TAHUN 2016
LAPORAN MAGANG
Dinas Kesehatan Kota Padang
Peminatan Epidemiologi
Oleh :
Roma Yuliana
NIM 1311211109
Oleh :
Roma Yuliana
NIM 1311211109
Oleh :
Roma Yuliana
NIM 1311211109
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
petunjuk, kemampuan dan kekuatan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan magang ini yang berjudul”Pelaksanaan Surveilans Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016”.
Dalam proses penyelesaian laporan ini tidak lepas dari pihak-pihak yang
membantu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Defriman Djafri, SKM, MKM, Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
2. Bapak Ratno Widoyo, SKM, MKM selaku koordinator magang yang
telah membekali penulisan ilmu yang bermanfaat
3. Bapak Ratno Widoyo SKM, MKM selaku pembimbing akademik
dalam melaksanakan magang
4. Ibu dr.Ferimulyani, M.Biomed selaku kepala Dinas Kesehatan Kota
Padang
5. Ibu Nuraisah Pohan, SKM selaku pembimbing lapangan dalam
melaksanakan magang
6. Seluruh staf Dinas Kesehatan Padang yang telah menerima dan banyak
membantu penulis selama berada di lokasi magang
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak
yang sifatnya membangun. Semoga semua bantuan, bimbingan, semangat dan
amal kebaikan yang telah diberikan dijadikan amal shaleh dan diridhoi Allah
SWT. Amin.
Padang, Maret 2017
Roma Yuliana
i
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................ix
BAB 1 : PENDAHULUAN 1
1.2 Tujuan............................................................................................................5
2.1 Surveilans......................................................................................................6
ii
2.2.1 Pengertian DBD 15
2.4.2 Pengorganisasian 47
2.4.3 Pelaksanaan 49
3.1.1 Geografi 51
iii
3.1.3 Tujuan dan Sasaran 52
3.1.6 Kedudukan 55
BAB 4 : PEMBAHASAN 79
5.1 Kesimpulan..................................................................................................89
5.2 Saran............................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA
iv
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
viii
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Magang
ix
1
BAB 1 : PENDAHULUAN
1
2
(IR = 62,87 per 100.000 penduduk ) dan angka kematian (CFR= 0.62%) atau 19
kematian.
Kota Padang adalah penyumbang kasus DBD terbanyak di Sumatera
Barat, dengan menduduki peringkat teratas dari semua kabupaten kota di
Sumatera barat. Berdasarkan data laporan dari Dinas Kesehatan Kota Padang
pada tahun 2014 jumlah kasus DBD sebanyak 666 dengan IR 75,95 per 100.000
penduduk, dan CFR 0,9%, tahun 2015 jumlah kasus DBD sebanyak 1.126 kasus
dengan IR 124,8 per 100.000 penduduk, dan CFR 0,7%. Penemuan kasus DBD di
Kota Padang tahun 2016 adalah 911 kasus dengan IR 99,56 per per 100.000
penduduk, dan CFR 1,2%. Meskipun mengalami penurunan kasus dari tahun 2015
namun angka kematian DBD mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dan
melewati target CFR yaitu <1%. Hal ini menandakan bahwa surveilans
epidemiologi DBD belum berjalan dengan baik.
Surveilans DBD merupakan proses pengumpulan, pengolahan analisis,
dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program
secara sistematis dan terus menerus mengenai situasi penyakit Demam Berdarah
Dengue dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan pengendalian secara efektif dan
efisien. Untuk mengantisipasi penyebaran kasus yang menyebabkan tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat DBD, maka diperlukan manajemen
surveilans dengan baik. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui
Pelaksanaan Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dinas Kesehatan
Kota Padang tahun 2016.
5
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami manajemen di Dinas Kesehatan Kota Padang
khususnya program Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) Tahun 2016.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Padang
2. Mengetahui gambaran umum bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
3. Mengetahui gambaran umum seksi Surveilans dan Imunisasi
4. Mengetahui perencanaan surveilans DBD di Dinas Kesehatan kota
Padang
5. Mengetahui pengorganisasian surveilans DBD di Dinas Kesehatan kota
Padang
6. Mengetahui pelaksanaan surveilans DBD di Dinas Kesehatan kota
Padang
7. Mengetahui monitoring dan evaluasi surveilans DBD di Dinas
Kesehatan kota Padang
1.3 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari penulisan laporan ini adalah meliputi
manajemen secara umum di Dinas Kesehatan Kota Padang dan kegiatan
perencanaan , pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi surveilans
DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016.
6
2.1 Surveilans
2.1.1 Pengertian Surveilans
Menurut WHO, Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis, dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada
penyelenggara program, instansi pihak terkait secara sistematis dan terus menerus
serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat
mengambil tindakan. Berdasarkan Kepmenkes No 1116 tahun 2003 tentang
pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, surveilans
adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit
atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut,
agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efisien dan efektif melalui
proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan. Surveilans Epidemiologi adalah suatu
proses terus-menerus dan sistematis yang terdiri dari empat kegiatan utama, yaitu
pengumpulan data yang relevan; pengolahan data; analisis data; dan
penyebarluasan data serta interpretasinya kepada mereka yang menangani
program pemberantasan penyakit.
6
7
6. Penyelidikan wabah
Penyelidikan wabah dilakukan apabila terjadi peningkatan frekuensi
penyakit yang melebihi frekuensi biasanya. Kegiatan penyelidikan wabah
meliputi semua bidang, baik klinis, laboratoris maupun epidemiologis.
7. Survei
Survei adalah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui
prevalensi penyakit.
8. Laporan penyelidikan vektor penyakit
Laporan penyelidikan vektor penyakit digunakan untuk surveilans
penyakit yang bersumber pada binatang.
10
3. Grafik
Terdapat beberapa bentuk grafik yaitu grafik batang, histogram, poligon
frekuensi, grafik lingkaran, grafik garis dan spot map.
Analisis data surveilans epidemiologi dapat dimulai dengan
membuat pola penyakit menurut variabel orang (umur, jenis kelamin, ras, dll),
waktu (hari, minggu, bulan, tahun ) dan tempat (kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan negara serta di dunia).
2.1.4.3 Diseminasi Informasi
Hasil surveilans akan lebih bermanfaat bila disebarluaskan pada orang
lain/instansi dalam bentuk yang mudah dimengerti. Penyebarluasan informasi
dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah. Diseminasi informasi bertujuan
untuk memberikan informasi yang dapat dipahami orang lain dan digunakan
dalam menentukan kebijakan kegiatan, upaya pengendalian, dan evaluasi baik
berupa data maupun kesimpulan analisis.
Cara diseminasi informasi adalah sebagai berikut:
1. Membuat laporan yang disampaikan kepada unit kesehatan yang lebih
tinggi
2. Menyampaikan laporan dalam seminar atau pertemuan lainnya
3. Membuat tulisan di majalah atau jurnal secara rutin.
2.1.4.4 Umpan balik
Menurut Dirjen PP dan PL (2003: 61) surveilans yang baik adalah dapat
memberikan umpan balik kepada sumber-sumber data surveilans agar mudah
memberikan kesadaran kepada sumber data tentang pentingnya proses
pengumpulan data. Bentuk umpan balik adalah ringkasan informasi laporan yang
dikirimkan. Apabila umpan balik berupa buletin, perlu diperhatikan agar selalu
terbit tepat waktu dan selalu dicantumkan tanggal penerimaan laporan.
populasi, sifat alami peristiwa kesehatan, sikap dan cara petugas kesehatan dan
sumber dari data penyakit.
Kualitas data mempengaruhi kerepresentatifan suatu sistem surveilans.
Dalam hal ini, cukup banyak mengarahkan pada identifikasi dan klasifikasi kasus,
namun kebanyakan sistem surveilans lebih memberikan perhitungan yang
sederhana.
g) Timeslines (Ketepatan Waktu)
Ketepatan waktu dalam sistem surveilans adalah tingkat kecepatan dan
keterlambatan diantara langkah-langkah yang harus ditempuh dalam surveilans.
Sisi lain dari ketepatan waktu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menentukan
kecenderungan, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ledakan penyakit atau
waktu yang dibutuhkan untuk penanggulangannya. Pada penyakit yang masa
tunasnya pendek, ketepatan waktu sangat menentukan keberhasilan
penanggulangan. Sedangkan pada penyakit yang masa tunasnya laten, ketepatan
waktu dapat memberikan waktu yang cukup untuk menghentikan serangan serta
mencegah meluasnya penyakit tersebut. Ketepatan waktu dapat dinilai dalam hal
tersedianya informasi untuk penanggulangan penyakit.
Dengue dilaporkan untuk pertama kalinya di Perancis dan Kroasia pada tahun
2010. Pada tahun 2012, wabah demam berdarah di pulau-pulau Medeira Portugal
mengakibatkan lebih dari 2000 kasus.
Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada
tahun 1968. Akan tetapi, konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972.
Penyakit tersebut terus menyebar ke berbagai daerah hingga tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur terjangkit penyakit ini. Jumlah
kejadian penyakit DBD juga menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun
ke tahun baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Sementara itu,
sejak tahun 1968 sampai tahun 2009 WHO mencatat Negara Indonesia sebagai
Negara dengan kejadian DBD tertinggi di Asia Tenggara.
b. Distribusi menurut umur dan jenis kelamin
Berdasarkan data kejadian DBD yang dikumpulkan di Ditjen PP & PL
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi pergeseran. Dari
tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah
kelompok umur <15 tahun, tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD
cenderung pada kelompok umur ≥15 tahun. Bila dilihat, distribusi kasus
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase penderita laki-laki dan
perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah
10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini
menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan
hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.
c. Distribusi menurut waktu
Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama
pada musim panas meskipun di temukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim
dingin. Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada
musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philippines epidemi
DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi
mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak
tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Di
Malaysia di laporkan peningkatan insidensi DBD sebesar 120% ketika curah
17
hujan perbulan sekitar 300 mm atau lebih. Di Indonesia di laporkan bahwa puncak
oubreak umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai dengan April, kecuali
outbreak pada tahun 1974 yang justru terjadi pada bulan Juli.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat
kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan
lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua vektor tersebut
meningkatkan aktifitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus Dengue.
Itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan
pola musim penghujan.
2.2.3 Klasifikasi DBD
Menurut WHO (1986) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut
tingkat keparahannya yaitu: Misnadiarly, 2014).
a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain,
dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif.
b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah
perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan
atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi
yang ditandai dengan kulitdingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak
dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
2.2.4 Etiologi DBD
a. Virus
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang di sebabkan oleh
infeksi virus Dengue. Virus Dengue termasuk Genus Flavivirus dari keluarga
Flaviviridae. Ada empat serotipe virus yang kemudian di nyatakan sebagai DEN-
1, DEN-2, DE-3, atau DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan
memicu imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara
antigenik serupa, keempat serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan
perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya.
18
b. Vektor
Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke
orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dan subgenus stegomya. Aedes aegypti
merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti
Ae. albopictus, Ae.poly nesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya
niveus juga di putuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali
Ae.aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri, walaupum mereka
merupakan vektor yang sangat baik untuk virus Dengue, epidemi yang di
timbulkannya tidak separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti.
c. Pejamu
Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue
mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama
menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap serotipe penginfeksi tetapi
merupakan perlidungan sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi
sekunder atau sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat. Penularan virus
Dengue dari manusia terinfeksi ke nyamuk penggigit di tentukan oleh besarnya
dan durasi viremia pada hospes manusia, individu dengan viremia tinggi
memberikan dosis virus infeksius yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit,
biasanya menyebabkan presentase nyamuk penggigit yang terinfeksi menjadi
lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat rendah dalam darah mungkin
terinfeksi bagi beberapa nyamuk vektor.
2.2.5 Patofisiologi DBD
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan
serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
19
1. Kepadatan nyamuk
Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya penularan
DBD. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Aedes aegypti, semakin tinggi pula
risiko masyarakat untuk tertular penyakit DBD. Hal ini berarti apabila di suatu
daerah yang kepadatan Aedes aegypti tinggi terdapat seorang penderita DBD,
maka masyarakat sekitar penderita tersebut berisiko untuk tertular. Kepadatan
nyamuk dipengaruhi oleh adanya kontainer baik itu berupa bak mandi,
tempayan, vas bunga, kaleng bekas yang digunakan sebagai tempat
perindukan nyamuk. Agar kontainer tidak menjadi tempat perindukan nyamuk
maka harus di kuras satu minggu satu kali secara teratur dan mengubur barang
bekas.
2. Kepadatan rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang jarak terbangnya
pendek (100 meter). Oleh karena itu nyamuk tersebut bersifat domestik.
Apabila rumah penduduk saling berdekatan maka nyamuk dapat dengan
mudah berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Apabila penghuni salah
satu rumah ada yang terkena DBD, maka virus tersebut dapat ditularkan
kepada tetangganya.
3. Kepadatan hunian rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang sangat aktif mencari
makan, nyamuk tersebut dapat menggigit banyak orang dalam waktu yang
pendek. Oleh karena itu bila dalam satu rumah ada penghuni yang menderita
DBD maka penghuni lain mempunyai risiko untuk tertular penyakit DBD.
dari PE ini dikhususkan untuk mengetahui adanya penderita DBD atau tersangka
kasus DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD
(nyamuk Aedes), dan menentukan penanggulangan fokus yang dilakukan.
Gambaran dari pelaksanaan kegiatan PE adalah sebagai berikut :
a. Petugas Puskesmas setempat melakukan wawancara dengan adanya
keluarga penderita. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
penderita DBD lain (yaitu kasus DBD yang sudah ada konfirmasi dari
pihak rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya) dan mengetahui
ada tidaknya penderita demam pada saat itu dalam kurun waktu satu
minggu sebelumnya.
b. Jika ditemukan penderita demam dengan penyebab yang jelas, maka
petugas puskesmas akan melakukan pemeriksaan kulit (petekie) dan
melakukan tourniquit test.
c. Petugas Puskesmas kemudian melakukan pemeriksaan jentik nyamuk
penular DBD pada tempat-tempat penampungan air (TPA) yang berfungsi
sebagai breeding places nyamuk Aedes, baik TPA yang ada di dalam
maupun yang ada di luar rumah/bangunan.
d. Jika penderita adalah siswa sekolah atau pekerja, maka petugas puskesmas
juga akan melakukan PE di lingkungan sekolah/tempat kerja penderita
tersebut.
e. Hasil pemeriksaan dari kegiatan PE ini dicatat dalam formulir PE yang
sudah disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
f. Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat sesegera mungkin untuk dilakukan tindak lanjut lapangan yang
dikoordinasikan dengan Kades/Lurah.
g. Jika hasil PE positif (ditemukan satu orang atau lebih penderita DBD
lainnya dan/atau lebih dari sama dengan tiga orang tersangka DBD serta
ditemukannya jentik nyamuk Aedes ≥ 5%), maka akan dilakukan
penanggulangan fokus berupa fogging, penyuluhan, PSN DBD, dan
larvasidasi selektif.
h. Jika hasil PE negatif (tidak memenuhi dua kriteria positif diatas), maka
penanggulangan yang dilakukan berupa penyuluhan, PSN DBD, dan
larvasidasi selektif.
25
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pelaksanaan PSN DBD dapat
dilakukan dengan kegiatan 3M Plus, dimana 3M yang dimaksud terdiri dari:
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air yang ada
dengan frekuensi satu kali dalam satu minggu.
2. Menutup dengan rapat tempat-tempat penampungan air yang ada di
dalam maupun di luar rumah/bangunan
3. Memanfaatkan, atau biasa disebut dengan mendaur ulang, barang-
barang bekas yang memungkinkan tertampungnya air hujan dalam
barang-barang bekas tersebut.
Selain itu, Plus yang tercantum dalam kegiatan 3M Plus yang dimaksud
diatas terdiri dari:
1. Mengganti air yang terdapat dalam vas bunga, tempat minum hewan
peliharaan atau tempat-tempat sejenisnya dengan frekuensi satu kali
dalam satu minggu
2. Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak sehingga air dapat
mengalir dengan lancar dalam saluran atau talang air tersebut.
3. Menutup lubang-lubang yang ada pada pohon, potongan bambu, dan
tempat-tempat sejenisnya dengan menggunakan tanah misalnya.
4. Menaburkan larvasida atau bubuk abate di tempat-tempat
penampungan air, terutama tempat-tempat yang sukar dikuras atau di
daerah yang mengalami kesulitan mendapatkan air.
5. Memelihara predator jentik, yaitu terutama ikan pemakan jentik di
kolam atau di tempat-tempat penampungan air.
6. Memasang kawat kasa pada ventilasi rumah.
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah,
khususnya di dalam kamar.
8. Mengupayakan adanya pencahayaan yang cukup dan ventilasi yang
memadai di dalam ruang.
9. Menggunakan kelambu apabila tidur di siang atau di sore hari,
terutama untuk anak-anak yang berusia sekolah.
10. Menggunakan obat/lotion/repellent yang dapat mencegah gigitan
nyamuk.
kader, atau kelompok kerja (POKJA) DBD yang biasa disebut juru pemantau
jentik (jumantik) yang mana kader jumantik memeriksa 3 rumah sampel di tiap
RW/Dusun/Lingkungan.
Pemberantasan sarang jentik nyamuk merupakan tindakan yang paling
penting dalam mengurangi jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti sebagai vector
penular. Salah satu antipasti mewabahnya DBD adalah dengan memantau
keberadaan jentik nyamuk di lingkungan sekitar rumah. Ciri-ciri jentik nyamuk
yaitu panjang jentik 0,5 sampai 1 cm; bergerak aktif di dalam air dari bawah ke
atas untuk bernafas, istirahat posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air
biasanya disekitar dinding penampungan air; setelah 6-8 hari menjadi kepompong.
Survey jentik nyamuk ini bertujuan untuk pemetaan jentik nyamuk, mengetahui
keberadaan nyamuk Aedes aegypti sekaligus mengetahui faktor risiko DBD.
Pelaksanaan survey jentik nyamuk ini dilakukan oleh kader kesehatan
yang ada di seluruh kelurahan dengan di koordinasikan oleh puskesmas di
wilayah masing-masing. Kader kesehatan yang melakukan survey jentik ini
adalah kader yang berasal dari masyarakat setempat, yang selama ini aktif sebagai
kader posyandu, maupun kader PKK atau juru pemantau jentik (jumantik). Tugas
pokok jumantik adalah melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah warga yaitu
dengan melihat tempat-tempat penampungan air serta keadaan lingkungan rumah,
apakah ada kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ban bekas atau benda-benda lain yang
memungkinkan adanya genangan air sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk
Aedes aegypti. Tugasnya melakukan pemeriksaan jentik secara berkala seminggu
sekali, selain itu melaksanakan penyuluhan tentang 3M kepada masyarakat,
memasang dan mengisi kartu rumah pemeriksaan jentik. Setelah itu mencatat hasil
pemeriksaan jentik dan melaporkan ke petugas kesehatan setempat. Tempat-
tempat penampungan air itu diperiksa apakah ada terdapat jentik nyamuk atau
tidak.
Sebenarnya cukup mudah untuk mengenali jentik nyamuk, cukup dengan
alat lampu senter dan cara kerjanya adalah menyorotkan lampu senter ke setiap
sudut penampungan air selama kurang lebih 3 menit. Setiap jentik nyamuk akan
teridentifikasi dari gerakannya. Jika jentik yang bergerak mendekati arah cahaya,
29
adalah jentik nyamuk DBD. Jika ada jentik, ambil jentik dan buang ke tanah,
tentunya bukan dalam genangan atau menimbulkan genangan. Biasanya, di luar
lingkungan hidupnya, jentik akan mati sendiri dalam waktu 3 menit saja. Bisa
juga jentik dikumpulkan di ember, kemudian larutkan desinfektan seperti pemutih
pakaian untuk membunuh jentik. Kegiatan survey jentik ini dilakukan setiap
seminggu sekali agar masyarakat selalu menjaga kebersihan dan melakukan
pengurasan tempat penampungan air minimal 3 hari sekali.
Dengan pemeriksaan jentik nyamuk ini masyarakat diharapkan akan lebih
terpacu untuk peduli dengan keadaan lingkungan rumahnya, dengan
melaksanakan 3M secara konsisten. Apabila ditemukan jentik di lingkungan
rumah, maka itu menjadi bagian tanggung jawab warga untuk membersihkan dan
memelihara lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan di masa
mendatang baik bagi keluarga maupun masyarakat. Bagi warga yang rumahnya
tidak ditemukan jentik nyamuk, agar dapat mempertahankan dan lebih menjaga
kesehatan lingkungan. Dengan survey jentik nyamuk secara menyeluruh ini
diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan DBD.
Larvasidasi merupakan kegiatan penaburan bubuk larvasida atau
pembunuh jentik nyamuk yang bertujuan untuk memberantas jentik nyamuk
tersebut yang terdapat di tempat penampungan air (TPA), sehingga populasi
nyamuk Aedes dapat ditekan jumlahnya. Sasaran wilayah atau lokasi dari kegiatan
larvasidasi ini sama dengan sasaran wilayah atau lokasi kegiatan PJB, yaitu
rumah/bangunan, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang ada di desa/kelurahan
endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes di
100 sampel yang dipilih secara random. Hal ini dikarenakan kegiatan larvasidasi
ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan PJB, sehingga waktu dan pelaksana
kegiatan pun juga sama.
Terdapat dua jenis larvasida yang dapat digunakan pada TPA, yaitu
temephos (abate 1%) dan insect growth regulator atau pengatur pertumbuhan
serangga.
30
a. Abatisasi Selektif
Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan TPA, baik di dalam
maupun di luar rumah, pada seluruh rumah dan bangunan di
desa/kelurahan endemis dan sporadis, serta penaburan bubuk abate
(larvasida). Kegiatan ini dilaksanakan dalam empat siklus (tiga bulan
sekali) dengan empat siklus (tiga bulan sekali) dengan menaburkan bubuk
abate (larvasida) pada TPA yang ditemukan jentik nyamuk. Pelaksana
abatisasi adalah kader yang telah dilatih oleh petugas puskesmas. Tujuan
abatisasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan
masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD.
b. Abatisasi Massal
Kegiatan abatisasi mssal dilakukan di wilayah yang terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. Abatisasi massal adalah penaburan
abate secara serentak di seluruh wilayah tetemtu di semua TPA, baik yang
terdapat jentik maupun yang tidak terdapat jentik, di seluruh wilayah
tertentu di semua TPA, baik yang terdapat jentik maupun yang tidak
terdapat jentik, di seluruh rumah/bangunan. Sasaran larvasidasi adalah
untuk rumah per desa/kelurahan (kurang lebih 3.000 rumah), sedangkan
untuk sekolah adalah per 15 sekolah.
2.2.9.7 Penyuluhan
Penyuluhan Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak
hanya menyebarluaskan media informasi, misalnya: leaflet, poster, dan lain -
lain tapi juga harus mengarah keperubahan perilaku dalam upaya pemberantasan
DBD.
2.2.9.8 Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB
Kegiatan SKD DBD merupakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB, dapat dilakukan penanganan
dengan segera.
2.2.9.9 Pengobatan DBD
Tidak ada pengobatan khusus untuk demam berdarah dengue, akan tetapi
hal yang sangat efektif dilakukan pada penderita DBD adalah terapi penggantian
cairan tubuh setelah diagnosis klinis ditegakkan. Obat-obatan seperti
31
nadi yang cepat dan lemah menyempitnya tekanan nadi yang ditandai kulit
dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai syok berat.
5. Kecamatan endemis
Kecamatan endemis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir, setiap
tahunnya ada penderita DBD.
6. Kecamatan sporadic
Kecamatan sporadis kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus
DBD tetapi tidak pada setiap tahunnya.
7. Kecamatan potensial
Kecamatan potensial adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir tidak
terdapat kasus DBD, tetapi kepadatan penduduknya tinggi, presentase
rumah yang ditemukan jentik lebih dari 5%.
Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD), ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :
a. Kasus DBD adalah penderita DBD atau SSD
b. Penderita DBD adalah penderita penyakit yang didiagnosis sebagai DBD
atau SSD
c. Penegakan diagnosis DBD
- Diagnosis klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2
- 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang – kurangnya uji
tourniquet positif). Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl),
dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20 %)
- Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada
tersangka DBD menunjukan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau
peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan
dengue rapid test.
d. Penegakan diagnosis DD adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata,
nyeri otot, tulang atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Hasil
pemeriksaan darah menunjukannleukopeni kadang dijumpai
trombositopeni. Pada penderita DD tidak dijumpai kebocoran plasma atau
hasil pemeriksaan serologis pada penderita yang diduga DD menunjukan
peninggian (positif) IgM saja.
34
laporan W1 dan W2, laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan
kota/kabupaten.
Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada
laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD
dan penderita DD, DBD, SSD yang diterima puskesmas dapat berasal dari
rumah sakit atau dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau
puskesmas lain (cross notification) dan puskesmas pembantu, unit pelayanan
kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain –
lain), dan hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada
konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya).
Pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD
menggunakan ‘Buku catatan harian penderita DBD’ yang memuat catatan
(kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan
(kolom) tersangka DBD. Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan
yang berulang untuk pasien yang sama, misalnya antara tersangka DBD dan
penderita DBD selama proses perawatan dan antara penderita DBD yang
dilaporkan RS dengan yang dilaporkan oleh puskesmas, sehingga perlu
penyesuaian data.
2. Process
Kegiatan surveilans epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan yang telah
diusulkan melalui perencanaan tahunan. Jenis kegiatan terdiri dari:
pengumpulan, pengolahan dan analisis data, diseminasi informasi,
penyelidikan KLB, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
(SKDKLB), seminar dan surveilans AFP, campak, TN, PTM, IN, HVB
dan pariwisata. Terdapat perbedaan proses pelaksanaan kegiatan surveilans
yang dilakukan di setiap tempat/instansi.
3. Output
Keluaran yang dihasilkan pada kegiatan surveilans adalah laporan khusus,
data dan informasi yang disebarluaskan dalam bentuk buletin
epidemiologi, media elektronik, seminar, jurnal serta surat edaran.
45
2.4.2 Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan yang
diperlukan untuk melakukan suatu rencana sedemikian rupa sehingga tujuan yang
telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Pengorganisasian yang harus
dilakukan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang yang tercantum dalam rencana
saja, tetapi juga hal-hal yang terdapat dalam masyarakat secara keseluruhan.
Pengorganisaian dimaksudkan untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan
46
49
50
3.1.3.2 Sasaran
Sasaran pembangunan kese hatan untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati diatas adalah sebagai berikut :
a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
1. Meningkatnya umur harapan
hidup
2. Menurunnya angka kematian
ibu melahirkan
3. Menurunnya angka kematian
bayi
4. Menurunnya angka kematian
neonatal
5. Menurunnya prevalensi
kekurangan gizi (terdiri dari gizi kurang dan gizi buruk balita)
6. Menurunnya prevalensi anak
balita yang pendek (stunting)
7. Meningkatkan presentasi ibu
bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN)
b. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
penyakit menular, dengan:
1. Menurunkan prevalensi Tuberculosis
2. Menurunkan kasus malaria (Annual Paracite Index-API)
3. Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa
4. Meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11
bulan
5. Menurunkan angka kesakitan DBD dan peyakit menular lainnya
c. Menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat
penyakit tidak menular
d. Meningkatkan surveilance penyakit berpotensi wabah dan
penanggulangan bencana
e. Meningkatkan penyehatan lingkungan dan sanitasi dasar
masyarakat
1. Pengembangan lingkungan sehat
2. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
f. Menurunkan disparitas status kesehatan dan status gizi
antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender
52
3.1.6 Kedudukan
Sesuai Perwako Padang Nomor 06 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Padang merupakan Dinas Teknis
Kota bertugas mengelola kesehatan yang dikepalai oleh seorang kepala Dinas.
54
BIDANG KESHATAN BIDANG PENCEGAHAN & BIDANG PELAYANAN BIDANG SUMBER DAYA
MASYARAKAT PENGENDALIAN PENYAKIT KESEHATAN KESEHATAN
Dr. Melinda wilma, MPPH Dr. Genita, M.Mkes Dra Novuta Latina,apt Depitra Wiguna, SKM
56
57
57
58
58
59
Staff:
Nelfides, SKM
Musfidarti, SKM
Trisnawati, SKM
Ns. Fifien Aulia, S.Kep
tindakan yang cepat, didapatkan bahwa kasus DBD merupakan kasus yang
endemik di Kota Padang, angka kematian yang meningkat serta permasalahan
yang kompleks yang membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat. Penulis juga
mendapatkan informasi bahwa pencatatan kasus DBD tidak dilakukan dengan
benar yaitu pencatatan di pemegang program berbeda dengan pencatatan dari
surveilans. Pencatatan alamat penderita juga banyak yang tidak lengkap sehingga
hal ini akan berpengaruh untuk melakukan tindakan seperti PE (Penyelidikan
Epidemiologi ) dan fogging focus. Dari hasil analisis dan wawancara dengan Kasi
P2M, penulis mengambil topik tentang surveilans DBD di Kota Padang.
Kegiatan selanjutnya yang dilakukan penulis selama di seksi P2M yaitu
mengikuti kegiatan fogging focus yang diadakan di Kelurahan Jati, melakukan
pencatatan kegiatan fogging, membantu membuat surat balasan klasifikasi
ombudsman terkait kasus DBD yang dilaporkan terjadinya maldministrasi di
Koran Haluan Padang, membantu administrasi. Pada tanggal 24 Februari 2017
penulis ditempatkan di seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular. Kegiatan yang dilaksanakan di seksi P2PTM adalah membuat daftar
kesediaan vaksin BOPV di Puskesmas Kota Padang dan memasukkan laporan
data SARS Kota Padang.
Pada minggu ke II penulis ditempatkan di Bidang Kesehatan Masyarakat.
Bidang kesehatan Masyarakat memiliki 3 seksi yaitu seksi kesehataan keluarga
dan gizi; seksi promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; dan seksi
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan olah raga. Tanggal 27 Februari – 01
Maret 2017, penulis berada di seksi kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan
olahraga. Kegiatan yang dilaksanakan selama berada di seksi tersebut diantaranya
perkenalan diri bersama pegawai yang ada di bagian seksi kesling, membantu
menginput data tentang Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) di 23 puskesmas Kota Padang pada bulan februari tahun 2017,
membantu kegiatan seminar nasional STR gizi yang diselenggarakan di Aula
Dinas Kesehatan Kota Padang, menyusun rekapan SPJ, merekap data UKK dan
kesehatan olahraga. Kegiatan selanjutnya yaitu mengikuti pertemuan pencegahan
dan penanggulangan DBD di Kota Padang yang dihadiri oleh seluruh pemegang
62
2. Proses
a. Perencanaan dari puskesmas yang dibuat berdasarkan masalah pada
tahun sebelumnya dan permasalahan ditingkat puskesmas.
b. Dinas Kesehatan Kota Padang merekap perencanaan yang dibuat oleh
puskesmas.
c. Kemudian dilakukan rapat di tingkat dinas untuk membuat
perencanaan dinas yang mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal
(SPM).
d. Hasil rapat/pembahasan tentang rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Dinas
Kesehatan Kota Padang
e. RKA dilakukan pembahasan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD). Kemudian dibahas ditingkat DPRD (komisi IV) urusan
kesehatan
f. Setalah RKA di sahkan/disetujui maka rencana kegiatan surveilans
DBD dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
g. Dari DPA puskesmas membuat Plan Of Action (POA) bulanan
3. Output
Output berupa laporan surveilans dan buletin DBD
66
Insiden rate kasus DBD di Kota Padang tahun 2016 adalah 99, 56
per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian (CFR) DBD yaitu
1,2%. Puskesmas dengan insiden tertinggi adalah Puskesmas Air Dingin
yaitu 205 per 100.000 penduduk. Kemudian puskesmas dengan CFR
tertinggi adalah Puskesmas Lubuk Kilangan yaitu 5%. Gambaran lebih
lengkap dapat dilihat pada grafik 3.8.
72
3. Penyebaran data
Penyebaran data DBD dilakukan setiap minggu kepada
pemegang program DBD DKK Padang. Selain itu data DBD juga disebarkan
kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan kepada petugas
surveilans setiap puskesmas.
4. Umpan Balik
Dinas Kesehatan Kota Padang memberikan umpan balik berupa
ringkasan laporan dan permintaan perbaikan data kepada rumah sakit maupun
puskesmas. Selain itu umpan balik juga berupa buletin, tetapi buletin hanya
diterbitkan 1 kali setahun. Umpan balik berupa penugasan Penyelidikan
Epidemiologi (PE) kepada petugas surveilans puskesmas tidak dilakukan.
Apabila kasus DBD di suatu wilayah kerja puskesmas diketahui terlebih
dahulu oleh petugas surveilans puskesmas tersebut, maka Penyelidikan
Epidemiologi (PE) langsung dilakukan ke rumah penderita tanpa adanya
perintah dari petugas surveilans DKK Padang. Tetapi apabila kasus DBD
diketahui terlebih dahulu oleh petugas DKK, maka baru adanya penugasan
kepada puskesmas untuk melakukan PE kepada rumah penderita.
5. Pencapaian Surveilans DBD
a) Kelengkapan Laporan
Berdasarkan Provinsi Sumatera Barat, persentase kelengkapan pengiriman
laporan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota Padang adalah 99%.
Kelengkapan laporan paling tinggi adalah Kota Pariaman (100%) dan
Kabupaten Sijunjung (100%). Sedangkan kelengkapan laporan yang
paling rendah adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu 15%.
75
BAB 4 : PEMBAHASAN
77
78
d. Methode
Metode yang dilakukan dalam pencarian kasus DBD di Dinas
Kesehatan Kota Padang dilakukan secara aktif dan pasif. Pencarian kasus dari
79
oleh seorang penanggung jawab program yaitu Nelfides, SKM dan dibantu oleh
tiga staf seksi surveilans dan imunisasi. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh
petugas puskesmas yang berupa tim yang terdiri dokter, perawat, bidan, dan
tenaga surveilans, tenaga kesling dan promkes.
Dilihat dari alur pengorganisasian sistem surveilans DBD di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Padang menggunakan metode pengorganisasian lini dan
staf yaitu Maksudnya peranan staff tidak hanya terbatas pada pemberian nasehat
tetapi juga diberikan tanggung jawab melaksanakan kegiatan tertentu. Bantuan
yang diharapkan dari staff tidak hanya pemikiran saja, tetapi juga telah
menyangkut pelaksanaannya. Keuntungannya adalah keputusan yang diambil
lebih baik karena telah dipikirkan oleh sejumlah orang, tanggung jawab pimpinan
berkurang dan karena itu lebih memusatkan perhatian pada masalah yang lebih
penting, pengembangan bakat dilakukan sehingga mendorong disiplin dan
tanggung jawab kerja yang lebih tinggi.
Pembagian tugas petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota Padang dalam
pencarian kasus secara aktif ke rumah sakit sudah dibagi pada masing-masing
rumah sakit yang ada di Kota Padang. Adanya petugas surveilans yang bekerja
rangkap yaitu penangggug jawab program imunisasi dan program kesehatan haji.
Hal ini akan membuat kurang maksimalnya kerja petugas pada kegiatan
surveilans penyakit menular. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Frans (2010)
bahwa petugas mengerjakan tugas rangkap, hal ini membuat kegiatan surveilans
tidak sesuai dengan semestinya dan menyebabkan waktu mereka menjadi terbagi
sehingga menyebabkan pelaksanaan semua komponen dari sistem surveilans
mejadi kurang optimal.
Pelaporan adanya kasus DBD bersifat bottom up. Kasus DBD dilaporkan
dari puskesmas ke staf penanggungjawab program surveilans DBD, staf
penanggungjawab program surveilans DBD ke surveilans dan imunisasi, dan
kabid pencegahan dan pngendalian penyakit. Kemudian kabid pencegahan dan
pengendalian penyakit memberikan intruksi kepada Kasi Surveilans dan staf
penanggungjawab untuk melakukan validasi laporan ke lapangan yang
didampingi oleh petugas Puskesmas yang berada di wilayah kerja tersebut.
82
b. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan oleh petugas surveilans DKK Padang yang di
laporkan oleh puskesmas sesuai dengan format yang telah ditentukan. Pengolahan
menggunakan softwere aplikasi pengolahan data Mc. Excel .Penggunaan
komputer dapat memudahkan dalam menganalisis data surveilans. Pengolahan
data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik menurut daerah
puskesmas/kecamatan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, menurut
orang dan tempat serta di interpretasikan. Namun pada pengolahan data yang di
olah hanya menurut tempat dan waktu saja, sedangkan menurut variabel orang
yaitu jenis kelamin dan kelompok umur tidak dijabarkan.
Menurut Permenkes No.45 Tahun 2014 dinyatakan hasil pengolahan dapat
berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin,
tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut
disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan
proporsi). Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik
84
suatu penyakit dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil
olahan data dalam bentuk yang informatif, dan menarik. Hal ini akan
membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang disajikan.
d. Diseminasi Informasi
Hasil analisa dan interpretasi data disebarluaskan pada unit-unit yang
berkepentingan agar dapat digunakan untuk perencanaan tindak lanjut. Data
diinterpretasikan dengan membandingkan data tahunan pada kegiatan evaluasi
tingkat kota yang dilakukan setiap dua kali dalam setahun.
Diseminasi Informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun kebawah.
Data/informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans
epidemiologi penyakit disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan
tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan,
pusat-pusat penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring
surveilans epidemiologi agar diketahui terjadinya peningkatan atau penurunan
kasus.
85
jentik nyamuk, dan pemberian bubuk larvasida yang dilakukan oleh petugas
puskesmas.
Evaluasi surveilans dan program DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang
bertujuan untuk mengetahui hasil, pencapaian target, dan untuk merencanakan
kegiatan pada tahun yang akan datang. Pada tahu 2016 terdapat jumlah kasus
sebanyak 911 kasus dengan IR 99,56 per 100.000 penduduk dan CFR 1,2%.
Meskipun mengalami penurunan kasus dari tahun sebelumnya, tetapi angka
kematian DBD mengalami peningkatan dan melewati target yaitu CFR<1%. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, keterlambatan pasien untuk
mengakses pelayanan kesehatan karena menganggap hanya demam biasa,
ketidaktahuan pasien atau keluarga serta kemampuan ekonomi karena butuh biaya
untuk perawatan. Rencana yang akan dilakukan adalah meningkatkan promosi
kesehatan tentang DBD serta penatalaksanaannya serta meningkatkan keterlibatan
lintasan sektor baik tingkat kota, kecamatan, kelurahan bahkan RT dan RW dalam
mengatasi penyakit DBD.
Pelaporan untuk suspect DBD dilakukan secara online yaitu melalui
sistem SKDR yang dapat diakses oleh siapa saja. Di dalam SKDR adanya
pemberitahuan allert dini (peringatan dini), pemberitahuan KLB sehingga petugas
kesehatan dapat mengambil kebijakan dengan cepat dan tepat mengatasi kasus
DBD. Apabila terjadi KLB petugas DKK Padang dan petugas puskesmas turun
kelapangan dengan melakukan kegiatan PE, fooging fokus, PSN, pemberian
bubuk larvasida, dan survei jentik nyamuk di tempat kasus terjadi.
Indikator keberhasilan kinerja program surveilans DBD dapat dilihat dari
kelengkapan dan ketepatan laporan puskesmas, persentase laporan KD-RS,
tersedia data endemisitas (tabel, grafik, mapping), dapat menentukan musim
penularan dan trend penyakit. Kelengkapan dan ketepatan laporan puskesmas ke
DKK Kota Padang sudah mencapai target yaitu 80%. Kelengkapan laporan
puskesmas Kota Padang adalah 90 %, sedangkan ketepatan laporan yaitu 84%.
Tetapi untuk mapping (pemetaaan) belum dibuat oleh DKK Padang. Mapping
dilakukan untuk melihat persebaran penyakit pada kecamatan maupun pada
wilayah kerja puskesmas secara detail.
87
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diperoleh beberapa kesimpulan
yaitu:
1. Dinas Kesehatan Kota Padang merupakan pengelola Sistem Kesehatan
Nasional Tingkat Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Jumlah penduduk Kota Padang tahun 2016 adalah 914.968 jiwa yang
terdiri dari 11 kecamatan dan 104 kelurahan. Jumlah Puskesmas yang
berada di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Padang adalah 22 Puskesmas
dengan total tenaga kesehatan sebanyak 1.008 orang.
2. Seksi Surveilans dan imunisasi merupakan seksi yang berada di bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, bertugas melakukan kegiatan
kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa, penyelidikan kasus yang
berpotensi wabah, dan penanggulangan kejadan luar biasa untuk
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian, terutama kasus DBD.
3. Perencanaan surveilans DBD dirancang dengan sistem pendekatan input
dengan unsur 5M (man, material, methode, machine, money), proses dan
output. Perencanaan dilakukan secara bertingkat mulai dari Puskesmas
kemudian perencanaan akan direkap oleh Dinas Kesehatan Kota Padang.
Perencanaan bersifat kontinyu dan merupakan perencanaan jangka pendek
yaitu dalam jangka waktu 1 tahun atau yang disebut perencanaan
operasional tahunan.
4. Pengorganisasian surveilans DBD dipimpin oleh penanggungjawab
surveilans berkoordinasi dengan Kasi Surveilans dan Kepala Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit serta di lapangan dibantu oleh
Petugas Puskesmas. Petugas surveilans di puskesmas sebagian besar
adalah perawat dan bidan. Pembagian tugas Surveilans di Dinas Kesehatan
87
88
5.2 Saran
Adapun saran dari kegiatan magang di Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar
sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Padang untuk menempatkan
petugas surveilans yang ahli dalam epidemilogi yaitu lulusan S1 dan S2
epidemiologi dan pembagian tugas yang merata serta tidak merangkap
jabatan agar pelaksanaan surveilans dapat berjalan dengan benar dan tepat.
2. Diharapkan kepada petugas surveilans untuk melakukan pencatatan kasus
DBD yang lengkap terutama alamat lengkap penderita sehingga
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dapat dilakukan secara
optimal dan menyeluruh.
3. Diharapkan kepada pemegang program DBD Dinas Kesehatan Kota
Padang untuk melakukan penyesuaian data kasus DBD dari laporan rumah
sakit dengan laporan dari puskesmas agar tidak terjadi kasus yang tercatat
double.
4. Diharapkan kepada pemegang program DBD dalam penyajian data tidak
hanya menampilkan kasus DBD berdasarkan variabel orang dan tempat,
tetapi juga menampilkan variabel waktu.
89
DAFTAR PUSTAKA
93
LAMPIRAN
MINGGU I
1 20-02-2017 1. Orientasi dari Kabid
Pengembangan SDM Dinas
Kesehatan Kota Padang
2. Penempatan dan perkenalan di
Seksi P2M Bidang P2P
3. Mempelajari profil kesehatan
kota padang tahun 2015
IV Kelurahan Jati
2. Menganalisis kasus DBD dari
tahun 2014-2016
MINGGU II
laboratorium di DKK.
MINGGU III
MINGGU IV
Mengetahui,
Pembimbing lapangan Pemagang
DBD
Senam Pagi
107
Pe
Pengecekan SPJ BOK, Mamin, dan ATK Puskesmas Bulan Februari 201
110
JJ
kkkkk
kklll
kkkkkkk
lll
111
kkk
112
kkkkkkkk
Membantu pengetikan Sk di Seksi Mutu
waa
kkk
Lampiran 6. Formulir W2
117
Lampiran 7. Formulir W1
118