Anda di halaman 1dari 19

GAMBARAN TENTANG DAYA TERIMA KEPUASAN MAKANAN

BIASA PADA PASIEN RAWAT INAP BEDAH KELAS II DAN III DI


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK

OLEH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

PRAOGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
BANDAR LAMPUNG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan industri jasa kesehatan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan untuk diberikan kepada masyarakat mencakup pelayanan
medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan
keperawatan. Pelayanan tersebut diberikan bagi pasien yang akan menjalani
pelayanan kesehatan di rumah sakit baik melalui unit gawat darurat, unit rawat
jalan dan unit rawat inap. Berdasarkan pelayanannya rumah sakit di Indonesia
dibedakan menjadi 3 jenis yaitu Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa dan
Rumah Sakit Khusus seperti Rumah Sakit khusus mata, jantung, rehabilitasi dan
lain-lain. (Anggraini, 2016) dalam Dewi, dkk.,(2019).
Perkembangan rumah sakit awalnya hanya memberi pelayanan yang
bersertifikat penyembuhan, pemulihan pasien dan upaya peningkatan kualitas
pelayanan medis. Dengan adanya perubahan maupun perkembangan kemajuan
teknologi, pengaruh globalisasi, tingkat persaingan antar rumah sakit semakin
tinggi, dan perilaku pasien yang semakin kritis dalam memilih pelayanan
kesehatan membuat manajemen setiap rumah sakit harus jeli dalam melihat
perubahan tersebut. Hal ini yang menjadi penyebab mengapa kualitas pelayanan
rumah sakit sangat penting untuk ditingkatkan. (Anggraini, 2016) dalam Dewi,
dkk.,(2019).
Oleh karena itu, pelayanan penunjang medis yang tidak luput dari perhatian
adalah pelayanan makanan rumah sakit, salah satunya adalah penyajian makanan.
Komponen penting dalam kesuksesan penyajian makanan rumah sakit adalah
berorientasi pada kepuasan pasien. Tingkat kepuasan pasien terhadap penyajian
makanan dapat diidentifikasi dari ekspektasi produk dan persepsi pasien terhadap
kualitas makanan yang disajikan dan pelayanan petugas penyaji kepada pasien
(Ahmad, 2011) dalam Dewi, dkk.,(2019).
Pengukuran kepuasan pasien menjadi bagian yang penting dari strategi
manajemen rumah sakit. Kepuasan pelanggan dan kualitas layanan kesehatan
menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam penyelenggaraan layanan di
rumah sakit. Salah satu keberhasilan dalam pelayanan gizi rumah sakit dikaitkan
dengan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan. Daya terima
makanan merupakan suatu penerimaan terhadap makanan yang disajikan dapat
diterima oleh konsumen sesuai kebutuhannya dan makanan tersebut habis
dikonsumsi tanpa meninggalkan sisa makanan (Uyami, dkk., 2014).
Beberapa faktor yang memengaruhi daya terima makanan pasien, yaitu
penampilan dan cita rasa makanan. Penampilan makanan meliputi bentuk, warna,
tekstur dan cara penyajian, sedangkan cita rasa meliputi rasa dan aroma makanan.
Penampilan dan cita rasa makanan yang disajikan kurang baik, maka daya terima
pasien terhadap makanan akan berkurang. Hal ini dapat menyebabkan tidak
terpenuhinya asupan zat gizi pasien selama masa rawat inap (Putri, 2011) dalam
Magdalena., dkk, (2021).
Kepuasan pasien tidak hanya dari meningkatkan fasilitas lingkungan fisik,
tetapi adanya upaya untuk memberikan kepuasan kepada pasien terutama pada
proses interaksi antara pasien dengan petugas dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Seperti yang dinyatakan Pohan (2013 : 156) bahwa, kepuasan pasien
adalah harapan pasien yang timbul atas tindakan tenaga kesehatan sebagai akibat
dari kinerja layanan kesehatan selama proses berinteraksi dalam upaya
memberikan pelayanan. Selain itu ketidak puasaan pasien terhadap pelayanan gizi
disebabkan oleh sikap petugas pramusaji yang kurang ramah saat menyajikan
makanan terhadap pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Muliani Usdeka (2013) menunjukkan ada
beberapa factor lain yang menentukan bagaimana seseorang memilih makanan ,
yaitu kesenangan dan ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli, serta ketersediaan
makanan, kepercayaan dan ketakhyulan, aktualisasi diri, factor agama serta
psikologis dan yang paling akhir dan sering tidak dianggap penting, pertimbangan
gizi dan kesehatan (Hartono, 2000). Menurut Djamaluddin (2002) jenis kelamin,
tingkat pendidikan, kelompok umur, dan cita rasa pasien juga mempengaruhi
seseorang dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Terjadinya sisa makanan
yang tidak dihabiskan oleh pasien kemungkinan karena porsi yang terlalu besar,
pasien tidak nafsu makan atau sebab-sebab lain. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya sisa makanan yaitu : factor internal (berasal dari dalam diri pasien) dan
faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar pasien). Faktor internal meliputi
psikis dan fisik, nafsu makan, kebiasaan makan dan jenis kelamin. Faktor
eksternal meliputi cita rasa makanan, kelas perawatan, dan suasana lingkungan
rumah sakit (Rohati, 2008).
Hasil penelitian dari Magdalena.,dkk (2021) tentang daya terima pasien
terhadap menu makanan biasa adalah hasil wawancara dengan 21 pasien rawat
inap kelas I, II, dan III. didapatkan hasil sebanyak Sebanyak 71% pasien tertarik
terhadap warna, bentuk, dan porsi dan sebanyak 90% pasien tertarik (puas) dalam
penyajian makanan.sebanyak 100% responden setuju bahwa peralatan makanan
bersih dan makanan bervariasi. Selain itu, sebanyak 100% responden setuju
bahwa pramusaji di Instalasi Gizi RS PMI Bogor memiliki sikap yang ramah
terhadap pasien serta sebanyak 100% pasien setuju bahwa waktu makan sudah
tepat.
Linorika (2019) melakukan penelitian di ruang perawatan obgyn dan bedah
RSD Dr. Soebandi Jember yang melibatkan 51 pasien rawat inap kelas III
sebanyak 64,7 % pasien menyisakan makanan dalam kategori banyak. Rata-rata
sisa makanan biasa pasien di ruang perawatan bedah dan obsgyn RSD dr.
Soebandi sebesar 27,6%. Hal ini menunjukkan sisa makanan masih diatas standar
≥20%. Hanya 35,3% pasien yang menyisakan makanan dalam kategori sedikit.
Sebagian besar pasien menerima makanan dengan waktu distribusi yang tepat
(86,3%). Cita rasa makanan yang disajikan rumah sakit dalam kategori cukup
(68,6%) hanya 2 orang saja yang menilai cita rasa makanan yang disajikan
kurang. Pada subyek yang menilai cita rasa makanannya baik, hampir semuanya
(71,4%) menyisakan sedikit makanan dalam piring saji/plato.
Berdasarkan data di atas, kelompok kami tertarik untuk meneliti tentang
daya terima makanan biasa pada pasien rawat inap bedah kelas II dan III di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek, pemilihan ruang bedah sebagai tujuan penelitian karena
pada pasien bedah banyak memerlukan diet makanan biasa berupa nasi maupun
bubur.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran tentang daya terima kepuasan makanan biasa pada
pasien rawat inap bedah kelas II dan III di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran daya terima kepuasan
makanan pasien bedah kelas II dan III di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek yang
dilihat dari penampilan makanan (warna, bentuk, porsi, penyajian), rasa makanan,
variasi menu dan ketepatan waktu dalam penyajian makanan

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan evaluasi dan informasi untuk
pengelola instalasi gizi di RSUD Abdul Moeloek lebih maksimal dalam
mengelola menu makanan sehingga sistem penyelenggaraan makanan berjalan
dengan baik serta untuk mencapai kepuasan pasien dalam penunjang
penyembuhan pasien.
1.4.2 Bagi institusi
Sebagai bahan referensi dan kepustakaan informasi serta masukkan untuk
dilakukan penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Peneliti
Sebagai sarana pembelajaran dalam menambah pengetahuan dan
memperdalam wawasan serta pemahaman tentang gambaran daya terima
makanan pada pasien bedah rawat inap kelas II dan III di RSUD Abdul Moeloek.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Pengertian Daya Terima
Daya terima makanan adalah penerimaan terhadap makanan yang disajikan
dapat diterima oleh konsumen, tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan makanan
adalah makanan yang disajikan dapat diterima dan makanan tersebut habis
termakan tanpa meninggalkan sisa makanan. Daya terima sendiri sebagai tolak
ukur kepuasan pasien (Pertemuan Ilmiah Nasional, 2007).Makanan yang disajikan
memegang peranan penting dalam proses penyembuhan dan mempesingkat masa
rawat inap, sehingga harus sesuai dengan kebutuhan gizi pasien (Barker, dkk.,
2011).
Menurut Wirakusumah (1998) dalam Christoper (2012),daya terima makanan
adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan.
Daya terima makanan dapat digunakan sebagai indicator keberhasilan dalam
penyelenggaraan makanan di rumah sakit dan sebagai tolak ukur dalam
pencapaian dan pemenuhan standar pelayanan minimal Depkes (2007) dalam
Christopher (2012). Daya terima makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah penampilan makanan dan rasa makanan (Dewi, 2007) dalam
Marlina.,dkk (2018).
Daya terima makan pasien dapat diukur dengan menggunakan metode
penimbangan, yaitu mempresentase makanan sebelum dan sesudah dikonsumsi
sisa makanan yang tersisa dipiring. Bila asupan makanan pada pasien <80% maka
daya terima makanan dikategorikan menjadi daya terima rendah,tetapi jika asupan
makanan pada pasien ≥80% maka daya terima makanan pasiennya baik. Jika daya
terima pasien baik sebesar ≥80% maka sisa makanan harus ≤20% hal ini sesuai
dengan Kepmenkes nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Pelayanan Minimal
Rumah Sakit,yang menyebutkan indikator sisa makanan yang tidak termakan oleh
pasien ≤20% (Depkes RI, 2008).

2.2.2 Faktor yang memengaruhi daya terima makanan


Daya terima terhadap makanan secara umum juga dapat dilihat dari jumlah
makanan yang habis dikonsumsi. Daya terima makanan juga dapat dinilai dari
jawaban terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan makanan yang
dikonsumsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya terima seseorang terhadap
makanan yang disajikan, menurut Khumaidi (1994) dalam Purnita (2017), sebagai
berikut :
a) Faktor internal
Menurut Lumbantoruan (2012) dalam Purnita (2017) Faktor internal adalah
kondisi dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi konsumsi makanannya,
seperti nafsu makan yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis seseorang
misalnya sedih dan lelah, reaksi obat, kebiasaan makan, dan kebosanan yang
muncul karena konsumsi makanan yang kurang bervariasi. Kebosanan juga dapat
disebabkan oleh tambahan makanan dari luar yang dikonsumsi dalam jumlah
yang banyak dan dekat dengan waktu makan utama.
b) Factor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi
konsumsi makanannya. Faktor-faktor teresbut antara lain citarasa makanan,
penampilan makanan, variasi menu, cara penyajian, kebersihan makanan dan alat
makan, dan pengaturan waktu makan.

2.2.3 Metode pengukuran daya terima


Menurut Williams (2011) dalam Meiriska (2021) menyatakan Penentuan
daya terima dapat dilakukan dengan menggunakan metode Comstock. Metode
Comstock/Taksiran Visual salah satu cara yang telah dikembangkan untuk
menilai konsumsi makanan pasien adalah metode taksiran visual skala Comstock.
Metode ini efektif, tetapi bisa menyebabkan ketidaktelitian. Metode taksiran
visual dengan menggunakan skala pengukuran dikembangkan oleh Comstock
dengan menggunakan skor skala 6 poin dengan kriteria sebagai berikut :
a) Skala 0 : Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa (100% dikonsumsi)
b) Skala 1 : Jika tersisa 1⁄4 porsi (hanya 75% yang dikonsumsi)
c) Skala 2 : Jika tersisa 1⁄2 porsi (hanya 50% yang dikonsumsi)
d) Skala 3 : Jika tersisa 3⁄4 porsi (hanya 25% yang dikonsumsi)
e) Skala 4 : Jika tersisa hampir mendekati utuh (hanya dikonsumsi sedikit atau
5%)
f) Skala 5 : Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)

2.2.4 Penyelenggaraan Makanan rumah sakit


a) Pengertian penyelenggaran makanan rumah sakit
Menurut (PGRS 2013) Penyelenggaraan makanan Rumah sakit merupakan
rangkaian keggiatan mulai dari perencanaan menu,perencanaan kebutuhan,bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,penerimaan,
dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan,
pelaporan serta evaluasi.
b) Tujuan penyelenggaran makanan rumah sakit
Menurut (PGRS 2013) Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai
kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai
status gizi yang optimal.
c) Bentuk penyelenggara makanan di rumah sakit
Menurut (PGRS 2013) Bentuk penyelenggaraan makanan di RS meliputi :
 Sistem Swakelola
Pada penyelenggaraan makanan RS dengan system swakelola, instalasi
gizi/unit gizi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan makanan. Dalam system swakelola ini, seluruh sumber
daya yang diperlukan (tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana)
disediakan oleh pihak RS.
 Sistem diborongkan ke jasa boga (out-sourcing)
Sistem diborongkan yaitu penyelenggaraan makanan dengan
memanfaatkan perusahaan jasa boga atau catering untuk penyediaan
makanan RS. Sistemdiborongkan ini dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu
diborongkan secara penuh (full outsourcing) dan diborongkan hanya
sebagian (semi outsourcing).
 Sistem Kombinasi
Sistem kombinasi adalah sistem penyelenggaraan makanan yang
berkombinasi dari sistem swakelola dan sistem diborongkan sebagai upaya
memaksimalkan sumber daya yang ada. Pihak rumah sakit dapat
menggunakan jasaboga/catering hanya untuk kelas VIP atau makanan
karyawan, sedangkan selebihnya dapat dilakukan dengan swakelola.
d) Bentuk makanan rumah sakit
Bentuk makanan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan pasien. Dalam
Wirawan (2021) menurut buku penuntun diet makanan standar rumah sakit dapat
dibedakan mejadi beberapa jenis :
 Makanan biasa
Makanan Biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam,
bervarias dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal. Susunan
makanan mengacu pada pola menu seimbang dan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Makanan biasa diberikan
kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan makanan
khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus, makanan sebaiknya
diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak merangsang pada
saluran cerna.
 Makanan lunak
Makanan Lunak Adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah
dikunyah, ditelan, dan membedakana dibandingkan makanan biasa.
Makanan ini mengandung cukup atas zat-zat gizi, pasien mampu
mengkonsumsi makan dalam jumlah cukup. Menutup keadaan penyakit,
makan lunak dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai
pembakaran dari makanan saring ke makanan biasa.
 Makanan saring
Makanan Saring adalah makanan semi padat yang mempunyai tekstur
lebih halus dari pada makanan lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan
dicerna. Menurut keadaan penyakit, makan saring dapat diberikan langsung
kepada pasien atau merupakan pembakaran dari makanan cair kental ke
makanan lunak.
 Makanan cair
Makanan Cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga
kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan
mengunyah, menelan, dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh
menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, bulan, pasca perdarahan
saluran cerna,serta pra dan pasca bedah.Makanan dapat diberikan secara
lisan atau parenteral.
e) Menu makan
Menu adalah susunan dari beberapa macam hidangan atau masakan yang
disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau kelompok orang untuk setiap kali
makan, yaitu dapat berupa susunan hidangan pagi, hidangan siang atau hidangan
malam atau hidangan snack (Kemenkes RI 2017). Menu yang sesuai gizi
seimbang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah-
buahan.
Berdasarkan pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) tahun 2013,
dalam penyelenggaraan makanan institusi menu dapat disusun dalam jangka
waktu yang cukup lama. Siklus menu dalam 1 periode yang telah ditetapkan
dengan menggunakan kalender. Contoh apabila menu yang digunakan adalah 10
hari, maka dalam 1 bulan (30 hari) berlaku 3 kali siklus. Apabila 1 bulan adalah
31 hari, maka belaku 3 kali siklus ditambah 1 menu untuk tanggal 31.
f) Cita rasa
Citarasa adalah suatu cara pemilihan makanan yang harus dibedakan dari
rasa makanan tersebut. Citarasa merupakan atribut makanan yang yang meliputi
penampakan, bau, rasa, tekstur, dan suhu. Citarasa merupakan bentuk kerja sama
dari kelima macam indera manusia yakni, perasa, penciuman, perabaan,
penglihatan, dan pendengaran. Menurut Anonim (2011), rasa merupakan hasil
kerja pengecap rasa (tastebods) yang terletak dilidah, pipi, kerongkongan, atap
mulut, yang merupakan bagian citarasa. Menurut Wahidah (2010), definisi bahan
makanan tambahan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam
makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan,
citarasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan (Siregar. 2016 dalam
Surahman., dkk. 2022)
Dua aspek yang berkaitan dengan citra rasa adalah sebagai berikut :
 Penampilan makanan.
Dukutip dari trisilawati (2021) Penampilan makanan yang menarik akan
meningkatkan selera makan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang
dihidangkan oleh rumah sakit. Penampilan makanan dapat merangsang syaraf
melalui indra penglihatan dan dari penglihatan timbul selera mencicipi
(Ernalia, 2014). Penampilan makanan adalah faktor-faktor penentu cita rasa
makanan yang disajikan, antara lain warna makanan, porsi makanan, tekstur
makanan dan penyajian makanan :
- Warna makanan.
Warna makanan yang disajikan hendaknya menarik, sehingga selera makan
akan meningkat, karena warna makanan memegang peran penting dalam
penampilan makanan. Untuk mendapatkan warna yang menarik harus
menggunakan teknik memasak tertentu. Sebaiknya untuk mendapatkan warna
makanan yang diinginkan gunakan pewarna dari bahan alami jangan
menggunakan zat pewarna sintetis.
- Porsi makanan.
Porsi makanan adalah jumlah bahan makanan dalam berat bersih mentah
untuk setiap hidangan (Rotua & Siregar, 2015). Potongan bahan makanan akan
menentukan penampilan makanan ketika disajikan pada pasien (Moehyi,
1992).
- Tekstur makanan.
Tekstur makanan yang disajikan pada pasien memiliki variasi tekstur
yang beranekaragam, karena tekstur mempengaruhi indra pengecap pasien.
Tekstur hidangan harus terjaga konsistensinya ketika disajikan ke pasien.
Tekstur makanan yang disajikan harus sesuai dengan menu yang dimasak.
- Penyajian makanan.
Penyajian makanan adalah langkah terakhir dalam penyelenggaraan
makanan. Penyajian salah satu faktor penting karena tanpa memperhatikan cara
penyajian makanan, maka makanan akan tidak menarik meskipun telah
memperhatikan cara pengolahannya. meskipun makanan telah diolah dengan
sebaik-baiknya akan tetapi penyajiannya tidak dilakukan dengan baik, dapat
mengurangi penilaian pasien terhadap penyajian makanan. Pemilihan alat yang
digunakan menjadi hal yang harus diperhatikan dalam penentu penampilan
makanan yang baik. Dalam menyajikan makanan maka alat yang digunakan
harus sesuai dengan volume makanan yang disajikan. Makanan yang berkuah
disajikan dengan alat yang cekung dan dalam. Hindari makanan dapat
melimpah ruah karena alat yang digunakan kecil. Cara penyusunan makanan
harus dilakukan dengan baik agar memberikan kesan menarik ketika disajikan.
Hidangan harus tersusun rapi. Makanan yang disajikan terdapat kombinasi
rupa, rasa, dan warna. Menu yang dsajikan dalam hidangan makanan meliputi,
makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran dan buahbuahan
(Moehyi, 1992).

 Rasa makanan.
Rasa merupakan komponen selera terpenting karena berpengaruh dominan
terhadap makanan yang disajikan (Rotua & Siregar, 2015). Penilaian setiap
orang terhadap bahan makanan berbeda-beda, tergantung dari kesenangan atau
selera seseorang. Penilaian yang berbeda dikarenakan pengalaman, misalnya
rasa enak pada jenis makanan yang sama akan berbeda pada setiap orang. Dua
aspek utama dalam makanan adalah penampilan makanan sewaktu dihidangkan
dan rasa makanan pada saat dimakan.
g) Variasi menu
merupakan varian makanan yang disediakan pemilik usaha kuliner, yang
memudahkan pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya dalam waktu yang
bersamaan. Variasi menu juga dibedakan berdasarkan resep masakan, cara
pengolahan, bahan makanan, sampai dengan jenis makanan dalam suatu hidangan
(Santoso, 2019).
h) Ketepatan waktu penyajian makanan.
Makanan pasien harus langsung dibagikan ke ruang rawat inap. Waktu
penyajian makanan sangat mempenaruhi selera makan pasien, penyajian makanan
harus tepat waktu, baik waktu penyajian makan pagi, siang dan malam (Rotua &
Siregar, 2015). Waktu pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan
penyaluran makanan ke pasien di ruang rawat inap sesuai dengan jumlah porsi
dan jenis makanan sehingga dapat memuaskan konsumen yang dilayani yang
dilakukan oleh petugas pendistribusian makanan (Utari, 2009).

2.2.5 Penelitian terdahulu mengenai daya terima makan di Rumah Sakit


a) Linorika (2019) melakukan penelitian di ruang perawatan obgyn dan bedah
RSD Dr. Soebandi Jember yang melibatkan 51 pasien rawat inap kelas III
sebanyak 64,7 % pasien menyisakan makanan dalam kategori banyak. Rata-
rata sisa makanan biasa pasien di ruang perawatan bedah dan obsgyn RSD
dr. Soebandi sebesar 27,6%. Hal ini menunjukkan sisa makanan masih
diatas standar ≥20%. Hanya 35,3% pasien yang menyisakan makanan dalam
kategori sedikit. Sebagian besar pasien menerima makanan dengan waktu
distribusi yang tepat (86,3%). Cita rasa makanan berhubungan secara
signifikan dengan sisa makanan pasien di ruang perawatan obgyn dan bedah
RSD dr. Soebandi Jember. Pasien diwawancara dengan bantuan list
pertanyaan pada kuesioner cita rasa makanan. Pendapat pasien tentang
kesukaan pada penampilan makanan dan rasa makanan dengan panduan
kuesioner yang berjumlah 8 pertanyaan meliputi aspek warna,tekstur, porsi,
penyajian, aroma, bumbu, tingkat kematangan dan suhu. Selanjutnya,
jawaban diberi skor 1-4 menggunakan skala Likert. Skor 1 untuk jawaban
“sangat tidak suka” (STS), skor 2 “tidak suka” (TS), skor 3 “suka” (S), dan
skor 4 “Sangat suka” (SS). Skor penilaian maksimal 48 dan minimal yaitu
12. Jika skor nilai 36-48 berarti baik; skor nilai 24-35 berarti cukup dan skor
nilai 12-23 berarti kurang. Penilaian cita rasa makanan kemudian
dikategorikan menjadi baik, cukup dan kurang. mayoritas subyek menilai
cita rasa makanan yang disajikan rumah sakit dalam kategori cukup (68,6%)
hanya 2 orang saja yang menilai cita rasa makanan yang disajikan kurang.
Pada subyek yang menilai cita rasa makanannya baik, hampir semuanya
(71,4%) menyisakan sedikit makanan dalam piring saji/plato.
b) Magdalena ., dkk. (2021) melakukan penelitian di rawat inap di Rumah
Sakit PMI Bogor yaitu pasien kelas I berjumlah 1 orang, kelas II berjumlah
13 orang dan kelas III berjumlah 7 orang. Sampel penelitian ini dirawat inap
pada ruangan bangsal Melati, Mawar, Seruni, dan Gardenia yang
mendapatkan makanan biasa tanpa diet khusus total sampel keseluruhan
berjumlah 21 orang.
Hasil analisis daya terima makanan pada pasien rawat kelas I, II, dan III,
didapatkan karakteristik responden menunjukkan jumlah responden pria
sebanyak 52.4% dan responden wanita sebanyak 47.6%. serta Berdasarkan
sebaran konsistensi makanan yang diterima oleh responden, terdapat tiga
kategori, yaitu nasi biasa, nasi lunak dan bubur biasa dengan makanan
protein nabati, protein hewani, sayur dan buah yang diberikan sama rata
jenis serta jumlahnya. Responden dengan menu makanan nasi biasa
sebanyak 33.3%, responden dengan menu nasi lunak sebanyak 47.6%, dan
responden dengan menu makanan bubur biasa sebanyak 19.0%.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan yang terdiri dari waktu makan, keramahan pramusaji, kebersihan
peralatan makan, dan variasi menu untuk setiap responden yang puas
terhadap pelayanan makanan diberikan skor 1 dan tidak puas diberikan skor
0. Pada penampilan makanan menggunakan wawancaradalam penyajian
makanan yang disediakan di RS PMI Bogor erdasarkan hasil wawancara,
sebanyak 100% responden setuju bahwa peralatan makanan bersih dan
makanan bervariasi. Selain itu, sebanyak 100% responden setuju bahwa
pramusaji di Instalasi Gizi RS PMI Bogor memiliki sikap yang ramah
terhadap pasien serta sebanyak 100% pasien setuju bahwa waktu makan
sudah tepat. . Hasil wawancara dengan 21 pasien rawat inap kelas I, II, dan
III. Sebanyak 71% pasien tertarik terhadap warna, bentuk, dan porsi dan
sebanyak 90% pasien tertarik (puas).

2.2.7 Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka teori, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian
sebagai berikut

Bagan 1. Gambaran Daya Terima Makan Pasien


Daya Terima
Makan

Waktu Makan

1. Penampilan makanan
Warna makanan
Bentuk makanan
Penyajian makanan
2. Rasa makanan
3. Variasi menu makanan
BAB II
METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek
yang berlokasi di Jl. Dr. Rivai No.6, Penengahan, Kec. Tj. Karang Pusat, Kota
Bandar Lampung, Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 3
februari 2023.

B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap bedah kelas II dan
III yang mengkonsumsi makanan nasi dan bubur biasa tanpa diet khusus di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Rumah Sakit

2. Sampel
Penentuan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel menggunakan dalam penelitian ini digunakan berdasarkan
kriteria penelitian sebagai berikut :
a. Terdaftar sebagai pasien rawat inap bedah kelas II dan III yang dirawat di
RSUD Abdul Moeloek
b. Mendapat makanan nasi dan bubur biasa standar rumah sakit tanpa diet
khusus
c. Pasien yang dirawat mendapatkan 3 kali makan
d. Memastikan menu yang dikonsumsi dari Rumah Sakit
e. Berusia 17-65 tahun (laki-laki maupun perempuan)
f. Bukan pasien baru
g. Tidak mengalami anoreksia
h. Kondisi pasien dapat memberikan pendapat dan berkomunikasi.
i. Bersedia menjadi responden saat penelitian berlangsung

3. besar sample

D. Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data

1. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan menggunakan data primer dan data skunder.
a. data primer
1) Identitas Responden
Untuk mendapatkan data umum identitas responden (nama pasien, umur, jenis
kelamin, alamat, tanggal masuk pasien, lama dirawat, ruang perawatan ) yang
dikumpulkan dengan cara wawancara secara langsung menggunakan kuesioner.

2) Daya Terima Makanan


Data mengenai daya terima makanan diobservasi dengan cara metode
Comstock/Taksiran kemudian Observasi tersebut dilakukan selama 1 hari untuk 1
orang pasien yang dilakukan pada waktu makan pagi, siang, sore.

3) Total Penampilan Makanan dan Rasa Makanan


Data mengenai penampilan makanan dan rasa makanan menggunakan kuesioner
dan pengamatan langsung selama 1 hari untuk 1 orang pasien. Penilaian dilakukan
terhadap pendapat pasien tentang penampilan makanan (warna, bentuk, porsi, dan
penyajian) serta rasa makanan (cita rasa, tekstur)

4) Waktu Makan
Waktu makan yang diambil dengan melihat jadwal makan pasien. Sedangkan
untuk mendapatkan ketepatan waktu dalam penyajian makan pasien dikumpulkan
dengan menggunakan kuesioner.

b. data skunder
data skunder merupakan data penunjang atau data pendukungdari data primer
yang meliputi siklus menu makanan 10+1 di instalasi gizi, data ruangan pasien
berupa Daftar Permintaan Makanan Pasien (DPMP), dan etiket pasien.

2. Cara Pengambilan Data


a. Data identitas responden diperoleh dengan wawancara langsung terhadap
responden menggunakan kuesioner. Data yang didapat dari hasil wawancara
dijadikan sebagai acuan untuk pengolahan.

b. Data daya terima makan siang diambil dengan metode Comstock/Taksiran


dengan pengamatan makanan yang dilakukan oleh peneliti dengan gambar yang
ada di kuesioner tentang seberapa banyak makanan yang dihabiskan pasien
tersebut.

c. Data total penampilan makanan (warna, bentuk, porsi, penyajian) dan total rasa
makanan (cita rasa, tekstur ) diambil menggunakan hasil kuesioner yang
dinilai berdasarkan hasil wawancara dengan pasien.

3.Data waktu makan siang diperoleh dari jadwal penyajian makan pasien.
Sedangkan untuk mendapatkan ketepatan waktu dalam penyajian makan pasien
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner waktu makan siang dan sore.
4. Alat Pengumpulan Data
Adapun alat pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Form Kuesioner
b. Timbangan digital
c. Komputer dan perangkat lunak computer

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan sistem
komputerisasi, adapun langkah-langkah pengolahan data yaitu sebagai berikut :

a. Data Editing (Pengeditan Data)


Mengedit atau editing dimaksudkan untuk meneliti tiap daftar pertanyaan yang
diisi agar lengkap, untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan pengisian
atau jawaban yang tidak jelas sehingga jika terjadi kesalahan data dapat dengan
mudah terlihat dan segera dilakukan perbaikan. Data tersebut yaitu berupa data
kuesioner penampilan makanan dan rasa
makanan yang di isi pasien.
b. Data Skoring
proses skoring dilakukan pada variable yang diteliti agar mudah dalam
menganalisa :
1. Penampilan makanan
Data penampilan makanan diperoleh dari pengisian formulir kuesioner tentang
pendapat pasien dari beberapa faktor seperti tekstur makanan, warna makanan,
penyajian makanan, penampilan makanan.
1) Data penilain terhadap tekstur makanan dari setiap hidangan yang
diperoleh dari penilain kuesioner diberi skor 1-3, yaitu :
1 =tidak sesuai
2= kurang sesuai
3 = sesuai
2) Data penilain terhadap warna makanan dari setiap hidangan yang
diperoleh dari penilain kuesioner diberi skor 1-3, yaitu :
1 =tidak menarik
2= kurang menarik
3 = menarik
3) Data penilain terhadap penyajian makanan dari setiap hidangan yang
diperoleh dari penilain kuesioner diberi skor 1-3, yaitu :
1 =tidak menarik
2= kurang menarik
3 = menarik
4) Data penilain terhadap penampilan makanan dari setiap hidangan yang
diperoleh dari penilain kuesioner diberi skor 1-3, yaitu :
1 =tidak menarik
2= kurang menarik
3 = menarik
Kategori dibuat dengan menghitung skor jawaban benar dari semua aspek
penampilan makanan,dengan perhitungan sebagai berikut :

Nilai = skor jawaban benar x100 %


Skor maksimum (3) x aspek penampilan (4)
Penilaian penampilan makanan yang yang disajikan kemudian dikategorikan
menjadi 3 yaitu :
a. Tidak menarik : jika penilaian 60%
b. Kurang menarik : jika penilaian 60%- 80%
c. Menari : jika penilaian ≥80%

2. Rasa makanan
Data rasa makanan diperoleh daripengisian formulir kuesioner tentang pendapat
pasien dari rasa makanan sebagai berikut:
Data penilain terhadap rasa makanan dari setiap hidangan yang diperoleh dari
penilain kuesioner diberi skor 1-3, yaitu :
1 =tidak enak
2= kurang enak
3 = enak
Kategori dibuat dengan menghitung skor jawaban benar dari aspek rasa
makanan,dengan perhitungan sebagai berikut :
Nilai = skor jawaban benar x100 %
Skor maksimum (3) x aspek rasa makanan (1)

Penilaian penampilan makanan yang yang disajikan kemudian dikategorikan


menjadi 3 yaitu :
a. Tidak enak : jika penilaian 60%
b. Kurang enak : jika penilaian 60%- 80%
c. enak : jika penilaian ≥80%

3. variasi menu
Data rasa makanan diperoleh daripengisian formulir kuesioner tentang pendapat
pasien dari variasi menu makanan sebagai berikut
Data penilain terhadap rasa makanan dari setiap hidangan yang diperoleh dari
penilain kuesioner diberi skor 1-3, yaitu :
1 =tidak bervariasi
2= kurang bervariasi
3 = bervariasi
Kategori dibuat dengan menghitung skor jawaban benar dari menu makanan yang
bervariasi ,dengan perhitungan sebagai berikut :
Nilai = skor jawaban benar x100 %
Skor maksimum (3) x aspek makanan bervariasi (1)

Penilaian penampilan makanan yang yang disajikan kemudian dikategorikan


menjadi 3 yaitu :
a. Tidak bervariasi : jika penilaian 60%
b. Kurang bervariasi : jika penilaian 60%- 80%
c. bervariasi : jika penilaian ≥80%

4. ketepatan waktu
data terhadap ketepatan waktu penyajian diperoleh dengan cara wawancara
berdasarkan formulir kuesioner tentang waktu penyajian makanan apakah tepat
waktu atau tidak tepat.
Data kuesioner penelitian terhadap waktu penyajian dari setiap waktu makan yang
diperoleh dari penelitian melalui kuesioner diberi skor, yaitu:
0 = tidak tepat
1 = tepat
Untuk mendapatkan nilai ketepatan waktu makanan dari makanan yang disajikan
diperoleh dengan menghitung rata-rata skor nilai.
Nilai = skor jawaban benar x100 %
Skor maksimum (1) x aspek pengulangan (3)

Kategori ketepatan waktu penyajian dibedakan menjadi 2, yaitu :


a. tepat waktu, jika skor total ≥90%
b. tidak tepat waktu, jika skor ≤90 %

5. penilaian daya terima makanan


penilaian daya terima makanan diukur dari sisa makanan menggunakan metode
Comstock atau Taksiran Visual dengan menggunakan skala Comstock
menggunakan 6 point dengan criteria sebagai berikut :
a. Skala 0 : Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa (100%
dikonsumsi)
b. Skala 1 : Jika tersisa 1⁄4 porsi (hanya 75% yang dikonsumsi)
c. Skala 2 : Jika tersisa 1⁄2 porsi (hanya 50% yang dikonsumsi)
d. Skala 3 : Jika tersisa 3⁄4 porsi (hanya 25% yang dikonsumsi)
e. Skala 4 : Jika tersisa hampir mendekati utuh (hanya dikonsumsi
sedikit atau 5%)
f. Skala 5 : Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)
sisa makanan jumlah % sisa makanan
per individu = jenis hidangan (4) x hari pengambilan
Comstock (1) x waktu makan (3)

Untuk mendapatkan sisa makanan dengan perhitungan sebagai berikut :

c. Data entry (Memasukkan Data)

Hasil dari wawancara dan observasi dengan Kuesioner diolah dengan


menggunakan sistem komputerisasi dan digabungkan dengan data lainnya untuk
menjawab tujuan penelitian. Data hasil kuesioner yaitu daya terima makan,
penampilan makanan, rasa makanan dan waktu makan siang. Setelah data diberi
kode, kemudian dimasukkan ke dalam
computer untuk dilakukan pengolah data dengan menggunakan
program statistik atau SPSS.

d. Data Cleaning (Pemeriksaan Data)


Setelah pemasukan data selesai, dilakukan proses untuk
menguji kebenaran data sehingga data yang masuk benar- benar bebas dari
kesalahan. Semua data di cleaning yaitu daya
terima makan, penampilan makanan, rasa makanan dan waktu
makan siang.

makan siang. 2. Analisis Data


a). Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk menggambarkan seluruh
variabel penelitian, baik variable dependen (daya terima makan)
maupun variabel independen (total penampilan makanan, total
rasa makanan dan waktu makan) yang disajikan dalam bentuk
tabel.

42

b). Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara variabel Independen dengan variabel Dependen. 1). Variabel Independen :
 Penampilan Makanan (warna, bentuk, porsi dan penyajian)  Rasa Makanan
(aroma, tekstur, bumbu dan suhu)  Waktu Makan
2). Variabel Dependen : Daya Terima

DAFTAR PUSTAKA
Lironika,A, Suryadi. 2019. Jadwal Distribusi dan Citarasa Makanan Berhubungan
dengan Sisa Makanan Pasien di Ruang Perawatan Obgyn dan Bedah RSD. dr.
Soebandi Jember . IAGIKMI, Doi 10 : 2473/amnt.v3i3 hal.194-200.

Purnamasari.,dkk. 2019. Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap


Terhadap Penyajian Makanan di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya
Denpasar.jurnal riset..

Anda mungkin juga menyukai