Anda di halaman 1dari 40

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

UNIVERSITAS ANDALAS

HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN GIZI


DENGAN SISA MAKANAN BIASA PADA PASIEN RAWA INAP
KELAS 1 DI RSUP DR M. DJAMIL PADANG TAHUN 2020

Oleh :

YESSI YULIA RAHMAH


No. BP. 1611221013

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan


Penelitian Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan pelayanan gizi ruang rawat inap merupakan tindak lanjut dari

kegiatan penyediaan makanan dengan tujuan memberikan terapi diet yang sesuai

dengan kondisi psikis pasien dalam upaya mempercepat penyembuhan. Makanan

yang disediakan di rumah sakit sudah diperhitungkan jumlah maupun mutu gizinya

dan harus di habiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai program

yang telah ditetapkan. Untuk mengevaluasi mutu pelayanan gizi, salah satunya ialah

dengan mencatat asupan makanan dengan memperhitungkan sisa makanan yang

tersisa, karena sisa makanan adalah salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi

di ruang rawat inap(19). Target yang telah ditetapkan oleh Dapartemen kesehatan

untuk sisa makanan di rumah sakit adalah <20% sebagai indikator keberhasilan

pelayanan makanan di rumah sakit. (Depkes,2007).

Besarnya sisa makanan akan berdampak secara ekonomis menunjukan

banyaknya biaya yang terbuang, yang menyebabkan anggaran makanan kurang

efisien dan efektif, sehingga pengelolaan biaya makan tidak mencapai tujuan yang

optimal(3). Dampak yang paling penting dari sisa makanan terhadap pasien adalah

asupan zat gizi pasien tidak adekuat, terutama asupan energi yang tidak adekuat akan

berdampak kepada kejadian malnutrisi pada pasien rawat inap. Penyebab malnutrisi

adalah karena kurangnya asupan zat gizi, penyakit infeksi dan gabungan dari

berbagai faktor yang dapat mempengaruhi secara kompleks. Salah satu faktor yang

mempengaruhi ialah penyerapan makanan yang kurang baik, kehilangan zat gizi

yang berlebihan atau gabungan dari faktor-faktor tersebut.(10). Asupan energi yang

tidak adekuat beresiko mengalami malnutrisi 3,2 kali lebih besar daripada pasien

dengan asupan energi yang cukup(11).


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di 150 rumah sakit di Amerika

tahun 2012 terhadap sisa makanan pasien di ruang rawat selama 6 hari, secara total

38% dari makanan yang disediakan oleh dapur rumah sakit tersisa(20). sedangkan

penelitian yang dilakukan di berbagai rumah sakit di indonesia, hasilnya menujukan

masih banyak makanan yang tersisa di piring pasien. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Alberry (2010) didapatkan hasil dari penimbangan sisa makanan biasa di

RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung, Jumlah sisa makanan yang diteliti pada

siang hari untuk kelas III selama 3 hari secara berturut-turut, sebesar 20,3% dari 59

responden.(5) Penelitian Sumiyati pada tahun 2008 di ruangan Anggrek RSU R.A

Kartini masih ditemukan sisa makanan lebih dari 25%.(6) Berdasarkan survai sisa

makanan pasien yang dilakukan Instalasi gizi RSUD Sunan Kalijaga Demak pada

tahun 2012 terdapat rata-rata sisa makanan 26,6 %.(7)

Sisa makanan (>20%) dapat berdampak terhadap kejadian malnutrisi di

rumah sakit. Malnutrisi masih banyak terjadi di berbagai rumah sakit di dunia dan

asia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara maju dan

berkembang di dunia mendapatkan hasil bahwa prevalensi malnutrisi di rumah sakit

cukup tinggi. Prevalensi malnutrisi di Belanda,Swedia,Amerika serikat, Inggris dan

Denmark mencapai 17-50%(14). Penelitian juga dilakukan di beberapa rumah sakit di

southampon, inggris dengan menggunakan metode MUST (Malnutrisi Universal

Screening Tools) pada pasien rawat jalan dan rawat inap . hasil penelitian

menunjukan prevalensi gizi buruk pada pasien rawat inap dua kali lebih beresiko

dibandingkan dengan pasien rawat jalan yaitu 60% dan 30%(15).

Beberapa hasil penelitian tentang malnutrisi di rumah sakit yang dilakukan di

beberapa negara Asia tenggara, Malaysia menemukan 71,4% pasien mengalami

kekurangan albumin selama masa rawat di rumah sakit(16). Hasil penelitian yang
dilakukan di Vietnam pada tahun 2002-2004 oleh pham dkk menemukan pada pasien

prabedah elektif mengalami malnutrisi 56%(17). Sedangkan hasil penelitian di

Indonesia yang dilakukan di jakarta mendapatkan 20-60% pasien dengan status gizi

malnutrisi dan lebih dari 60% pasien mengalami status gizi ke gizi buruk selama

rawat inap di rumah sakit(14). Hasil penelitian yang dilakukan serentak di tiga rumah

sakit berbeda di indonesia yaitu RS Dr M.Djamil Padang, RS Sanglah Bali, RS Dr.

Sardjito Yogyakarta didapatkan hasil 62,9% pasien yang mengalami malnutrisi

dengan <60% disebabkan oleh asupan makanan(18). Beberapa studi di indonesia yang

dilakukan di jakarta menunjukkan sebanyak 20-60% pasien malnutrisi dan 69%

pasien mengalami penurunan status gizi selama pasien di rawat inap di rumah

sakit(10).

Rumah sakit merupakan suatu tempat atau sarana yang menyelenggarakan

kegiatan pelayanan kesehatan. Kini Semakin meningkatnya perkembangan penyakit

tuntutan terhadap pemakaian jasa pelayanan kesehatan terhadap kualitas pelayanan

rumah sakit telah menjadi masalah mendasar yang dihadapi diberbagai rumah

sakit(1). Pelayanan rumah sakit yang baik dan bermutu bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Apabila mutu pelayanan

rumah sakit baik maka akan menimbulkan rasa puas. Semakin tinggi tingkat

kepuasan, maka semakin baik mutu pelayanan kesehatan(2).

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan yang

penting untuk diperhatikan dalam suatu rumah sakit. kepuasan pasien adalah hasil

penilaian dari pasien terhadap pelayanaan kesehatan dengan membandingkan apa

yang diharapkan sesuai dengan kenyataan yang diterima terhadap pelayanan

kesehatan.(menurut kolter,2007;pohan,2007). Standar kepuasan terhadap pelayanan

kesehatan pasien telah ditetapkan oleh departemen kesehatan yaitu minimal kepuasan
pasien diatas 95% (Kemenkes,2016). Bila standar kepuasan pasien terhadap

pelayanan kurang dari 95%, maka dianggap pelayanan kesehatan yang telah

diberikan tersebut tidak memenuhi standar minimal atau tidak berkualitas(3).

Kemenkes RI (2013), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan

pasien adalah ketepatan waktu pembagian makanan, sikap dan penampilan petugas,

variasi menu yang dihidangkan, cita rasa makanan, serta kebersihan alat makanan

yang diterima. Penelitian yang telah dilakukan oleh pontoh ,dkk (2018) menunjukan

bahwa ada hubungan penampilan makanan, rasa makanan, sikap pramusaji, suasana

lingkungan tempat perawatan, waktu pemberian makanan dengan sisa makanan pada

pasien rawat inap RSUP GMIM Bethesda Tomohon(8). Pada penelitian yang

dilakukan oleh tanuwijaya,dkk(2018) didapatkan hasil bahwa faktor eksternal yang

paling mempengaruhi pasien menyisakan makanan di rumah sakit adalah penampilan

makanan, rasa makanan dan kurangnya variasi makanan(9). Sedangkan pada

penelitian Nareswara (2017) didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara

kepuasan pasien terhadap rasa dan variasi menu dengan sisa makanan, akan tetapi

ada hubungan antara kepuasan pasien terhadap penampilan makanan dengan sisa

makanan(2).

RSUP Dr. M.Djamil Padang merupakan rumah sakit terbesar di kota Padang

yang telah berakreditasi A dan memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap. RSUP Dr.

M.Djamil Padang menjadi Rumah sakit rujukan dari berbagai rumah sakit di

sumatera bagian tengah. Ruang rawat inap ambun pagi merupakan ruang rawat bagi

pasien kelas I yang tentunya memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan ruang

rawat kelas II dan kelas III termasuk dari menu makanannya. Di ruang rawat ini

makanan yang disediakan bagi pasien dari segi penampilan sudah sangat baik.

Namun faktanya masih ditemukan sisa makanan pasien. Data yang didapatkan dari
laporan tahunan RSUP DR M.Djamil 2017 di dapatkan hasil sisa makanan biasa

>20%, Dan sesuai target yang telah ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu

<20% sebagai indikator keberhasilan pelayanan makanan di rumah sakit.

(Depkes,2007).

Hasil laporan mutu unit IRNA(Instalasi Rawat Inap) Ambun Pagi data terkait

kepuasan pasien terhadap pelayanan petugas gizi pada tahun 2017 masih didapatkan

nilai kepuasan pasien dibawah 95%. Di ruangan ambun pagi RSUP DR M.Djamil

padang didapatkan rata rata presentase kepuasan pasien terhadap pelayanan ahli gizi

didapatkan yang menyatakan puas sebesar 86.65% dan yang menyatakan puas

terhadap pelayanan pramusaji sebesar 85,9%. hasil tersebut masih dibawah standar

yang telah ditetapkan oleh kemenkes >95%(3).

Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

hubungan kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi dengan sisa makanan biasa di

ruang rawat inap Ambun Pagi RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “ Apakah terdapat hubungan

kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi dengan sisa makanan biasa di ruang rawat

inap RSUP. DR. M.Djamil Padang tahun 2020”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi dengan sisa

makanan biasa di ruang rawat inap RSUP. DR. M.Djamil Padang tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sisa makanan biasa pada pasien

rawat inap di ruangan Ambun pagi RSUP DR M.Djamil Padang tahun

2020.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kepuasan pasien di ruangan Ambun

pagi RSUP DR. M.Djamil padang tahun 2020.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kepuasan pasien berdasarkan

ketepatan waktu makanan, variasi menu, sikap pramusaji, kebersihan alat,

citarasa, penampilan makanan pada pasien rawat inap di ruangan Ambun

pagi RSUP DR M.Djamil padang tahun 2020.

4. Untuk mengetahui adanya hubungan kepuasan pasien dengan pelayanan

gizi dengan sisa makanan pada pasien rawat inap di ruangan Ambun Pagi

RSUP DR M.Djamil padang tahun 2020.

5. Untuk mengetahui adanya hubungan ketepatan waktu makan dengan sisa

makanan pada pasien rawat inap Ambun pagi di RSUP M.Djamil padang

tahun 2020.

6. Untuk mengetahui adanya hubungan variasi menu makanan dengan sisa

makanan pada pasien rawat inap Ambun pagi di RSUP M.Djamil padang

tahun 2020.

7. Untuk mengetahui adanya hubungan sikap pramusaji dan makanan dengan

sisa makanan pada pasien rawat inap Ambun pagi di RSUP M.Djamil

padang tahun 2020.

8. Untuk mengetahui adanya hubungan cita rasa dengan sisa makanan pada

pasien rawat inap Ambun pagi di RSUP M.Djamil padang tahun 2020.
9. Untuk mengetahui adanya hubungan penampilan makanan dengan sisa

makanan pada pasien rawat inap Ambun pagi di RSUP M.Djamil padang

tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengalaman tentang faktor yang berkaitan

dengan sisa makanan pasien rawat inap Ambun Pagi di RSUP. DR M.Djamil

padang serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama

mengikuti perkuliahan di Prodi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Andalas.

2. Bagi RSUP M.Djamil Padang

Dapat dijadikan masukan dan bahan evaluasi untuk pihak rumah sakit dalam

meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik dalam pengembangan pelayanan

kesehatan di RSUP DR M.Djamil Padang.

3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

penelitian ini diharapkan dapat menjadi petimbangan untuk penelitian

selanjutnya, khususnya untuk mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat yang

meneliti tentang sisa makanan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas andalas dengan tujuan untuk mengetahui

hubungan Kepuasan pasien terhadap pelayanan Gizi dengan Sisa makanan di Ruang

rawat inap Ambun Pagi di RSUP DR M.Djamil Padang tahun 2020. Dilakukan pada

bulan Januari-Mei 2020 di Instalasi Ambun Pagi Rumah Sakit M.Djamil Padang.
Menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Cross sectional

serta mengumpulkan data dengan menggunakan metode weighed plate waste dengan

menggunakan timbangan digital untuk variabel sisa makanan dan wawancara untuk

variabel kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi.


TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Pasien

2.1.1 Definisi Kepuasan Pasien


Kepuasan berhubungan dengan kesembuhan pasien. Sehingga hal ini lebih

berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu sendiri, kepuasan juga

berkaitan dengan sasaran dan hasil pelayanan. Kepuasan pasien dalam menilai

pelayanan yang baik merupakan pengukuran penting yang mendasar bagi mutu

pelayanan. Karena memberikan informasi terhadap suksesnya pemberian pelayanan

bermutu dengan nilai dan harapan pasien yang memiliki hak sendiri untuk

menetapkan mutu pelayanan yang (25).

kepuasan pasien merupakan evaluasi atau penilaian setelah menggunakan

suatu pelayanan,bahwa pelayanan yang dipilih telah memenuhi atau melebih

harapan. Sedangkan menurut pohan(2007) kepuasan pasien adalah tingkat perasaan

pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh

pasien, setelah itu pasien membandingkan dengan apa yang mereka harapkan(26).

Kepuasan pasien adalah keluaran(outcome) layanan kesehatan. Sehingga

kepuasan merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu layanan kesehatan.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat

dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya

dengan apa yang diharapkannya(31).

kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan yang

diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan dengan

harapannya. Pasien akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan sesuai harapan

pasien atau bahkan lebih dari apa yang diharapkan(26).

2.1.2 Faktor-Faktor Kepuasan Pasien


Menurut Budiastuti faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu(27):

1. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka

menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi

pasien terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu

kenyataan kualitas produk atau jasa dan komunikasi perusahaan, dalam hal

ini rumah sakit dalam mengiklankan tempatnya.

2. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan.

3. Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum terhadap rumah

sakit yang dipandang “rumah sakit mahal/rumah sakit dengan tipe A”.

4. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan

yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi

berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

5. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu

membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, maka pasien cenderung

puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Selain itu, menurut Moison, Walter dan White menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu(27):

1. Karakteristik produk, karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan

bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan

beserta kelengkapannya.

2. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan

yang lebih besar.

3. Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan

dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan


pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang

berkunjung di rumah sakit.

4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.

Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih

rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan

atau yang akses transportasi mudah dijangkau, dan lingkungan yang baik

akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit

tersebut.

5. Fasilitas, fasilitas rumah sakit yang lengkap turun menentukan penilaiaan

kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,

tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.

6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian pekerja rumah sakit terhadap

lingkungan

7. Desain visual, tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan

kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus

diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau

konsumen.

8. Suasana, suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan

sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya.

Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang

lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan

pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit

tersebut.

9. Komunikasi, perawat cepat menanggapi keluahan-keluahan yang dirasakan

pasien.
Kemudian menurut Yazid faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

yaitu(28):

1. Kesesuaian antara harapan dan kenyataan

2. Layanan yang diterima selama proses menikmati jasa

3. Perilaku personel

4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan

5. Cost atau biaya

6. Promosi atau iklan yang sesuai dengan kenyataan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pasien adalah kualitas pelayanan, biaya perawatan,

lokasi, fasilitas, image, desain visual, suasana dan komunikasi(28).

2.1.3 Manfaat Mengukur Kepuasan Pasien

Rumah sakit mengutamakan pihak yang dilayani, karena pasien adalah klien

yang terbanyak, maka manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan

pasien antara lain(29):

1. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan diikuti oleh pasien yang

merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.

2. Terciptanya nama baik dan citra positif rumah sakit karena pasien yang puas

akan memberitahukan kepuasan kepada orang disekitarnya. Sehingga secara

akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena secara tidak langsung

pasien mempromosikan rumah sakit.

3. Meningkatkan pendapatan rumah sakit, karena dengan baiknya citra rumah

sakit maka akan bertambahnya jumlah orang yang berobat.


4. Berbagai pihak kepentingan rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan

lebih menaruh kepercayaan kepada rumah sakit yang mempunyai citra

positif.

5. Rumah sakit yang berupaya mewujudkan kepuasan pasien akan lebih

diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak-hak pasien. Rumah

sakit berusaha agar tidak terjadi mal praktek.

2.1.4 Indikator kepuasan

Kepuasan pasien dapat diukur dengan indikator berikut ini(31) :

1. Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan. berkaitan oleh sikap dan

pengetahuan tentang:

- Sejauh mana ketersediaan layanan kesehatan pada waktu dan tempat yang

dibutuhkan.

- Mudah mendapatkan layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa maupun

dalam keadaan gawat darurat

- Sejauh mana pasien mengerti bagaimana sistem layanan kesehatan itu

bekerja,keuntungan dan ketersediaan layanan kesehatan.

2. Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan. Dinyatakan oleh sikap terhadap:

- Kompetensi teknik dokter dan profesi layanan kesehatan lain yang

berhubungan dengan pasien.

- Bagaimana perubahan yang dirasakan oleh pasien sebagai hasil dari layanan

kesehatan.

3. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan. yang ditentukan dengan

melakukan pengukuran:

- Sejauh mana ketersediaan layanan rumah sakit menurut penilaian pasien.


- Presepsi pasien terhadap perhatian dan kepedulian dokter atau profesi layanan

kesehatan lain.

- Tingkat kepercayaan dan keyakinan pasien terhadap dokter.

- Tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis

- Sejauh mana dapat memahami nasehat dokter atau rencana pengobatan

4. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan. Ditentukan oleh sikap terhadap

- Fasilitas fisik yang diterima pasien dan lingkungan layanan kesehatan.

- Sistem perjanjian,seperti menunggu giliran, waktu tunggu, pemanfaatan

waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau keperdulian personel,

mekanisme pemecahan masalah dan keluhan yang timbul.

- Lingkup dan sifat keuntungan layanan kesehatan yang ditawarkan.

2.1.5 Menghitung Kepuasan Pasien

ada beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan/pasien

yaitu(33):

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (costomer oriented) memberikan

kesempatan kepada pelanggannya untuk menyampaikan keluhan dan saran terhadap

pelayanan yang mereka terima. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu

komentar, email, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan.

2. Ghost shopping.

Memperkerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli

potensial, kemudian melaporkan yang mereka rasakan mengenai kelebihan dan

kekurangan produk perusahaan dan pesaingan berdasarkan pengalaman mereka.

3. Lost costomer analysis.


Mewawancarai pelanggan yang telah beralih dalam rangka memahami penyebab

dengan melakukan perbaikan pelayanan.

4. Survei kepuasan pelanggan.

Penelitian survey dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung.

Responden juga dapat diminta untuk mengurutkanberbagai elemen penawaran

berdasarkan berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik

perusahan dalam masing-masing elemen. Melalui survey perusahaan akan

memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga

memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian pada pelanggannya.

2.2 Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Defenisi Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) merupakan pelayanan gizi yang diberikan

oleh rumah sakit sesuai dengan keadaan pasien berdasarkan kondisi klinis, status

gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh kepada

proses penyembuhan penyakit, dan sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat

berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Pelayanan gizi merupakan salah satu

pelayanan penunjang medik dalam pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang

terintergrasi dengan kegiataan lainnya, mempunyai peranan penting dalam

mempercepat pencapaian tingkat kesehatan baik bersifat promotif, preventif, kuratif,

maupun rehabilitatif(21). Upaya pelayanan gizi di rumah sakit bertujuan agar tercapai

kesembuhan pasien dalam waktu sesingkat mungkin, untuk itu maka perlu dilakukan

kegiatan pengembangan pelayanan gizi di rumah sakit. Makanan yang memenuhi

kebutuhan gizi dan di makan habis akan mempercepat proses penyembuhan dan

memperpendek hari rawat(22).

Pelayanan Gizi Rumah Sakit menduduki tempat yang sama penting dengan

pelayanan lain seperti pelayanan pengobatan, perawatan medis dan sebagainya yang
diberikan untuk penyembuhan penyakit. Bentuk Pelayanan gizi di rumah sakit akan

tergantung dengan tipe rumah sakit(23).

Tujuan khusus pelayanan gizi adalah:(21)

1. Menyelenggarakan asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi rawat inap dan

rawat jalan.

2. Menyelenggarakan makanan sesuai dengan standar kebutuhan gizi dan aman

dikonsumsi.

3. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling gizi pada klien/pasien dan

keluarganya.

4. Menyelenggarakan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietetik sesuai

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pelayanan Gizi Rawat Jalan


Pelayanan gizi rawat inap adalah proses asuhan gizi yang berkesinambungan

dimulai dari asesmen/pengkajian, pemberian diagnosa, intervensi gizi dan

monitoring evaluasi kepada klien dan pasien di rawat jalan. Asuhan gizi rawat jalan

biasanya disebut konseling gizi dan dietetik atau edukasi atau penyuluhan gizi.

Tujuan dari asuhan gizi rawat jalan adalah untuk mencarikan solusi melalui nasihat

gizi mengenai jumlah asupan makanan sesuai dengan jenis diet yang tepat, jadwal

makan dan cara makan, jenis diet dengan kondisi kesehatan pasien(21).

Pelayanan Gizi Rawat Inap


Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan yang dilakukan mulai dari

proses pengkajian gizi, diagnosa gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan,

penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi, konseling gizi, monitoring serta evaluasi

gizi. Tujuan dari pelayanan gizi rawat inap kepada pasien agar memperoleh asupan

makanan yang sesuai dengan kondisi kesehatan dalam upaya untuk mempercepat

proses penyembuhan, mempertahankan, dan meningkatkan status gizi(21).


Dalam pelaksanaan asuhan gizi rawat inap pasien diberikan pelayanan sesuai

dengan kondisi penyakit, dalam upaya mempercepat penyembuhan, yaitu(30):

1. Pengkajian status gizi pasien.

2. Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi pasien.

3. Penentuan jenis diet sesuai dengan status gizi pasien dan cara pemberian

makannya.

4. Konseling Gizi.

5. Evaluasi dan tindak lanjut pelayanan Gizi.

Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit


Penyelenggaraan makanan merupakan suatu rangkaian kegiataan mulai dari

perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penerimaan dan

penyimpanan bahan makanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pembuatan

pelaporan dan evaluasi. Tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit agar

menyediakan makanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan gizi pasien, aman

dan dapat diterima oleh pasien agar mencapai status gizi yang optimal, sasaran utama

penyelenggaraan makanan di rumah sakit ini adalah pasien yang rawat inap. Sesuai

dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan makanan bagi

karyawan. Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi

dan distribusi makanan(21).

Penyelenggaraan makanan dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan

berperan sebagai penyedia berbagai jenis makanan yang bergizi dan dipersiapkan

dengan baik dalam lingkungan yang bersih dan aman. Pelayanan tersebut harus

memenuhi aturan keuangan dan juga kebutuhan pelanggan serta makanan

dihidangkan dalam bentuk menarik dan menyenangkan. Unit pengelolaan harus

berusaha maksimal dalam memenuhi kebutuhan sosial, budaya, kepercayaan, dan

psikologis konsumen/pasien dalam hal pelayanan dan perencanaan(24).


Alur Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit

Gambar 2.1 Alur Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit

Bentuk penyelenggaraan makanan Rumah Sakit:

1. Sistem Swakelola

penyelenggaran makanan rumah sakit dengan sistem swakelola ialiah

instalasi seluruh kegiatan penyelenggaran makanan dikelola oleh instalasi gizi/unit

gizi. Dalam sistem ini pihak rumah sakit menyediakan seluruh sumber daya yang

diperlukan(21).

2. sistem out-sourcing (sistem borongan ke jasa boga)

sistem out-sourcing ialah penyelenggaraan makanan yang menggunakan jasa

boga atau catering. Sistem Out soucring dibagi menjadi dua kategori yaitu semi out

soucring dan full out-sourcing. Sistem semi out-sourcing pengusaha jasa boga yang

penyelenggara makanan menggunakan sarana dan prasarana milik rumah sakit.

Sedangkan sistem full out-sourcing tidak menggunakan sarana dan prasarana milik

rumah sakit melainkan menggunakan sarana dan prasarana milik perusahaan mereka

sendiri. Dalam penyelenggaraan makanan dengan sistem semi out sourcing maupun

full out sourcing, fungsi ahli gizi rumah sakit adalah sebagai perencana menu,

penentu standar porsi, dan pemesanan makanan, penilaian kualitas dan kuantitas

makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi hidangan yang ditetapkan dalam

kontrak(32).
3. Sistem Kombinasi

bentuk sistem kombinasi pada penyelenggaraan makanan merupakan

kombinasi dari sistem swakelola dan sistem diborongkan sebagai upaya

memaksimalkan sumber daya yang ada. Untuk ruang VIP atau makanan karyawan

pihak rumah sakit menggunakan jasa boga/catering, sedangkan selebihnya

menggunakan sistem swekelola(21).

Kegiatan penyelenggaraan makanan untuk konsumen rumah sakit meliputi,

antara lain(21):

1. Penetapan peraturan pemberian makanan rumah sakit

Penetapan peraturan pemberian makanan rumah sakit ialah suatu pedoman yang di

tetapkan oleh pemimpin sebagai acuan dalam memberikan pelayanan makanan pada

pasien dan karyawan.

2. Penyusunan standar bahan makanan di rumah sakit

Standar makanan sehari adalah acuan macam dan jumlah bahan makanan seseorang

dalam sehari yang telah disusun berdasarkan kebutuhan gizi pasien.

3. Perencanaa anggaran bahan makanan

Perencanaa anggaran bahan makanan merupakan suatu kegiatan penyusunan biaya

yang diperlukan untuk penyediaan bahan makanan bagi pasien dan karyawan yang

dilayani.

4. Pengadaan bahan makanan

Kegiatan pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan makanan,

perhitungan harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan makanan, dan

melakukan survey pasar.

5. Pemesanan dan pembelian bahan makanan


Pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah penyusunan permintaan bahan

makanan berdasarkan pedoman menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani,

sesuai periode pemesanan yang telah ditetapkan.

6. Penyimpanan dan penyaluran bahan makanan

Penyimpanan bahan makanan merupakan suatu tata cara menata, menyimpan,

mempertahankan kualitas, jumlah dan keamanan bahan makanan kering dan segar di

gudang bahan makanan kering dan dingin/beku. Penyaluran bahan makanan adalah

tata cara mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan dari unit kerja

pengolahan makanan.

7. Persiapan bahan makanan

Persiapan bahan makanan adalah proses dalam mempersiapkan bahan makanan yang

siap diolah sesuai dengan menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu dan

jumlah pasien yang dilayani.

8. Pemasakan bahan makanan

Pemasakan bahan makanan merupakan suatu kegiatan memasak bahan makanan

mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk

dikonsumsi.

9. Distribusi makanan

Distribusi makanan adalah proses kegiatan penyampaian makanan sesuai dengan

jenis makanan dan jumlah porsi konsumen/pasien yang dilayani. Sistem distribusi

makanan sangat mempengaruhi makanan yang disajikan, tergantung pada jenis dan

jumlah tenaga, peralatan dan perlengkapan yang ada. Ada 3 jenis sistem

pendistribusian makanan yang biasa dilaksanakan di rumah sakit, yaitu:

a) Sistem sentralisasi
Makanan pasien dibagi dan disajikan dalam alat makan di tempat pengolahan

makanan.

b) Sistem desentralisasi

Makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke dapur ruang perawatan pasien,

makanan dibawa dalam jumlah banyak dan besar kemudian disajikan dalam alat

makan masing-masing pasien sesuai dengan permintaan makanan.

c) Sistem kombinasi antara sentralisasi dan desentralisasi

Penyaluran makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian makanan

ditempatkan langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari tempat produksi atau

dapur, dan sebagian lagi dimasukan kedalam wadah besar, pendistibusiannya

dilaksanakan setelah sampai diruang perawatan.

Bentuk Makanan Pasien Rumah Sakit


Makanan yang disediakan rumah sakit biasanya terdiri dari makanan biasa,

makanna lunak, makanan saring dan makanan cair. Makanan yang diberikan

diberikan sesuai kondisi pasien(34).

2.2.6.1 Makanan Biasa


Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam,

mengacu terhadap pola menu seimbang dan angka kecukupan gizi (AKG) yang

dianjurkan untuk pasien. Makanan biasa diberikan kepada pasien yang tidak

memerlukan diet khusus. Walaupun tidak memiliki pantangan secara khusus,

makanan yang diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak merangsang

saluran pencernaan. Tujuan dari diet makanan biasa adalah untuk memberikan

makanan sesuai dengan kebutuhan gizi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan

jaringan tubuh. Syarat-syarat diet makanan biasa sebagai berikut(34):

1. Energi sesuai kebutuhan normal orang dewasa sakit dalam keadaan istirahat.

2. Karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total.


3. Protein 10-15% dari kebutuhan energi total.

4. Lemak 10-25% dari kebutuhan tenergi total.

5. Cukup mineral, vitamin dan tinggi serat.

6. Makanan sehari-hari beraneka ragam dan bervariasi.

7. Makanan tidak merangsang saluran cerna.

2.2.6.2 Makanan Lunak


Makanan biasa memiliki tekstuk yang mudah ditelan dan dicerna dibandingkan

dengan makanan biasa. Makanan lunak mengandung zat gizi yang cukup. Menurut

keadaan penyakit, makanan lunak dapat diberikan langsung kepada pasien atau

sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa. Tujuan dari diet

makanan lunak adalah untuk memberikan makanan dalam bentuk lunak yang mudah

ditelan dan dicerna sesuai dengan kebutuhan gizi dan keadaan penyakit pasien.

Syarat-syarat diet makanan lunak sebagai berikut(34):

1. Energi,protein dan zat gizi lain cukup.

2. Makanan mudah dicerna, rendah serat, dan tidak menggandung bumbu yang

tajam.

3. Makanan diberikan dalam porsi sedang, yaitu 3 kali makan dan 2 kali

selingan.

4. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak, sesuai dengan penyakit

dan kemampuan makan pasien

Makanan lunak diberikan kepada pasien pasca operasi, pada pasien penyakit

infeksi dengan kenaikan suhu tubuh, pasien yang kesulitan mengunyah dan menelan

makanan serta untuk perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa(34).

2.2.6.3 Makanan Saring


Makanan saring adalah makanan semi padat yang mempunyai tekstur lebih halus

daripada makanan lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna. Menurut
keadaan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung atau sebagai

perpindahan dari makanan cair ke makanan lunak. Tujuan dari diet makanan saring

adalah bertujuan untuk memberikan makanan dalam bentuk semi padat sebagai

proses adaptasi terhadap bentuk makanan yang lebih padat. Syarat-syarat diet

makanan saring sebagai berikut(34):

1. Hanya diberikan dalam jangka waktu singkat selama 1-3 hari, karena diet

makanan lunak kurang memenuhi kebutuhan gizi, terutama energi dan tiamin.

2. makanan rendah serat, diberikan dalam bentuk di saring atau diblender

3. makanan diberikan dalam porsi kecil tapi sering yaitu 6-8 kali sehari.

Makanan saring diberikan kepada pasien pasca operasi tertentu, pada pasien

penderita infeksi akut termasuk infeksi saluran cerma serta diberikan kepada pasien

dengan kesulitan mengunyah dan menelan. Atau sebagai perpindahan dari makanan

cair kental ke makanan lunak(34).

2.2.6.4 Makanan Cair


Makanan cair ialah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental.

Makanan cair diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah,

menelan, dan mencerna makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaraan,

suhu tubuh tinggi, rasa mual, muntah, setelah mengalami pendarahan saluran cern,

serta sebelum dan sesudah operasi. Makanan dapat diberikan secara oral maupun

parenteral. Makanan cair memiliki tiga jenis konsistensi yaitu makanan cair jernih,

makanan cair penuh dan makanan cair kental(34).

3.1 Sisa Makanan

3.1.1 Defenisi Sisa Makanan

sisa makanan adalah presentase makanan yang tidak habis termakan dan

dibuang sebagai sampah dan sisa makanan dapat digunakan untuk mengukur

efektivitas menu. Menurut Kepmenkes nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang


standar pelayanan minimal rumah sakit, indikatorsisa makanan kurang atau sama

dengan 20% menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit

Indonesia(21).

3.2 Evaluasi Sisa Makanan

3.3 Metode Pengukuran Sisa Makanan

Metode pengukuran sisa makanan harus digunakan sesuai dengan tujuan

dilakukannya penilaian terhadap sisa makanan. 3 jenis metode yang digunakan,

yaitu:

a) Weight method/weight plate waste

Tujuan dari metode ini ialah untuk mengetahui dengan akurat bagaimana intake

zat gizi seseorang. Metode ini digunakan dengan cara menimbang makanan sisa

makanan setiap jenis makanan yang konsumsi atau mengukur seluruh jumlah sisa

makanan pada individu atau kelompok. Menimbang langsung sisa makanan yang ada

di piring adalah metode yang paling akurat. Tetapi metode ini memiliki kelemahan

yaitu memerlukan waktu yang banyak, peralatan khusus, kerja sama yang baik

dengan responden dan petugas yang terlatih(35). Pada metode penimbangan ini

petugas diharuskan untuk menimbang makanan yang dikonsumsi oleh subjek selama

waktu tertentu.

b) Visual method/observational method

Tujuan dari metode tafsiran visiual dilakukan dengan cara menafsir secara visual

banyak sisa makanan yang ada untuk setiap jenis makanna. Hasil dari istimasi

tersebut bisa dalam bentuk berat yang dinyatakan dalam satuan gram atau bentuk

skor dalam skala pengukuran(36). Metode tafsiran visiual ini dikembangkan oleh

comstock menggunkan 6 pain dengan kriteria sebagai berikut:

1. Skala 0 jika makanan dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (100% habis)


2. Skala 1 jika makanan tersisa ¼ porsi (75% habis)

3. Skala 2 jika makanan tersisa ½ porsi (50% habis)

4. Skala 3 jika makanan tersisa ¾ porsi (25% habis)

5. Sekala 4 jika makanan nya dikonsumsi sedikit ± 1 sendok makan (5% habis)

6. Skala 5 jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali/untuh (0%)

Untuk memperkirakan berat sisa makanan yang sesungguhnya adalah dengan

cara hasil dari pengukuran skala comstock tersebut dikonversi kedalam persen (%)

dan dikalikan dengan berat awal(37). Menurut comstock tahun 1991 dalam penelitian

ratna (2009), metode tafsiran visual memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan

dari metode visual tafsiran ini adalah memerlukan waktu yang singkat, tidak

memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya, dapat mengetahui sisa

makanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode visual tafsiran ini

antara lain memerlukan penafsir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil,

memerlukan kemampuan dalam menafsir (over estimate) atau kekurangan dalam

menafsir (under estimate)(37). Metode visual tafsiran ini efektid tetapi bisa

menyebabkan ketidaktelitian(38). Masalah subjektifitas keandalan pengamat visual

menjadi sangat penting, namun metode ini telah di uji validitasnya dengan

membandingkan dengan penimbangan sisa makanan dan mendapatkan hasil yang

cukup baik(39).

Setelah itu hasilnya diasumsikan berdasarkan tafsiran visual comstock dengan

kategori():

1. Bersisa, jika jumlah makanan >25%

2. Tidak bersisa, jika jumlah makanan ≤ 25%

c) Recall/Self Reported Consumption


Tujuan dari metode ini adalah untuk mengetahui informasi tentang makanan

yang dikonsumsi seseorang dalam waktu 24 jam(35). Biasanya dimulai sejak bangun

tidur sebelum wawancara sampai responden istirahat tidur di malam harinya, atau

dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai

24 jam penuh. Data recall yang diperoleh bersifat kualitatif maka untuk mendapatkan

data yang kuantitatif perlu untuk mengetahui jumlah konsumsi makanan individu

ditanyakan secara teliti dengan menggunakan URT (Ukuran Rumah Tangga) seperti:

piring,sendok,gelas dll(37). Pengukuran menggunakan metode recall ini dengan cara

menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan, kemudian

responden menafsir sisa makanan dengan menggunakan skala visual.

3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Sisa Makanan

sisa makanan dipengeruhi oleh selera makan seseorang. Selera makan adalah

keinginan keinginan seseorang untuk makan dan tertarik terhadap suatu makanan

karena suatu respon terhadap rangsangan. Rangsangan tersebut seperti aroma,rasa,

tekstur dan pada saat penyajian makanan. Faktor yang mempengaruhi sisa makanan

ialah, antara lain(40):

1. Pengaruh lingkungan orang yang lebih suka makanan hangat di musim dingin

atau pun makanan dingin di musim panas.

2. Pengaruh sosial, budaya, agama, menentukan makanan tersebut dapat

diterima atau tidak oleh seseorang.

3. Pengaruh dari konsumsi obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat menekan

atau merangsang selera makan seseorang.

4. Pengaruhi metabolik tubuh, kebutuhan energi menimbulkan asupan yang

cukup serta hormon ikut mengatur pengiriman ketika selera untuk makan.

5. Rasa enggan terhadap makanan baru.


6. Pengaruh penyakit, beberapa penyakit akan menimbulkan pengaruh selera

makan atau sensitifitas selera makan.

7. Bentuk makanan rasa, aroma, dan tekstuk makanan dapat menekan atau

merangsang selera makan.

8. Selera bawaan, rasa haus akan menimbulkan untuk minum, suka asin akan

menimbulkan untuk makan makanan asin.

Selera makan yang kurang pada seseorang dapat menyebabkan kebutuhan gizi

tidak terpenuhi sehingga akan mengalami gizi kurang. Kurangnya nafsu makan ini

dapat terjadi sebagai respon metabolisme terhadap pasien kemoterapi, jenis

pengobatan gangguan pencernaan fungsi organ lain(40).


35

2.3 Telaah Sistematis


Tabel 2.1 Telaah Sistematis

No Peneliti Judul desain Variabel independen Variabel Hasil


dependen
1. Angelina Hubungan kepuasan pasien Cross sectional Tingkat kepuasan Sisa makanan 1. Tidak ada hubungan antara
Swaninda dari kualitas makanan pasien thd ( keluasan pasien terhadap rasa dan
Nareswara rumah sakit dengan sisa penampilan makanan, variasi menu dengan sisa makanan.
makanan di RSUD kota rasa maknan, variasi 2. ada hubungan antara kepuasan
semarang menu) pasien terhadap penampilan
makanan dengan sisa makanan.
2. Erni mustafa, veni Tingkat kepuasan pasien Cross sectional Proses Dana dan tenaga 1. Nilai gizi makanan di RSUD
hadju, nurhaedar rawat inap terhadap penyelenggaraan Mamuju masih sangat rendah,
jafar pelayanan makanan di makanan, nilai gizi disebabkan karena rendahnya
rumah sakit umum makanan dan tingkat anggaran APBD yang dialokasikan
(RSUD) Mamuju provinsi kepuasan pasien ke RS, kurangnya tenaga pekarya,
sulawesi barat dan belum ada standar nilai gizi
yang dibuat oleh Instalasi Gizi
rumah sakit setempat.
2. tingkat kepuasan pasien
berdasarkan nilai rata–rata median
pada penampilan makanan ada pada
tingkat tidak puas (<3), rasa
makanan utamanya suhu ada pada
tingkat tidak puas (<3).

4. Tanuwijaya, Sisa Makanan Pasien Desain penelitian faktor lingkungan Sisa makanan 1. sisa makanan pasien berasal dari
Laksmi Karunia Rawat Inap: Analisis adalah studi (makanan luar rumah faktor internal, kondisi fisik,
36

dkk. Kualitatif kualitatif sakit), Faktor kebiasaan makan dan perbedaan


menggunakan internal, faktor jenis kelamin
wawancara eksternal 2. Faktor eksternal pasien yang
mendalam kepada dominan memengaruhi pasien
pasien menyisakan makanan di rumah
sakit adalah rasa makanan,
penampilan makanan, dan
kurangnya variasi makanan.
3. Faktor lingkungan yang dominan
memengaruhi pasien menyisakan
makanan adalah peranan keluarga
yang memberikan makanan luar
rumah sakit, membantu dan
memberi motivasi pasien.
5. Desi rahmawati Kepuasan pasien dalam Desain penelitian Pelayanan makanan Kepuasan 1. Pasien puas terhadap waktu
sukadi, sri pelayanan gizi di runag adalah kualitatif di rumah sakit pasien pembagian makan, sikap dan
wahyuningsih rawat inap rumah sakit dengan pendekatan penampilan dalam menghidangkan
islam sinan kudus di grounded theory makanan, rasa makanan, porsi
kabupaten kudus tahun makanan, variasi menu, cara
2015 penyajian menu yang di hidangkan,
alat makan yang diterima, dan
kebersihan alat makan.
6. Putri Ronitawati, Faktor-Faktor yang Cross-sectional Variabel dependen 1. Faktor yang paling dominan yang
Mika Puspita, berhubungan dengan sisa Observational adalah faktor internal berhubungan dengan sisa makanan
Khairizka Citra makanan di rumah sakit (umur, jenis kelamin, adalah faktor lingkungan tempat
umum daerah koja jakarta tingkat pendidikan, perawatan.
utara tahun 2017 kebiasaan makan, 2. kebersihan ruangan, kenyaman
kondisi psikis, dan suasana ruangan perawatan serta
faktor pengobatan) ruangan yang tenang sangat
dan faktor eksternal berperan dalam mempengaruhi sisa
37

(mutu makanan, makanan pasien.


makanan dari luar
RS, jadwal/ketepatan
waktu penyajian,
sikap petugas penyaji
makanan dan
lingkungan tempat
perawatan).
40

2.4 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan telaah sistematis diatas, adapun yang membedakan penelitian ini

dari penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari: Tingkat Kepuasan Pasien,

Pelayanan Gizi sebagai variabel independen sedangkan sisa makanan sebagai

variabel dependen.

2. Populasi penelitian ini adalah pasien yang rawat inap lebih dari 2 hari .
41

2.5 Kerangka Teori


Berdasarkan dasar teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikembangkan

suatu kerangka teori sebagai berikut:

Faktor-Faktor Kepuasan Pasien

Faktor Internal
 Selera makan
 Keadaan psikis
 Kebiasaan makan
 Usia
 Jenis kelamin
 Aktivitas fisiik
 Kondisi khusus
 Gangguan pencernaan
 Faktor pengobatan

Kepuasan Pasien Sisa makanaan

Faktor eksternal;

 Jadwal pemberian makanan


 Sikap petugas pramusaji
 Sikap ahli gizi
 Cita rasa makanan
 Penampilan makanan
 Variasi menu
 Kebersihan alat makanan

(sumber:kerangka teori model modifikasi teori sjamien moehji 1992 : 2002,


sunita almatsier, 1992)
Gambar 2.2 kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
dengan sisa makanan
42

2.6 Kerangka Konsep


Berdasarkan dasar teori yang telah diuraikan, maka dikembangkan suatu

kerangka teori dari hasil kajian literatur diperoleh variabel yang diprediksi memiliki

hubungan erat dengan sisa makanan yaitu:

Variabel Independen Variabel Dependen

Ketepatan Waktu Pemberian Makan

Sikap Pramusaji

Cita Rasa Makanan Kepuasan Sisa


pasien Makanan
Variasi Menu

Kebersihan Alat Makan

Sikap Ahli Gizi

Gambar 2.3 kerangka konsep hubungan kepuasan pasien terhadap ketepatan

waktu pemberian makan, sikap pramusaji, cita rasa makanan, variasi menu

dan kebersihan alat makan dengan sisa makanan

2.7 Hipotesis Penelitian


Beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada Hubungan Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Gizi dengan Sisa

Makanan biasa di ruang Ambun Pagi RSUP DR M Djamil Padang.

2. Ada Hubungan Cita Rasa Makanan dengan Sisa Makanan biasa di ruang

Ambun Pagi RSUP DR M Djamil Padang.


43

3. Ada Hubungan Variasi Menu dengan Sisa Makanan biasa di ruang Ambun

Pagi RSUP DR M Djamil Padang.

4. Ada Hubungan Ketepatan Waktu Pemberian Makanan dengan Sisa Makanan

biasa di ruang Ambun Pagi RSUP DR M Djamil Padang.

5. Ada Hubungan Sikap dan Penampilan Pramusaji dengan Sisa Makanan biasa

di ruang Ambun Pagi RSUP DR M Djamil Padang.

6. Ada Hubungan Kebersihan dan Kelengkapan Alat Makan dengan Sisa

Makanan biasa di ruang Ambun Pagi RSUP DR M Djamil Padang.


44

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan

desain penelitian cross sectional untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pasien

terhadap pelayanan gizi dengan sisa makanan. Variabel independen dalam penelitian ini

adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi dan variabel dependen dalam penelitian ini

adalah sisa makanan. Sisa makanan yang akan diteliti adalah sisa dari makanan yang

disajikan rumah sakit yang tidak dihabiskan oleh pasien, meliputi makanan pokok, lauk dan

sayur.

3.2 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Mei 2020 di RSUP DR M Djamil

Padang.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap kelas I di ruang rawat

inap Ambun Pagi RSUP DR. M.Djamil Padang yang mendapatkan makanan biasa pada saat

penelitian.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dar populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dianggap mewakili populasi serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi(41).

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

A. Kriteria Inklusi

1. Dewasa Umur 18-70 tahun


45

Sampel yang dipilih adalah pasien dengan kategori umur 18-70 tahun karena dapat

menyampaikan pendapatnya secara langsung

2. Memiliki kesadaran penuh

Pasien dengan kesadaran penuh diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih

akurat

3. Telah menjalani perawatan minimal selama 2 hari

Pasien yang telah menjalani perawatan selama 2 hari dianggap telah mendapatkan

menu 1 hari dari rumah sakit (3 kali waktu makan).

4. Pasien yang diberikan makanan biasa

5. Makan melalui oral

6. Bersedia diwawancara

B. Kriteria Ekslusi

1. Pasien memiliki gangguan komunikasi

2. Pasien kemoterapi dan HIV

3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data primer
Data primer adalah data yang diambil langsung dari responden sesuai dengan kriteria

yang telah ditentukan oleh peneliti. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini

adalah:

a. Sisa makanan

Sisa makanan dikumpulkan dengan cara mengelompokkan masing-masing sisa makanan

yaitu makanan pokok, lauk dan sayuran. Setelah sisa makanan diperoleh lalu sisa makanan

tersebut ditimbang (food weighing) dengan menggunakan timbangan digital. Sisa makanan
46

dikumpulkan melalui format penelitian pada setiap waktu makan. Pengamatan terhadap sisa

makanan dilakukan dalam satu siklus menu rumah sakit selama 10 hari.

b. Kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi

Kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi diperoleh dari kuisioner dengan menanyakan

langsung kepada pasien terkait kepuasan pasien terhadap ketepatan waktu pemberian

makanan, sikap dan penampilan pramusaji, variasi menu, cita rasa makanan, kebersihan dan

kelengkapan alat makan.

Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah gambaran umum RSUP DR.

M.Djamil, Jumlah Pasien di Ruangan Ambun Pagi RSUP DR.M.Djamil Padang pada saat

penelitian, data standar porsi makanan yang diberikan kepada pasien serta data rekam medik

pasien.

3.5 definisi operasional

3.6 Instrumen Penelitian


3.7 Analisi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari

penimbangan sisa makanan menggunakan timbangan digital dan kuisioner dengan teknik

wawancara pada pasien rawat inap di Ruangan Ambun Pagi RSUP DR. M.Djamil Padang

tahun 2020.

3.7.1 Pengolahan dan Analisis Data

pengolahan data dilakukan menggunakan aplikasi program SPSS. Pengolahan data

merupakan proses yang sangat penting dalam suatu penelitian oleh karena itu harus dilakukan

dengan teliti, baik dan benar. Tahapan pengolahan data sebagai berikut:

a. Editing
47

Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuisioner apakah jawaban

yang ada di kuisioner sudah lengkap (semua kuisioner sudah terisi), jelas (apakah

tulisannya jelas dan dapat di baca), relevan (apakah data sesuai dengan hasil pengukuran)

dan konsisten.

b. Coding

Coding atau pengkodean adalah kegiatan mengubah data dari yang berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data yang berbentuk angka atau bilangan seperti pemberian kode pada

setiap data yang telah dikumpul, penilaian terhadap masing-masing pertanyaan, dan

mengklarifikasi ke dalam skala menurut variabel. Pengkodean dilakukan terhadap

variabel sisa makanan, ketepatan waktu pemberian Makanan, Sikap dan penampilan

Pramusaji, variasi menu, cita rasa makanan,dan kebersihan dan kelengkapan alat makan

dengan tujuan untuk memudahkan pasa saat analisis data mempercepat pada saat entry

data.

1. Sisa makanan

Hasil ukur dari variabel sisa makanan adalah berupa presentasi dari hasil

penimbangan sisa makanan.

Kode 1 = sisa banyak (>20%)

Kode 2 = sisa sedikit (<20%)

2. Ketepatan waktu pemberian Makanan

3. Sikap dan Penampilan Pramusaji

4. Variasi menu

5. Cita rasa makanan

6. Kebersihan alat dan makan

c. Entry
48

Entry merupakan suatu proses memasukkan data yang sudah di beri kode kedalam

program atau software komputer.

d. Cleaning

Pembersihan data adalah kegiatan mengecek ulang untuk melihat kemungkinan-

kemungkinann adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan data, kemudian dilakukan

pembenaran atau koreksi. Pembersihan data ini bertujuan untuk mencegah terjadinya

kesalahan. Pada tahap ini tidak dimasukan nilai hilang (missinh valu) dalam analisis dan

data yang tidak sesuai atau di luar lingkup penelitian.

3.7.2 Analisis Data

1. Analisis Univariat

2. Analisis Bivariat

Anda mungkin juga menyukai