Anda di halaman 1dari 132

PELAKSANAAN SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

TAHUN 2016

LAPORAN MAGANG
Dinas Kesehatan Kota Padang

Peminatan Epidemiologi

Oleh :

Roma Yuliana
NIM 1311211109

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2017
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

PELAKSANAAN SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


TAHUN 2016

Oleh :

Roma Yuliana
NIM 1311211109

Laporan Magang ini telah diperiksa oleh


Pembimbing Magang dan telah disetujui untuk diseminarkan

Padang, Maret 2017


Telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Ratno Widoyo,SKM,MKM Hj. Nuraisah Pohan, SKM


NIP. 19870222015041001 NIP.197311211999032001
HALAMAN PENGESAHAN

PELAKSANAAN SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


TAHUN 2016

Oleh :

Roma Yuliana
NIM 1311211109

Laporan Magang ini telah diseminarkan di depan Tim Penguji Magang


Fakultas Kesehatan Masyarakat pada tanggal 29 Maret 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Padang, Maret 2017


Menyetujui,
Penguji I

Ade Suzana Eka Putri, Ph.D


NIP. 198106052006042001

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Ratno Widoyo, SKM, MKM Hj. Nuraisah Pohan, SKM


NIP. 195303121980032005 NIP. 197311211999032001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
petunjuk, kemampuan dan kekuatan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan magang ini yang berjudul”Pelaksanaan Surveilans Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016”.
Dalam proses penyelesaian laporan ini tidak lepas dari pihak-pihak yang
membantu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Defriman Djafri, SKM, MKM, Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
2. Bapak Ratno Widoyo, SKM, MKM selaku koordinator magang yang
telah membekali penulisan ilmu yang bermanfaat
3. Bapak Ratno Widoyo SKM, MKM selaku pembimbing akademik
dalam melaksanakan magang
4. Ibu dr.Ferimulyani, M.Biomed selaku kepala Dinas Kesehatan Kota
Padang
5. Ibu Nuraisah Pohan, SKM selaku pembimbing lapangan dalam
melaksanakan magang
6. Seluruh staf Dinas Kesehatan Padang yang telah menerima dan banyak
membantu penulis selama berada di lokasi magang
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak
yang sifatnya membangun. Semoga semua bantuan, bimbingan, semangat dan
amal kebaikan yang telah diberikan dijadikan amal shaleh dan diridhoi Allah
SWT. Amin.
Padang, Maret 2017

Roma Yuliana

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................ix

BAB 1 : PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Tujuan............................................................................................................5

1.2.1 Tujuan Umum 5

1.2.2 Tujuan Khusus 5

1.3 Ruang Lingkup..............................................................................................5

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Surveilans......................................................................................................6

2.1.1 Pengertian Surveilans 6

2.1.2 Tujuan Surveilans 6

2.1.3 Jenis Surveilans 7

2.1.4 Kegiatan Surveilans Epidemiologi 8

2.1.4.1 Pengumpulan Data 8

2.1.4.2 Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Data 10

2.1.4.3 Diseminasi Informasi 11

2.1.4.4 Umpan balik 12

2.1.5 Indikator Surveilans Epidemiologi 12

2.2 Penyakit DBD.............................................................................................15

ii
2.2.1 Pengertian DBD 15

2.2.2 Epidemiologi DBD 15

2.2.3 Klasifikasi DBD 17

2.2.4 Etiologi DBD 18

2.2.5 Patofisiologi DBD 19

2.2.6 Manifestasi Klinis DBD 20

2.2.7 Mekanisme Penularan 21

2.2.8 Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian DBD 22

2.2.9 Kegiatan Penanggulangan/Pengendalian DBD 23

2.3 Surveilans DBD...........................................................................................33

2.3.1 Pengertian Surveilans DBD 33

2.3.2 Definisi Kasus Demam Berdarah Dengue 33

2.3.3 Tujuan Surveilans Demam Berdarah Dengue 35

2.3.4 Sumber Data Surveilans Demam Berdarah Dengue 36

2.3.5 Kegiatan Unit Pelaksana Surveilans Demam Berdarah Dengue 36

2.3.5.1 Di Tingat Puskesmas 36

2.3.5.2 Di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten 37

2.3.5.3 Di Dinas Kesehatan Provinsi 40

2.3.6 Mekanisme Pelaporan Kasus DBD 41

2.4 Konsep Manajemen Surveilans Epidemiologi............................................42

2.4.1 Perencanaan Surveilans Epidemiolgi 42

2.4.2 Pengorganisasian 47

2.4.3 Pelaksanaan 49

2.4.4 Monitoring dan Evaluasi 50

BAB 3 : HASIL KEGIATAN 51

3.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Padang.......................................51

3.1.1 Geografi 51

3.1.2 Visi Misi 51

iii
3.1.3 Tujuan dan Sasaran 52

3.1.4 Sarana dan Prasarana 54

3.1.5 Tenaga Kesehatan 55

3.1.6 Kedudukan 55

3.1.7 Tugas dan Fungsi Pokok Dinas Kesehatan 56

3.2 Stuktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Padang......................................56

3.2.1 Struktur Organisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


59

3.2.1.1 Struktur Organisasi Bidang P2P 59

3.2.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit 60

3.2.1.3 Struktur Organisasi Seksi Surveilans dan Imunisasi 61

3.2.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Surveilans dan Imunisasi 61

3.3 Kegiatan Magang........................................................................................62

3.4 Kegiatan Surveilans DBD...........................................................................65

3.4.1 Perencanaan Surveilans DBD 65

3.4.2 Pengorganisasian Surveilans DBD 68

3.4.3 Pelaksanaan Surveilans DBD 70

3.4.4 Monitoring dan Evaluasi Surveilans DBD 78

BAB 4 : PEMBAHASAN 79

4.1 Perencanaan Surveilans DBD....................................................................79

4.2 Pengorganisasian Surveilans DBD..............................................................82

4.3 Pelaksanaan Surveilans DBD......................................................................84

4.4 Monitoring dan Evaluasi Surveilans DBD..................................................87

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN 89

5.1 Kesimpulan..................................................................................................89

5.2 Saran............................................................................................................90

DAFTAR PUSTAKA

iv
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan...........................47


Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana di Puskesmas Wilayah Kerja...............................54
Tabel 3.2Tenaga Kesehatan di Puskesmas Wilayah Kerja.....................................55
Tabel 3.3 Petugas Surveilans di Dinas Kesehatan Kota Padang, Puskesmas se-
Kota Padang...........................................................................................69
Tabel 3.4 Pembagian Tugas Petugas Surveilans Dinas Kesehatan Kota Padang di
Rumah Sakit se-Kota Padang...............................................................70

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Alur Pelaporan DBD...........................................................................41


Gambar 3.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Padang...........................58
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit59
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Seksi Surveilans dan Imunisasi..........................61
Gambar 3.4 Pengorganisasian Surveilans DBD.....................................................68
Gambar 3.5 Jumlah Kasus DBD Menurut Jenis Kelamin di Dinas Kesehatan Kota
Padang Tahun 2016...........................................................................71
Gambar 3.6 Jumlah Kasus DBD Menurut Kelompok Umur di Dinas Kesehatan
Kota Padang Tahun 2016..................................................................72
Gambar 3.7 Jumlah Kasus DBD Menurut Puskesmas di Dinas Kesehatan Kota
Padang Tahun 2016...........................................................................73
Gambar 3.8 Insiden Rate dan Case Fatality Rate Kasus DBD Menurut Puskesmas
di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016..................................74
Gambar 3.9 Perbandingan Kasus DBD per Bulan di Kota Padang Tahun 2014-
2016..................................................................................................75
Grafik 3.10 Trend Kasus DBD di Kota Padang Tahun 2011-2016.......................75
Gambar 3.11 Kelengkapan Laporan Puskesmas Menurut Kabupaten di Provinsi
Sumbar Tahun 2016........................................................................76
Gambar 3.12 Kelengkapan Laporan Puskesmas Menurut Kabupaten di Provinsi
Sumbar Tahun 2016........................................................................77

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Hadir Peserta Program Magang

Lampiran 2. Laporan Kegiatan Magang

viii
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Magang

Lampiran 4. Peta Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Padang

Lampiran 5. Struktur Organisasi DKK Kota Padang

Lampiran 6. Formulir Mingguan DBD (W2)

Lampiran 7. Formulir KLB (W1)

Lampiran 8. Formulir KD/RS-DBD

Lampiran 9. Formulir PE (Penyelidikan Epidemiologi)

Lampiran 10. Protap Fogging Fokus DKK Padang

Lampiran 11. Format RKA Seksi P2M

Lampiran 12. Plan Of Action DBD

ix
1

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomis. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat memerlukan
pengorganisasian yang terarah, efisien dan efektif serta mendapat dukungan lintas
sektor. Pengelolaan kesehatan dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah
dengan memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang
kesehatan. Tingkat kabupaten/kota pengelolaan sistem kesehatan nasional
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota.
Dinas Kesehatan Kota Padang merupakan instansi yang berada di dalam
jajaran Pemerintah Kota Padang dan bertanggung jawab langsung kepada
Walikota Padang, melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan Kota Padang
terletak di Jalan Bagindo Aziz Chan, Aia Pacah bypass. Terdapat 22 puskesmas
yang terletak di 11 kecamatan dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padang.
Dinas Kesehatan Kota Padang terdiri dari sekretariat dan 4 bidang yaitu:
bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan
kesehatan, dan sumber daya kesehatan. Masing-masing bidang di pimpin oleh
Kepala Bidang (KABID) dan terdiri dari subbagian atau seksi yang di pimpin oleh
Kepala Seksi (KASI), dimana masing-masing seksi memiliki tupoksi tersendiri.
Kota Padang merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat yang
endemis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sejak tahun 2014. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemantauan penyakit melalui Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB). Dinas Kesehatan Kota Padang merupakan

1
2

instansi yang bertugas melakukan pemantauan penyakit, salah satunya penyakit


DBD. Bidang yang bertugas dalam hal ini adalah Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit yang membawahi tiga seksi yaitu surveilans dan
imunisasi; pencegahan dan pengendalian penyakit menular; dan seksi pencegahan
dan pengendalian penyakit tidak menular, dan kesehatan jiwa, kesehatan usia
lanjut dan NAPZA. Seksi surveilans merupakan seksi yang betugas melakukan
penyelidikan kasus penyakit yang berpotensi KLB/Wabah dan melakukan
kegiatan kewaspadaan dini dan respon KLB dan wabah.
Adapun latar belakang penulis mengambil topik surveilans DBD karena
berhubungan dengan peminatan penulis yaitu epidemiologi. Ilmu epidemiologi
adalah ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi dan determinan penyakit serta
masalah kesehatan masyarakat. Selain itu ilmu epidemiologi memiliki fungsi
dalam menetukan kebijakan yang akan diambil dalam penanggulangan penyakit.
Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang perlu dilakukan pemantauan
penyakit. Dalam melakukan Kewaspadaan KLB DBD diperlukan adanya
penyelidikan epidemiologi. Kebutuhan informasi tentang penyelidikan
penyakit ini diperoleh melalui kegiatan Surveilans epidemiologi yang
digunakan untuk Sistem Kewaspadaan Keadaan Luar Biasa (KLB).
Surveilans DBD bertujuan untuk melakukan pemantauan kasus DBD secara terus
menerus melalui kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan intrrespestasi
serta penyebarluasan informasi agar kasus DBD dapat dicegah atau ditanggulangi
dengan cepat.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah
tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi
peningkatan terhadap penyebaran kasus DBD di daerah urban dan semi urban,
sehingga hal tersebut menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat
internasional. Angka terjadinya kasus DBD mengalami peningkatan secara drastis
di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 2,5 milyar penduduk di
dunia, lebih dari 40 % nya beresiko mengalami DBD. Saat ini, diperkirakan 50-
100 juta orang di seluruh dunia terinfeksi Demam Berdarah Dengue setiap
3

tahunnya, sebagian besar terjadi pada anak-anak.


Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Pada tahun 2008, 69 negara dari
regional WHO di Asia Tenggara, bagian barat Pasifik dan di benua Amerika
dilaporkan adanya kasus Demam Berdarah Dengue. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO mencatat Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan endemis di sebagian
kabupaten/kota di Indonesia. Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1968 di
Jakarta dan Surabaya, jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan
meluasnya daerah endemis DBD. Pada tahun 2014 jumlah kasus DBD dilaporkan
sebanyak 100.347 kasus dengan angka kesakitan (IR = 39,8 per 100.000
penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang (CFR=0,9%). Pada tahun
2015 terjadi peningkatan jumlah kasus sebanyak 129.650 kasus dengan angka
kesakitan (IR= 50,75 per 100.000 penduduk) dengan angka kematian (CFR)
sebesar 0,83%.
Salah satu propinsi di Indonesia yang hampir seluruh Kabupaten/Kota
memiliki daerah endemis DBD adalah Sumatera Barat. Data Profil kesehatan
Indonesia 2015 menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Barat belum melewati
target Renstra dan menduduki peringkat ke-7 dari 34 provinsi dengan angka
kesakitan DBD yaitu 73,24 per 100.000 penduduk. Sebagian besar
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat adalah daerah endemis DBD yaitu Kota
Padang, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten
Pesisir Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota Sawahlunto,
Kabupaten Sijunjung. Kejadian DBD tiga tahun terakhir di provinsi Sumatera
Barat, yaitu pada tahun 2013 sebanyak 2916 kasus dengan angka kesakitan (IR =
62,53 per 100.000 penduduk ) dan angka kematian (CFR= 1,65%), tahun 2014
sebanyak 2.311 kasus dengan angka kesakitan (IR = 47,75 per 100.000
penduduk ) dan angka kematian (CFR=0.43%) atau 10 kematian, dan peningkatan
yang signifikan pada tahun 2015 sebanyak 3047 kasus dengan angka kesakitan
4

(IR = 62,87 per 100.000 penduduk ) dan angka kematian (CFR= 0.62%) atau 19
kematian.
Kota Padang adalah penyumbang kasus DBD terbanyak di Sumatera
Barat, dengan menduduki peringkat teratas dari semua kabupaten kota di
Sumatera barat. Berdasarkan data laporan dari Dinas Kesehatan Kota Padang
pada tahun 2014 jumlah kasus DBD sebanyak 666 dengan IR 75,95 per 100.000
penduduk, dan CFR 0,9%, tahun 2015 jumlah kasus DBD sebanyak 1.126 kasus
dengan IR 124,8 per 100.000 penduduk, dan CFR 0,7%. Penemuan kasus DBD di
Kota Padang tahun 2016 adalah 911 kasus dengan IR 99,56 per per 100.000
penduduk, dan CFR 1,2%. Meskipun mengalami penurunan kasus dari tahun 2015
namun angka kematian DBD mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dan
melewati target CFR yaitu <1%. Hal ini menandakan bahwa surveilans
epidemiologi DBD belum berjalan dengan baik.
Surveilans DBD merupakan proses pengumpulan, pengolahan analisis,
dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program
secara sistematis dan terus menerus mengenai situasi penyakit Demam Berdarah
Dengue dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan pengendalian secara efektif dan
efisien. Untuk mengantisipasi penyebaran kasus yang menyebabkan tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat DBD, maka diperlukan manajemen
surveilans dengan baik. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui
Pelaksanaan Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dinas Kesehatan
Kota Padang tahun 2016.
5

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami manajemen di Dinas Kesehatan Kota Padang
khususnya program Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) Tahun 2016.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Padang
2. Mengetahui gambaran umum bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
3. Mengetahui gambaran umum seksi Surveilans dan Imunisasi
4. Mengetahui perencanaan surveilans DBD di Dinas Kesehatan kota
Padang
5. Mengetahui pengorganisasian surveilans DBD di Dinas Kesehatan kota
Padang
6. Mengetahui pelaksanaan surveilans DBD di Dinas Kesehatan kota
Padang
7. Mengetahui monitoring dan evaluasi surveilans DBD di Dinas
Kesehatan kota Padang
1.3 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari penulisan laporan ini adalah meliputi
manajemen secara umum di Dinas Kesehatan Kota Padang dan kegiatan
perencanaan , pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi surveilans
DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016.
6

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Surveilans
2.1.1 Pengertian Surveilans
Menurut WHO, Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis, dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada
penyelenggara program, instansi pihak terkait secara sistematis dan terus menerus
serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat
mengambil tindakan. Berdasarkan Kepmenkes No 1116 tahun 2003 tentang
pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, surveilans
adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit
atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut,
agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efisien dan efektif melalui
proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan. Surveilans Epidemiologi adalah suatu
proses terus-menerus dan sistematis yang terdiri dari empat kegiatan utama, yaitu
pengumpulan data yang relevan; pengolahan data; analisis data; dan
penyebarluasan data serta interpretasinya kepada mereka yang menangani
program pemberantasan penyakit.

2.1.2 Tujuan Surveilans


Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah
kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan
dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan khusus surveilans:
1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak;

6
7

3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease


burden) pada populasi;
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset

2.1.3 Jenis Surveilans


Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan satu
cara atau kombinasi dari beberapa jenis/cara penyelenggaraan surveilans
epidemiologi. Cara-cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi
berdasarkan atas metode pelaksanaan, aktifitas pengumpulan data dan pola
pelaksanaannya.
a. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan
1. Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan
surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan
atau faktor risiko kesehatan
2. Surveilans Epidemiologi Khusus, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor risiko atau
situasi khusus kesehatan
3. Surveilans Sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah
kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
4. Studi Epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui
lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau
faktor risiko kesehatan
b. Berdasarkan aktifitas pengumpulan data
1. Surveilans Aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana
unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit
pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya
2. Surveilans Pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana
unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut
dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya
8

c. Berdasarkan pola pelaksanaan


1. Pola Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan
atau bencana
2. Pola Selain Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk keadaan diluar KLB dan atau wabah dan
atau bencana
d. Penyelenggaraan Berdasarkan Kualitas Pemeriksaan
1. Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans
dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak
menggunakan peralatan pendukung pemeriksaan.
2. Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan
surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan laboratorium
atau peralatan pendukung pemeriksaan lainnya

2.1.4 Kegiatan Surveilans Epidemiologi


Surveilans epidemiologi merupakan salah satu kegiatan pokok dalam
pengendalian suatu penyakit. Surveilans epidemiologi mempunyai kegiatan antara
lain sebagai berikut:
2.1.4.1 Pengumpulan Data
Dalam surveilans, kegiatan pengumpulan data merupakan satu kegiatan
yang utama. Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat
dan ada hubunganya dengan penyakit yang bersangkutan. Pengumpulan data
dapat dilakukan dengan cara surveilans aktif dan surveilans pasif. Surveilans aktif
dilakukan petugas surveilans dengan cara melakukan kunjungan ke unit sumber
data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium dan/atau langsung di masyarakat
serta sumber data lain seperti riset dan penelitian yang berkaitan secara teratur
terhadap satu atau lebih penyakit pada waktu tertentu. Surveilans aktif biasanya
digunakan bila ada penyakit baru yang ditemukan. Sedangkan surveilans pasif
dilakukan pengumpulan data oleh petugas surveilans di tingkat puskesmas sampai
nasional tentang kejadian penyakit dalam masyarakat yang dilaporkan secara
teratur baik melalui rumah sakit, puskesmas atau instansi kesehatan lainnya.
9

Alat pengumpul data yang sering digunakan dalam kegiatan surveilans


epidemiologi adalah kuesioner. Sumber data yang digunakan dalam kegiatan
surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut:
1. Pencatatan Kematian
Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa/kelurahan dilaporkan
kepada kantor kelurahan kemudian ke kantor kecamatan dan puskesmas.
2. Laporan Penyakit
Laporan penyakit digunakan untuk mengetahui distribusi penyakit.
Informasi yang ada di laporan penyakit meliputi nama penderita, nama
orang tua penderita jika penderita masih anak-anak, umur, jenis kelamin,
alamat lengkap, diagnosis dan tanggal mulai sakit jika diketahui.
3. Laporan Wabah
Laporan wabah digunakan apabila suatu penyakit terjadi dalam bentuk
wabah, misalnya keracunan makanan, influenza, demam berdarah dan lain
sebagainya.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium merupakan sarana yang digunakan untuk mengetahui
kuman/virus penyebab penyakit dan pemeriksaan lainya seperti: gula
darah, urine dan lain sebagainya. Hasil dari pemeriksaan laboratorium
dapat digunakan sebagai penunjang sumber data lain.
5. Penyelidikan kasus
Penyelidikan kasus dilakukan untuk memastikan diagnosis penyakit
penderita yang dilaporkan dan mengetahui banyak hal lainnya yang perlu
dilakukan penyelidikan lengkap.

6. Penyelidikan wabah
Penyelidikan wabah dilakukan apabila terjadi peningkatan frekuensi
penyakit yang melebihi frekuensi biasanya. Kegiatan penyelidikan wabah
meliputi semua bidang, baik klinis, laboratoris maupun epidemiologis.
7. Survei
Survei adalah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui
prevalensi penyakit.
8. Laporan penyelidikan vektor penyakit
Laporan penyelidikan vektor penyakit digunakan untuk surveilans
penyakit yang bersumber pada binatang.
10

9. Penggunaan obat dan vaksin


Keterangan obat yang meliputi jenis, jumlah dan waktu digunakan serta
efek samping dari obat tersebut dapat memberi petunjuk mengenai
penyakit yang diderita.
10. Keterangan penduduk atau kondisi lingkungannya
Keterangan tentang penduduk penting untuk menetapkan resiko penyakit
pada populasi dan untuk melengkapi gambaran epidemiologi dari
penyakit.
2.1.4.2 Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Data
Data yang telah terkumpul harus segera diolah, dianalisis dan
diinterpretasikan. Tujuan pengolahan data adalah untuk menyiapkan data agar
dapat ditangani dengan mudah pada saat analisis. Di samping itu, data yang
dianalisis harus bebas dari kesalahan saat pengumpulan data. Tujuan dari analisis
data ialah untuk melihat variabel-variabel yang dapat menggambarkan
permasalahan, faktor yang mempengaruhinya dan bagaimana data yang ada dapat
menjelaskan tujuan sistem surveilans. Data surveilans secara rutin dimasukkan ke
dalam program komputer. Penggunaan komputer dapat memudahkan dalam
menganalisis data surveilans.
Terdapat aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan
dan analisis data surveilans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas data. Dalam
pengolahan data terdapat kriteria-kriteria yang baik antara lain: tidak membuat
kesalahan selama proses pengolahan data, dapat mengidentifikasi adanya
perbedaan frekuensi dan distribusi kasus, teknik pengolahan data tidak
menimbulkan persepsi yang berbeda dan metode yang digunakan harus sesuai
dengan metode-metode yang wajar. Hasil analisis data surveilans epidemiologi
disajikan dalam bentuk:
1. Teks
Gambaran dari variabel-variabel yang disajikan dalam bentuk kalimat-
kalimat.
2. Tabel
Tabel dapat menggambarkan satu variabel atau lebih. Apabila
menggambarkan dua variabel atau lebih disebut tabulasi silang. Tabulasi
silang dapat bersifat analitik maupun deskriptif.
11

3. Grafik
Terdapat beberapa bentuk grafik yaitu grafik batang, histogram, poligon
frekuensi, grafik lingkaran, grafik garis dan spot map.
Analisis data surveilans epidemiologi dapat dimulai dengan
membuat pola penyakit menurut variabel orang (umur, jenis kelamin, ras, dll),
waktu (hari, minggu, bulan, tahun ) dan tempat (kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan negara serta di dunia).
2.1.4.3 Diseminasi Informasi
Hasil surveilans akan lebih bermanfaat bila disebarluaskan pada orang
lain/instansi dalam bentuk yang mudah dimengerti. Penyebarluasan informasi
dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah. Diseminasi informasi bertujuan
untuk memberikan informasi yang dapat dipahami orang lain dan digunakan
dalam menentukan kebijakan kegiatan, upaya pengendalian, dan evaluasi baik
berupa data maupun kesimpulan analisis.
Cara diseminasi informasi adalah sebagai berikut:
1. Membuat laporan yang disampaikan kepada unit kesehatan yang lebih
tinggi
2. Menyampaikan laporan dalam seminar atau pertemuan lainnya
3. Membuat tulisan di majalah atau jurnal secara rutin.
2.1.4.4 Umpan balik
Menurut Dirjen PP dan PL (2003: 61) surveilans yang baik adalah dapat
memberikan umpan balik kepada sumber-sumber data surveilans agar mudah
memberikan kesadaran kepada sumber data tentang pentingnya proses
pengumpulan data. Bentuk umpan balik adalah ringkasan informasi laporan yang
dikirimkan. Apabila umpan balik berupa buletin, perlu diperhatikan agar selalu
terbit tepat waktu dan selalu dicantumkan tanggal penerimaan laporan.

2.1.5 Indikator Surveilans Epidemiologi


Indikator yang dapat dipertimbangkan untuk penilaian dan evaluasi
surveilans adalah sebagai berikut:
12

1. Indikator Input, yaitu ada/tidaknya dokumen perencanaan, ada/tidaknya


tim epidemiologi, dan ada/tidaknya dukungan dana operasional.
2. Indikator process, yaitu frekuensi pertemuan kajian data, jumlah
rekomendasi yang dihasilkan
3. Indikator output, yaitu jumlah buletin epidemiologi yang dihasilkan, dan
jumlah kegiatan yang tertulis dalam dokumen perencanaan tahunan.
Selain melihat dari indikator, penilaian surveilans epidemiologi juga dapat
dinilai menurut sifat-sifat (atribut) surveilans. Keberhasilan suatu system
surveilans akan tergantung pada keseimbangan sifat-sifat utam a sistem surveilans
tersebut. Sifat/atribut surveilans adalah sebagai berikut :
a) Simplicity (Kesederhanaan)
Kesederhanaan surveilans berarti struktur yang sederhana dan mudah
dioperasikan. Suatu sistem surveilans harus sesederhana mungkin, tapi tetap
memenuhi syarat mencapai tujuan. Ukuran berikut ini dapat dipertimbangkan
dalam menilai kesederhanaan sistem surveilans epidemiologi: banyaknya jenis
sumber informasi, banyaknya serta jenis data, cara penyajian data/informasi,
jumlah organisasi yang terlibat dalam penerimaan laporan kasus, tingkat latihan
staf yang dibutuhkan, bentuk analisis data, waktu yang digunakan dalam kegiatan
dan cara penyebaran informasi kepada pengguna data. Kesederhaan mempunyai
arti yang berkaitan dengan ketepatan waktu dan akan mempengaruhi jumlah biaya
operasional.
b) Flesibility (fleksibilitas)
Fleksibilitas dalam sistem surveilans adalah suatu sistem dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan informasi yang dibutuhkan dengan
terbatasnya waktu, personil, dan anggaran. Fleksibilitas merupakan perkiraan
terbaik secara retrospektif dengan mengamati bagaimana sistem tersebut
menghadapi kebutuhan baru.
c) Acceptability (akseptabilitas)
Akseptabilitas dalam sistem surveilans epidemiologi adalah keinginan
individu/organisasi untuk ikut serta dalam sistem. Keinginan menggunakan sistem
tersebut oleh orang di luar organisasi pelaksana surveilans dan mereka yang
13

merupakan petugas surveilans dalam organisasi/instansi tersebut. Tingkat


penerimaan surveilans dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini: tingkat
partisipasi subjek dan pelaksana surveilans; bagaimana cepatnya mencapai tingkat
partisipasi yang lebih tinggi tersebut; tingkat kelengkapan hasil wawancara dan
besarnya penolakan menjawab pertanyaan; kelengkapan bentuk laporan; tingkat
kelengkapan laporan; ketepatan waktu pelaporan.
d) Sensitivity (Sensitivitas)
Sensitivitas sistem surveilans dimaksudkan dengan tingkat kemampuan
sistem surveilans tersebut untuk dapat menjaring data/informasi yang akurat.
Sensitivitas dari sistem surveilans dapat dipengaruhi berbagai kemungkinan
seperti: orang dengan penyakit tertentu/masalah kesehatan yang membutuhkan
pertolongan medis, penyakit/gangguan kesehatan lain yang akan didiagnosis dan
ketrampilan petugas kesehatan, serta kasus yang akan dilaporkan kepada sistem
dan pemberian diagnosisnya. Sistem surveilans dengan tingkat sensitivitas yang
rendah masih dapat digunakan dalam memantau kecenderungan, sepanjang
tingkat sensitivitasnya masih rasional dan konstan.
e) Predictive Value Positive (Nilai Prediktif Positif)
Nilai prediktif positif (NPP) merupakan proporsi orang-orang yang
diidentifikasi sebagai kasus yang sesungguhnya, berada dalam kondisi yang
sedang mengalami surveilans. Dalam penilaian NPP, penekanannya terutama
diarahkan pada konfirmasi laporan kasus dari sistem tersebut. Suatu sistem
surveilans yang NPP-nya rendah akan menjaring dan melaporkan kasus dengan
positif palsu sehingga menjadi pemborosan sumber daya.
f) Refresentativeness (Kerepresentatifan)
Kerepresentatifan yang dimaksudkan adalah suatu sistem surveilans yang
dapat menguraikan dengan tepat berbagai peristiwa kesehatan sepanjang waktu
termasuk penyebarannya dalam populasi menurut waktu dan tempat.
Kerepresentatifan dinilai dengan membandingkan karakteristik laporan peristiwa
terhadap keseluruhan peristiwa yang sebenarnya. Beberapa perkiraan
kerepresentatifan data dapat dilakukan berdasarkan pengetahuan dari karakteristik
14

populasi, sifat alami peristiwa kesehatan, sikap dan cara petugas kesehatan dan
sumber dari data penyakit.
Kualitas data mempengaruhi kerepresentatifan suatu sistem surveilans.
Dalam hal ini, cukup banyak mengarahkan pada identifikasi dan klasifikasi kasus,
namun kebanyakan sistem surveilans lebih memberikan perhitungan yang
sederhana.
g) Timeslines (Ketepatan Waktu)
Ketepatan waktu dalam sistem surveilans adalah tingkat kecepatan dan
keterlambatan diantara langkah-langkah yang harus ditempuh dalam surveilans.
Sisi lain dari ketepatan waktu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menentukan
kecenderungan, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ledakan penyakit atau
waktu yang dibutuhkan untuk penanggulangannya. Pada penyakit yang masa
tunasnya pendek, ketepatan waktu sangat menentukan keberhasilan
penanggulangan. Sedangkan pada penyakit yang masa tunasnya laten, ketepatan
waktu dapat memberikan waktu yang cukup untuk menghentikan serangan serta
mencegah meluasnya penyakit tersebut. Ketepatan waktu dapat dinilai dalam hal
tersedianya informasi untuk penanggulangan penyakit.

2.2 Penyakit DBD


2.2.1 Pengertian DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut
yang disebabkan oleh virus Dengue yang masuk ke peredaran darah manusia dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti. Nyamuk dapat
membawa virus Dengue setelah menghisap darah orang telah terinfeksi virus
tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari,
nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus Dengue tersebut manusia
sehat yang digigitnya. Virus tersebut dapat menyerang bayi, anak-anak dan orang
dewasa
Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam
15

berdarah dengue/ Dengue Hemorraghagic Fever (DHF) adalah demam dengue


yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang
parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok
hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut Dengue Shock
Syndrome (DSS).
2.2.2 Epidemiologi DBD
Penyakit demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF)
merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem
kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia
terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik
maupun epidemik. Hasil study epidemiologik menunjukkan bahwa DBD terutama
menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta
tidak di temukan perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan
dengue antar gender. Outbreak (kejadian luar biasa) dengue biasanya terjadi di
daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Hal tersebut
sejalan dengan peningkatan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi pada
musim penghujan. Penularan penyakit DBD antar manusia terutama berlangsung
melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan
mortalitasnya, DBD disebut sebagai the most mosquito transmitted disease.
Distribusi penderita DBD dapat digolongkan menjadi:
a. Distribusi menurut tempat
Penyakit DBD sangat endemis di berbagai Negara tropis. Penyakit ini
sering menyerang di Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua Negara di Asia
Tenggara. Virus Dengue ditemukan di Queensland, Australia sejak tahun 1981.
Sepanjang pantai timur Afrika penyakit ini ditemukan dalam berbagai serotipe.
Penyakit ini sering menyebabkan KLB di Amerika Selatan, Amerika Tengah
bahkan ke Amerika Serikat sampai akhir tahun 1990-an. Epidemi Dengue pertama
kali terjadi di Asia pada tahun 1779, di Eropa tahun 1784, dan di Inggris tahun
1922. Kejadian penyakit DBD di Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat
melebihi 1.2 juta kasus pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta kasus pada tahun
2013. Ancaman wabah demam berdarah juga terjadi di Eropa dan transmisi lokal
16

Dengue dilaporkan untuk pertama kalinya di Perancis dan Kroasia pada tahun
2010. Pada tahun 2012, wabah demam berdarah di pulau-pulau Medeira Portugal
mengakibatkan lebih dari 2000 kasus.
Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada
tahun 1968. Akan tetapi, konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972.
Penyakit tersebut terus menyebar ke berbagai daerah hingga tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur terjangkit penyakit ini. Jumlah
kejadian penyakit DBD juga menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun
ke tahun baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Sementara itu,
sejak tahun 1968 sampai tahun 2009 WHO mencatat Negara Indonesia sebagai
Negara dengan kejadian DBD tertinggi di Asia Tenggara.
b. Distribusi menurut umur dan jenis kelamin
Berdasarkan data kejadian DBD yang dikumpulkan di Ditjen PP & PL
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi pergeseran. Dari
tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah
kelompok umur <15 tahun, tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD
cenderung pada kelompok umur ≥15 tahun. Bila dilihat, distribusi kasus
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase penderita laki-laki dan
perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah
10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini
menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan
hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.
c. Distribusi menurut waktu
Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama
pada musim panas meskipun di temukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim
dingin. Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada
musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philippines epidemi
DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi
mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak
tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Di
Malaysia di laporkan peningkatan insidensi DBD sebesar 120% ketika curah
17

hujan perbulan sekitar 300 mm atau lebih. Di Indonesia di laporkan bahwa puncak
oubreak umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai dengan April, kecuali
outbreak pada tahun 1974 yang justru terjadi pada bulan Juli.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat
kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan
lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua vektor tersebut
meningkatkan aktifitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus Dengue.
Itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan
pola musim penghujan.
2.2.3 Klasifikasi DBD
Menurut WHO (1986) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut
tingkat keparahannya yaitu: Misnadiarly, 2014).
a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain,
dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif.
b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah
perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan
atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi
yang ditandai dengan kulitdingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak
dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
2.2.4 Etiologi DBD
a. Virus
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang di sebabkan oleh
infeksi virus Dengue. Virus Dengue termasuk Genus Flavivirus dari keluarga
Flaviviridae. Ada empat serotipe virus yang kemudian di nyatakan sebagai DEN-
1, DEN-2, DE-3, atau DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan
memicu imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara
antigenik serupa, keempat serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan
perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya.
18

b. Vektor
Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke
orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dan subgenus stegomya. Aedes aegypti
merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti
Ae. albopictus, Ae.poly nesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya
niveus juga di putuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali
Ae.aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri, walaupum mereka
merupakan vektor yang sangat baik untuk virus Dengue, epidemi yang di
timbulkannya tidak separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti.
c. Pejamu
Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue
mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama
menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap serotipe penginfeksi tetapi
merupakan perlidungan sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi
sekunder atau sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat. Penularan virus
Dengue dari manusia terinfeksi ke nyamuk penggigit di tentukan oleh besarnya
dan durasi viremia pada hospes manusia, individu dengan viremia tinggi
memberikan dosis virus infeksius yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit,
biasanya menyebabkan presentase nyamuk penggigit yang terinfeksi menjadi
lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat rendah dalam darah mungkin
terinfeksi bagi beberapa nyamuk vektor.
2.2.5 Patofisiologi DBD
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan
serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
19

intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,


hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura
dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic
dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat.
Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun
mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks
imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi
system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat.
2.2.6 Manifestasi Klinis DBD
Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnose klinis
dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari
penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :
1. Diagnosa Klinis
a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).
b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif , Petekie
(bintik merah pada kulit), Purpura(pendarahan kecil di dalam kulit),
Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata), Epistaksis
(pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah),
Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah dalam urin).
c. Perdarahan pada hidung dan gusi.
d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit
akibat pecahnya pembuluh darah.
e. Pembesaran hati (hepatomegali).
f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang,
tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
20

g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya


selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.
2. Diagnosa Laboratoris
a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan
trombosit hingga 100.000 /mmHg.
b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih.

2.2.7 Mekanisme Penularan


Penularan penyakit DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan
pada penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vektor perantara.
Mekanisme penularan penyakit DBD dan tempat potensial penularannya yaitu
sebagai berikut:
1. Mekanisme Penularan DBD
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2
hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk,
termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah
penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa
inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus
dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap
kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap
tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain.
2. Tempat potensial bagi penularan DBD
21

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk


penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD
adalah:
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis).
b. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang
yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya
pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar seperti:
sekolah, RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya,
tempat umum lainnya (hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah
dan lain-lain).
c. Pemukiman baru di pinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya
barasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan diantaranya
terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari
masing-masing lokasi.

2.2.8 Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian DBD


Menurut hasil penelitian Widyana (1998), faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian DBD adalah :
1. Kebiasaan menggantung pakaian
Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan indikasi menjadi
kesenangan beristirahat nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan PSN dan 3M
ditambahkan dengan cara menghindari kebiasaan menggantung pakaian di
dalam kamar merupakan kegiatan yang mesti dilakukan untuk mengendalikan
populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan penyakit DBD dapat
dicegah dan dikurangi.
2. Siklus pengurasan TPA > 1 minggu sekali
Salah satu kegiatan yang dianjurkan daelam pelaksanaan PSN adalah
pengurasan TPA sekurang-kurangnya dalam frekuensi 1 minggu sekali
TPA yang berjentik, halaman yang tidak bersih dan anak dengan golongan
umur 5-9 tahun.
Hasil penelitian Nugroho (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebaran virus dengue antara lain :
22

1. Kepadatan nyamuk
Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya penularan
DBD. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Aedes aegypti, semakin tinggi pula
risiko masyarakat untuk tertular penyakit DBD. Hal ini berarti apabila di suatu
daerah yang kepadatan Aedes aegypti tinggi terdapat seorang penderita DBD,
maka masyarakat sekitar penderita tersebut berisiko untuk tertular. Kepadatan
nyamuk dipengaruhi oleh adanya kontainer baik itu berupa bak mandi,
tempayan, vas bunga, kaleng bekas yang digunakan sebagai tempat
perindukan nyamuk. Agar kontainer tidak menjadi tempat perindukan nyamuk
maka harus di kuras satu minggu satu kali secara teratur dan mengubur barang
bekas.
2. Kepadatan rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang jarak terbangnya
pendek (100 meter). Oleh karena itu nyamuk tersebut bersifat domestik.
Apabila rumah penduduk saling berdekatan maka nyamuk dapat dengan
mudah berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Apabila penghuni salah
satu rumah ada yang terkena DBD, maka virus tersebut dapat ditularkan
kepada tetangganya.
3. Kepadatan hunian rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang sangat aktif mencari
makan, nyamuk tersebut dapat menggigit banyak orang dalam waktu yang
pendek. Oleh karena itu bila dalam satu rumah ada penghuni yang menderita
DBD maka penghuni lain mempunyai risiko untuk tertular penyakit DBD.

2.2.9 Kegiatan Penanggulangan/Pengendalian DBD


2.2.9.1 Surveilans Epidemiologi
Surveilans Epidemiologi Surveilans pada pengendalian DBD meliputi
kegiatan surveilans aktif maupun pasif, surveilans vektor, surveilans
laboratorium, surveilans terhadap faktor resiko penularan penyakit seperti
pengaruh hujan, kenaikan suhu dan kelembaban.
23

2.2.9.2 Laporan Kasus


Laporan data kasus DBD di puskesmas meliputi kegiatan sebagai
berikut :
a. Pengumpulan dan pencatatan data tersangka DD,DBD, dan SSD
b. Pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB
c. KD/RS DBD untuk pelaporan tersangka DBD, penderita DD, DBD, SSD
dalam kurun waktu 24 jam setelah diagnosis ditegakkan
d. Laporan KLB (W1), laporan mingguan (W2-DBD), laporan bulanan
kasus/kematian DBD dan program pemberantasan (K-DBD)
e. Database perorangan untuk penderita DD, DBD,SSD (DP-DBD),
penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD
per RW/dusun, penentuan musim penularan dan tren DBD.
Laporan yang berasal dari puskesmas dan rumah sakit mengenai adanya
kasus ataupun tersangka infeksi virus dengue lazimnya menggunakan formulir
KD-DBD. Laporan dalam bentuk formulir KD-DBD ini kemudian dikirimkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada puskesmas
yang sesuai dengan domisili penderita/pasien yang bersangkutan.
Pelaporan adanya kasus infeksi virus dengue ini dilakukan 24 jam setelah
diagnosis ditegakkan. Disamping itu, pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium
mengenai kasus DBD ini pada umumnya dilakukan oleh Balai Laboratorium
Kesehatan/bagian mikrobiologi/bagian laboratorium rumah sakit daerah setempat.
2.2.9.3 Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mencari penderita DBD atau tersangka kasus DBD lainnya serta kegitan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita atau tersangka dan
rumah atau bangunan yang ada di sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya
100 meter .
Secara umum, tujuan dari kegiatan PE ini adalah mengetahui adanya
potensi penularan serta penyebaran DBD lebih lanjut, kemudian menentukan
jenis tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat
Jika penderita adalah siswa sekolah atau pekerja, maka petugas puskesmas juga
akan melakukan PE di lingkungan sekolah/tempat kerja penderita tersebut. Tujuan
24

dari PE ini dikhususkan untuk mengetahui adanya penderita DBD atau tersangka
kasus DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD
(nyamuk Aedes), dan menentukan penanggulangan fokus yang dilakukan.
Gambaran dari pelaksanaan kegiatan PE adalah sebagai berikut :
a. Petugas Puskesmas setempat melakukan wawancara dengan adanya
keluarga penderita. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
penderita DBD lain (yaitu kasus DBD yang sudah ada konfirmasi dari
pihak rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya) dan mengetahui
ada tidaknya penderita demam pada saat itu dalam kurun waktu satu
minggu sebelumnya.
b. Jika ditemukan penderita demam dengan penyebab yang jelas, maka
petugas puskesmas akan melakukan pemeriksaan kulit (petekie) dan
melakukan tourniquit test.
c. Petugas Puskesmas kemudian melakukan pemeriksaan jentik nyamuk
penular DBD pada tempat-tempat penampungan air (TPA) yang berfungsi
sebagai breeding places nyamuk Aedes, baik TPA yang ada di dalam
maupun yang ada di luar rumah/bangunan.
d. Jika penderita adalah siswa sekolah atau pekerja, maka petugas puskesmas
juga akan melakukan PE di lingkungan sekolah/tempat kerja penderita
tersebut.
e. Hasil pemeriksaan dari kegiatan PE ini dicatat dalam formulir PE yang
sudah disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
f. Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat sesegera mungkin untuk dilakukan tindak lanjut lapangan yang
dikoordinasikan dengan Kades/Lurah.
g. Jika hasil PE positif (ditemukan satu orang atau lebih penderita DBD
lainnya dan/atau lebih dari sama dengan tiga orang tersangka DBD serta
ditemukannya jentik nyamuk Aedes ≥ 5%), maka akan dilakukan
penanggulangan fokus berupa fogging, penyuluhan, PSN DBD, dan
larvasidasi selektif.
h. Jika hasil PE negatif (tidak memenuhi dua kriteria positif diatas), maka
penanggulangan yang dilakukan berupa penyuluhan, PSN DBD, dan
larvasidasi selektif.
25

2.2.9.4 Fogging Fokus


Fogging Fokus merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya KLB dengan cara memutus rantai penularan, khususnya
terhadap nyamuk dewasa, di wilayah terjadinya kasus DBD. Sasaran wilayah atau
lokasi dari kegiatan ini adalah rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi di
sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan DBD. Fogging atau
pengabutan ini dilakukan dalam radius sekitar 200 meter dan dilaksanakan dua
siklus dengan interval ± minggu.
Kegiatan fogging dengan menggunakan insektisida ini dilakukan oleh
petugas puskesmas yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Petugas penyemprot merupakan petugas puskesmas atau petugas harian lepas
yang telah mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Disamping itu, diperlukan pula partisipasi dari ketua RT, tokoh masyarakat, dan
kader kesehatan untuk mendampingi petugas dalam kegiatan pengabutan ini dan
melakukan penyuluhan.
Fogging fokus dilakukan jika hasil PE bernilai positif, yaitu ditemukannya
penderita atau tersangka DBD lainnya, atau ditemukan tiga atau lebih penderita
panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik. Sasaran/target dari kegiatan
Fogging Fokus dihitung berdasarkan jumlah fokus yang akan ditanggulangi (1
fokus=300 rumah atau 15 Ha) dalam satu tahun.
2.2.9.5 Pemberantasan Sarang Nyamuk
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan salah satu cara
pengendalian vektor DBD yang paling efektif dan efisien, yaitu dengan jalan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan atau pengendalian jentik
nyamuk. Pelaksanaan program PSN DBD dalam masyarakat bisa dikenal dengan
kegiatan 3M Plus.
Tujuan dari program PSN DBD ini adalah untuk mengendalikan populasi
nyamuk, yaitu khususnya nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama DBD,
sehingga penularan penyakit ini dapat dicegah atau setidaknya dikurangi kejadian
kasusnya. Indikator keberhasilan program PSN DBD adalah Angka Bebas Jentik
(ABJ), yaitu dengan ABJ ≥ 95%.
26

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pelaksanaan PSN DBD dapat
dilakukan dengan kegiatan 3M Plus, dimana 3M yang dimaksud terdiri dari:
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air yang ada
dengan frekuensi satu kali dalam satu minggu.
2. Menutup dengan rapat tempat-tempat penampungan air yang ada di
dalam maupun di luar rumah/bangunan
3. Memanfaatkan, atau biasa disebut dengan mendaur ulang, barang-
barang bekas yang memungkinkan tertampungnya air hujan dalam
barang-barang bekas tersebut.
Selain itu, Plus yang tercantum dalam kegiatan 3M Plus yang dimaksud
diatas terdiri dari:
1. Mengganti air yang terdapat dalam vas bunga, tempat minum hewan
peliharaan atau tempat-tempat sejenisnya dengan frekuensi satu kali
dalam satu minggu
2. Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak sehingga air dapat
mengalir dengan lancar dalam saluran atau talang air tersebut.
3. Menutup lubang-lubang yang ada pada pohon, potongan bambu, dan
tempat-tempat sejenisnya dengan menggunakan tanah misalnya.
4. Menaburkan larvasida atau bubuk abate di tempat-tempat
penampungan air, terutama tempat-tempat yang sukar dikuras atau di
daerah yang mengalami kesulitan mendapatkan air.
5. Memelihara predator jentik, yaitu terutama ikan pemakan jentik di
kolam atau di tempat-tempat penampungan air.
6. Memasang kawat kasa pada ventilasi rumah.
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah,
khususnya di dalam kamar.
8. Mengupayakan adanya pencahayaan yang cukup dan ventilasi yang
memadai di dalam ruang.
9. Menggunakan kelambu apabila tidur di siang atau di sore hari,
terutama untuk anak-anak yang berusia sekolah.
10. Menggunakan obat/lotion/repellent yang dapat mencegah gigitan
nyamuk.

Pelaksanaan kegiatan 3M Plus ini pada umumnya dilakukan di


rumah-rumah oleh anggota keluarga dan di tempat-tempat umum oleh para
27

petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola tempat-tempat umum


tersebut.
2.2.9.6 Pemantauan Jentik Berkala dan Larvasidasi
Berbagai upaya penanggulangan penyakit DBD telah dilakukan
pemerintah untuk mengatasi penyebaran penyakit DBD ini. Namun,
penanggulangan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi
masyarakat juga mempunyai kewajiban untuk mengatasi kasus ini. Selama ini
masyarakat selalu dihimbau untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk
melalui gerakan 3M, tetapi meskipun masyarakat mengetahui gerakan 3M
(menguras, mengubur, dan menutup), namun kepedulian masyarakat terhadap
gerakan 3M masih minim.
Masyarakat selalu bergantung pada fogging, karena masyarakat berpikir
fogging adalah cara paling efektif dalam penanganan masalah DBD dan hasilnya
lebih cepat. Dalam hal ini, perilaku hidup masyarakat harus diperbaiki jangan
bergantung pada fogging, karena fogging tidak efektif untuk memberantas DBD
justru hanya membuat nyamuk menjadi kebal terhadap pestisida. Salah satu cara
yang paling efektif adalah melalui kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) merupakan kegiatan pemeriksaan atau
pengamatan serta pemberantasan vektor nyamuk penular DBD pada tempat
penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk .Kegiatan PJB
ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M . Apabila ABJ lebih atau sama
dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Dengan
adanya program survey jentik nyamuk ini diharapkan timbul suatu kesadaran dan
pemahaman masyarakat terhadap pencegahan DBD sehingga berdampak pada
angka bebas jentik nyamuk.
Sasaran wilayah atau lokasi dari kegiatan PJB ini merupakan
rumah/bangunan, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang ada di desa/kelurahan
endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes di
100 sampel yang dipilih secara random. Kegiatan ini dilaksanakan dalam empat
siklus, yaitu tiga bulan sekali. PJB dapat dilakukan oleh petugas puskesmas,
28

kader, atau kelompok kerja (POKJA) DBD yang biasa disebut juru pemantau
jentik (jumantik) yang mana kader jumantik memeriksa 3 rumah sampel di tiap
RW/Dusun/Lingkungan.
Pemberantasan sarang jentik nyamuk merupakan tindakan yang paling
penting dalam mengurangi jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti sebagai vector
penular. Salah satu antipasti mewabahnya DBD adalah dengan memantau
keberadaan jentik nyamuk di lingkungan sekitar rumah. Ciri-ciri jentik nyamuk
yaitu panjang jentik 0,5 sampai 1 cm; bergerak aktif di dalam air dari bawah ke
atas untuk bernafas, istirahat posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air
biasanya disekitar dinding penampungan air; setelah 6-8 hari menjadi kepompong.
Survey jentik nyamuk ini bertujuan untuk pemetaan jentik nyamuk, mengetahui
keberadaan nyamuk Aedes aegypti sekaligus mengetahui faktor risiko DBD.
Pelaksanaan survey jentik nyamuk ini dilakukan oleh kader kesehatan
yang ada di seluruh kelurahan dengan di koordinasikan oleh puskesmas di
wilayah masing-masing. Kader kesehatan yang melakukan survey jentik ini
adalah kader yang berasal dari masyarakat setempat, yang selama ini aktif sebagai
kader posyandu, maupun kader PKK atau juru pemantau jentik (jumantik). Tugas
pokok jumantik adalah melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah warga yaitu
dengan melihat tempat-tempat penampungan air serta keadaan lingkungan rumah,
apakah ada kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ban bekas atau benda-benda lain yang
memungkinkan adanya genangan air sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk
Aedes aegypti. Tugasnya melakukan pemeriksaan jentik secara berkala seminggu
sekali, selain itu melaksanakan penyuluhan tentang 3M kepada masyarakat,
memasang dan mengisi kartu rumah pemeriksaan jentik. Setelah itu mencatat hasil
pemeriksaan jentik dan melaporkan ke petugas kesehatan setempat. Tempat-
tempat penampungan air itu diperiksa apakah ada terdapat jentik nyamuk atau
tidak.
Sebenarnya cukup mudah untuk mengenali jentik nyamuk, cukup dengan
alat lampu senter dan cara kerjanya adalah menyorotkan lampu senter ke setiap
sudut penampungan air selama kurang lebih 3 menit. Setiap jentik nyamuk akan
teridentifikasi dari gerakannya. Jika jentik yang bergerak mendekati arah cahaya,
29

adalah jentik nyamuk DBD. Jika ada jentik, ambil jentik dan buang ke tanah,
tentunya bukan dalam genangan atau menimbulkan genangan. Biasanya, di luar
lingkungan hidupnya, jentik akan mati sendiri dalam waktu 3 menit saja. Bisa
juga jentik dikumpulkan di ember, kemudian larutkan desinfektan seperti pemutih
pakaian untuk membunuh jentik. Kegiatan survey jentik ini dilakukan setiap
seminggu sekali agar masyarakat selalu menjaga kebersihan dan melakukan
pengurasan tempat penampungan air minimal 3 hari sekali.
Dengan pemeriksaan jentik nyamuk ini masyarakat diharapkan akan lebih
terpacu untuk peduli dengan keadaan lingkungan rumahnya, dengan
melaksanakan 3M secara konsisten. Apabila ditemukan jentik di lingkungan
rumah, maka itu menjadi bagian tanggung jawab warga untuk membersihkan dan
memelihara lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan di masa
mendatang baik bagi keluarga maupun masyarakat. Bagi warga yang rumahnya
tidak ditemukan jentik nyamuk, agar dapat mempertahankan dan lebih menjaga
kesehatan lingkungan. Dengan survey jentik nyamuk secara menyeluruh ini
diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan DBD.
Larvasidasi merupakan kegiatan penaburan bubuk larvasida atau
pembunuh jentik nyamuk yang bertujuan untuk memberantas jentik nyamuk
tersebut yang terdapat di tempat penampungan air (TPA), sehingga populasi
nyamuk Aedes dapat ditekan jumlahnya. Sasaran wilayah atau lokasi dari kegiatan
larvasidasi ini sama dengan sasaran wilayah atau lokasi kegiatan PJB, yaitu
rumah/bangunan, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang ada di desa/kelurahan
endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes di
100 sampel yang dipilih secara random. Hal ini dikarenakan kegiatan larvasidasi
ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan PJB, sehingga waktu dan pelaksana
kegiatan pun juga sama.
Terdapat dua jenis larvasida yang dapat digunakan pada TPA, yaitu
temephos (abate 1%) dan insect growth regulator atau pengatur pertumbuhan
serangga.
30

a. Abatisasi Selektif
Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan TPA, baik di dalam
maupun di luar rumah, pada seluruh rumah dan bangunan di
desa/kelurahan endemis dan sporadis, serta penaburan bubuk abate
(larvasida). Kegiatan ini dilaksanakan dalam empat siklus (tiga bulan
sekali) dengan empat siklus (tiga bulan sekali) dengan menaburkan bubuk
abate (larvasida) pada TPA yang ditemukan jentik nyamuk. Pelaksana
abatisasi adalah kader yang telah dilatih oleh petugas puskesmas. Tujuan
abatisasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan
masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD.
b. Abatisasi Massal
Kegiatan abatisasi mssal dilakukan di wilayah yang terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. Abatisasi massal adalah penaburan
abate secara serentak di seluruh wilayah tetemtu di semua TPA, baik yang
terdapat jentik maupun yang tidak terdapat jentik, di seluruh wilayah
tertentu di semua TPA, baik yang terdapat jentik maupun yang tidak
terdapat jentik, di seluruh rumah/bangunan. Sasaran larvasidasi adalah
untuk rumah per desa/kelurahan (kurang lebih 3.000 rumah), sedangkan
untuk sekolah adalah per 15 sekolah.
2.2.9.7 Penyuluhan
Penyuluhan Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak
hanya menyebarluaskan media informasi, misalnya: leaflet, poster, dan lain -
lain tapi juga harus mengarah keperubahan perilaku dalam upaya pemberantasan
DBD.
2.2.9.8 Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB
Kegiatan SKD DBD merupakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB, dapat dilakukan penanganan
dengan segera.
2.2.9.9 Pengobatan DBD
Tidak ada pengobatan khusus untuk demam berdarah dengue, akan tetapi
hal yang sangat efektif dilakukan pada penderita DBD adalah terapi penggantian
cairan tubuh setelah diagnosis klinis ditegakkan. Obat-obatan seperti
31

corticosteroids atau carbazochrome sodium sulfonate biasanya diberikan kepada


penderita untuk menstabilkan permeabilitas pembuluh darah kapiler dan
menghindari kebocoran plasma. Manajemen kasus DBD kerap kali membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada penderita
infeksi dengue dengan manifestasi ringan dalam tatanan rumah tangga, antara
lain:
1. Tirah baring selama penderita mengalami demam
2. Memberikan obat antipiretik, seperti parasetamol, sebanyak tiga kali
satu tablet untuk orang dewasa dan 10-15 mg/kgBB/kali untuk anak-
anak.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita DBD.
4. Memberikan minum sebanyak 1-2 liter per hari. Disamping air putih,
minuman lainnya yang dapat diberikan kepada penderita adalah segala
cairan atau minuman berkalori, seperti minuman elektrolit, jus buah,
sirup, dan susu.
Untuk penerapan pencegahan terhadap DBD, sebuah vaksin nyatanya
masih sangat sulit untuk diproduksi, hal ini dikarenakan terdapat empat sub-tipe
dari virus dengue. Jika seseorang telah membentuk imunitas terhadap salah satu
sub-tipe virus dengue, kemudian orang tersebut mencoba untuk memberikan
respon imunitas terhadap sub-tipe virus dengue yang lainnya, maka yang terjadi
adalah orang tersebut tetap saja akan menderita DBD/SSD. Suatu penelitian telah
dilakukan untuk membuat vaksin yang bekerja untuk keempat sub-tipe virus
dengue yang lainnya, maka yang terjadi adalah orang tersebut tetap saja akan
menderita DBD/SSD. Suatu penelitian telah dilakukan untuk membuat vaksin
yang bekerja untuk keempat sub-tipe virus (tetravalent vaccine) yang akan
mencoba memberikan imunitas pada seseorang untuk keempat sub-tipe virus
dengue pada saat yang bersamaan.
32

2.3 Surveilans DBD


2.3.1 Pengertian Surveilans DBD
Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan,
Surveilans DBD adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi
data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program, instansi dan pihak
terkait secara sistematis dan terus menerus mengenai kondisi DBD dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut.
Surveilans DBD merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pengendalian DBD.
2.3.2 Definisi Kasus Demam Berdarah Dengue
Kriteria klinis DBD adalah ditandai demam mendadak serta timbulnya
tanda klinis yang tidak khas, terdapat kecenderungan diathesis hemoragik dan
resiko terjadi syok, hemostastis yang abnormal, kebocoran plasma disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Klasifikasi kasus demam berdarah menurut WHO dalam Dirjen PP dan
PL (2011:68):
1. Suspek Infeksi Dengue
Suspek Infeksi Dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria yaitu demam
mendadak tanpa sebab yang jelas selama 2-7 hari dan adanya manifestasi
pendarahan (uji tourniquet positif).
2. Probable Demam Dengue
Demam dengue ditandai demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta
seperti sakit kepala, nyeri di belakang bola mata, pegal, nyeri sendi, rash,
3
dan manifestasi pendarahan, leukopenia (leukosit < 5000/mm ), jumlah
3
trombosit < 150.000/mm dan peningkatan hematokrit.
3. Demam Berdarah Dengue
DBD ditandai dengan demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi
pendarahan, jumlah trombosit < 100.000/mm3, adanya tanda kebocoran
plasma, hasil pemeriksaan serologis menunjukan hasil positif, pembesaran
hati, pendarahan pada mukosa serta pendarahan di bawah kulit.
4. Sindrom Syok Dengue
Sindrom Syok Dengue merupakan kasus DBD yang masuk dalam derajat
III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut
33

nadi yang cepat dan lemah menyempitnya tekanan nadi yang ditandai kulit
dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai syok berat.
5. Kecamatan endemis
Kecamatan endemis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir, setiap
tahunnya ada penderita DBD.
6. Kecamatan sporadic
Kecamatan sporadis kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus
DBD tetapi tidak pada setiap tahunnya.
7. Kecamatan potensial
Kecamatan potensial adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir tidak
terdapat kasus DBD, tetapi kepadatan penduduknya tinggi, presentase
rumah yang ditemukan jentik lebih dari 5%.
Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD), ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :
a. Kasus DBD adalah penderita DBD atau SSD
b. Penderita DBD adalah penderita penyakit yang didiagnosis sebagai DBD
atau SSD
c. Penegakan diagnosis DBD
- Diagnosis klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2
- 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang – kurangnya uji
tourniquet positif). Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl),
dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20 %)
- Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada
tersangka DBD menunjukan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau
peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan
dengue rapid test.
d. Penegakan diagnosis DD adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata,
nyeri otot, tulang atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Hasil
pemeriksaan darah menunjukannleukopeni kadang dijumpai
trombositopeni. Pada penderita DD tidak dijumpai kebocoran plasma atau
hasil pemeriksaan serologis pada penderita yang diduga DD menunjukan
peninggian (positif) IgM saja.
34

e. Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab


yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari disertai tanda –
tanda perdarahan sekurang – kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede)
positif dan atau jumlah trombosit ≤ 100.000 / μl.
f. Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera
(paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis)
tentang adanya penderita (DD, DBD dan SSD) termasuk tersangka DBD
agar segera dapat dilakukan tindakan atau langkah – langkah
penanggulangan seperlunya.
g. Laporan tersangka DBD dimaksudkan hanya untuk kegiatan proaktif
surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan
kasus atau penderita DBD.
h. Unit pelayanan kesehatan adalah rumah sakit (RS), Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek bersama, dokter
praktek swasta, dan lain – lain.
i. Puskesmas setempat ialah puskesmas dengan wilayah kerja di tempat dimana
penderita DBD berdomisili.

2.3.3 Tujuan Surveilans Demam Berdarah Dengue


Tujuan surveilans DBD secara umum adalah menyediakan data dan
informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan
keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang
cepat dan tepat Sedangkan tujuan khusus surveilans DBD adalah sebagai berikut:
1. Memantau kecenderungan penyakit DBD dan kemajuan program
pengendalian DBD;
2. Mendeteksi dan memprediksi serta penanggulangan terjadinya KLB DBD;
3. Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan penyelidikan Epidemiologi
(PE) serta melakukan penanggulangan seperlunya; dan
4. Menyediakan informasi untuk perencanaan kebijakan pengendalian DBD
35

2.3.4 Sumber Data Surveilans Demam Berdarah Dengue


Beberapa variabel data yang berhubungan dengan pengendalian DBD
adalah sebagai berikut:
a. Data kesakitan dan kematian menurut umur dan jenis kelamin, kasus DD,
DBD, SSD dari unit pelayanan kesehatan;
b. Data penduduk menurut kelompok umur tahunan; data desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi yang terdapat kasus DD, DBD, SSD bulanan;
c. Data ABJ kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hasil dari pengamatan
jentik.
Data-data tersebut diperoleh dari: laporan rutin DBD, laporan KLB,
laporan laboratorium, laporan hasil penyelidikan kasus perorangan, laporan
penyelidikan KLB dan survei khusus, laporan data demografi, laporan data vektor
serta laporan BMKG kabupaten maupun provinsi.

2.3.5 Kegiatan Unit Pelaksana Surveilans Demam Berdarah Dengue


Surveilans DBD di Indonesia merupakan surveilans yang dilaksanakan di
seluruh unit pelayanan kesehatan mulai dari puskesmas sampai dengan tingkat
pusat.
2.3.5.1 Di Tingat Puskesmas
Surveilans epidemiologi DBD di puskesmas meliputi kegiatan
pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD untuk melakukan Penyelidikan
Epidemiologi (PE). Di samping itu, di tingkat puskesmas juga melakukan
kegiatan pengolahan dan penyajian data untuk pemantauan KLB berdasarkan
laporan mingguan KLB; laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program
pemberantasan DBD; data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD; dan
penentuan stratifikasi desa, distribusi kasus DBD, penentuan musim penularan.
2.3.5.2 Di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
a. Pengumpulan dan Pencatatan Data
Sumber data yang digunakan dalam pengumpulan data di dinas
kesehatan kota/kabupaten adalah laporan KD-DBD dari rumah sakit, laporan
data dasar perorangan, laporan rutin bulananan K-DBD dari puskesmas,
36

laporan W1 dan W2, laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan
kota/kabupaten.
Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada
laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD
dan penderita DD, DBD, SSD yang diterima puskesmas dapat berasal dari
rumah sakit atau dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau
puskesmas lain (cross notification) dan puskesmas pembantu, unit pelayanan
kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain –
lain), dan hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada
konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya).
Pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD
menggunakan ‘Buku catatan harian penderita DBD’ yang memuat catatan
(kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan
(kolom) tersangka DBD. Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan
yang berulang untuk pasien yang sama, misalnya antara tersangka DBD dan
penderita DBD selama proses perawatan dan antara penderita DBD yang
dilaporkan RS dengan yang dilaporkan oleh puskesmas, sehingga perlu
penyesuaian data.

b. Pengolahan,Analisis dan Interprestasi Data


Dari data yang sudah ada melalui kegiatan pengumpulan data dilakukan
pengolahan dan analisis data seperti dibawah ini :
1. Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut kecamatan
dilakukan dengan menjumlahkan masing masing penderita DD, DBD,
SSD setiap minggu. Kemudian berdasarkan data mingguan tersebut dapat
diketahui adanya KLB atau kondisi yang mengarah ke KLB DBD. Bila
sudah terjadi KLB maka segera dilakukan penanggulangan KLB DBD dan
melaporkan ke dinas kesehatan provinsi menggunakan formulir W1.
2. Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD
Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan
formulir DP-DBD yang disampaikan tiap bulan.
3. Laporan mingguan
37

Membuat laporan mingguan dengan cara menjumlahkan penderita DBD


dan SSD tiap minggu menurut kecamatan. Kemudian melaporkan laporan
mingguan ke dinas kesehatan provinsi menggunakan formulir W2.
4. Laporan rutin bulanan
Laporan rutin bulanan dibuat dengan menjumlahkan penderita DD, DBD
dan SSD termasuk beberapa kegiatan lain pemberantasan dan
pengendalian DBD setiap bulan. Laporan ini di dilaporkan ke dinas
kesehatan provinsi dengan menggunakan formulir K-DBD.
5. Penentuan stratifikasi kecamatan DBD
Cara menentukan stratifikasi kecamatan yaitu dengan membuat tabel
kecamatan dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD dalam waktu 3
tahun terakhir. Stratifikasi desa tersebut di sajikan dalam bentuk peta.
HI = Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik X 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
Ket : HI (House Index)

6. Penentuan musim penularan


Cara menentukan musim penularan yaitu dengan menjumlahkan penderita
DBD dan SSD perbulan menurut kecamatan. Penentuan musim penularan
disajikan dalam bentuk grafik.
7. Mengetahui kecenderungan situasi DBD, untuk mengetahui apakah situasi
penyakit DBD di wilayah kabupaten DD, DBD dan SSD per tahun.
8. Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun.
9. Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun,
kelompok umur dan jenis kelamin.
c. Umpan Balik dan Penyebaran Informasi
Dinas kesehatan kota/kabupaten memberikan umpan balik berupa
ringkasan laporan dan permintaan perbaikan data kepada rumah sakit maupun
puskesmas. Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan
kualitas dan memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan
ketepatan waktu pelaporan serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan
38

balik oleh masing – masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap tiga


bulan, minimal dua kali dalam setahun.
d. Indikator Kinerja Program Surveilans DBD Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Menurut Dirjen PP dan PL (2011: 40) kinerja program surveilans
dinilai baik apabila memenuhi indikator yang ditetapkan oleh menkes melalui
Kepmenkes No. 1479/Menkes/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Dan Penyakit Tidak
Menular Terpadu. Indikator kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten/kota adalah
sebagi berikut:
1. Persentase kelengkapan pengiriman laporan puskesmas ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota adalah 80%.
2. Persentase ketepatan laporan puskesmas ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota adalah 80%.
3. Persentase laporan KD-RS yang diterima yang diterima tidak lebih dari
24 jam sejak diagnosis pertama ditegakkan adalah 100%
4. Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel,
grafik, mapping)
5. Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota
6. Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota
7. Tersedia data demografi dan geografi kabupaten/kota.
2.3.5.3 Di Dinas Kesehatan Provinsi
Kegiatan surveilans DBD yang dilakukan di dinas kesehatan provinsi
adalah pengumpulan dan pengolahan data, analisis dan umpan balik serta
penyebaran informasi. Sumber data dalam pengumpulan data surveilans
epidemiologi DBD di Dinas Kesehatan Provinsi adalah laporan rutin bulanan dari
kabupaten/kota, laporan W1, laporan hasil surveilans aktif oleh Dinas Kesehatan
Provinsi, Cross Notification dari provinsi lain dan laporan KDRS .
Unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/kota melakukan analisis
bulanan dan tahunan mengenai perkembangan DBD dan menghubungkannya
dengan faktor resiko, perubahan lingkungan serta perencanaan dan pencapaian
program. Dinas kesehatan propinsi memberikan umpan balik bulanan berupa
39

absensi laporan dan permintaan perbaikan data ke dinas kesehatan provinsi.


Sedangkan dalam melakukan penyebaran informasi setiap bulan, dinas kesehatan
provinsi mengirimkan informasi STP puskesmas, RS dan Laboratorium menurut
kabupaten/kota menggunakan email/jasa pengiriman.
2.3.6 Mekanisme Pelaporan Kasus DBD

Gambar TINJAUAN PUSTAKA.1Alur Pelaporan DBD


Mekanisme pelaporan kasus DBD menurut Dirjen PP dan PL (2011)
adalah sebagai berikut:
1. Pelaporan dari Puskesmas
Setiap puskesmas melaporkan kasus suspek infeksi Dengue ke Dinas
Kesehatan Kab./Kota. Puskesmas wajib melaporkan kasus infeksi dengue
yang dapat didiagnosis oleh puskesmas dalam waktu 24 jam menggunakan
form KD-PKM-DBD/DP-DBD. Puskesmas dapat merujuk kasus
(DD,DBD,SSD) yang tidak dapat ditangani pihak puskesmas. Laporan lain
yang digunakan oleh puskesmas adalah formulir K-DBD sebagai laporan
40

bulanan, Rekapan W2 sebagai rekapan mingguan, formulir W1 jika terjadi


KLB dan Laporan STP (Sistem Terpadu Penyakit).
2. Pelaporan dari Rumah Sakit/Unit Pelayanan Kesehatan Lain
Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan kasus infeksi Dengue harus
melaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya
24 jam dengan tembusan ke puskesmas wilayah tempat tinggal penderita
menggukan form KD-RS. Pelaporan kasus mingguan dan bulanan merupakan
laporan rekapitulasi kasus yang dilaporkan setiap minggunya atau bulannya
dari puskesmas dan rumah sakit dengan menggunakan form W2.
3. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi
menggunakan form K-DBD sebagai laporan bulanan dan menggunakan form
W1 bila terjadi KLB serta menggunakan laporan STP.
4. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Provinsi
Pelaporan dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Pusat ( Ditjen PP dan PL
Kemenkes RI) menggunakan form K-DBD sebagai laporan bulanan dan
menggunakan form W1 bila terjadi KLB serta menggunakan laporan STP.

2.4 Konsep Manajemen Surveilans Epidemiologi


Manajemen merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan sumber-
sumber organisasi lainnya untuk mancapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Dalam manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat
di dalamnya. Pada umumnya ada empat fungsi manajemen yang banyak dikenal
masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian
(organizing), fungsi pengarahan (directing) dan fungsi pengendalian (controlling).
Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf).
Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai
semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang
maksimal.
41

2.4.1 Perencanaan Surveilans Epidemiolgi


2.4.1.1 Pengertian Perencanaan
Perencanaan yaitu memperkirakan dan mempertimbangkan masa depan
dengan menyusun rencana aktivitas. Perencanaan dalam bidang kesehatan
meliputi penggunaan sumber daya uang, bahan, alat maupun sumber daya orang
(SDM Kesehatan) secara maksimal. Tujuan dari perencanaan adalah tersusunnya
rencana program, tetapi proses ini tidak berhenti disini saja karena setiap
pelaksanaan program tersebut harus dipantau agar dapat dilakukan koreksi dan
dilakukan perencanaan ulang untuk perbaikan program.
Perencanaan kegiatan surveilans dimulai membuat kerangka kegiatan
surveilans yaitu dengan penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan dengan
penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan data, teknik pengumpulan data,
teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan informasi.
2.4.1.2 Macam-Macam Perencanaan
Ruang lingkup perencanaan di pengaruhi oleh dimensi waktu, spasial dan
jenis perencanaan. Ketiga dimensi saling berinteraksi masing masing dimensi
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ditinjau Dari jangka Waktu Berlakunya Rencana
1. Perencanaan Jangka Panjang
Perencanaan ini meliputi jangka waktu hingga 10 tahun keatas dalam
perencanaan ini belum di tampilkan sasaran sasaran yang bersifat
kuantitatif tetapi lebih kepada proyeksi atau perspektif atas keadaan ideal
yang di inginkan.
2. Perencanaan Jangka Menengah
Perencanaan ini meliputi jangka waktunya 3 sampai 8 tahun, umumnya 5
tahun. Ini merupakan penjabaran atau uraian perencanaan jangka panjang,
walaupun perencanaan jangka menengah ini masih bersifat umum tetapi
sudah di tampilkan sasaran yang di proyeksikan secara kuantitatif.
3. Perencanaan Jangka Pendek
Jangka waktunya 1 tahun. Perencanaan ini di sebut juga perencanaan
operasional tahunan.
42

b. Ditinjau dari Frekuensi Penggunaan


Jika ditinjau dari frekuensi penggunaan rencana yang dihasilkan, perencanaan
dapat dibedakan atas dua macam yakni:
1. Digunakan satu kali (single-use planning)
Disebut penggunaan satu kali, apabila rencana yang dihasilkan hanya
dapat dipergunakan satu kali. Perencanaan yang seperti ini dapat secara
sengaja dilakukan, atau karena memang telah tidak dapat digunakan lagi.
Antara lain karena lingkungan yang telah berubah
2. Digunakan berulang kali (repeat-use planning)
Disebut penggunaan berulang apabila rencana yang dihasilkan dapat
dipergunakan lebih dari satu kali. Menurut Newman, perencanaan model
ini hanya dapat dilakukan, apabila situasi dan kondisi lingkungan normal
serta tidak terjadi perubahan yang terlalu mencolok. Perencanaan
berulang kali ini disebut pula perencanaan standar.
c. Ditinjau dari Dimensi Jenis
a. Top Down Planning
Perencanaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan sebagai pemberi
gagasan awal serta pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur
jalannya program yang berawal dari perencanaan hingga proses evaluasi,
dimana peran masyarakat tidak begitu berpengaruh. Kelebihannya hasil
yang dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan
ditanggung oleh pemerintah namun masyarakat tidak bisa berperan lebih
aktif dikarenakan peran pemerintah yang lebih dominan bila dibanding
peran dari masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat akan merasa
terabaikan kepentingannya.
b. Bottom Up Planning
Perencanaan yang dilakukan dimana masyarakat lebih berperan dalam hal
pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang telah
dilaksanakan sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam suatu
jalannya program. Sistem Bottom Up digunakan sebagai taktik untuk
mengetahui permasalahan dalam sistem perencanaan namun lebih
memakan waktu yang lama dikarenakan harus adanya sinkronisasi dari
lower level employee kepada atasannya.
43

c. Perencanaan Sistem Gabungan


Perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan
program yang diinginkan oleh masyarakat yang merupakan kesepakatan
bersama antara pemerintah dan juga masyarakat sehingga peran masing-
masingnya saling berkaitan. Bila dilihat dari kekurangan serta kelebihan
yang dimiliki oleh masing-masing sistem tersebut maka sistem yang
dianggap paling baik adalah suatu sistem gabungan dari kedua jenis sistem
tersebut karena banyak sekali kelebihan yang terdapat didalamnya antara
lain adalah masyarakat mampu berkreasi dalam mengembangkan ide-ide
mereka sehingga mampu berjalan beriringan bersama dengan pemerintah
sesuai dengan tujuan utama yang diinginkan dalam mencapai kesuksesan
dalam menjalankan suatu program.
2.4.1.3 Komponen Manajemen Surveilans Epidemiologi
Menurut Dirjen PP dan PL (2003) agar kegiatan surveilans epidemiologi
berjalan sesuai yang diharapkan maka diperlukan manajemen kegiatan yang baik.
Komponen manajemen yang perlu diperhatikan antara lain yaitu:
1. Input
Kegiatan surveilans epidemiologi membutuhkan input untuk dapat
berjalan optimal seperti: dokumen perencanaan tahunan, sarana (komputer,
ATK, perlengkapan surveilans, dan lain-lain), dana (dana program dan
bantuan), sumber daya manusia, metode dan marketing.
Komponen input terdiri dari :
a. Man
Sarana penting atau sarana utama dari setiap manajer untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu adalah manusia. Hal ini
harus ditinjau dari proses seperti planning, organizing, staffing,
directing, dan controlling, dapat pula kita tinjau dari sudut bidang
seperti penjualan, produksi, keuangan, personalia, dan sebagainya.
b. Money
Sarana uang diperlukan untuk melakukan berbagai aktifitas yang
memerlukan uang, seperti upah atau gaji orang-orang yang membuat
rencana, mengadakan, pengawasan, berkerja dalam produksi, membeli
44

bahan-bahan, peralatan, dan lain sebagainya. Uang sebagai saranan


manajemen harus digunakan sedekimian rupa agar tujuan dapat
tercapai.
c. Materials
Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia menggunakan bahan-
bahan (materials), karenanya dianggap pula sebagai alat atau sarana
ma najemen untuk mencapai tujuan.
d. Methode
Untuk melakukan kegiatan-kegiatan secara berdaya guna dan berhasil
guna, manusia dihadapkan kepada berbagai alternatif (metode) atau
cara melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, metode atau cara dianggap
pula sebagai sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.
e. Machine
Penggunaan mesin akan membawa kemudahan atau menghasilkan
keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja

2. Process
Kegiatan surveilans epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan yang telah
diusulkan melalui perencanaan tahunan. Jenis kegiatan terdiri dari:
pengumpulan, pengolahan dan analisis data, diseminasi informasi,
penyelidikan KLB, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
(SKDKLB), seminar dan surveilans AFP, campak, TN, PTM, IN, HVB
dan pariwisata. Terdapat perbedaan proses pelaksanaan kegiatan surveilans
yang dilakukan di setiap tempat/instansi.

3. Output
Keluaran yang dihasilkan pada kegiatan surveilans adalah laporan khusus,
data dan informasi yang disebarluaskan dalam bentuk buletin
epidemiologi, media elektronik, seminar, jurnal serta surat edaran.
45

Berikut indikator surveilans epidemiologi kesehatan di Kabupaten/ Kota :


Tabel TINJAUAN PUSTAKA.1 Indikator Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan
Masukan Tingkat Indikator
Tenaga Kabupaten/ Kota a. 1 tenaga epidemiologi S2
b. 2 tenaga epidemiologi ahli (S1) atau
terampil
c. 1 tenaga dokter umum

Puskesmas 1 tenaga epidemiologi terampil

Sarana Kabupaten/Kota a. 1 paket jaringan elektromedia


b. 1 paket alat komunikasi (telepon,
faksimili, SSB, dan telekomunikasi
lainnya
c. 1 paket kepustakaan
d. 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans
dan program aplikasi komputer
e. 1 paket formulir

Proses Kabupaten/Kota a. Kelengkapan laporan unit pelapor


Kegiatan sebesar 80% atau lebih
Surveilans b. Ketepatan laporan unit pelapor sebesar
80% atau lebih
c. Penerbitan buletin kajian epidemiologi
sebesar 4 kali atau lebih setahun
d. Umpan balik sebesar 80% atau lebih

Keluaran Kabupaten/Kota a. Profil Surveilans Epidemiologi


Kabupaten/ Kota sebesar 1 kali setahun

2.4.2 Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan yang
diperlukan untuk melakukan suatu rencana sedemikian rupa sehingga tujuan yang
telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Pengorganisasian yang harus
dilakukan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang yang tercantum dalam rencana
saja, tetapi juga hal-hal yang terdapat dalam masyarakat secara keseluruhan.
Pengorganisaian dimaksudkan untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan
46

yang telah dengan jalan mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung


jawab.
Sebenarnya hal-hal yang perlu diorganisasikan dari suatu rencana banyak
macamnya. Disesuaikan dengan pengertian pengorganisasian, yang terpenting
diantaranya hanya dua macam saja yakni:
a. Kegiatan
Pengorganisasian kegiatan yang dimaksudkan ialah, pengaturan berbagai
kegiatan yang ada dalam rencana sedemikian rupa sehingga terbentuk satu
kesatuan yang terpadu, yang secara keseluruhan diarahkan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
b. Tenaga Pelaksana
Pengorganisasian tenaga pelaksana yang dimaksud mencangkup
pengaturan struktur organisasi, susunan personalia serta hak dan
wewenang setiap tenaga pelaksana, sedemiakan rupa sehingga setipaa
kegiatan ada penanggung jawab
Jenis organisasi terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Organisasi Lini (Lini/Command Organization)
Maksudnya dalam pembagian tugas dan wewenang terdapat perbedaan
yang nyata antara satuan organisasi pimpinan dan satuan organisasi
pelaksana. Keuntungannya adalah pengambilan keputusan cepat, kesatuan
arah dan perintah lebih terjamin serta pengawasan dan koordinasi lebih
mudah. Sedangkan kerugiannya adalah karena keputusan diambil oleh satu
orang, maka keputusan tersebut sering kurang sempurna serta dibutuhkan
pemimpin yang berwibawa dan berpengetahuan luas.
2. Organisasi Staff (Staff Organization)
Maksudnya dalam organisasi dikembangkan satuan organisasi staff yang
berperan sebagai pembantu pimpinan. Bantuan yang diberikan oleh staff
tersebut hanya bersifat nasehat saja, sedangkan keputusan dan pelaksanaan
dari keputusan tersebut tetap berada ditangan pimpinan. Keuntungannya
adalah keputusan dapat lebih baik karena dipikirkan oleh sekelompok
kalangan ahli. Sedangkan kerugiannya adalah pengambilan keputusan lebih
lama dari pada organisasi lini dan dapat menghambat kelancaran program.

3. Organisasi Lini dan Staff


47

Maksudnya peranan staff tidak hanya terbatas pada pemberian nasehat


tetapi juga diberikan tanggung jawab melaksanakan kegiatan tertentu.
Bantuan yang diharapkan dari staff tidak hanya pemikiran saja, tetapi juga
telah menyangkut pelaksanaannya. Keuntungannya adalah keputusan yang
diambil lebih baik karena telah dipikirkan oleh sejumlah orang, tanggung
jawab pimpinan berkurang dan karena itu lebih memusatkan perhatian pada
masalah yang lebih penting, pengembangan bakat dilakukan sehingga
mendorong disiplin dan tanggung jawab kerja yang lebih tinggi. Sedangkan
kelemahannya adalah pengambilan keputusan lebih lama serta jika staff
tidak mengetahui batas-batas wewenangnya dapat menimbulkan
kebingungan pelaksana.
2.4.3 Pelaksanaan
Pelaksanaan atau aktuasi lebih memusatkan perhatian pada pengelolaan
sumber daya manusia, menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan program.
Fungsi menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan yaitu actuating (memberi
bimbingan), motivating (membangkitkan motivasi), directing (memberikan
arahan), influencing (mempengaruhi), commanding (memberi komando atau
perintah). Pelaksanaan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan
manajerial dan usaha-usaha organisasi.
Tujuan fungsi aktuasi:
1. Menciptakan kerja sama yang lebih efisien.
2. Mengembangkan kemapuan dan keterampilan staf.
3. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan.
4. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan
prestasi kerja staf.
5. Membuat organisasi berkembang dinamis.

2.4.4 Monitoring dan Evaluasi


Menurut Terry sebagaimana dikutip oleh Prajitno monitoring atau
pengawasan adalah proses untuk mendeterminasi apa yang akan dilaksanakan,
mengevaluasi pelaksanaan, dan jika perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif
sedemikian rupa sehingga pelaksanaan sesuai rencana. Mc. Farland
48

mendefinisikan, pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin


mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan
sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijakan yang telah ditentukan.
Monitoring surveilans dilakukan untuk mengetahui keberhasilan ataupun
kendala yang ada dalam pelaksanaan sistem manajemen surveilans dan biasanya
dilakukan terhadap proses dan output surveilans. Dengan adanya kegiatan
monitoring diharapkan kelemahan yang ada dalam sistem manajemen dapat
segera diketahui dan dapat segera dilakukan perbaikan, sedangkan melalui
kegiatan evaluasi dapat ditentukan strategi penyusunan perencanaan kegiatan
surveilans di tahun berikutnya. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan melalui
kegiatan pertemuan/review, kunjungan, penerapan kendali mutu (quality
assrance), dan seminar. Monitoring dan evaluasi surveilans epidemiologi harus
dilaksanakan secara teratur dan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan,
sehingga dapat menghasilkan suatu rekomendasi untuk meningkatkan kualitas,
efiensi, dan kegunaan dari sistem surveilans yang ada.
49

BAB 3 : HASIL KEGIATAN

3.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Padang


3.1.1 Geografi
Letak Kota Padang secara geografis pada bagian pantai Barat Sumatera
pada posisi 000 44 ‘ 00‘’- 01’08” 35” Lintang Selatan dan 1000 05’ 05” – 100’ 34’
09” Bujur Timur dengan luas keseluruhan 694,96 Km 2.. Secara geogafis Kota
Padang merupakan perpaduan dataran rendah dan perbukitan serta aliran sungai
dan pulau – pulau, dengan uraian 21 buah sungai dengan sungai terpanajang yaitu
sungai kandis sepanjang 20 km. Terdapat 19 buah pulau kecil yang menyebar di
sisi pantai Kota Padang. Curah hujan rata rata adalah 384,88 mm perbulan dengan
temperatur 22,2 C – 31,7 C.
Pada Tahun 2016, tercatat jumlah penduduk Kota Padang sebanyak
914.968 jiwa. Secara administrative Pemerintahan Kota Padang terdiri dari 11
kecamatan dan 104 kelurahan den gan kecamatan terluas adalah Koto Tangah
yang mencapai 232,25 km2. Dari keseluruhan luas Kota Padang sebagian besar
atau 51,01% berupa hutan yang dilindungi oleh Pemerintah. Kota Padang ini
sebelah utara berbatas dengan Kabupaten Padang Pariaman, sebelah Selatan
berbatas dengan Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah timur berbatas dengan
Kabupaten Solok, sebelah barat berbatas dengan Samudera Indonesia. Dinas
Kesehatan Kota Padang terletak di Jalan Bagindo Aziz Chan, Aia Pacah bypass.

3.1.2 Visi Misi


Visi Pembangunan kesehatan Kota Padang merujuk pada Visi dari
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 yakni ”Mewujudkan Masyarakat
Kota Padang Peduli Sehat, Mandiri, Berkualitas, Berkeadilan Tahun 2019”
yang mengacu pada RPJP-K tahun 2005-2025 dan rancangan awal RPJMD Kota
Padang Tahun 2014-2019.

49
50

Adapun Misi Dinas Kesehatan Kota Padang yaitu :


1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani,
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan,
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan yang
berkualitas, serta
4. Menciptakan tata kelola keperintahan yang baik, bersih dan melayani

3.1.3 Tujuan dan Sasaran


3.1.3.1 Tujuan
Sebagai penjabaran dari visi maka tujuan yang akan dicapai adalah
terwujudnya kesehatan masyarakat melalui peningkakatan upaya kesehatan
masyarakat yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. Dinas Kesehatan
sebagai Dinas teknis Kota yang mengelola kesehatan dituntut perannya dalam
pengelolaan dan pelayanan kesehatan untuk mewujudkan keadaan:
1. Terciptanya kondisi pelayanan kesehatan secara prima.
2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta
membudayakan hidup bersih dan sehat.
3. Semakin meningkatnya jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh puskesmas terutama pada keluarga miskin dan rentan sosial
4. Terbentuknya masyarakat yang berkualitas yang ditandai dengan semakin
banyaknya jumlah keluarga yang mempunyai derajat kesehatan yang
semakin tinggi
5. Semakin meningkatnya jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang
dilakukan Puskesmas terutama pada keluarga miskin dan rentan sosial
51

3.1.3.2 Sasaran
Sasaran pembangunan kese hatan untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati diatas adalah sebagai berikut :
a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
1. Meningkatnya umur harapan
hidup
2. Menurunnya angka kematian
ibu melahirkan
3. Menurunnya angka kematian
bayi
4. Menurunnya angka kematian
neonatal
5. Menurunnya prevalensi
kekurangan gizi (terdiri dari gizi kurang dan gizi buruk balita)
6. Menurunnya prevalensi anak
balita yang pendek (stunting)
7. Meningkatkan presentasi ibu
bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN)
b. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
penyakit menular, dengan:
1. Menurunkan prevalensi Tuberculosis
2. Menurunkan kasus malaria (Annual Paracite Index-API)
3. Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa
4. Meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11
bulan
5. Menurunkan angka kesakitan DBD dan peyakit menular lainnya
c. Menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat
penyakit tidak menular
d. Meningkatkan surveilance penyakit berpotensi wabah dan
penanggulangan bencana
e. Meningkatkan penyehatan lingkungan dan sanitasi dasar
masyarakat
1. Pengembangan lingkungan sehat
2. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
f. Menurunkan disparitas status kesehatan dan status gizi
antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender
52

g. Meningkatkan penyediaan anggaran publik untuk


kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan
kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin
h. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di masyarakat
i. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan
1. Cakupan kelurahan siaga aktif
2. Cakupan posyandu aktif
3. Cakupan UKBM aktif

3.1.4 Sarana dan Prasarana


Pembangunan kesehatan diarahkan untuk makin meningkatkan kualitas
dan pemerataan jangakauan pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai tujuan
tersebut penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu merupakan hal
yang penting.
Tabel HASIL KEGIATAN.2 Sarana dan Prasarana di Puskesmas Wilayah
Kerja
Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah


1. Rumah sakit umum 13
2. Rumah sakit khusus 16
3. Puskesmas 22
4. Puskesmas keliling 25
5. Klinik 105
6. Praktek dokter perorangan 1.026
7. Unit transfusi darah 2
8. Toko obat 20
9. Apotek 210
10. Poskeskel 104
11. Posyandu 933
12. Posbindu 78
13. Balai Pengobatan 56
Jumlah 2.610
Sumber : Laporan Tahunan SDK dan Jamkes
53

3.1.5 Tenaga Kesehatan


Tenaga kesehatan yang ada di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Padang
tahun 2016 berjumlah 1.008 orang.
Tabel HASIL KEGIATAN.3Tenaga Kesehatan di Puskesmas Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016

No Jenis Tenaga Jumlah


14. Dokter Umum 42
15. Dokter Gigi 66
16. Paerawat Gigi 32
17. Farmasi (Apt) 11
18. Farmasi 56
19. Sarjana Kesehatan Masyarakat 31
20. Perawat 243
21. Bidan 275
22. Gzi 44
23. Sanitasi 41
24. Analisa Kesehatan 45
25. Rekam Medis 18
26. Refraksionis 2
27. Pejabat Struktural 46
28. Staf Penunjang ADM 56
Jumlah 1.008
Sumber : Laporan Tahunan SDK dan Jamkes

3.1.6 Kedudukan
Sesuai Perwako Padang Nomor 06 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Padang merupakan Dinas Teknis
Kota bertugas mengelola kesehatan yang dikepalai oleh seorang kepala Dinas.
54

3.1.7 Tugas dan Fungsi Pokok Dinas Kesehatan


Dinas Kesehatan Kota Padang merupakan unsur pelaksana Pemerintahan
Daerah di bidang kesehatan, yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah,
sebagai berikut :
1. Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan
pemerintahan daerah di bidang kesehatan dan tugas pembantuan
2. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas
Kesehatan menpunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang kesehatan
c. Pembinaan dan pelaksanaan urusan di bidang kesehatan
d. Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
3.2 Stuktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Padang
Adapun Susunan Organisasi Dinas Kesehatan berdasarkan adalah sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas.
2. Sekretariat terdiri dari:
a. Sub. Bagian Umum
b. Sub. Bagian Keuangan
c. Sub. Bagian Program
3. Bidang Kesehatan Masyarakat, terdiri dari :
a. Seksi kesehatan keluarga dan gizi
b. Seksi promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
c. Seksi kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan olah raga
4. Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit terdiri dari:
a. Seksi surveilans dan imunisasi
b. Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular
55

c. Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, kesehatan


jiwa, narkotika, psikosomatik, dan zat adiktif.
5. Bidang Pelayanan kesehatan, terdiri dari:
a. Seksi pelayanan kesehatan primer dan tradisional
b. Seksi pelayanan kesehatan rujukan
c. Seksi fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu.
6. Bidang sumber daya kesehatan, terdiri dari:
a. Seksi kefarmasian
b. Seksi alat kesehatan dan sarana prasarana kesehatan
c. Seksi sumber daya manusia kesehatan dan jaminan kesehatan.
7. Unit Pelaksana Teknis Daerah
8. Kelompok Jabatan Fungsional
56

KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA

Dr. Ferimulyani Hamid, M.Biomed SEKRETARIS


Nazaruddin, SKM, MKes

KEPALA SUB BG KEPALA SUB BAG


KEPALA SUB BAG
PROGRAM KEUANGAN
UMUM
Dewi Sartika, SKM.MPH Munadi Elkhairi D,
Efi MUTHIA, skm,
SE
M.kes

BIDANG KESHATAN BIDANG PENCEGAHAN & BIDANG PELAYANAN BIDANG SUMBER DAYA
MASYARAKAT PENGENDALIAN PENYAKIT KESEHATAN KESEHATAN
Dr. Melinda wilma, MPPH Dr. Genita, M.Mkes Dra Novuta Latina,apt Depitra Wiguna, SKM

SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI


Kesehatan keluarga & Gizi Surveilans&imunisasi Pelayanan Kesehatan Primer & Kefarmasian
Ismarni, SKM, S.SIT Tutwuri Handayani, SKM, M.Kes Tradisional Indrawati A, SH, m.hum
Dr. Dewi Arusi Tane, MM
SEKSI
Promosi Kesehatan & Pemberdayaan SEKSI SEKSI SEKSI
masyarakat Pencegahan & pengendalian penyakit Pelayanan Kesehatan Rujukan Alat Kesehatan & Sarana Prasarana
Ismul azan, SKM menular Hendriyeni, SKM,MM Kesehatan
Eva Westari, M.IKOM Usmar Ali, SKM
SEKSI
Kesehatan Lingkungan Kerja & SEKSI SEKSI SEKSI
olahraga Pencegahan & pengendalian PTM, Fasyankes & Peningkatan Mutu SDM Kesehatan & Jaminan
Guswenny, SKM Kes Jiwa,& NAPZA Frieda, SKM Kesehatan
Syafrudin, SKM,MM Nuraisah pohan, SKM

Kelompok Jabatan Fungsional Unit Pelaksanaan Dinas


23 Unit Puskesmas
1 Unit GFK/IFK
1 BI UD Puskesmas
Sumber: Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang
Gambar HASIL KEGIATAN.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Padang

56
57

3.2.1 Struktur Organisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


3.2.1.1 Struktur Organisasi Bidang P2P
Bidang Pencegahan dan pengendalian penyakit terdiri atas 3 Seksi yaitu
Seksi Surveilan dan imunisasi, Seksi Pencegahan dan Pengendalian penyakit
menular, dan seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa, narkotika, psikosomatik, dan zat adiktif. Dalam pelaksanaan
kegiatan, Kepala Bidang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Dinas dan
Kepala Seksi bertanggungjawab langsung kepada Kepala Bidang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang

dr. Feri Mulyani, M.Biomed

Kepala Bidang Pencagahan dan pengendalian


penyakit

dr. Gentina, M.MKes


NIP. 196605041997032001

Kasi surveilan dan Kasi Pencegahan dan Kasi pencegahan dan


imunisasi pengendalian penyakit pengendalian penyakit tidak
menular menular

Eva Westari, SKM,


Tutwuri Handayani, SKM, M.IKOM H. Syafruddin, SKM MM
M.Kes
Sumber: Laporan Tahunan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Gambar HASIL KEGIATAN.3 Struktur Organisasi Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

57
58

3.2.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit
1. Bidang Pencegahan dan pengendalian penyakit dipimpin oleh seseorang
kepala bidang yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan
bertanggung jawab melaksanakan tugasnya berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada kepala dinas
2. Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit mempunyai tugas
membantu kepala dinas dalam melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanakan kebijakan operasional serta pemantauan, evaluasi surveilan
dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, dan
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, dan kesehatan jiwa,
kesehatan usia lanjut dan NAPZA.
3. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaskud pada ayat (2),
bidang pencegahan dan pengendalian penyakit mempunyai fungsi:
a. Melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional di
bidang surveilans dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian
penyakit menular, penceghan dan pengendalian penyakit tidak
menular, kesehatan jiwa, kesehatan lanjut usia dan narkotika
psikosomatik zat adiktif.
b. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan operasional di
bidang surveilan dan imunisasi, pencegahan dan pengendaian
penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular dan kesehatan jiwa, kesehatan lanjut usia dan NAPZA
c. Melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang surveilans
dan imunisasi, pencegahan dan pengendaian penyakit menular,
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan
kesehatan jiwa, kesehatan lanjut usia dan NAPZA
d. Melaukan pertemuan evaluasi, pelaporan di bidang surveilans dan
imunisasi, pencegahan dan pengendaian penyakit menular,
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan
kesehatan jiwa, kesehatan lanjut usia dan NAPZA
e. Melakukan koordinasi dalam pengendalian wabah, bencana,
imunisasi pencehanan dan pengendalian penyakit mennular,

58
59

pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan


kesehatan juwa, kesehatan lanjut usia dan NAPZA.
f. Melaksanakan tugas kedinas lain yang diberikan atasan sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
3.2.1.3 Struktur Organisasi Seksi Surveilans dan Imunisasi
Kasi Surveilans dan Imunisasi

Tutwuri handayani, SKM, M.Kes

Staff:

Nelfides, SKM
Musfidarti, SKM
Trisnawati, SKM
Ns. Fifien Aulia, S.Kep

Sumber: Laporan Surveilans dan Imunisasi


Gambar HASIL KEGIATAN.4 Struktur Organisasi Seksi Surveilans dan
Imunisasi
3.2.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Surveilans dan Imunisasi
Adapun tupoksi seksi surveilans dan imunisasi, yaitu :
1. Seksi surveilans dan imunisasi di pimpin oleh seorang kepala seksi yang
dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada kepala bidang pencegahan dan pengendalian penyekit
2. Seksi sursveilan dan imunisasi mempunyai tugas membantu kepala bidang
dalam melaksanakan penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan operasional,
dan pelaporan di bidang surveilans imunisasi, bencana.
3. Penjabaran tugas seksi surveilans dan imunisasi sebagaimana dimaksud
pada ayaat (2) adalah:
a. Melakukan penyiapan pelaksanaan kegiatan surveilans wabah dan
bencana, penyakit infeksi emerging, kesehatan haji dan imunisasi.
b. Melakukan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi
kegiatan surveilans wabah dan bencana, penyakit infeksi emerging,
kesehatan haji dan imunisasi
c. Melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan
surveilans wabag dan bencana, penyakit infeksi emerging,
kesehatan haji, imunisasi
60

d. Melakukan penyipan bahan bimbingan teknis dan supervisi


kegiatan kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa dan
wabah
e. Merancang rencana kegiatan sebelum, saat, dan setelah terjadi
bencana
f. Melakukan penyelidikan kasus penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi dan penyakit yang berpotensi wabah serta
keracunan
g. Melakukan pembinaan, pelayana, dan perlindungan terhadap
calaon jamaah haji
h. Melakukan penghimpunan dan menganalisa data surveilans,
kejadian luar biasa, wabah, dan bencana dari rumah sakit dan
puskesmas
i. Melakukan koordinir penanggulangan kejadian luar biasa, dan
j. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan
sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.3 Kegiatan Magang


Kegiatan magang di Dinas Kesehatan Kota Padang berlangsung tanggal 20
Februari - 18 Maret 2017. Pada hari pertama magang dilakukan pembagian bidang
penempatan selama magang dan penulis ditempatkan di bidang Pengendalian
Masalah Kesehatan pada seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular
(P2M). Kegiatan yang dilaksanakan selama di seksi P2M yaitu pertama kali
mempelajari laporan tahunan P2M tahun 2016 dengan melihat kesenjangan antara
pencapaian dengan target. Hasil dari bacaan didapatkan bahwa DBD tahun 2016
memiliki kasus yang sangat tinggi walaupun jumlah kasus menurun sedikit dari
tahun 2015, tetapi angka kematian DBD mengalami peningkatan tahun 2016
dengan 11 orang yang meninggal (CFR= 1,2%). Kemudian penulis menganalisis
kasus DBD selama 3 tahun terakhir yaitu dari tahun 2014-2016 untuk melihat
trend dan pola penyebaran kasus DBD di Kota Padang. Selanjutnya penulis
melakukan wawancara dengan Kasi P2M tentang penyakit terbanyak dengan
angka kesakitan dan kematian tertinggi serta permasalahan yang membutuhkan
61

tindakan yang cepat, didapatkan bahwa kasus DBD merupakan kasus yang
endemik di Kota Padang, angka kematian yang meningkat serta permasalahan
yang kompleks yang membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat. Penulis juga
mendapatkan informasi bahwa pencatatan kasus DBD tidak dilakukan dengan
benar yaitu pencatatan di pemegang program berbeda dengan pencatatan dari
surveilans. Pencatatan alamat penderita juga banyak yang tidak lengkap sehingga
hal ini akan berpengaruh untuk melakukan tindakan seperti PE (Penyelidikan
Epidemiologi ) dan fogging focus. Dari hasil analisis dan wawancara dengan Kasi
P2M, penulis mengambil topik tentang surveilans DBD di Kota Padang.
Kegiatan selanjutnya yang dilakukan penulis selama di seksi P2M yaitu
mengikuti kegiatan fogging focus yang diadakan di Kelurahan Jati, melakukan
pencatatan kegiatan fogging, membantu membuat surat balasan klasifikasi
ombudsman terkait kasus DBD yang dilaporkan terjadinya maldministrasi di
Koran Haluan Padang, membantu administrasi. Pada tanggal 24 Februari 2017
penulis ditempatkan di seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular. Kegiatan yang dilaksanakan di seksi P2PTM adalah membuat daftar
kesediaan vaksin BOPV di Puskesmas Kota Padang dan memasukkan laporan
data SARS Kota Padang.
Pada minggu ke II penulis ditempatkan di Bidang Kesehatan Masyarakat.
Bidang kesehatan Masyarakat memiliki 3 seksi yaitu seksi kesehataan keluarga
dan gizi; seksi promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; dan seksi
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan olah raga. Tanggal 27 Februari – 01
Maret 2017, penulis berada di seksi kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan
olahraga. Kegiatan yang dilaksanakan selama berada di seksi tersebut diantaranya
perkenalan diri bersama pegawai yang ada di bagian seksi kesling, membantu
menginput data tentang Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) di 23 puskesmas Kota Padang pada bulan februari tahun 2017,
membantu kegiatan seminar nasional STR gizi yang diselenggarakan di Aula
Dinas Kesehatan Kota Padang, menyusun rekapan SPJ, merekap data UKK dan
kesehatan olahraga. Kegiatan selanjutnya yaitu mengikuti pertemuan pencegahan
dan penanggulangan DBD di Kota Padang yang dihadiri oleh seluruh pemegang
62

program DBD di 23 Puskesmas Kota Padang, mengantarkan dokumen ke bagian


laboratorium, meminta nomor surat, mempelajari laporan kesling tahunan 2015,
membaca laporan STBM Puskesmas Kuranji, Puskesmas Andalas dan Puskesmas
Ambacang tahun 2016, membantu mendokumentasikan pemasangan poster
tentang STOP BABS, dan membantu adminisrasi surat-menyurat.. Pada tanggal
02 Maret-03 Maret 2017 penulis ditempatkan di Seksi Promosi Kesehatan.
Kegiatan yang dilaksanakan penulis selama di seksi tersebut adalah merekap
laporan bulanan posyandu seluruh puskesmas kota padang yaitu bulan Juli-
Desember 2016 dan membantu administrasi di seksi Promkes.
Pada minggu ke III, yaitu tanggal 6 – 10 Maret 2017, penulis ditempatkan
di bidang sumber daya kesehatan bagian seksi sumber daya manusia kesehatan
dan jaminan kesehatan. Kegiatan yang dilaksanakan selama berada di seksi
tersebut diantaranya membuat surat izin melakukan pengambilan data awal dalam
penyusunan proposal karya tulis ilmiah/skrispi/tesis; membuat surat izin
melakukan penelitian dan surat izin praktek kerja lapangan di lingkungan Dinas
Kesehatan Kota Padang; meminta nomor surat tugas penelitian; pengambilan data
awal dan praktek kerja lapangan; mengantarkan dokumen ke bagian seksi
kefarmasian, bidang pelayanan kesehatan, dan seksi pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular; mengikuti acara pelatihan dan pelayanan prima bagi
petugas puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Padang di hotel d’Dhave, dan
membantu Kasi Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Jaminan Kesehatan
menyiapkan materi presentasi pembekalan di STIKes Aisyiyah Padang.
Pada minggu ke IV, yaitu tanggal 13 Maret-18 Maret 2017, penulis
ditempatkan di Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) yaitu pada seksi fasilitas
pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu. Adapun kegiatan yang dilakukan
yaitu membantu pengecekan laporan SPJ,ATK, dan Mamin dari bulan februari
tahun 2017 seluruh puskesmas di Kota Padang, merekapitulasi capaian seluruh
BAB, pencatatan surat keluar, pengetikan perizinan PMI, memahami UU No.75
tahun 2014 tentang Puskesmas dan UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, dan
membantu kegiatan administrasi surat menyurat seksi mutu.
63

Selama magang, penulis mengikuti kegiatan rutin yang dilaksanakan di


Dinas Kesehatan Kota Padang seperti apel pagi, senam setiap rabu dan wirid di
Balai Kota dan Mesjid Nurul Iman pada hari jumat.
3.4 Kegiatan Surveilans DBD
3.4.1 Perencanaan Surveilans DBD
Perencanaan surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016
berdasarkan pendekatan input, proses dan output sebagai berikut:
1. Input
a. Man (Sumber Daya Manusia)
Sumber daya manusia yang berperan dalam surveilans DBD adalah
adalah satu orang Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit, satu orang Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi, 4 orang
staf surveilans dan petugas Puskesmas berupa tim yang terdiri dari
dokter, bidan, perawat, tenaga surveilans, tenaga kesling, dan bidang
promosi kesehatan.
2) Money
Sumber dana untuk kegiatan surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota
Padang yaitu APBD Kota Padang. Sedangkan sumber dana di
Puskesmas berasak dari Biaya Operasional Kesehatan (BOK).
3) Material
Material yang dibutuhkan adalah berupa form laporan mingguan (W2),
laporan bulanan DBD (K-DBD, laporan KLB DBD (W1), Formulir DP-
DBD digunakan untuklaporan data perorangan penderita DD, DBD,
SSD yang disampaikan tiap bulan. form laporan KD/RS-DBD untuk
pelaporan kasus DBD dalam 24 jam setelah dagnosis ditegakkan dari
Rumah Sakit, dan Laporan STP (Sistem Terpadu Penyakit). Petugas
surveilans di DKK Padang membuat buku catatan pelacakan kasus agar
data tercatat dan terarsip dengan baik. Selain formulir, bahan yang
digunakan yaitu buku pedoman pelaksanaan surveilans dan
penyelidikan KLB.
4) Method
1. Laporan kasus DBD didapatkan secara aktif dan pasif.
a. Surveilans Pasif
64

Pencarian kasus dari laporan dari puskesmas, unit pelayanan


kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter, praktek
swasta), dan laporan masyarakat. Kasus DBD di puskesmas
didapatkan dari pasien yang berobat ke puskesmas dengan
pemeriksaan laboratorium, dan laporan pasien dari rumah sakit
dengan membawa hasil labor.
b. Surveilans Aktif
Kasus DBD didapatkan dari pencarian kasus oleh petuas
surveilans di rumah sakit pemerintah maupun swasta yaitu
berjumlah 11 rumah sakit di Kota Padang. Hasil pelacakan
kasus dicatat dalam buku SARS DKK Padang. Dalam buku
tersebut dijelaskan penegakan diagnosis klinis dari dokter dan
pemeriksaan laboratorium. Kegiatan pencarian kasus DBD di
rumah sakit juga bisa berbentuk pasif menggunakan group
Whats Up untuk pelaporan kasus DBD jika petugas surveilans
terkendala ke lapangan.
2. Laporan kasus DBD mingguan dilaporkan oleh petugas surveilans
DBD puskesmas dalam bentuk formulir W2. Sedangkan jika ada
KLB maka akan langsung dilaporkan ke DKK Kota Padang dalam
formulir W1. Kemudian petugas surveilans juga melaporkan data
bulanan (K-DBD), laporan STP (Surveilans Terpadu Penyakit),
data perseorangan (DP-DBD).
3. Laporan suspect DBD dilaporkan secara online oleh petugas
puskesmas ke website SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan
Respon). Di dalam website SKDR ini dapat kita lihat bagaimana
perkembangan suspect DBD pada masing-masing puskesmas,
dapat memberikan peringatan dini (allert) serta pemberitahuan
adanya KLB.
4. Petugas surveilans DKK merekap laporan kasus DBD per minggu
dari puskesmas maupun puskesmas.
5. Petugas surveilans DKK melaporkan hasil pengumpulan dan
pencatatan kasus kepada Kasi Surveilans dan Imunisasi.
65

6. Kasi surveilans dan Imunisasi melaporkan data hasil pelacakan


DBD kepada Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit dan kepada pemegang program DBD untuk dapat
menindaklanjuti penanggulangan kasus DBD seperti fogging
fokus, pemberantasan sarang nyamuk, pemberian bubuk larvasida,
survei jentik nyamuk, dan penyuluhan yang bekerja sama dengan
seksi promosi kesehatan.
5) Machine
Machine adalah alat-alat yang digunakan agar kegiatan surveilans
epidemiologi berjalan dengan lancar seperti perangkat komputer,
program Ms. Office, ATK (bulpoin, pensil, penggaris, kertas HVS,
stempel, penjepit kertas), kendaraan, telepon dan kamera.

2. Proses
a. Perencanaan dari puskesmas yang dibuat berdasarkan masalah pada
tahun sebelumnya dan permasalahan ditingkat puskesmas.
b. Dinas Kesehatan Kota Padang merekap perencanaan yang dibuat oleh
puskesmas.
c. Kemudian dilakukan rapat di tingkat dinas untuk membuat
perencanaan dinas yang mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal
(SPM).
d. Hasil rapat/pembahasan tentang rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Dinas
Kesehatan Kota Padang
e. RKA dilakukan pembahasan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD). Kemudian dibahas ditingkat DPRD (komisi IV) urusan
kesehatan
f. Setalah RKA di sahkan/disetujui maka rencana kegiatan surveilans
DBD dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
g. Dari DPA puskesmas membuat Plan Of Action (POA) bulanan
3. Output
Output berupa laporan surveilans dan buletin DBD
66

3.4.2 Pengorganisasian Surveilans DBD


Tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam surveilans atau
pelacakan kasus DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang berjumlah satu orang.
Dalam pelaksanaannya dibantu oleh petugas di puskesmas. Adapun alur
pengorganisasian surveilans DBD adalah sebagai berikut

Kepala Bidang Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit

Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi

Petugas Surveilans DBD di Dinas


Kesehatan Kota Padang

Petugas Surveilnas Puskesmas

Gambar HASIL KEGIATAN.5 Pengorganisasian Surveilans DBD


Keterangan: : Laporan DBD

: Intruksi validasi laporan DBD

Petugas surveilans di Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Padang


berjumlah 23 orang yang terdiri dari 22 tenaga surveilans Puskesmas dan 1 tenaga
dari Dinas Kesehatan Kota Padang. Berikut uraian tenaga surveilans:

Tabel HASIL KEGIATAN.4 Petugas Surveilans di Dinas Kesehatan Kota


Padang, Puskesmas se-Kota Padang
No. Institusi Tenaga Surveilans
1. Dinas Kesehatan Kota Padang Tut Wuri Handayani

2. Puskesmas Alai Eka Kesumawati

3. Puskesmas Bungus Aida Fitriani


67

4. Puskesmas Nanggalo Desfita Abda

5. Puskesmas Sebrang Padang Sarida Hia

6. Puskesmas Rawang Mesra Hayati

7. Puskesmas Kuranji Afriani

8. Puskesmas Ikur Koto Susi Novalinda

9. Puskesmas Lubuk Kilangan Marina Yulia Ningsih

10. Puskesmas Belimbing Asmara Juwita

11. Puskesmas Lubuk Buaya Eliya Munir

12. Puskesmas Padang Pasir Evagymnora

13. Puskesmas Air Dingin Devi Oktavianti

14. Puskesmas Pemancungan Mira Fitriani

15. Puskesmas Lapai Ariza Darani

16. Puskesmas Air Tawar Sofiarni

17. Puskesmas Ulak Karang Elvi Yanti

18. Puskesmas Pauh Destia Ningrum

19. Puskesmas Andalas Irdawati

20. Puskesmas Ambacang Surya

21. Puskesmas Anak Air Elminar

22. Puskesmas Lubuk Begalung Ratih Karmila Sari

23. Puskesmas Pegambiran Sonya Febmirria

Sumber: Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Padang


Tabel HASIL KEGIATAN.5 Pembagian Tugas Petugas Surveilans Dinas
Kesehatan Kota Padang di Rumah Sakit se-Kota Padang
No Nama Petugas DKK Rumah Sakit SARS
1. Nelfrides RSUP DR.M.Djamil Yelly Martini
2. Nelfrides RS Aisyiyah Nirmala Sari
3. Nelfrides RS CBMC Miranda
4. Trisnawati RS Dr. Rasidin Helmida Dariar
5. Trisnawati RS Siti Rahmah Wahyuni
6. Trisnawati RS Ibnu Sina Anggia Febria
7. Fifien Aulina RS Dr, Reksodiwiryo Roni Zulfitra
8. Fifien Aulina RS Yos Sudarso Tetti Rahmayuni
9. Musfidarti RS Bhayangkara Rini Anggraini
10. Musfidarti RS Selaguri Rahma
68

11. Musfidarti Semen Padang Hospital Rahzan


Sumber: Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Padang

3.4.3 Pelaksanaan Surveilans DBD


1. Pengumpulan dan Pencatatan Data
Pengumpulan data kasus DBD dilakukan secara aktif dan pasif.
Pengumpulan secara pasif yaitu dari laporan puskesmas, unit pelayanan
kesehatan lain dan masyarakat dalam bentuk format laporan mingguan (W2),
dan laporan KLB (W1). Sedangkan pengumpulan secara aktif, yaitu didapatkan
dari pencarian kasus di rumah sakit pemerintah maupun swasta dengan form
laporan KD/RS-DBD, Laporan STP (Sistem Terpadu Penyakit). Pada saat
petugas terkendala ke rumah sakit, maka pengumpulan data kasus DBD juga
bisa berbentuk pasif yaitu pelaporan menggunakan group Whats Up.
Pelacakan kasus DBD ke rumah sakit menggunakan buku SARS
DKK Padang. Dalam buku ini petugas surveilans mencatat semua kasus
penyakit menular, tidak hanya kasus DBD. Informasi yang dicatat di dalam
buku tersebut yaitu :
a. Tanggal data dibuat
b. Nama rumah sakit
c. Nama penderita
d. Jenis kelamin
e. Umur
f. Nama orang tua
g. Alamat
h. Diagnosa
i. Hasil laboratorium
Pelaporan kasus mingguan dilaporkan ke DKK Padang oleh petugas
surveilans puskesmas setiap hari senin dan paling lambat hari selasa melalui send
message (SMS) dengan format sebagai berikut :

Contoh penulisan SMS: 2,pusk alai,C10,B15,H3,T4,X110, artinya:


Minggu epidemiologi ke 2, nama unit pelapor adalah pustu sukoharjo, jumlah
kasus tersangka Demam Dengue=10, jumlah kasus malaria =15, jumlah kasus
tersangka Chikungunya = 3, jumlah kasus klaster penyakit yang tidak lazim = 4,
Jumlah kunjungan = 110
69

2. Pengolahan dan analisis data


Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan dan analisis
data kasus DBD oleh pemegang program DBD DKK Padang setiap bulan
dengan menggunakan sistem komputer yaitu software microsoft excel.
Pengolahan dan analisis data surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang
menghasilkan data epidemiologi berdasarkan tempat, orang dan waktu.
a. Analisis data menurut orang
Analisa kasus DBD menurut orang dapat dilihat dari
distribusi jenis kelamin dan kelompok umur. Berdasarkan jenis kelamin,
persentase kasus DBD hampir sama yaitu perempuan (52%) dan laki-laki
(48%). (Uraian lebih jelas dapat dilihat pada grafik 3.5).

Gambar HASIL KEGIATAN.6 Jumlah Kasus DBD Menurut Jenis


Kelamin di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016
Berdasarkan kelompok umur, kasus DBD paling banyak ditemukan
pada umur 10-14 tahun, tetapi untuk kasus kematian paling banyak pada
kelompok umur 5-9 tahun. (Uraian lebih jelas dapat dilihat pada grafik
3.6).
70

Gambar HASIL KEGIATAN.7 Jumlah Kasus DBD Menurut Kelompok


Umur di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016
b. Analisis data menurut tempat
Berdasarkan tempat, jumlah kasus DBD terbanyak adalah di
wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya yaitu 118 kasus, sedangkan jumlah
kasus sedikit di Puskesmas Pemancungan sebanyak 4 kasus. Kemudian
untuk angka kematian, jumlah kasus kematian terbanyak adalah berada di
wilayah kerja Puskesmas Andalas yaitu 3 orang.
71

Gambar HASIL KEGIATAN.8 Jumlah Kasus DBD Menurut


Puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016

Insiden rate kasus DBD di Kota Padang tahun 2016 adalah 99, 56
per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian (CFR) DBD yaitu
1,2%. Puskesmas dengan insiden tertinggi adalah Puskesmas Air Dingin
yaitu 205 per 100.000 penduduk. Kemudian puskesmas dengan CFR
tertinggi adalah Puskesmas Lubuk Kilangan yaitu 5%. Gambaran lebih
lengkap dapat dilihat pada grafik 3.8.
72

Gambar HASIL KEGIATAN.9 Insiden Rate dan Case Fatality Rate


Kasus DBD Menurut Puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Padang
Tahun 2016

c. Analisis data menurut waktu


Analisa kasus DBD menurut waktu dapat dilihat dari bulan dan
tahun. Kasus DBD menurut bulan dari tahun 2014 sampai 2016 memiliki
pola yang sama yaitu mengalami peningkatan kasus pada bulan Maret,
dan mengalami penurunan pada bulan April. Pola kasus DBD pada tahun
2015 dan 2016 adalah sama, yaitu mengalami peningkatan kasus pada
bulan Agustus, penurunan pada bulan September, lalu mengalami
peningkatan kembali sampai sampai akhir tahun. Sedangkan pada tahun
2014 mengalami penurunan kasus di akhir tahun. Gambaran lebih lengkap
dapat dilihat pada grafik 3.9.
73

Gambar HASIL KEGIATAN.10 Perbandingan Kasus DBD per Bulan


di Kota Padang Tahun 2014-2016
Berdasarkan tahun, kasus DBD mengalami fluktuasi yaitu
mengalami peningkatan kasus pada tahun 2012, penurunan kasus pada
tahun 2013 dan 2014, peningkatan kasus pada tahun 2015 dan kemudian
penurunan kasus pada tahun 2016. Angka kematian dari tahun 2011-2015
tidak mengalami peningkatan yang signifikan, namun pada tahun 2016
angka kematian DBD sangat tinggi yaitu dengan CFR 1,2%

Grafik HASIL KEGIATAN.11 Trend Kasus DBD di Kota Padang


Tahun 2011-2016
74

3. Penyebaran data
Penyebaran data DBD dilakukan setiap minggu kepada
pemegang program DBD DKK Padang. Selain itu data DBD juga disebarkan
kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan kepada petugas
surveilans setiap puskesmas.
4. Umpan Balik
Dinas Kesehatan Kota Padang memberikan umpan balik berupa
ringkasan laporan dan permintaan perbaikan data kepada rumah sakit maupun
puskesmas. Selain itu umpan balik juga berupa buletin, tetapi buletin hanya
diterbitkan 1 kali setahun. Umpan balik berupa penugasan Penyelidikan
Epidemiologi (PE) kepada petugas surveilans puskesmas tidak dilakukan.
Apabila kasus DBD di suatu wilayah kerja puskesmas diketahui terlebih
dahulu oleh petugas surveilans puskesmas tersebut, maka Penyelidikan
Epidemiologi (PE) langsung dilakukan ke rumah penderita tanpa adanya
perintah dari petugas surveilans DKK Padang. Tetapi apabila kasus DBD
diketahui terlebih dahulu oleh petugas DKK, maka baru adanya penugasan
kepada puskesmas untuk melakukan PE kepada rumah penderita.
5. Pencapaian Surveilans DBD
a) Kelengkapan Laporan
Berdasarkan Provinsi Sumatera Barat, persentase kelengkapan pengiriman
laporan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota Padang adalah 99%.
Kelengkapan laporan paling tinggi adalah Kota Pariaman (100%) dan
Kabupaten Sijunjung (100%). Sedangkan kelengkapan laporan yang
paling rendah adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu 15%.
75

Gambar HASIL KEGIATAN.12 Kelengkapan Laporan Puskesmas


Menurut Kabupaten di Provinsi Sumbar Tahun 2016
b) Ketepatan Laporan
Berdasarkan Provinsi Sumatera Barat, persentase ketepatan pengiriman
laporan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota Padang adalah 84%.
Ketepatan laporan paling tinggi adalah Kota Tanah Datar (100%).
Sedangkan kelengkapan laporan yang paling rendah adalah Kabupaten
Pasaman yaitu 4%.

Gambar HASIL KEGIATAN.13 Kelengkapan Laporan Puskesmas


Menurut Kabupaten di Provinsi Sumbar Tahun 2016
76

c) Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel,


grafik, mapping)
Distribusi kasus sudah ditampilkan per kelurahan dalam bentuk grafik, tapi
belum dibuat mapping (pemetaan)
d) Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota
Kasus DBD di Kota Padang sudah disajikan menurut bulan, sehingga
dapat melihat musim penularan DBD.
e) Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota
Penyajian kasus DBD sudah ditampilkan dalam 5 tahun terakhir sehingga
dapat melihat trend kejadian DBD setiap tahun.
f) Tersedia data demografi dan geografi kabupaten/kota.
Sudah tersedianya data geografi (letak dan batas wilayah, curah hujan,
temperatur), data demografi (jumlah penduduk) Kota Padang tahun 2016.
Data ini akan diperlukan dalam pengolahan data surveilans yaitu dalam
menghitung insiden rate.

3.4.4 Monitoring dan Evaluasi Surveilans DBD


Monitoring surveilans DBD dilakukan secara rutin melalui analisis data
laporan bulanan DBD. Kegiatan monitoring yang dilakukan yaitu turun ke
lapangan untuk melihat kondisi rumah sasaran dan merencanakan tindakan yang
bisa dilakukan. Evaluasi surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang tahun
2016 dilakukan sebanyak 1 kali dalam setahun dalam bentuk pertemuan dengan
petugas surveilans dan pemegang program DBD setiap Puskesmas. Kemudian
evaluasi juga dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis ke masing-masing
Puskesmas dengan kegiatan mengkoreksi laporan serta memberikan pengarahan
kepada petugas surveilans.
.
77

BAB 4 : PEMBAHASAN

4.1 Perencanaan Surveilans DBD


Perencanaan surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang dilakukan
secara bertingkat mulai dari perencanaan yang disusun oleh Puskesmas dan
direkap oleh Dinas Kesehatan Kota Padang. Perencanaan dari puskesmas dibuat
berdasarkan situasi dan kondisi wilayah kerja puskesmas dan masalah yang
ditemukan sebelumnya. Perencanaan memenuhi unsur-unsur perencanaan berupa
input, proses dan output. Perencanaan Surveilans DBD dimulai dari penetapan
dari segi man (manusia), money (dana), matherial, machine, dan method
(metode) sebagai input perencanaan sesuai dengan kebutuhan surveilans DBD.
a. Man
Sumber daya manusia yang berperan dalam surveilans DBD di
Dinas Kesehatan Kota Padang adalah satu orang Kepala Bidang Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit, satu orang Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi,
4 orang staf surveilans. Petugas surveilans di DKK sudah sesuai dengan
indikator tenaga sistem surveilans kesehatan yaitu terdiri dari 1 tenaga
epidemiologi S2, 2 tenaga epidemiologi ahli (S1), dan 1 tenaga dokter umum.
Sedangkan di Puskesmas SDM surveilans adalah sebagian besar perawat dan
bidan, hal ini tidak sesuai dengan indikator tenaga surveilans kesehatan tingkat
puskesmas, yaitu terdiri dari 1 tenaga epidemiologi terampil. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kinerja surveilans. Dalam menjalankan PE DBD di
Puskesmas petugas surveilans turun ke lapangan dengan tenaga kesling, dan
tenaga promosi kesehatan.
b. Money
Sumber dana untuk kegiatan surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota
Padang sudah digunakan sesuai pedoman yaitu dari APBD Kota Padang.
Sedangkan sumber dana di Puskesmas berasak dari Biaya Operasional
Kesehatan (BOK).
c. Matherial

77
78

Material yang digunakan di Dinas Kesehatan Kota Padang adalah


paket formulir dan buku pencatatan SARS. Paket formulir yang tersedia yaitu
form laporan mingguan (W2), laporan bulanan DBD (K-DBD, laporan KLB
DBD (W1), formulir DP-DBD, form laporan KD/RS-DBD, dan Laporan STP
(Sistem Terpadu Penyakit). Petugas surveilans di DKK Padang membuat
buku catatan pelacakan kasus agar data kasus dapat tercatat dan terarsup
dengan baik.
Menurut Ditjen PP dan PL Kemenkes RI tahun 2011, formulir
pelaporan surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kab/Kota terdiri dari DP-
DBD, form KDRS, form K-DBD, form W1 dan form W2. Formulir DP-DBD
digunakan untuk laporan data perorangan penderita DD, DBD, SSD yang
disampaikan tiap bulan. Formulir KD-RS merupakan formulir dari dinas
kesehatan kabupaten/kota yang diberikan kepada rumah sakit dan diisi oleh
pihak rumah sakit yang digunakan untuk tindakan penanggulangan. Formulir
K-DBD berisi jumlah penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa
kegiatan pokok pemberantasan setiap bulan yang dilaporkan ke dinas
kesehatan provinsi. Formulir W1 digunakan apabila terjadi KLB DBD yang
harus segera dilaporkan ke dinas kesehatan provinsi. Formulir W2 merupakan
laporan mingguan yang berisi jumlah penderita DBD dan SSD setiap minggu
menurut kecamatan yang disampaikan ke dinas kesehatan provinsi.
Petugas surveilans DKK Padang tidak lagi menggunakan formulir
dalam pengumpulan data DBD ke rumah sakit, tetapi menggunakan buku
SARS DKK Padang. Buku tersebut tidak hanya khusus mencatat kasus DBD,
tetapi seluruh penyakit menular yang ditemukan. Petugas surveilans DKK
Padang menyatakan bahwa menggunakan formulit tidak efektif, yaitu
diperbanyak sebanyak ada kasus. Hal ini tidak sejalan dengan Ditjen PP dan
PL Kemenkes RI tahun 2011, bahwa pelacakan kasus ke rumah sakit
menggunakan formulir KD/RS-DBD.

d. Methode
Metode yang dilakukan dalam pencarian kasus DBD di Dinas
Kesehatan Kota Padang dilakukan secara aktif dan pasif. Pencarian kasus dari
79

laporan dari puskesmas, unit pelayanan kesehatan lain (balai pengobatan,


poliklinik, dokter, praktek swasta), dan laporan masyarakat. Sedangkan
surveilans Aktif kasus DBD didapatkan dari pencarian kasus oleh petugas
surveilans di rumah sakit pemerintah maupun swasta yaitu berjumlah 11
rumah sakit di Kota Padang. Pengumpulan data dari rumah sakit juga bisa
berbentuk pasif apabila petugas surveilans terkendala ke rumah sakit, yaitu
pelaporan kasus DBD menggunakan group Whats Up.
Pengumpulan data yang dilakukan DKK Padang sesuai dengan
Depkes RI (2003) bahwa dapat dilakukan dengan cara surveilans aktif dan
surveilans pasif. Sedangkan Laporan suspect DBD dilaporkan secara online
oleh petugas puskesmas ke website SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan
Respon). Di dalam website SKDR ini dapat kita lihat bagaimana
perkembangan suspect DBD pada masing-masing puskesmas, dapat
memberikan peringatan dini (allert) serta pemberitahuan adanya KLB.
Data kasus DBD yang telah dikumpulkan per minggu dilaporkan oleh
staf kepada Kasi Surveilans dan Imunisasi. Kasi surveilans dan Imunisasi
melaporkan data hasil pelacakan DBD kepada Kepala Bidang Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit dan kepada pemegang program DBD untuk dapat
menindaklanjuti penanggulangan kasus DBD seperti fogging fokus,
pemberantasan sarang nyamuk, pemberian bubuk larvasida, survei jentik
nyamuk, dan penyuluhan yang bekerja sama dengan seksi promosi kesehatan
e. Machine
Alat yang digunakan agar kegiatan surveilans epidemiologi Dinas
Kesehatan Kota Padang berjalan lancar yaitu perangkat komputer, program
Ms. Office, ATK (bulpoin, pensil, penggaris, kertas HVS, stempel, penjepit
kertas), kendaraan, telepon dan kamera. Menurut Dirjen PP dan PL tahun
2003 tentang Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP) perangkat komputer
untuk program surveilans terdiri dari: perangkat komputer/laptop, printer,
kertas HVS, program Ms. Office dan Epi map/ Epi info. Epi Info memberikan
kemudahan dalam penyusunan basis data, pemasukan data, analisis statistik,
serta pembuatan peta dan grafik. Dinas Kesehatan Kota Padang belum
80

menggunakan sofrware Epi info sehingga tidak tersedia data endemisitas


dalam bentuk mapping.
Dinas Kesehatan Kota Padang melakukan rapat untuk membuat
perencanaan dinas yang mengacu kepada SPM. Kemudian dilakukan rapat di
tingkat dinas untuk membuat perencanaan dinas yang mengacu kepada SPM.
Hasil rapat/pembahasan tentang rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Dinas Kesehatan Kota
Padang. Selanjutnya, RKA dilakukan pembahasan oleh Tim Anggaran Pendapatan
Daerah (TAPD). Kemudian dibahas ditingkat DPRD Komisi IV urusan kesehatan.
Setelah RKA disahkan/disetujui maka rencana kegiatan surveilans diare
dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Selanjutnya kegiatan
yang ada di DPA dituangkan dalam Plan Of Action (POA) bulanan Dinas
Kesehatan Kota Padang.
Perencanaan yang disusun pada surveilans DBD secara umum sudah
sesuai dengan teori yang ada, yaitu dimulai dari identifikasi masalah hingga
menyusun Rencana Keja Angaran (RKA). Dilihat dari proses penetapan
perencanaan sistem surveilans DBD di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Padang menggunakan metode perencanaan sistem gabungan yaitu perencanaan
yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan program yang diinginkan
oleh masyarakat yang merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dan
juga masyarakat sehingga peran masing-masingnya saling berkaitan. Perencanaan
sueveilans DBD DKK Padang bersifat kontinyu. Perencanaan bersifat kontinyu
artinya perencanaan harus terus menerus dibuat dan perlu ditinjau kembali guna
perbaikan-perbaikan pada pelaksanaan waktu berikutnya dan disesuaikan dengan
perkembangan situasi dan kondisi masyarakat, pemerintah dan negara.
Perencanaan DBD Kota Padang merupakan perencaanaan jangka pendek yaitu
perencanaan dengan jangka waktu 1 tahun atau yang disebut perencanaan
operasional tahunan.
4.2 Pengorganisasian Surveilans DBD
Program surveilans DBD merupakan bagian dari program surveilans dan
imunisasi. Program surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang di pegang
81

oleh seorang penanggung jawab program yaitu Nelfides, SKM dan dibantu oleh
tiga staf seksi surveilans dan imunisasi. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh
petugas puskesmas yang berupa tim yang terdiri dokter, perawat, bidan, dan
tenaga surveilans, tenaga kesling dan promkes.
Dilihat dari alur pengorganisasian sistem surveilans DBD di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Padang menggunakan metode pengorganisasian lini dan
staf yaitu Maksudnya peranan staff tidak hanya terbatas pada pemberian nasehat
tetapi juga diberikan tanggung jawab melaksanakan kegiatan tertentu. Bantuan
yang diharapkan dari staff tidak hanya pemikiran saja, tetapi juga telah
menyangkut pelaksanaannya. Keuntungannya adalah keputusan yang diambil
lebih baik karena telah dipikirkan oleh sejumlah orang, tanggung jawab pimpinan
berkurang dan karena itu lebih memusatkan perhatian pada masalah yang lebih
penting, pengembangan bakat dilakukan sehingga mendorong disiplin dan
tanggung jawab kerja yang lebih tinggi.
Pembagian tugas petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota Padang dalam
pencarian kasus secara aktif ke rumah sakit sudah dibagi pada masing-masing
rumah sakit yang ada di Kota Padang. Adanya petugas surveilans yang bekerja
rangkap yaitu penangggug jawab program imunisasi dan program kesehatan haji.
Hal ini akan membuat kurang maksimalnya kerja petugas pada kegiatan
surveilans penyakit menular. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Frans (2010)
bahwa petugas mengerjakan tugas rangkap, hal ini membuat kegiatan surveilans
tidak sesuai dengan semestinya dan menyebabkan waktu mereka menjadi terbagi
sehingga menyebabkan pelaksanaan semua komponen dari sistem surveilans
mejadi kurang optimal.
Pelaporan adanya kasus DBD bersifat bottom up. Kasus DBD dilaporkan
dari puskesmas ke staf penanggungjawab program surveilans DBD, staf
penanggungjawab program surveilans DBD ke surveilans dan imunisasi, dan
kabid pencegahan dan pngendalian penyakit. Kemudian kabid pencegahan dan
pengendalian penyakit memberikan intruksi kepada Kasi Surveilans dan staf
penanggungjawab untuk melakukan validasi laporan ke lapangan yang
didampingi oleh petugas Puskesmas yang berada di wilayah kerja tersebut.
82

4.3 Pelaksanaan Surveilans DBD


Pelaksanaan surveilans DBD di DKK Padang dinilai dari aspek
pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data serta
diseminasi informasi adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam pengumpulan data kasus DBD di
DKK Padang adalah laporan mingguan dari puskesmas (W2), laporan bulanan
DBD (K-DBD, laporan KLB DBD (W1), form laporan KD/RS-DBD untuk
pelaporan kasus DBD dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan dari Rumah
Sakit, dan Laporan STP (Sistem Terpadu Penyakit). Petugas surveilans di DKK
Padang membuat buku catatan pelacakan kasus karena menggunakan form tidak
efektif. Sumber data dan format yang digunakan sudah berdasarkan Dirjen PP dan
PL Kementerian Kesehatan RI.
Pengumpulan data surveilans DBD dilakukan secara aktif dan pasif.
Pengumpulan secara pasif yaitu dari laporan puskesmas unit pelayanan kesehatan
lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter, praktek swasta), dan laporan
masyarakat. Kasus DBD di puskesmas didapatkan dari pasien yang berobat ke
puskesmas dengan pemeriksaan laboratorium, laporan pasien dari rumah sakit
dengan membawa hasil labor. Sedangkan secara aktif, kasus DBD didapatkan dari
pencarian kasus oleh petugas surveilans di rumah sakit pemerintah maupun swasta
yaitu berjumlah 11 rumah sakit di Kota Padang. Apabila petugas surveilans DKK
Padang terkendala pencarian kasus ke rumah sakit, maka pelaporan dapat bersifat
pasif yaitu menggunakan group Whats Up. Sedangkan untuk suspect DBD, setiap
puskesmas melaporkan secara online ke website SKDR. Pengumpulan data yang
dilakukan di DDK Padang sudah sesui dengan Dirjen P2M dan PL Depkes RI
(2003) dan Amiruddin (2012) bahwa pengumpulan data surveilans dapat
dilakukan secara aktif dan pasif.
Pencatatan kasus DBD di puskesmas Kota Padang belum berjalan
dengan baik yaitu masih adanya pencatatan alamat penderita yang tidak lengkap.
Hal ini akan menyulitkan pemegang program DBD DKK untuk melakukan
83

tindakan penanggulangan seperti fonggig focus. Kemudian pencatatan kasus dari


rumah sakit juga belum baik. Petugas puskesmas hanya mengandalkan pencatatan
data dari DKK Padang. Sebaiknya setiap puskesmas mengetahui kasus di wilayah
kerjanya. Jadi setelah Petugas puskesmas merujuk pasien tersangka DBD ke
rumah sakit, puskesmas harus meminta data hasil labor dari Rumah Sakit lalu
melaporkan ke DKK. Pemegang program DBD di DKK Padang bertugas dalam
meregister data, yaitu menyesuaikan data antara laporan puskesmas dengan data
yang diterima dari rumah sakit. Pada tahun 2016 terjadi ketidakcocokan jumlah
kasus DBD di pemegang program DBD dengan data dari tenaga surveilans. Hal
ini disebabkan karena adanya kasus yang double tercatat. Berdasarkan Dirjen dan
PP Kemenkes RI (2011) diperlukan kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan
yang berulang untuk pasien yang sama, misalnya antara tersangka DBD dan
penderita DBD selama proses perawatan dan antara penderita DBD yang
dilaporkan RS dengan yang dilaporkan oleh puskesmas, sehingga perlu
penyesuaian data.

b. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan oleh petugas surveilans DKK Padang yang di
laporkan oleh puskesmas sesuai dengan format yang telah ditentukan. Pengolahan
menggunakan softwere aplikasi pengolahan data Mc. Excel .Penggunaan
komputer dapat memudahkan dalam menganalisis data surveilans. Pengolahan
data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik menurut daerah
puskesmas/kecamatan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, menurut
orang dan tempat serta di interpretasikan. Namun pada pengolahan data yang di
olah hanya menurut tempat dan waktu saja, sedangkan menurut variabel orang
yaitu jenis kelamin dan kelompok umur tidak dijabarkan.
Menurut Permenkes No.45 Tahun 2014 dinyatakan hasil pengolahan dapat
berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin,
tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut
disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan
proporsi). Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik
84

suatu penyakit dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil
olahan data dalam bentuk yang informatif, dan menarik. Hal ini akan
membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang disajikan.

c. Analisis dan Interpretasi Data


Data kasus DBD yang sudah diolah dan ditampilkan menurut tabel dan
grafik harus dilakukan analisis.Analisis data surveilans yang digunakan adalah
pendekatan desktiptif dengan determinan epidemiologi, yaitu orang, tempat
dan waktu. Analisis data dilakukan sejak membuat tabulasi data dari laporan
puskesmas, sehingga adanya suatu kelainan yang terjadi di wilayah kerja kita
dapat segera diketahui dilakukan tindakan pencegahan. Analisis bertujuan untuk
melihat pola penyakit apakah mengalami peningkatan atau peningkatan,
mengetahui tempat dan waktu persebaran penyakit tertinggi.
Penyajian kasus DBD sudah digambarkan dalam bentuk grafik, namun
belum diintrepestasikan secara tepat. Gambaran peningkatan kasus tidak bisa
dilihat dari jumlah kasus tapi dilihat dari Insiden rate. Semua grafik yang
ditampilkan belum memberikan informasi secara lengkap.

d. Diseminasi Informasi
Hasil analisa dan interpretasi data disebarluaskan pada unit-unit yang
berkepentingan agar dapat digunakan untuk perencanaan tindak lanjut. Data
diinterpretasikan dengan membandingkan data tahunan pada kegiatan evaluasi
tingkat kota yang dilakukan setiap dua kali dalam setahun.
Diseminasi Informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun kebawah.
Data/informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans
epidemiologi penyakit disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan
tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan,
pusat-pusat penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring
surveilans epidemiologi agar diketahui terjadinya peningkatan atau penurunan
kasus.
85

Dinas Kesehatan Kota Padang menyebarluaskan data/informasi kasus


DBD kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan kepada puskesmas
agar puskesmas dapat melakukan pengecekan dan pencocokan data. Cara
diseminasi informasi dilakukan melalui seminar atau pertemuan DBD dengan
mengundang pemegang surveilans, pemegang program serta lintas program dan
lintas sektor terkait. DKK Padang juga menyebarluaskan informasi surveilans
DBD melalui buletin tahunan, Sedangkan untuk buletin bulanan belum dibuat.
Sehingga dalam proses diseminasi tidak hanya ditujukan pada Dinas Kesehatan
Kota maupun Dinas Kesehatan Propinsi saja, tetapi juga pada masyarakat yang
kemudian bersama-sama membuat suatu program perencanaan dalam
menurunkan kasus penyakit menular.

4.4 Monitoring dan Evaluasi Surveilans DBD


Monitoring surveilans DBD dilakukan secara rutin melalui analisis data
laporan bulanan DBD. Kegiatan monitoring yang dilakukan yaitu turun ke
lapangan untuk melihat kondisi rumah sasaran dan merencanakan tindakan yang
bisa dilakukan. Evaluasi surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang tahun
2016 belum dilakukan secara maksimal, yaitu hanya dilakukan sebanyak 1 kali
dalam setahun. Berdasarkan Permenkes Dirjen PP dan PL Kemenkes RI (2011)
evaluasi dilakukan minimal 2 kali dalam 1 tahun.
Pelaporan kasus DBD harus dilaporkan ke DKK dalam 2x24 jam setelah
diagnosis ditegakkan. Untuk mempermudah pelaporan diperlukan aplikasi yang
update sehingga pelaporan kasus DBD dilaporkan secara cepat. Pelaporan kasus
DBD sudah dilaporkan secara bertingkat yaitu dari puskesmas, rumah Sakit, unit
pelayanan kesehatan lain, dan laporan masyarakat ke petugas surveilans DKK.
Kemudian staff surveilans melaporkan ke Kasi surveilans dan pemegang program
DBD untuk ditindaklanjuti. Kasi Surveilans akan melaporkan ke Kabid P2P. Data
Selanjutnya Kabid P2P akan memerintahkan kegiatan fogging fokus sesuai protab
yang dikoordinir oleh pemegang program DKK, melakukan kegiatan PE
(Penyelidikan Epidemiologi), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), survei
86

jentik nyamuk, dan pemberian bubuk larvasida yang dilakukan oleh petugas
puskesmas.
Evaluasi surveilans dan program DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang
bertujuan untuk mengetahui hasil, pencapaian target, dan untuk merencanakan
kegiatan pada tahun yang akan datang. Pada tahu 2016 terdapat jumlah kasus
sebanyak 911 kasus dengan IR 99,56 per 100.000 penduduk dan CFR 1,2%.
Meskipun mengalami penurunan kasus dari tahun sebelumnya, tetapi angka
kematian DBD mengalami peningkatan dan melewati target yaitu CFR<1%. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, keterlambatan pasien untuk
mengakses pelayanan kesehatan karena menganggap hanya demam biasa,
ketidaktahuan pasien atau keluarga serta kemampuan ekonomi karena butuh biaya
untuk perawatan. Rencana yang akan dilakukan adalah meningkatkan promosi
kesehatan tentang DBD serta penatalaksanaannya serta meningkatkan keterlibatan
lintasan sektor baik tingkat kota, kecamatan, kelurahan bahkan RT dan RW dalam
mengatasi penyakit DBD.
Pelaporan untuk suspect DBD dilakukan secara online yaitu melalui
sistem SKDR yang dapat diakses oleh siapa saja. Di dalam SKDR adanya
pemberitahuan allert dini (peringatan dini), pemberitahuan KLB sehingga petugas
kesehatan dapat mengambil kebijakan dengan cepat dan tepat mengatasi kasus
DBD. Apabila terjadi KLB petugas DKK Padang dan petugas puskesmas turun
kelapangan dengan melakukan kegiatan PE, fooging fokus, PSN, pemberian
bubuk larvasida, dan survei jentik nyamuk di tempat kasus terjadi.
Indikator keberhasilan kinerja program surveilans DBD dapat dilihat dari
kelengkapan dan ketepatan laporan puskesmas, persentase laporan KD-RS,
tersedia data endemisitas (tabel, grafik, mapping), dapat menentukan musim
penularan dan trend penyakit. Kelengkapan dan ketepatan laporan puskesmas ke
DKK Kota Padang sudah mencapai target yaitu 80%. Kelengkapan laporan
puskesmas Kota Padang adalah 90 %, sedangkan ketepatan laporan yaitu 84%.
Tetapi untuk mapping (pemetaaan) belum dibuat oleh DKK Padang. Mapping
dilakukan untuk melihat persebaran penyakit pada kecamatan maupun pada
wilayah kerja puskesmas secara detail.
87

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diperoleh beberapa kesimpulan
yaitu:
1. Dinas Kesehatan Kota Padang merupakan pengelola Sistem Kesehatan
Nasional Tingkat Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Jumlah penduduk Kota Padang tahun 2016 adalah 914.968 jiwa yang
terdiri dari 11 kecamatan dan 104 kelurahan. Jumlah Puskesmas yang
berada di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Padang adalah 22 Puskesmas
dengan total tenaga kesehatan sebanyak 1.008 orang.
2. Seksi Surveilans dan imunisasi merupakan seksi yang berada di bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, bertugas melakukan kegiatan
kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa, penyelidikan kasus yang
berpotensi wabah, dan penanggulangan kejadan luar biasa untuk
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian, terutama kasus DBD.
3. Perencanaan surveilans DBD dirancang dengan sistem pendekatan input
dengan unsur 5M (man, material, methode, machine, money), proses dan
output. Perencanaan dilakukan secara bertingkat mulai dari Puskesmas
kemudian perencanaan akan direkap oleh Dinas Kesehatan Kota Padang.
Perencanaan bersifat kontinyu dan merupakan perencanaan jangka pendek
yaitu dalam jangka waktu 1 tahun atau yang disebut perencanaan
operasional tahunan.
4. Pengorganisasian surveilans DBD dipimpin oleh penanggungjawab
surveilans berkoordinasi dengan Kasi Surveilans dan Kepala Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit serta di lapangan dibantu oleh
Petugas Puskesmas. Petugas surveilans di puskesmas sebagian besar
adalah perawat dan bidan. Pembagian tugas Surveilans di Dinas Kesehatan

87
88

Kota Padang belum maksimal, yaitu adanya petugas yang merangkap


jabatan.
5. Pelaksanaan surveilans DBD tahun 2016 sesuai dengan perencanaan yang
yang telah dibuat berdasakan RKA yang mengacu kepada SPM.
Pengumpulan data dilakukan secara aktif dan Pasif. Pencatatan kasus DBD
belum lengkap dan belum berjalan dengan baik, yaitu adanya
ketidaksesuaian data jumlah kasus DBD dari petugas surveilans dengan
data dari pemegang program DBD Dinas Kesehatan Kota Padang. Data
yang telah dikumpulkan diolah ke dalam microsoft excel dan menghasilkan
data epidemiologi DBD berdasarkan tempat dan waktu.
6. Monitoring surveilans DBD dilakukan setiap bulanan dengan menganalisis
laporan harian dan bulanan DBD dan evaluasi dilakukan sebanyak 1 kali
dalam setahun dalam bentuk pertemuan dengan petugas surveilans
Puskesmas.

5.2 Saran
Adapun saran dari kegiatan magang di Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar
sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Padang untuk menempatkan
petugas surveilans yang ahli dalam epidemilogi yaitu lulusan S1 dan S2
epidemiologi dan pembagian tugas yang merata serta tidak merangkap
jabatan agar pelaksanaan surveilans dapat berjalan dengan benar dan tepat.
2. Diharapkan kepada petugas surveilans untuk melakukan pencatatan kasus
DBD yang lengkap terutama alamat lengkap penderita sehingga
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dapat dilakukan secara
optimal dan menyeluruh.
3. Diharapkan kepada pemegang program DBD Dinas Kesehatan Kota
Padang untuk melakukan penyesuaian data kasus DBD dari laporan rumah
sakit dengan laporan dari puskesmas agar tidak terjadi kasus yang tercatat
double.
4. Diharapkan kepada pemegang program DBD dalam penyajian data tidak
hanya menampilkan kasus DBD berdasarkan variabel orang dan tempat,
tetapi juga menampilkan variabel waktu.
89

5. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Padang agar penempatan


mahasiswa untuk periode selanjutnya, pada minggu ke-3 di tempattkan
sesuai fokus magang, guna untuk lebih mendalami topik yang diambil.
92

DAFTAR PUSTAKA
93

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Hadir Peseta Program Magang


94
95

Lampiran 2 : Laporan Kegiatan Magang

LAPORAN KEGIATAN MAGANG


Tahun Ajaran 2016/2017

Nama : Roma Yuliana


No BP : 1311211109
Instansi : Dinas Kesehatan Kota Padang
Bagian/unit :
Minggu ke-1 : Seksi P2M dan P2PTM di Bidang P2P
Minggu ke-2 : Seksi Kesling di Bidang Kesehatan Masyarakat
Minggu ke-3 : Seksi SDMK dan Jamkes di bidang SDK
Minggu ke-4 : Seksi Fasilitas Yankes dan Peningkatan Mutu
di Bidang Yankes

No Tanggal Rincian Kegiatan Status


(what, where, when, how) pekerjaan

MINGGU I
1 20-02-2017 1. Orientasi dari Kabid
Pengembangan SDM Dinas
Kesehatan Kota Padang
2. Penempatan dan perkenalan di
Seksi P2M Bidang P2P
3. Mempelajari profil kesehatan
kota padang tahun 2015

2 21-02-2017 1. Membantu administrasi surat-


menyurat di Seksi P2M
2. Mempelajari laporan tahunan
Seksi P2M tahun 2016
3. Membantu mengarsipkan
dokumen
4. Membantu kegiatan administrasi
3 22-02-2017 1. Mengikuti kegiatan fogging
fokus di Minahasa I, II, III, dan
96

IV Kelurahan Jati
2. Menganalisis kasus DBD dari
tahun 2014-2016

4 23-02-2017 1. Menyusun dokumen check list


bukti pelaksanaan tugas fogging
focus
2. Membantu pencatatan kasus
DBD di buku register DBD
tahun 2017
3. Pembuatan surat
balasan/klasifikasi ombudsman
terkait pelaporan adanya
maladministrasi kasus DBD di
Koran Haluan Padang

5 24-02-2017 1. Wirid bersama pegawai instantsi


pemerintahan di Balai Kota
Padang
2. Melakukan pencatatan daftar
kesediaan vaksin BOPV di
Puskesmas Kota Padang
3. Pencatatan data SARS Kota
Padang

MINGGU II

1. 27-02-2017 1. Perkenalan dengan Kasi Kesling


beserta staff
2. Membantu menginput data
tentang TTU dan TPM per
Puskesmas Kota Padang bulan
februari 2017
3. Menyusun rekapan SPJ
4. Mengikuti pertemuan
pencegahan dan penanggulangan
DBD di Kota Padang yang
dilaksanakan oleh seksi P2M dan
dihadiri oleh seluruh pemegang
program DBD di Puskesmas
Kota Padang.
5. Pengantaran dokumen ke
97

laboratorium di DKK.

2. . 28-02-2017 1. Membantu kegiatan seminar


nasional STR gizi dalam hal
register peserta, dokumentasi dan
pembagian konsumsi. Kegiatan
ini dilakukan di Aula DKK
Padang yang diikuti oleh ± 50
peserta yang merupakan petugas
gizi puskesmas baik di dalam
maupun diluar Kota Padang.
2. Menyusun rekapan SPJ
3. Mempelajari laporan kesling
tahun 2015
3. 01-03-2017 1. Senam bersama dengan pegawai
DKK padang
2. Mendokumentasikan
pemasangan poster STOP BABS
di DKK Padang
3. Membaca laporan STBM
Puskesmas Kuranji dan
Puskesmas Andalas tahun 2016
4. Membantu administrasi surat-
menyurat di Seksi Kesling
5. Menginput data UKK dan
Keolahragaan

4. 02-03-2017 1. Merekap laporan bulanan


Posyandu seluruh Puskesmas di
Kota Padang dari bulan Juli-
September 2016 di Seksi
Promkes
2. Membantu kegiatan administrasi

5. 03-03-2017 1. Wirid bersama instansi


Pemerintahan Kota Padang di
Mesjid Nurul Iman
2. Merekap laporan bulanan
Posyandu seluruh Puskesmas di
Kota Padang dari bulan Oktober-
Desember 2016 di Seksi
Promkes
98

MINGGU III

1 06-03-2017 1. Perkenalan dengan Kasi SDMK


dan Jamkes beserta staff
2. Pembuatan surat izin
pengambilan data awal dan
penelitian karya tulis
ilmiah/skripsi/tesis
3. Pembuatan surat izin pemakaian
lahan praktek lapangan
4. Membantu kegiatan administrasi
surat-menyurat

2 07-03-2017 1. Pembuatan surat izin


pengambilan data awal dan
penelitian karya tulis
ilmiah/skripsi/tesis
2. Pembuatan surat izin pemakaian
lahan praktek lapangan
3. Membantu kegiatan pelatihan
dan pelayanan prima bagi
Puskesmas dan DKK Padang di
hotel d’Dhave
4. Membantu pengurusan SIK dan
SIP dokter, dokter gigi, farmasi,
asisten apoteker, perawat,dll
5. Membantu kegiatan administrasi
surat-menyurat

3 08-03-2017 1. Pencatatan daftar warga yang


mengundurkan diri dari JKN
2. Pencatatan daftar pengganti yang
diusulkan pendaftaran JKN
5. Pembuatan surat izin
pengambilan data awal dan
penelitian karya tulis
ilmiah/skripsi/tesis
6. Pembuatan surat izin pemakaian
lahan praktek lapangan
7. Membantu pengurusan SIK dan
SIP dokter, dokter gigi, farmasi,
asisten apoteker, perawat,dll
99

6. Membantu kegiatan administrasi


surat-menyurat
4 09-03-2017 1. Pembuatan surat izin
pengambilan data awal dan
penelitian karya tulis
ilmiah/skripsi/tesis
2. Pembuatan surat izin pemakaian
lahan praktek lapangan
3. Membantu Kasi SDMK
menyiapkan materi pembekalan
perawat di STIKes Aisyah
Padang
4. Pencatatan daftar warga yang
mengundurkan diri dari JKN
5. Pencatatan daftar pengganti yang
diusulkan pendaftaran JKN
6. Membantu pengurusan SIK dan
SIP dokter, dokter gigi, farmasi,
asisten apoteker, perawat,dll
7. Membantu kegiatan administrasi
surat-menyurat

5 10-03-2017 1. Wirid bersama dengan pegawai


DKK padang dan pegawai
WaliKota padang di kantor Wali
Kota
2. Pembuatan surat izin
pengambilan data awal dan
penelitian karya tulis
ilmiah/skripsi/tesis
3. Pembuatan surat izin pemakaian
lahan praktek lapangan
4. Membantu pengurusan SIK dan
SIP dokter, dokter gigi, farmasi,
asisten apoteker, perawat,dll
5. Membantu kegiatan administrasi
surat-menyurat
6. Melakukan pencatatan daftar
mahasiswa yang telah
mengambil surat izin
pengambilan data awal,
penelitian dan izin PKL.
100

MINGGU IV

1 13-03-2017 1. Orientasi di Seksi Fasilitas


Yankes dan Peningkatan Mutu
2. Memeriksa SPJ BOK , Mamin,
dan ATK Puskesmas
3. Wawancara dengan Kasi
Surveilans dan Imunisasi
mengenai perencanaan,
pengorganisasian, dan monev
surveilans DBD

2 14-03-2017 1. Menyusun rekapitulasi capaian


BAB
2. Mengetik kerangka acuan
pedoman pendampingan
akreditasi
3. Wawancara dengan Ibu Nelfides
selaku penanggung jawab
surveilans tentang pelaksanaan
surveilans khususnya DBD di
Kota Padang.

3 15-03-2017 1. Memahami UU No.75 tahun 2014


tentang Puskesmas dan UU No.
36 tahun 2009 tentang kesehatan
2. Wawancara dg pemegang
program DBD tentang tindakan
penanggulangan kasus DBD yang
dilakukan
3. Membantu kegatan administrasi
surat-menyurat

4 16-03-2017 1. Pencatatan surat keluar di Seksi


Mutu
2. Pengetikan surat tugas
3. Pengetikan perizinan PMI

5 17-03-2017 1. Membantu kegatan administrasi


surat-menyurat
2. Perpisahan dengan pegawai Dinas
Kesehatan Kota Padang
101

Mengetahui,
Pembimbing lapangan Pemagang

Hj. Nuraisah Pohan, SKM Roma Yuliana


NIP.197311211999032001 No.BP 1311211109

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Magang

Penyampaian Tujuan dan Pedoman Magang Serta Mendiskusikan


Penempatan Magang dengan Kasi SDMK Dan Jamkes
102

Apel Pagi di DKK Padang

Kegiatan Fogging Focus di Kelurahan Jati


103

Pencatatan Laporan Kasus DBD di Buku Register DBD Tahun 2017


104

Pembuatan Surat Balasan Pengaduan Dari Ombudsman Tentang Kasus

DBD

Penginputan daftar kesediaan vaksin BOPV dan Pencatatan data SARS


105

Penginputan data TTU&TPM se- Puskesmas Kota Padang bulan


februari 2017

Pertemuan Pencegahan dan Penanggulangan DBD

Seminar Naional STR Gizi

Pemasangan Spanduk STOP BABS


106

Penginputan Data UKK dan Kesehatan Olahraga

Senam Pagi
107

Wirid di Balai Kota dan Mesjid Nurul Iman

Pe

rekapan Laporan Bulanan Posyandu tahun 2016 di Seksi Promkes


108

Pembuatan Surat izin Pengambilan Data Awal dan Penelitian

Pembuatan Surat Izin Pemakaian Lahan Paraktek Lapangan

Penginputan Nama yang Keluar dan Pengganti JKN


109

Acara Pelatihan dan Pelayanan Prima di hotel d’Dhave

Pengurusan SIP dan SIK

Pengecekan SPJ BOK, Mamin, dan ATK Puskesmas Bulan Februari 201
110

JJ

kkkkk

kklll

kkkkkkk

lll
111

kkk
112

kkkkkkkk
Membantu pengetikan Sk di Seksi Mutu

waa

Wawancara dengan Kasi Surveilans dan Imunisasi


113

Perpisahan di DKK Padang


Lampiran 4. Peta Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Padang
114
115

kkk

Lampiran 5. Struktur Organsisasi Dinas Kesehatan Kota Padang


116

Lampiran 6. Formulir W2
117

Lampiran 7. Formulir W1
118

Formulir 8. Formulir KD/RS DBD


119

Formulir 10. Format PE DBD


120
121

Lampiran 10. Protap Fogging Focus DKK Padang


122

Lampiran 12. Format RKA di Seksi P2M


123

Lampiran 13. Format POA DBD

Anda mungkin juga menyukai