oleh
Indah Liananta Utami
NIM G42141383
2. What
Apa permasalahan dari indikator ketepatan pemberian makanan kepada
pasien? dalam kasus ini disebutkan bahwa hampir 20% pasien tidak menerima
makanan sesuai dengan jadwal yang telah diteteapkan. Artinya ketepatan
pemberian makan pada pasien di rumah sakit ini adalah 80%. Sedangkan menurut
Depkes (2008) Standart Pelayanan Minimal untuk indikator ketepatan pemberian
makanan kepada pasien adalah 100%. Artinya indikator ketepatan pemberian
makanan kepada pasien ini tidak dapat terpenuhi.
Menurut Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 Ketepatan waktu pemberian
makanan kepada pasien adalah ketepatan penyediaan makanan, pada pasien sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan. Tujuannya agar efektifitas pelayanan gizi
tergambar. Frekuensi pengumpulan data dalam kurun waktu satu bulan dalam
periode analisis tiga bulan.
Prinsip tepat penyajian disesuaikan dengan kelas pelayanan dan kebutuhan.
Tepat penyajian yaitu tepat menu, tepat waktu, dan tepat volume atau porsi (sesuai
jumlah). Ketepatan petugas dalam menyajikan makanan harus sesuai dengan
waktu yang sudah ditentukan Makanan yang terlambat datang dapat menurunkan
selera makan pasien, sehingga dapat menimbulkan sisa makanan yang banyak
(Puspita dan Rahayu, 2011).
Keterlambatan dalam pemberian makan akan dapat menyebabkan kualitas
makanan yang disajikan menurun. Menurut Kementerian RI (2013) makanan yang
disajikan adalah makanan yang siap dan layak disantap. Penyajian makanan yang
harus disajikan dalam keadaan panas. Hal ini bertujuan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan meningkatkan selera makan. Panas yaitu makanan yang
harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan
memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas
makanan harus berada pada suhu >600C.
3. When
Kapan waktu pemberian makan yang tepat? Dalam kasus disebutkan bahwa
jadwal pemberian makan di Rumah Sakit tersebut adalah jam 7 makan pagi, jam
10 selingan pagi, jam 12 makan siang, jam 16 selingan sore dan jam 19 makan
malam. Ha ini telah sesuai dengan Waktu makan adalah waktu dimana orang
lazim makan setiap sehari. Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4
jam makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik
dalam bentuk makanan ringan atau berat (Puspita dan Rahayu, 2011). Namun,
yang menjadi permasalahn adalah pemberian makan pada pasien tidak tepat
waktu. Menurut Supu dkk (2014) range antara ketepatan jam distribusi makanan
sampai di ruangan pasien 1 jam dari jadwal makan yang ditetapkan. Apabila
melebihi range tersebut maka dapat dinyatakan bahwa pemberian makan kepada
pasien dikatakantidak tepat waktu.
4. Who
Siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatanpemberian makan kepada
pasien? ketepatan pemberian makan kepada pasien harus selalu dipantau karena
hal ini menrupakan salah satu indikator Standart Pelayanan Minimal yang harus
dipenuhi oleh setiap Rumah Sakit. Apabila indikator ini tidak memenuhi standart
maka dapat dikatakan SPM tidak dapat tercapai dan dapat berpengeruh terhadap
kepuasan pasien serta dapat mempengaruhi citra Rumah Sakit di mata
masyarakat. Apabila dalam sebuah institusi tidak menyadari akan adanya
ketidaktepatan dalam pemberian makanan, maka akan berakibat pada
ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan makan di institusi tersebut
(NHS,2014).
Pramusaji merupakan salsh satu yang bertanggung jawab dalam ketepatan
waktu pemberian makan kepada pasien. Petugas instalasi gizi dan petugas
distribusi makanan yang memiliki sikap dan profesionalitas yang baik sangat
berpengeruh terhadap ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien karena
telah mengetahui dan menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam
mendistribusikan makanan di ruangan pasien, sehingga dapat melakukan
pekerjaannya dengan maksimal (Tarua, 2011).
Coordinator bagian penyelenggaraan makanan juga ikut bertanggung jawab
terhadap ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien. Pemantauan ketepatan
waktu pemberian makan dapat dilakukan sesering mungkin agar dapat langsung
diketahui adanya masalah dan dapat segera dilaporkan kepada Kepala Instalasi
Gizi agar dapat segera dilakukan tindakan koreksi.
5. Where
Dimana keterlambatan pemberian makan sering terjadi? Dalam kasus
disebutkan bahwa keterlambatan pemberian makan kepada pasien sering terjadi
pada pasien di bangsal yang jauh dari dapur atau instalasi gizi. Letak dapur yang
jauh dari bangsal perawatan pasien dapat mempengaruhi ketepatan waktu
pemberian makan pada pasien.hal ini berkaittan dengan waktu yang dibutuhkan
olehpramusaji untuk mengantar makanan ke ruangan pasien. ditambah lagi
dengam kapsitas troli yang hanya dapat menampung 25 nampan, dimana
mengharuskan pramusaji untuk bolak-balik mengambil makanan ke dapur yang
tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama.
6. How
Bagaimana solusi untuk megatasi keterlambatan pemberianmakan pada
pasien? berdasarkan analisa yang telah dilakukan sebelumnya, pada analisa
Why telah dijelaskan bahwa beberapa penyebab yang dapat menyebabkan
permasalahan ini terjadi adalah kurangnya jumlah karyawan dan jumlah troli serta
letak dapur atau instalasi gizi yang kurang strategis sehingga sulit untuk dijangkau
oleh bangsal yang jauh dari dapur. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ini diantaranya adalah :
a. Menambah jumlah karyawan
Jumlah pramsaji harus disesuaikan dengan julah bed yang harus dilayani
agar tidak terjadi keterlambatan dam pemberian makan. Petugas yang tidak terlalu
banyak atau tidak sesuai dengan jumlah pasien yang dilayani akan membuat
proses menyajikan makanan membutuhkan waktu yang cukup lama (Anggaraini,
2016).
b. Menambah kapasitas troli
Dalam kasus ini kapasitas troli hanya dapat mengankut 25 nampan dengan 5
orang pramusaji untuk melayani 250 bed. Artinya pramusaji harus kembali ke
dapur untuk mengambil makana sebanyak 2 kali. untuk lebih mempersingkat
waktu dapat dilakukan penambahan kapasitas troli menjadi 50 nampam sehingga
pramusaji tidak perlu kembali lagi ke dapur untuk mengambil makanan atau
hanya sekali pendistribusian atau pengangkutan.
c. Menata ulang letak dapur
Tata letak dapur yang kurang strategis dapat menjadi dalah satu penyebab
terjadinya keterlambatan dalam pemberian makan kepada pasien karena sulit
dijangkau oleh bangsal yang jauh dari dapur dehingga memerlukan waktuyang
lebih lama untuk makanan dapar sampai di tangan pasien. sebaiknya letak
instalasi gizi atau dapur diletakkan di tengah atau diletakkan di posisi yang mudah
dijangkau oleh seluruh ruang perawatan.
d. Memberikan pelatihan pada pramusaji
Untuk meningkatkan sikap dan profesionalitas petugas instalasi gizi dan
petugas distribusi makanan diperlukan langkah-langkah konkrit melalui pelatihan
atau magang yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam
mendistribusikan makanan di ruangan pasien, melalui pendekatan ini diharapkan
bahwa sumber daya yang diperlukan lebih maksimal (Tarua, 2011).
BAB 5. KESIMPULAN
Salah satu pelayanan yang diberikan salam pelayanan gizi rumah sakit
adalah penyelenggaraan makanan. Indikator terkait penyelenggaraan makanan
yang harus memenuhi Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit adalaha
ketepatan waktu pemebrian makan pada pasien yang harus mencapai 100%.
Naumn, pada kasus ini hampir 20% pasien tidak mendapatkan makanan sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan atau ketepatan pemberian makan pada
pasien hanya mencapai 80%. Dimana keterlambatan pemberian makan di rumah
sakit ini sering terjadi pada bangsal yang jauh dari daput. Hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya jumlah pramusaji dan troli serta letak dapur yang kurang
strategis. Pramusaji, coordinator bagian penyelenggaraan makanan dan kepala
instalasi gizi harus bertanggung jawab untuk dapat menyelesaikna masalah ini.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalh ini adalah menambah jumlah
pramusaji, menambah kapasitas troli makanan, menata ulang letak instalsi gizi ke
tempat yang lebih mudah dijangkau semua ruang perawatan serta memberikan
pelatihan kepada pramusaji untuk meningkatkan keterampilannya terkait
distribusi makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman PGRS Pelayaan Gizi
Rumah Sakit. Jakarta:Depertemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.
Supu, L., Prawiningdyah, Y., Susetyowati. 2014. Studi Kasus Kualitas Hidup
Ahli Gizi Dengan Standart Pelayanan Minimal Gizi di Ruang Rawat Inap
RSUD Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Jurnal Gizi dan Dietetik
Indonesia. Volume 2, Nomor 1: 32-40.
Anggraini, R,R. 2016. Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Penyajian
dan Pelayanan Makanan yang disajikan di Rumah Sakit Condong Catur
Yogyakarta.Tugas Akhir Skripsi. Program Studi Pendidikan Teknik Boga
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.