Anda di halaman 1dari 18

SURVEILANS DINAS KESEHATAN

“DIABETES MELLITUS”
TUGAS MANDIRI
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Epidemiologi
dari Ibu Retno Hidayati, S.KM. M.Kes (Epid)

Disusun Oleh

Nama : Vio Dwi Safitri


NIM : P2.06.37.1.16.036

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
PRODI DIII RMIK CIREBON
CIREBON
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia mengalami transisi epidemiologi penyakit dan kematian yang
disebabkan oleh pola gaya hidup, meningkatnya sosial ekonomi dan
bertambahnya harapan hidup. Pada awalnya, penyakit didominasi oleh
penyakit menular, namun saat ini penyakit tidak menular (PTM) terus
mengalami peningkatan dan melebihi penyakit menular.
KEMENKES RI (2013) Proporsi kematian akibat PTM meningkat dari
41,7% tahun 1995 (Survei Kesehatan Rumah Tangga/SKRT 1995) menjadi
49,9% tahun 2001 (SKRT 2001), dan 59,5% tahun 2007 (Riset Kesehatan
Dasar/Riskesdas 2007). Proporsi kematian karenakibat cedera juga
meningkat dari 5,9% tahun 1995 menjadi 7,3% tahun 2001 dan 6,5% tahun
2007. Proporsi kematian berdasarkan penyebab kematian tertinggi PTM pada
semua umur, Riskesdas 2007 antara yaitu Stroke 15,4%, hipertensi 6,8%,
Cedera 6,5%, Diabetes Melitus 5,7%, Tumor Ganas 5,5% dan Penyakit
Jantung 4,6%.
Berdasarkan Riskesdas 2007, diabetes mellitus merupakan salah satu
penyebab kematian tertinggi PTM pada semua umur. Tingginya angka
proporsi kematian ini memerlukan upaya pengendalian yang memadai dan
komprehensif melalui promosi, deteksi dini, pengobatan, dan rehabilitasi.
Upaya tersebut perlu didukung oleh penyediaan data dan informasi mengenai
diabetes mellitus yang tepat dan akurat secara sistematis dan terus-menerus
melalui sistem surveilans yang baik. Dengan surveilans diabetes mellitus
yang baik maka program pencegahan dan pengendalian diabetes mellitus di
Indonesia berlangsung lebih efektif baik dalam hal perencanaan,
pengendalian, monitoring dan evaluasi program serta sebagai ide awal
penelitian. Surveilans diabetes mellitus dan faktor risikonya merupakan salah
satu strategi upaya pencegahan dan pengendalian penyakit yang dilakukan
tepat dan terpadu oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.
GAMBARAN UMUM

A. Penyakit Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
kekurangan produksi insulin yang diturunkan dan / atau didapat dalam
produksi insulin oleh pankreas, atau oleh ketidakefektifan insulin yang
dihasilkan. Kekurangan tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah, yang pada gilirannya merusak banyak sistem tubuh,
khususnya pembuluh darah dan saraf (WHO. 2018. http://www.who.int
diakses pada 13 Maret 2018).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan kadar gula
darah yang tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin atau
gangguan kerja insulin atau keduanya. Tubuh pasien dengan diabetes mellitus
tidak dapat memproduksi atau tidak dapat merespon hormon insulin yang
dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga kadar gula darah meningkat dan
dapat menyebabkan komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang pada
pasien tersebut (Regina, Graciella. 2012. http://diabetesmelitus.org diakses
pada 13 Maret 2018).
Diabetes mellitus (DM) dibagi menjadi beberapa tipe. DM tipe I
biasanya menimbulkan gejala sebelum usia pasien 30 tahun, walaupun gejala
dapat muncul kapan saja. Pasien DM tipe I memerlukan insulin dari luar
tubuhnya untuk kelangsungan hidupnya. DM tipe II biasanya dialami saat
pasien berusia 30 tahun atau lebih, dan pasien tidak tergantung dengan insulin
dari luar tubuh, kecuali pada keadaan-keadaan tertentu. Tipe DM lainnya
adalah DM gestasional, yakni DM yang terjadi pada ibu hamil, yang
disebabkan oleh gangguan toleransi glukosa pada pasien tersebut. Saat ini
jumlah pasien DM tipe II semakin meningkat, dikarenakan pola hidup yang
semakin tidak sehat, misalnya kurang aktivitas fisik serta pola makan yang
tidak sehat. Faktor risiko untuk DM tipe II antara lain: genetik, lingkungan,
usia tua, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, riwayat DM gestasional, serta ras
atau etnis tertentu.
Gejala DM tipe II antara lain:
1. Rasa haus yang berlebih
2. Buang air kecil lebih sering (frekuensi terbangun dari tidur untuk
berkemih saat malam hari menjadi lebih sering dari biasanya)
3. Banyak makan
4. Penurunan berat badan tiba-tiba tanpa sebab yang jelas
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar gula darah, yakni gula
darah setelah puasa 8 jam atau gula darah sewaktu (Regina, Graciella. 2012.
http://diabetesmelitus.org diakses pada 13 Maret 2018).
B. Epidemiologi Diabetes Mellitus
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh
penduduk usia 45-64 tahun, sedangkan pada negara maju penderita
DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun.
Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur kurang dari 40 tahun dan
penderita DM Tipe 2 biasanya berumur lebih dari sama dengan 40
tahun. Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan
diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus
berjalan, pada suatu saatdapat menimbulkan komplikasi.
b. Menurut Tempat
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai
penelitian epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka
prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar,antara lain:
Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %, dan
Manado 6,7 %. Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di
daerah pedesaan antara lain Tasikmalaya sebesar 1,8 % dan Tanah
Toraja sebesar 0,9 %.
c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta kematian akibat DM di dunia,
dimana 1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada pria, dan
selebihnya 1,5 juta atau 51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian
ini, 1 juta atau 34,48% kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta
atau 65,52% kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun
2003, WHO menyatakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar
penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita Diabetes mellitus dan
tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.
2. Determinan
a. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak
ditularkan. Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya
penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki
kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan
anggota keluargayang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua
atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut
memiliki resiko 40 % menderita DM.
b. Umur
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama lebih
dari sama dengan 40 tahun karena resiko terkena DM akan
meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan
mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita
Diabetes Mellitus, berhubungan dengan paritas dan kehamilan,
dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit
DM.
d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini
mempercepat peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Makin
banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat
di rumah. Makanan yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara
laindalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai tren menu
harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman
yang kaya gula. Kegemukan adalah faktor resiko yang paling
penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian
DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh
penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki kelebihan
berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh
menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak.
Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa
tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran
darah.
e. Aktivitas Fisik
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat
membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya
kegemukan dan kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh
melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar
untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh
akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan
berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang
masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat
makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin.
Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul
gejala DM.
f. Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan
human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik
(penghancur sel) dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan
kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui
reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam
sel beta pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada
anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek
yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps
dancoxsackievirus (Khairati, Syahrul. 24 September 2015.
“Epidemiologi Diabetes Mellitus” https://dokumen.tips, diakses pada
13 Maret 2018).
C. Surveilans
Menurut PERMENKES No 45 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan
surveilans kesehatan pasal 1 ayat 1, surveilans kesehatan adalah kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi
tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah
kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa sasaran penyelenggaraan surveilans
kesehatan meliputi program kesehatan yang ditetapkan berdasarkan prioritas
nasional, spesifik lokal atau daerah, bilateral, regional dan global, serta
program lain yang dapat berdampak terhadap kesehatan yang dilaksanakan
oleh Instansi Kesehatan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Instansi
Kesehatan di pintu masuk negara.
Sedangkan dalam pasal 4, berdasarkan sasaran penyelenggaraan,
surveilans kesehatan terdiri atas: surveilans penyakit menular; surveilans
penyakit tidak menular; surveilans kesehatan lingkungan; surveilans
kesehatan matra;dan surveilans masalah kesehatan lainnya. Surveilans
penyakit tidak menular meliputi: surveilans penyakit jantung dan pembuluh
darah; surveilans diabetes melitus dan penyakit metabolik; surveilans
penyakit kanker; surveilans penyakit kronis dan degeneratif; surveilans
gangguan mental; dan surveilans gangguan akibat kecelakaan dan tindak
kekerasan.
Menurut PERMENKES No 45 tahun 2014 tentang penyelenggaraan
kegiatan surveilans kesehatan, kegiatan surveilans kesehatan meliputi:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data
Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor
risiko. Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara
lain individu, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi,
dan sebagainya. Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui
wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran.
Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen
sebagai alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans
yang akan dilakukan dan memuat semua variabel data yang diperlukan.
2. Pengolahan data
Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang,
selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi,
pengkodean, alih bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan
variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil pengolahan dapat berbentuk
tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin,
tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel
tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate,
rasio dan proporsi). Pengolahan data yang baik akan memberikan
informasi spesifik suatu penyakit dan atau masalah kesehatan.
Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang
informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk
memahami keadaan yang disajikan.
3. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi
deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai
dengan tujuan surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan metode
epidemiologi deskriptif dilakukan untuk mendapat gambaran tentang
distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang. Sedangkan analisis
dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui
hubungan antar variable yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian
kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk mempermudah melakukan
analisis dengan metode epidemiologi analitik dapat menggunakan alat
bantu statistik. Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan
besaran masalah, kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu
kejadian, dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan hasil analisis
harus didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada.
4. Diseminasi informasi.
Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin,
surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi
ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana
teknologi informasi yang mudah diakses. Diseminasi informasi dapat
juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif terlibat dalam
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan,
dengan menyampaikan hasil analisis.
KEMENKES (2013) Surveilans Penyakit Tidak Menular (PTM)
dikembangkan dengan memperhatikan berbagai faktor agar dapat berfungsi
dengan baik. Fungsi pengembangan surveilans PTM antara lain:
1. Fungsi pokok
a. Deteksi faktor risiko dan kasus PTM. Surveilans PTM
dikembangkan untuk mendeteksi faktor risiko dan kasus PTM,
termasuk kematian akibat PTM di wilayah. Dengan deteksi ini maka
intervensi pengendalian dapat dilaksanakan sesuai kondisi yang ada.
b. Pelaporan. Surveilans PTM berfungsi sebagai pelaporan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap data dan informasi PTM.
Hasil pelaporan dipergunakan untuk mengetahui besarnya
permasalahan PTM di suatu wilayah dan intervensi yang dapat
dilakukan.
c. Analisis dan interpretasi. Surveilans PTM juga berfungsi untuk
analisis dan interpretasi tentang perkembangan faktor risiko dan
kasus PTM. Analisis ini akan menunjukkan perubahan, tren, kaitan
dengan kondisi di suatu wilayah, dan informasi lain yang diperlukan.
d. Tindakan atau respon. Setelah data dan informasi diperoleh, maka
surveilans PTM akan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan
tindakan atau respon yang diperlukan.
2. Fungsi pendukung (support)
a. Pelatihan. Dalam mengembangkan surveilans PTM, diperlukan
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan petugas
surveilans. Untuk itu, diperlukan modul dan kurikulum pelatihan
surveilans PTM.
b. Supervisi diperlukan agar pelaksanaan surveilans dapat berjalan
dengan baik dan apabila ditemukan permasalahan di lapangan dapat
diambil tindakan yang sesuai.
HASIL KEGIATAN
SURVEILANS DIABETES MELLITUS
DINAS KESEHATAN CILACAP TAHUN 2012

(Perkeni 2002) WHO (1985) mengklasifikasikan penderita DM dalam lima


golongan klinis, yaitu DM Tergantung Insulin (DMTI), DM Tidak Tergantung
Insulin (DMTTI), DM berkaitan dengan malnutrisi (MRDM), DM karena
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), dan DM karena kehamilan (GDM). DM
merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikendalikan, artinya sekali didiagnosa DM seumur hidup bergaul dengannya.
Penderita mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh dan kontrol
teratur. Gejala khas berupa Polyuri (sering kencing), Polydipsi (sering haus),
Polyfagi (sering lapar). Sedangkan gejala lain seperti Lelah/lemah, berat badan
menurun drastis, kesemutan, gatal atau bisul, mata kabur, impotensi pada pria,
pruritis vulva hingga keputihan pada wanita, luka tidak sembuh-sembuh, dan lain-
lain. Kelompok faktor risiko tinggi antara lain pola makan yang tidak seimbang,
riwayat keluarga atau ada keturunan, kurang olah raga, umur lebih dari 40 tahun,
obesitas, hipertensi, kehamilan dengan berat bayi lahir lebih dari 4 kg, kehamilan
dengan hiperglikemi, gangguan toleransi glukosa, lemak dalam darah tinggi,
abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati, berat badan turun drastis, mata
kabur, keputihan, gatal daerah genital, dan lain-lain (Dinas Kesehatan Kabupaten
Cilacap. 2012).
1. Langkah-langkah Surveilans Diabetes Mellitus
Surveilans diabetes mellitus Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap
dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data
1) Pengumpulan data surveilans diabetes mellitus dilakukan di tingkat
puskesmas (seluruh puskesmas yang berada di wilayah cakupan
Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap), rumah sakit, laboratorium,
dan hasil survei yang merupakan data agregat atau kelompok.
2) Pengumpulan data surveilans menggunakan sistem informasi yang
berlaku, seperti SIKDA Generik.
3) Pengumpulan data surveilans diabetes mellitus yang ada di
Puskesmas adalah melalui LB1. Sedangkan di RS sudah dapat
dilakukan pengumpulan data diabetes mellitus berdasarkan hasil
diagnosis terkonfirmasi.
b. Pengolahan dan Analisis Data
1) Pengolahan dan analisis data dilakukan oleh tim surveilans
menggunakan sistem informasi yang berlaku, seperti SIKDA
Generik, atau sistem informasi lainnya seperti Micosoft Excel, Epi
Info, Epi Data, SPSS atau STATA.
2) Hasil pengolahan dan analisis berupa proporsi DM sebagai penyebab
kematian.
3) Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dilakukan penyajian dalam
bentuk narasi, tabel, dan grafik.
4) Analisis data dilakukan secara deskriptif menurut variabel orang
(umur dan jenis kelamin), tempat (per kecamatan) dan waktu (setiap
bulan).
c. Interpretasi Data
Hasil analisis diinterpretasi berdasarkan situasi di suatu wilayah,
apakah angka-angka proporsi diabetes mellitus menunjukkan
kecenderungan tertentu, dengan dihubungkan dengan data lain, seperti
demografi, geografi, gaya hidup atau perilaku, dan pendidikan.
d. Disseminasi Informasi
1) Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan.
Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggungjawab kepada
jenjang struktural yang lebih tinggi, dari dinas kesehatan
kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi dan Kementerian
Kesehatan. Umpan balik diberikan ke unit jenjang dibawahnya,
seperti ke dinkes kabupaten/kota dan dinkes provinsi.
2) Diseminasi informasi ditujukan kepada seluruh stakeholder yang
terkait, seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan
masyarakat pada umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya
dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan pengendalian diabetes mellitus serta
evaluasi program.
2. Pencatatan dan Pelaporan Surveilans Diabetes Mellitus
Pencatatan dan pelaporan surveilans dilaksanakan sebagai berikut:
a. Dinas kesehatan kabupaten/kota menerima laporan bulanan dari
Puskesmas, rumah sakit, laboratorium, berupa faktor risiko dan kasus
diabetes mellitus yang tergabung dalam kasus PTM. Dinas merekap dan
menvalidasi laporan tersebut mengunakan formulir rekapitulasi faktor
risiko dan formulir rekapitulasi kasus PTM.
b. Untuk registrasi PTM melalui software registrasi PTM dan atau SIKDA
Generik, Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan validasi data
mentah yang dilaporkan untuk menghilangkan duplikasi data.
c. Dinas kesehatan kabupaten/kota melaporkan hasil rekapitulasi faktor
risiko dan kasus diabetes mellitus yang tergabung kedalam kasus PTM
setiap 3 bulan kepada Dinas kesehatan provinsi.
d. Dinas kesehatan kabupaten/kota memberikan umpan balik terhadap
laporan 3 bulanan yang diberikan Puskesmas, RS, laboratorium, maupun
sumber data lainnya.
3. Output Surveilans Diabetes Mellitus Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap
a. Grafik
Kejadian Diabetes Mellitus di Kabupaten Cilacap berdasarkan UPT
Puskesmas Di Kabupaten Cilacap Tahun 2012 terdapat pada grafik
dibawah ini.

Sumber: SIMPUS 2012.


Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa secara keseluruhan angka
kejadian Diabetes Melitus diwilayah kerja UPT Puskesmas sejumlah 7.478 kasus
dengan angka kesakitan tertinggi sejumlah 650 diwilayah UPT Puskesmas
Binangun.
b. Tabel
KASUS PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS
KABUPATEN CILACAP
TAHUN 2012

Neoplasma Diabetes Mellitus Peny. Jantung & Pembuluh Darah


No. PUSKESMAS Ca Ca Ca Ca ID ND Angina AMI Dekomp Hipertensi Hipertensi Stroke PPOK
Kordis Essensial Lain Hemoragik Non
Servik Mamae Hepar Paru DM DM Pekt. Hemoragik
1 2 3 4 5 6 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18
1 Dayeuhluhur I 9 2 - - 11 115 39 26 40 411 3 - 2 15
2 Dayeuhluhur II - - - - - 109 - - 18 42 476 - 3 -
3 Wanareja I - - - - 41 95 - - 23 672 6 - 1 103
4 Wanareja II 1 - 1 - 22 23 - - 5 335 - 7 4 2
5 Majenang I - - 88 - - 450 36 - 36 - 2.196 - - -
6 Majenang II - - - - 8 22 - 1 3 221 244 3 9 20
7 Cimanggu I - 5 120 - 14 360 25 2 135 2.055 6 20 90 30
8 Cimanggu II - - - - 11 73 22 10 71 135 - - - 37
9 Karangpucung I - 9 - - 10 456 23 3 215 1.454 2 - 61 -
10 Karangpucung II - - - - - 1 - - - 403 32 - - -
11 Cipari - - - - - 66 80 6 117 326 - 35 21 -
12 Sidareja - 32 - - - 244 5 - 117 860 - 11 31 -
13 Kedungreja - - - - 53 30 - - 74 825 - - - 18
14 Patimuan - 5 - - - 81 33 - 36 566 - - - 6
15 Gandrungmangu I - 8 - - - 143 - - 193 1.193 - - - -
16 Gandrungmangu II - - - - - 139 - - 33 1.300 - - - -
17 Bantarsari - - - - - - - - - 367 84 - - -
18 Kawunganten - - - - - 382 131 8 51 215 952 3 11 -
19 Jeruklegi I - 3 - - - 266 - - 151 1.205 - - - -
20 Jeruklegi II - - - - - 180 1 - 38 409 311 - 5 136
21 Kesugihan I 1 - - - - 180 - - 129 1.651 1.112 - - 9
22 Kesugihan II 9 40 17 2 - 175 - - 128 553 - 3 2 98
23 Adipala I - - - - - 54 35 - 73 312 164 - - -
24 Adipala II - - - - 54 5 1 - 1 289 - - - -
25 Maos - - - - - 96 57 - 163 343 - - - -
26 Sampang - - - - - 89 22 - 245 302 - - - -
27 Kroya I - 5 - - 6 423 23 - 158 1.540 - - 80 -
28 Kroya II - 10 3 - 15 348 54 18 143 2.392 6 34 315 17
29 Binangun - - 78 - - 650 51 - 17 - 1.693 - - -
30 Nusawungu I - - - - - 106 55 1 145 383 - - 4 44
31 Nusawungu II 3 - - - - 142 - - 154 1.793 814 - - 45
32 Cilacap Selatan I - 26 - - - 464 39 - 175 1.571 - - 68 -
33 Cilacap Selatan II - 1 - - - 209 15 - 107 692 - 52 13 -
34 Cilacap Tengah I - - - - - 316 3 11 13 1.563 132 - 10 -
35 Cilacap Tengah II - - - - 34 43 45 - 185 340 - - 8 58
36 Cilacap Utara I - - - - - 344 - - 116 1.248 - - - -
37 Cilacap Utara II - - - - - 283 - - 70 1.087 - - 50 -
38 Kampunglaut - - - - - 37 1 4 30 375 - - - 87
JUMLAH/TOTAL 23 146 307 2 279 7.199 796 90 3.408 29.428 8.233 168 788 725
KESIMPULAN

Diabetes mellitus merupakan salah satu proporsi kematian yang menjadi


masalah kesehatan yang cukup serius bagi masyarakat di Indonesia. Untuk itu
tindakan pencegahan dan pengendalian diabetes mellitus sangat diperlukan agar
angka kesakitan dan kematian akibat diabetes mellitus dapat diturunkan. Untuk
itu, diperlukan suatu sistem surveilans diabetes mellitus yang baik agar tindakan
yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi sebenarnya di masyarakat. Surveilans
diabetes mellitus yang dikembangkan adalah surveilans faktor risiko dan kasus,
termasuk kematian akibat diabetes mellitus. Surveilans diabetes mellitus
dikembangkan oleh semua pihak dan dilaksanakan oleh seluruh unit yang
menangani atau mempunyai data diabetes mellitus. Pengembangan surveilans
diabetes mellitus dilaksanakan secara berjenjang dari unit pelaksana atau sumber
data, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, dan tingkat nasional. Setiap jenjang
mempunyai peran dan fungsi masing-masing. Setiap pihak yang terlibat perlu
bekerja sama dengan sebaik-baiknya agar data dan informasi yang diperloleh
semakin lengkap. Dengan pengembangan surveilans diabetes mellitus yang baik,
kondisi riil di masyarakat Indonesia dapat diketahui secara akurat. Dengan
demikian, upaya pengendalian diabetes mellitus dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, sebagai bagian dari upaya bersama untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya.
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Cilacap


Tahun 2012. Cilacap
Kementerian Kesehatan RI. 12 Desember 2013. Pedoman Surveilans Penyakit
Tidak Menular. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2014. PERMENKES No. 45 Tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. Jakarta.
Khairati, Syahrul. 24 September 2015. “Epidemiologi Diabetes Mellitus”
https://dokumen.tips, diakses pada 13 Maret 2018.
Regina, Graciella. 2012. “Penyakit Diabetes Mellitus” http://diabetesmelitus.org,
diakses pada 13 Maret 2018.
WHO. 2018. “Diabetes Mellitus” http://www.who.int, diakses pada 13 Maret
2018.

Anda mungkin juga menyukai