM Posbindu
- Membuat SOP Pemeriksaan IVA
Membantu pembuatan SOP PTM (Insveksi Visual dengan Asam
Puskesmas Asetat)
- Membuat SOP Penyuluhan Kesehatan
PTM
Membantu penyusunan RUK PTM
Puskesmas
Memasukan data pengukuran faktor risiko
Melakukan penginputan Data SIPTM PTM dari buku register peserta posbindu ke
dalam software SIPTM
- Membantu Kegiatan Posyandu dan
posbindu di Desa parung
Kunjungan Posyandu dan Posbindu Desa
- Melakukan Test Iodine garam Ibu
Parung
Rumah tangga yang hadir dalam
kegiatan posyandu
Pencatatan Rekam Medis di Tempat - Mendata No Rekam medis baru
Pelayanan pasien yang daftar ke puskesmas
- Mendata pasien yang berobat dalam

26
buku register kunjungan pasien
Membantu persiapan akreditasi - Membantu mengedit laporan Tahunan
puskesmas UPT Puskesmas Parung tahun 2017
- Menyusun lembar sarana prasarana
puskesmas

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

27
A. HASIL KEGIATAN
Kegiatan magang di Puskesmas Parung berlangsung dari tanggal 22 Januari -
26 Februari 2019. Pada hari pertama magang, dilakukan pembagian bidang
penempatan selama magang dan penulis ditempatkan di bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P) kemudian difokuskan pada pelaksanaan Penyelidikan
Epidemiologi DBD.
1. Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi DBD
Pelaksanaan kegiatan magang diawali dengan melakukan penyelidikan
epidemiologi DBD di Desa Pemagarsari dan Desa Parung yang melaporkan
adanya kejadian DBD di Wilayah tersebut. Penyelidikan Epidemiologi DBD
dilakukan selama 2 minggu yaitu dari tanggal 21 Januari 2020-1 Februari 2020,
dengan mencari (mewawancarai) penderita DBD atau suspect (tersangka kasus)
DBD lainnya serta melakukan kegitan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD
di rumah penderita atau tersangka dan rumah atau bangunan yang ada di
sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Penyelidikan ditemani
oleh kader Desa setempat. Hasil PE DBD di tulis dalam form penyelidikan
epidemiologi DBD untuk kemudian dilaporkan ke pemegang program.

2. Hasil Penyelidikan Epidemiologi DBD


Adapun Hasil PE DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Parung adalah sebagai berikut :

Tabel. 4. 1. Distribusi Jumlah Kasus DBD Di Desa Pemagarsari

Kecamatan Parung Bulan Januari 2020

RT/RW Jumlah Jumlah DBD


Suspect DBD
Sakit Meninggal
02/02 18 2 1
02/03 7 4 0
08/04 2 3 0
TOTAL 26 9 1

Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi DBD, didapatkan bahwa


terdapat 1 orang meninggal dunia karena DBD yang berasal dari RT 02 RW 02.
Distribusi total kasus DBD di Desa Pemagarsari yaitu sebanyak 9 penderita, dan
26 orang sebagai terduga suspect DBD.

Tabel. 4.2. Distribusi Jumlah Kasus DBD Di Desa Parung

28
Kecamatan Parung Bulan Januari 2020

RT/RW Jumlah Jumlah Kasus DBD


Suspect DBD
Sakit Meninggal
04/04 39 4 0
01/07 12 3 0
02/06 1 0 0
TOTAL 52 7 0

Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi DBD di Desa Parung,


ditemukan sebanyak 7 orang positif menderita DBD sebagian besar penderita
DBD yaitu berasal dari RT 04/04 dengan jumlah 4 kasus. Dan sebanyak 52 orang
menjadi terduga suspect DBD.

3. Hasil Pemeriksaan Jentik

Tabel 4.3 Hasil Survei Jentik Desa Pemagarsari Kecamatan


Parung Bogor Bulan Januari 2020

RT/RW Jumlah Rumah Jumlah rumah HI % ABJ %


yang di periksa + Jentik
02/02 24 12 50 50
02/03 21 1 4,76 95,23 %
08/04 20 1 5 95

Total 65 32 49,23 50,77

Berdasarkan Hasil pemeriksaan jentik di Desa Pemagarsari, menunjukan


bahwa House Indeks (HI) yang paling tinggi terdapat di RT 02/02 (50%) dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ) yang masih dibawah minimum yaitu 50 %, diikuti RT
08/04 (5%) dengan ABJ (95,23%) dan RT 02/03 (4,76%) dengan ABJ (95%).
Rata-rata HI dari tiga RT adalah 49.23 %. Dari 65 total rumah yang diperiksa 32
diantaranya positif jentik.

Tabel. Hasil Survei Jentik Desa Parung Kecamatan

Parung Bogor Bulan Januari 2020

RT/RW Jumlah Rumah Jumlah rumah HI % ABJ %


yang di periksa + Jentik
04/04 28 6 21,43 78,57
01/07 25 1 4 96
02/06 20 2 10 90

Total 73 9 12,32 94,52

29
Berdasarkan Hasil pemeriksaan jentik di Desa Parung, menunjukan bahwa
House Indeks (HI) yang paling tinggi terdapat di RT 04/04 (21,43%) dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ) yang masih dibawah minimum yaitu 78,57 %, diikuti
RT 02/06 (10%) dengan ABJ (90%) dan RT 01/07 (4%) dengan ABJ (96%).
Rata-rata HI dari tiga RT adalah 12,32 %. Dari total 73 rumah yang diperiksa 9
diantaranya positif jentik.

4. Analisis Epidemiologi
a. Distribusi Kasus DBD Menurut Kelompok Umur Wilayah Puskesmas Parung
Bulan Januari Tahun 2020

Tabel. 4.5. Distribusi Kasus DBD menurut kelompok umur  di Wilayah


Puskesmas Parung, Bulan Januari Tahun 2020.

No Kelompok Jumlah Kasus CFR%


Umur Sakit Meninggal
1 0-1 0 0 0
2 1-4 0 0 0
3 5-9 2 0 0
4 10-14 1 0 0
5 15-19 2 0 0
6 20-44 6 0 0
7 45-54 2 0 0
8 55-59 0 0 0
9 60-69 1 1 100
10 70+ 0 0 0
Jumlah 14 1 0

Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok umur yang terbanyak sakit berada pada
kelompok umur 20-44 tahun sebanyak 6 orang, dan CFR 100% pada kelompok
umur 60 – 69 tahun.

b. Distribusi Kasus DBD menurut Jenis Kelamin di Wilayah Puskesmas


Parung, Bulan Januari Tahun 2020.

Tabel. 4.6. Distribusi Kasus DBD menurut Jenis Kelamin di Wilayah


Puskesmas Parung, Bulan Januari Tahun 2020.

Jumlah Kasus
Jenis Kelamin CFR %
Sakit Meninggal
Laki-laki 7 1 14,28

30
Perempuan 7 0 0
Jumlah 14 1 0

c. Distribusi Kasus DBD menurut tempat di Wilayah Puskesmas Parung,


Bulan Januari Tahun 2020.

Tabel. 4.7. Distribusi Kasus DBD menurut tempat di Wilayah Puskesmas


Parung, Bulan Januari Tahun 2020.

Jumlah Kasus
Nama Desa CFR %
Sakit Meninggal
Parung 5 0 0
Pemagarsari 9 1 11
Jumlah 14 1 0

B. PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi DBD
Kegiatan penyelidikan epidemiologi DBD di Puskesmas parung dilaksanakan pada
saat adanya laporan kasus secara aktif maupun pasif. Setelah menemukan atau
menerima laporan adanya kasus DBD di Desa Pemagarsari petugas puskesmas dalam
hal ini pemegang program DBD melakukan persiapan lapangan diantaranya
menyiapkan formulir PE DBD, membuat definisi kasus, berkoordinasi dengan tokoh
yang berada di wilayah terjadinya kasus yaitu staf desa di Desa Pemagarsari dan
meminta pendampingan kader di wilayah tersebut. Berdasarkan hal tersebut persiapan
yang dilakukan petugas puskesmas parung masih belum sesuai dengan Pedoman
Pencegahan dan pengendalian DBD (Dirjen P2P Tahun 2017) dimana hal yang
dipersiapkan sebelum melakukan PE adalah menyiapkan peralatan survei, seperti:
tensimeter, termometer, senter, formulir PE, dan surat tugas, Memberitahukan kepada
Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita DBD
dan akan dilaksanakan PE dan Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita
membantu kelancaran pelaksanaan PE.
Petugas Puskesmas mendatangi rumah yang dilaporkan sebagai penderita
DBD kemudian memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan
keluarga penderita. Pertanyaan meliputi riwayat perjalanan penyakit, gejala,
pengananan yang telah dilakukan, hasil lab, dan menanyakan ada tidaknya penderita

31
infeksi DBD lainnya yang sudah mendapat konfirmasi dari rumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya, dan penderita demam saat itu dalam kurun waktu 1
minggu sebelumnya. Hal itu sudah sesuai dengan Pedoman Penyelidikan
Epidemiologi DBD (Dirjen P2P, 2017). Namun ketika petugas menemukan penderita
demam tanpa sebab yang jelas, petugas hanya melakukan pemeriksaan kulit tanpa
dilakukan uji tourniquet, sehingga dalam mencari kemungkinan adanya kasus infeksi
DBD menjadi kurang optimal. Petugas menyarankan penderita tersebut untuk
melakukan tes lab ke tempat pelayanan kesehatan.
Penyelidikan epidemiologi DBD dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan
jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat
menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes baik di dalam maupun di luar
rumah/bangunan penderita DBD. Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari
lokasi tempat tinggal penderita. Hasil pemeriksaan adanya penderita infeksi dbd
lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap penderita suspek infeksi dbd dan pemeriksaan
jentik dicatat dalam formulir PE. Format Formulir PE yang digunakan petugas
berisikan nama kepala keluarga, keterangan jentik, jumlah penderita panas, nama
penderita panas, umur penderita panas dan keterangan Petechiae, Tanda Pendarahan
Lain/Torniquet test (+) dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Formulir tersebut sudah
sesuai dengan Formulir PE yang terlampir dalam Buku pedoman pencegahan dan
pengendalian DBD (Dirjen P2P, 2017) meskipun format sedikit berbeda.

2. Hasil Penyelidikan Epidemiologi DBD dan Pemeriksaan Jentik


Penyelidikan Epidemiologi DBD merupakan upaya penyelidikan atau investigasi
fokus penularan penyakit dengue yang meliputi kegiatan pencarian atau
mengidentifikasi adanya kasus infeksi dengue dan/atau kasus suspek infeksi dengue
lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan
rumah/ bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum yang berada dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter dengan tujuan untuk mengetahui mendeteksi adanya
KLB, potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan
penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita
(Dirjen P2P, 2017).
Berdasarkan hasil penyelidikan di Desa Pemagarsari pada tabel terdapat 1
orang positif DBD meninggal dunia, 9 orang positif DBD dan 26 orang menjadi
terduga suspect DBD. Kemudian di Desa Parung ditemukan sebanyak 7 orang positif

32
DBD dan sebanyak 52 menjadi terduga suspect. Penentuan Kriteria klinis DBD
tersebut ditandai dengan demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi pendarahan,
jumlah trombosit < 100.000/mm3, adanya tanda kebocoran plasma, hasil pemeriksaan
serologis menunjukan hasil positif, pembesaran hati, pendarahan pada mukosa serta
pendarahan di bawah kulit. Sedangkan Suspect DBD ditegakkan bila terdapat 2
kriteria yaitu demam mendadak tanpa sebab yang jelas selama 2-7 hari dan adanya
manifestasi pendarahan (WHO, 2019).
Berdasarkan Hasil pemeriksaan jentik di Desa Pemagarsari, menunjukan
bahwa House Indeks (HI) yang paling tinggi terdapat di RT 02/02 (50%) dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ) yang masih dibawah minimum yaitu 50 %. Hal itu
mempengaruhi tingginya kejadian kasus DBD yang terjadi di RT 02/02, dimana
terdapat 1 orang meninggal dunia, 2 orang positif DBD dan 18 orang menjadi suspect
. Hal serupa terjadi di Desa Parung RT 04/04 yang memiliki House Indeks paling
tinggi yaitu 21,43 % dan ABJ paling rendah yaitu 78,57 % dengan kasus positif DBD
sebanyak 4 orang dan 39 orang terduga suspect DBD.
Menurut WHO, house index (HI) merupakan indikator yang paling banyak
digunakan untuk memonitor tingkat infestasi nyamuk. Nilai HI menggambarkan
persentase rumah yang positif untuk perkembangbiakan vektor sehingga dapat
mencerminkan jumlah populasi yang beresiko. HI tidak memperhitungkan jumlah
kontanier dengan nyamuk dewasa maupun produksi nyamuk dewasa dari kontainer
(Soerso, 2000). Pengendalian fisik merupakan pilihan utama pengendalian DBD
melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menguras bak
mandi/bak penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air dan
memanfaatkan kembali/mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan jentik nyamuk (3M). PSN 3M akan memberikan hasil yang baik
apabila dilakukan secara luas dan serentak, terus menerus dan berkesinambungan.
PSN 3M sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya seminggu sekali sehingga terjadi
pemutusan rantai pertumbuhan nyamuk pra dewasa tidak menjadi dewasa. Indikator
Indikator keberhasilan program PSN DBD adalah Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu
dengan ABJ ≥ 95% (Dirjen P2P, 2017).
Kegiatan PSN dilakukan secara periodik di wilayah Puskesmas Parung.
Namun dari hasil penyelidikan epidemiologi terdapat beberapa wilayah yang masih
belum menerapkan pelaksanaan PSN. Hal itu bisa dilihat dari hasil penyelidikan di
RT 02/02 Desa Pemagarsari dan RT 04/04 Desa Parung yang masih banyak tempat

33
perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan dimana banyak
timbul genangan-genangan air di sekitar pemukiman seperti tempat penampungan air,
ban bekas dan wadah-wadah kecil.
Selain itu wilayah tersebut juga memiliki tingkat kepadatan rumah yang cukup
tinggi. Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke
rumah lain. Semakin dekat jarak antar rumah warga maka semakin mudah nyamuk
menyebar dari rumah ke rumah karena jarak terbang Ae.aegypti yaitu 50-100 meter
(Dirjen P2P, 2017).

Hasil wawancara dengan kader setempat menyatakan bahwa masyarakat di wilayah


kerja Puskesmas Parung kurang memahami betul terkait pencegahan dan pengendalian
DBD. Pada saat terjadi kasus, masyarakat sering meminta dilakukan fogging.
Masyarakat berpikir Fogging adalah satu-satunya cara agar terbebas dari DBD.
Sedangkan peralatan fogging yang digunakan kerap sekali tidak sesuai dengan SNI
karena berasal dari swadaya masyarakat. Setiap peralatan yang dipakai dalam upaya
pengendalian vektor harus memenuhi persyaratan yang dibuktikan dengan serti fikat
Standar Nasional Indonesia (SNI) atau serti fikat kesesuaian yang dikeluarkan oleh
lembaga pengujian independen yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Kementerian
Kesehatan RI atau lembaga pengujian di negara lain yang ditunjuk, dengan mengacu
pada ketentuan spesi fikasi WHO; (WHO/CDS/ NTD /WHOPES /GCDPP/2006.5).
Peralatan yang digunakan dalam pengendalian vektor DBD adalah mesin pengkabut
panas (Hot Fogger), mesin pengkabut dingin (Aerosol / ULV) yang dioperasikan di atas
kendaraan pengangkut. Modul ini membahas cara pengoperasian, perawatan dan
perbaikanalat pengendalian vektor tersebut. Bahan yang digunakan dalam upaya
pengendalian vektor DBD berupa insektisida, baik sasaran terhadap nyamuk vektor
dewasa maupun terhadap larva/jentik nyamuk (Dirjen P2P, 2017).

Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa penyuluhan terkait pencegahan dan
pengendalian DBD di Wilayah kerja Puskesmas Parung, khususnya Desa Pemagarsari
dan Desa parung masih belum maksimal.

34
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi DBD di Puskesmas parung dilakukan oleh
petugas Surveilans sekaligus pemegang program DBD pada saat adanya laporan kasus
DBD dari instansi pelayanan kesehatan ataupun dari masyarakat. Secara keseluruhan
kegiatan yang dilakukan belum sesuai dengan langkah-langkah dalam Buku Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian DBD (Dirjen P2P, 2017), seperti tidak dilakukan
tourniquet test pada saat ditemukan kasus demam tanpa sebab . Selain itu berdasarkan

35
hasil diskusi dengan petugas surveilans, terkadang petugas surveilans tidak turun
langsung, melainkan mengumpulkan data secara pasif dari laporan kader desa. Hal itu
dikarenakan adanya tugas rangkap. Selain itu dari hasil penyelidikan epidemiologi
terdapat wilayah yang masih memiliki Angka Bebas Jentik (ABJ) dibawah minimum
menunjukan bahwa pelaksanaan pencegahan dan pengendalian DBD di wilayah
Puskesmas Parung belum berjalan dengan Optimal.
B. SARAN
1. Puskesmas perlu meningkatkan upaya penyuluhan dan pendidikan terhadap
masyarakat agar selalu waspada terhadap DBD dan aktif melakukan PSN
2. Petugas surveilans diharapkan lebih mengoptimalkan pengumpulan data secara
aktif dengan survey lingkungan untuk mengevaluasi pencegahan DBD berbasis
lingkungan atau survey penemuan kasus di daerah yang rawan DBD.
3. Meningkatkan kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) oleh Puskesmas,
bekerja sama dengan masyarakat dengan mengaktifkan Juru Pemantau Jentik
(Jumantik) terutama untuk daerah dengan endemis tinggi sepanjang tahun.
4. Mengoptimalkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang berbasis promotif dan
preventif

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2019. Kecamatan Parung Dalam Angka 2019. Bogor : BPS Kabupaten
Bogor

Dinas Kesehatan Kota Bogor. Profil Kesehatan Tahun 2018. Bogor : Dinkes Bogor

Dirjen P2M dan PL Depkes RI. 2003.Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP) Edisi 1.
Jakarta: Depkes RI

Ditjen P2P. 2018. InfoDatin Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017.
Jakarta : Kemenkes RI

36
Ditjen P2P. 2016. InfoDatin Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017

Ditjen P2PL. 2017. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI.2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta:Kemenkes RI

Kementerian Kesehatan. 2019. Kesiapsiagaan Menghadapi Peningkatan Kejadian Demam


Berdarah Dengue Tahun 2019. Jakarta: Kemenkes dalam
http://p2p.kemkes.go.id/kesiapsiagaan-menghadapi-peningkatan-kejadian-demam-
berdarah-dengue-tahun-2019/

Riyanti E. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program P2DBD di Wilayah Kerja Puskesmas


Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2007. Depok: Universitas Indonesia

Soeroso, T.2000. Perkembangan DBD, Epidemiologi dan Pemberantasannya di Indonesia.


Jakarta

Waggoner, J.J., et al. 2016. Viremia and Clinical Presentation in Nicaraguan Patients
Infected With Zika Virus, Chikungunya Virus, and Dengue Virus. Clinical Infectious Diseases

Widyorini P, Shafrin Ka, Wahyuningsih Ne, Murwani, R, Suhartono.2016. Dengue


Hemorrhagic Fever (DHF) Cases In Semarang City Are Related To Air Temperature,
Humidity, And Rainfall. Semarang:

WHO. 2019. Dengue And Severe Dengue. from https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/dengue-and-severe-dengue

Lampiran 1

37
38
39
40
41
42
43
Gambar 1. Struktur Organisasi Puskesmas Parung

44
Gambar. 2 Penyelidikan Epidemiologi Bersama Kader di Desa Parung

Gambar 3. Kondisi Sanitasi Salah satu rumah terduga suspect DBD

45
Gambar 4. Pemeriksaan jentik nyamuk

Gambar 5. Foto Bersama Pembimbing Lapangan dan Dosen

46
47

Anda mungkin juga menyukai