Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN HASIL PENGEMBANGAN FORMULA

SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE PADA FORMULA ENTERAL


CAIR DM TERHADAP KADAR GIZI (ENERGI, PROTEIN,
LEMAK, KARBOHIDRAT), VISKOSITAS, DAN MUTU
ORGANOLEPTIK

Oleh:
Amira Salsabila (1603410031)
Nur Laila (1603410050)
Heny Shelawati (1603410059)
Eusebia Verselin Ratih A (1603410069)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN
DIETETIKA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN HASIL PENGEMBANGAN FORMULA


SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE PADA FORMULA ENTERAL
CAIR DM TERHADAP KADAR GIZI (ENERGI, PROTEIN,
LEMAK, KARBOHIDRAT), VISKOSITAS, MUTU
ORGANOLEPTIK DAN HARGA

Disusun Oleh:
Amira Salsabila (1603410031)
Nur Laila (1603410050)
Heny Shelawati (1603410059)
Eusebia Verselin Ratih A (1603410069)

Malang, 21 Februari 2020

Mengetahui, Menyetujui,

Kepala Instalasi Gizi Clinical Instructure


RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Ruliana, SST, M.Kes, RD Naella Hoirotul R., A.Md. Gz


NIP. 19680305 199003 2 004 NIP.

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ......................................................................................5
B.Rumusan Masalah ................................................................................7
C.Tujuan ..................................................................................................7
D.Manfaat.................................................................................................8

BAB II PEMBAHASAN
A.Formula Enteral ....................................................................................9
1. Definisi................................................................................................9
2. Persyaratan Formula Enteral DM.......................................................9
3. Metode Pemberian...........................................................................10
4. Perhitungan PERKENI......................................................................10
5. Viskositas.........................................................................................11
B. Diabetes Melitus ..................................................................................11
1. Pengertian........................................................................................11
2. Patofisiologi......................................................................................12
C.Alasan Pemilihan Bahan ......................................................................13
BAB III METODOLOGI
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ..........................................................20
B.Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................20
C.Alat dan Bahan.....................................................................................20
D.Variabel Penelitian................................................................................21
E.Metode Penelitian.................................................................................21
F.Perhitungan Zat Gizi..............................................................................22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Mutu Gizi ..............................................................................23
B.Hasil Viskositas ...................................................................................24
C.Hasil Evaluasi Daya Terima ................................................................24

DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................26


LAMPIRAN.....................................................................................................27

3
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perbandingan kandungan gizi 100 gram tempe dan tepung tempe..........15
3.1 Perhitungan berdasarkan Prinsip Diet PERKENI 2011.............................22
4.1 Zat Gizi Standar Rumah Sakit dan Formula Subtitusi DM…………………24
4.2 Daya Alir Formula Enteral........................................................................25
4.3 Uji Organoleptik Warna............................................................................26
4.4 Uji Organoleptik Aroma............................................................................27
4.5 Uji Organoleptik Rasa...............................................................................29
4.6 Uji Organoleptik Konsistensi.....................................................................31
4.7 Perhitungan Harga Formula Enteral Modifikasi........................................33
4.8 Spesifikasi Bahan Formula Enteral...........................................................34

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit degeneratif seperti diabetes melitus menjadi penyebab
kematian utama di negara maju dan di negara yang sedang berkembang.
Penyakit degeneratif ini terkait dengan pola perilaku termasuk pola makan
dan aktivitas fisik. Di Indonesia prevalensi penderita diabetes pada
penduduk usia ≥15 tahun sebesar 6,9% pada tahun 2013, dan meningkat
menjadi 8,5% pada tahun 2018 (Riset Kesehatan Dasar, 2018)
Berdasarkan data IDF 2014, saat ini diperkiraan 9,1 juta orang
penduduk Indonesia didiagnosis mengalami DM. Dengan angka tersebut
Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia. Sedangkan di tahun 2019,
Indonesia menempati urutan ke-7, diperkirakan ada 10,7 juta penduduk usia
20-79 tahun yang terdiagnosis menderita diabetes dan akan terus
bertambah pada tahun 2030 menjadi 13,7 juta dan pada tahun 2045
sebanyak 16,9 juta penduduk (Internasional Diabetes Federation, 2019).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang disebabkan
oleh gangguan sekresi insulin dan/atau penurunan sensitivitas jaringan
terhadap insulin sehingga terjadi abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein di tubuh. Pasien dengan DM memiliki kadar glukosa
plasma sewaktu > 200 mg/dL atau glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL.
Secara umum, DM terbagi menjadi DM Tipe 1, DM Tipe 2, dan diabetes
gestasional. DM Tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankres
yang umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, sedangkan DM Tipe 2
terjadi karena adanya resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative.
Albumin serum adalah salah satu molekul yang merupakan protein
utama dalam plasma manusia (3,4 – 4,7 g/dL) dan membentuk kira-kira 60%
dari protein total. Penurunan albumin dapat digunakan sebagai indikasi
kekurangan protein dalam tubuh dan tanda malnutrisi. Kenaikan atau
penurunan tingkat albumin dipengaruhi oleh asupan protein, alkohol,
tekanan osmotik, hormon, dan faktorfaktor fisiologis. Albumin serum pada
pasien DM mengalami penurunan. Kadar albumin serum yang rendah pada
pasien DM dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada kerja hormon
insulin. Efek insulin pada metabolisme protein yakni mencegah pemecahan
protein atau asam amino menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk produksi

5
ATP. Asam amino merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan pada saat
sintesis albumin sehingga jika asam amino digunakan untuk produksi ATP
maka sintesis albumin terhambat.
Terapi formula enteral diberikan pada pasien diabetes melitus untuk
mencukupi kebutuhan zat gizi mereka. Formula enteral merupakan terapi
pemberian zat gizi lewat saluran cerna dengan menggunakan selang atau
kateter khusus (feeding tube). Cara pemberiannya bisa melalui jalur hidung
lambung (nasogastric tube) atau hidung-usus (nasoduodenal atau naso
jejunal route). Formula enteral terbagi menjadi dua berdasarkan cara
pembuatannya yakni fomula komersial dan home blenderized diet.
Pemberian formula enteral harus dipertimbangkan ketika seseorang tidak
aman untuk mengasup makanan secara oral atau ketika asupan oral tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka. Tujuan pemberian formula
enteral adalah untuk mencukupi kebutuhan zat gizi dan suplemen untuk
pasien malnutrisi.
Formula enteral dapat dibuat sendiri dengan menggunakan beberapa
bahan makanan. Pada penderita diabeteas melitus, perlu memperhatikan
bahan makanannya, salah satunya adalah indeks glikemik makanan
tersebut. Salah satu bahan pangan lokal yang memiliki IG rendah adalah
tepung tempe kedelai (<55) dibanding kentang (41 - 59) dan ubi jalar ungu
(54 - 68). Selain memiliki nilai IG rendah, tepung tempe kedelai mengandung
asam amino esensial dan non esensial yang lengkap, kadar lemak jenuh
rendah, isoflavon tinggi, serat tinggi, IG rendah (glycemic index <55), dan
mudah dicerna (Muctadi, 2010). Tempe terbuat dari kedelai yang merupakan
salah satu sumber protein nabati yang baik dan bermutu tinggi. Sebuah studi
klinis pada tikus wistar jantan malnutrisi yang diintervensi formula enteral
berbahan dasar tempe menunjukkan peningkatan positif protein total.
Berdasarkan temuan diatas, pada penelitian ini akan diuji formula enteral
berbahan dasar labu kuning pada albumin serum tikus diabetes melitus.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (1999) menyatakan bahwa daya
cerna tempe mencapai 83%, sedangkan kedelai rebus hanya mencapai
75%. Hal ini dikarenakan meningkatnya kadar protein yang larut dalam air
akibat aktivitas enzim proteolitik (dalam Lipi, 2018). Tepung tempe yang
dicampur dengan tepung pangan lokal lain akan menghasilkan tepung
formula dengan nilai gizi yang meningkat, mdah disimpan, dan dapat diolah

6
menjadi makanan cepat saji. Tepung tempe juga dapat digunakan untuk
bahan pangan fungsional. (Steinkraus, dalam Lipi 2018 )
Pada penelitian yang dilakukan oleh Chang, dkk, (2008) menyatakan
bahwa dengan memberikan 69 gram kedelai selama empat minggu dapat
menurunkan kadar GDP dan GDPP yang lebih baik dari kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol. Lebih lanjut lagi, pada penelitian Bintanah (2010)
yang menyatakan bahwa pemberian tepung tempe selama 3 minggu dapat
menurunkan kadar glukosa darah sebesar 54,9%.
Berdasarkan temuan diatas, pada penelitian ini akan diuji formula
enteral berbahan dasar tepung tempe. Penelitian ini bertujuan untuk
menambahkan kandungan protein dan mutu organoleptik pada formula
enteral homemade diabetes mellitus dengan substitusi tepung tempe
kedelai. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambah nilai protein pada
formula enteral bagi penderita DM.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh
subtitusi tepung tempe kedelai terhadap nilai energy, protein, lemak,
karbohidrat, viskositas dan mutu organoleptik pada formula enteral diabetes
melitus?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis nilai energy, protein, lemak, karbohidrat, viskositas
dan mutu organoleptik formula enteral diabetes mellitus dengan
substitusi tepung tempe kedelai.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis nilai energy, protein, lemak dan karbohidrat formula
enteral diabetes mellitus subtitusi tepung tempe kedelai.
b. Menganalisis viskositas antara formula enteral rumah sakit dengan
formula modifikasi.
c. Menganalisis mutu Organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur)
formula enteral diabetes mellitus subtitusi tepung tempe kedelai.

7
D. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana belajar
dan pengembangan penelitian mengenai formula enteral diabetes
mellitus subtitusi tepung tempe kedelai.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi masukan dan digunakan secara langsung
oleh rumah sakit dalam penggunaan tepung tempe kedelai bagi formula
enteral homemade bagi penderita diabetes melitus.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Formula Enteral
1. Definisi
Formula enteral atau makanan enteral adalah makanan dalam bentuk cair
yang dapat diberikan secara oral maupun melalui pipa selama saluran
pencernaan masih berfungsi dengan baik (Sobariah, 2005 dalam
Khasanah, 2009). Formula enteral diberikan pada pasien yang tidak bisa
makan melalui oral seperti dalam kondisi penurunan kesadaran,
gangguan menelan (disfagia), dan kondisi klinis lainnya atau pada pasien
dengan asupan makan via oral tidak adekuat. Pemberian nutrisi enteral
pada pasien dapat meningkatkan berat badan, menstabilkan fungsi hati
atau liver, mengurangi kejadian komplikasi infeksi, jumlah atau frekuensi
masuk rumah sakit dan lama hari rawat di rumah sakit (Klek et al, 2014).
Pemilihan formula enteral ditentukan berdasarkan kemampuan formula
dalam mencukupi kebutuhan gizi, yang dipengaruhi oleh faktor – faktor
sebagai berikut yaitu kandungan atau densitas energi dan protein dalam
formula (dinyatakan dalam kkal/ml, g/ml, atau ml Fluid/L), fungsi saluran
cerna, kandungan mineral seperti Natrium, Kalium, Magnesium, dan
Posfor dalam formula terutama bagi pasien dengan gangguan jantung,
gangguan ginjal, dan gangguan liver. Bentuk dan jumlah protein, lemak,
karbohidrat, dan serat dalam formula, efektivitas biaya, cost to benefit
ratio(Mahan & Raymond, 2017).
2. Persyaratan Formula Enteral DM
Formula DM merupakan salah satu jenis formula polimerik. Formula
polimerkik, yaitu formula dengan komposisi zat gizi makro (protein, lemak,
karbohidrat) dalam bentuk utuh/intak. Dalam formula poimerik, kandungan
energinya 1-2 kkal/ml, dan pada umumnya bebas laktosa. Selain sebagai
formula DM, formula enteral dengan densitas energi yang tinggi (1,5 – 2
kkal/ml) diperlukan bagi pasien yang membutuhkan pembatasan cairan
seperti pasien gangguan jantung, gangguan paru – paru, gangguan
hati/liver, gangguan ginjal, dan pasien yang tidak mampu menerima
makanan dalam volume tertentu (Mahan & Raymond, 2017 dalam
Suswan, 2018).

9
3. Metode Pemberian
Metode pemberian formula enteral ditentukan berdasarkan kondisi klinis
pasien (Mahan & Raymond, 2017), terdiri dari :
a. Bolus, yaitu dengan cara memasukkan formula sekaligus maksimal
sebanyak 500 ml, biasa digunakan bagi pasien dalam kondisi stabil.
Lama pemberian 5 – 20 menit, diberikan 4 – 6x/hari.
b. Intermitten dan siklik, dimasukan kedalam kantong atau botol yang
dilengkapi dengan klem pengatur tetesan per menit (gravity feeding),
lama pemberian selama 20 – 60 menit.
c. Kontinyu (continous), yaitu memasukkan formula menggunakan
pompa. Digunakan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
gastrointestinal akibat penyakit, pembedahan, terapi kanker, dan lain
– lain. pemberian antara 10-25 ml/jam setiap 8-24 jam.
4. Perhitungan PERKENI
Waspadji (2007) mengatakan bahwa standar diet DM diberikan pada
penderita DM sesuai kebutuhannya. Ada 8 jenis standar diet menurut
kandungan energi yaitu diet DM 1100, 1300, 1500, 1700, 1900, 2100,
2300, dan 2500 kalori. Secara satandar diet untuk penderita DM yang
gemuk adalah 1100-1600 kalori, penderita dengan berat badan normal
1700-1900 kalori dan 2100 - 2500 kalori untuk penderita DM yang kurus.
Prinsip diet bagi penderita DM (Perkeni, 2011) yaitu:
a) Energi disesuaikan dengan kebutuhan dan faktor koreksi umur, jenis
kelamin, aktivitas dan berat badan
b) Karbohidrat 45-65% dari energi total
c) Protein 10-20% dari energi total
d) Lemak 20-25% dari energi total, penggunaan lemak jenuh <7%; lemak
tidak jenuh ganda <10%; selebihnya lemak tidak jenuh tunggal; dan
kolesterol <300 mg/hari
e) Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang banyak
mengandung kolesterol, lemak trans, lemak jenuh serta makanan yang
banyak mengandung natrium.
f) Makanan yang dianjurkan adalah sumber karbohidrat kompleks,
makanan tinggi serat dan makanan yang diolah dengan sedikit minyak.
g) Gula untuk bumbu diperbolehkan dengan ketentuan <5% dari
kebutuhan energi.

10
5. Viskositas
Tekstur pada makanan cair dapat dinilai dari kekentalan atau
viskositas. Viskositas adalah suatu cara yang digunakan untuk
menunjukkan berapa daya dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan.
Viskositas dapat mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui
pipa NGT. Belum terdapat standar khusus untuk makanan cair DM akan
tetapi menurut penelitian yang dilakukan oleh (Antonam, 2006)
menunjukkan bahwa viskositas makanan cair DM di RSCM yaitu 7cP –
13,5 Cp makanan cair DM ini dapat melewati pipa sonde dan telah dapat
diterima.

Perhitungan Viskositas :

n1/n2 = (p1/p2) x (t1/t2)

Keterangan :
n1 dan n1 = Viskositas dan densitas air
n2 dan p2 = Viskositas dan densitas cairan yang diukur
t1 = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir
t2 = Waktu yang diperlukan cairan untuk mengalir

B. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme glukosa yang
disebabkan oleh gangguan dalam tubuh. Tubuh individu dengan diabetes
tidak menghasilkan cukup insulin, sehingga menyebabkan kelebihan
glukosa dalam darah (Yuniarti, 2013). Diabetes mellitus adalah gangguan
metabolik yang tidak menular. Hal ini terkait dengan beberapa komplikasi
mikro dan makrovaskuler. Hal ini juga merupakan penyebab utama
kematian. Masalah yang belum terselesaikan adalah bahwa definisi dari
ambang diagnostik untuk diabetes. Diabetes adalah kompleks, penyakit

11
kronis yang membutuhkan perawatan medis terus-menerus dengan
strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik (ADA,
2016).
Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi
fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(Depkes,2008).
Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah
penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik
hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah
yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner,
retinopati, nefropati, dan gangren.
2. Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab diabetes melitus menurut Price,
(2012) dan Kowalak (2011) yang menyebabkan defisiensi insulin,
kemudian menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses
pemecahan gula baru (glukoneugenesis) dan menyebabkan metabolisme
lemak meningkat. Kemudian akan terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Peningkatan keton didalam plasma akan mengakibatkan
ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium akan menurun serta pH
serum menurun dan terjadi asidosis.
Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun,
sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam plasma tinggi
(hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan lebih dari ambang ginjal
maka akan menyebabkan glukosuria. Glukosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik yang meningkatkan peningkatan air kencing (polyuria)
dan akan timbul rasa haus (polidipsi) yang menyebabkan seseorang
dehidrasi (Kowalak, 2011).
Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negatif
sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polifagia). Penggunaan

12
glukosa oleh sel menurun akan mengakibatkan produksi metabolisme
energi menurun sehingga tubuh akan menjadi lemah (Price et al, 2012).
Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil,
sehingga menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang.
Kemudian bisa mengakibatkan luka tidak kunjung sembuh karena terjadi
infeksi dan gangguan pembuluh darah akibat kurangnya suplai nutrisi dan
oksigen (Price et al, 2012).
Gangguan pembuluh darah mengakibatkan aliran darah ke retina
menurun, sehingga terjadi penurunan suplai nutrisi dan oksigen yang
menyebabkan pandangan menjadi kabur. Akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal yang
menyebabkan terjadinya nefropati yang berpengaruh pada saraf perifer,
sistem saraf otonom serta sistem saraf pusat (Price et al, 2012).
C. Alasan Pemilihan Bahan
Tempe kedelai kaya akan kandungan asam amino lisin dan
triptophan masing – masing sebesar 269 mg/g N dan 59 mg/g N
(Haryoto, 1998). Tempe dalam bentuk tepung tempe memiliki
kandungan protein 40%, lemak 20%, dan karbohidrat 28% (LIPI, 2005).
Pengolahan tempe menjadi tepung memiliki banyak manfaat, antara lain
tepung tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk
memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan, ataupun diolah menjadi
makanan cepat saji.
Tempe kedelai kaya akan kandungan asam amino lisin dan
triptophan masing – masing sebesar 269 mg/g N dan 59 mg/g N
(Haryoto, 1998). Tempe dalam bentuk tepung tempe memiliki
kandungan protein 40%, lemak 20%, dan karbohidrat 28% (LIPI, 2005).
Pengolahan tempe menjadi tepung memiliki banyak manfaat, antara lain
tepung tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk
memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan, ataupun diolah menjadi
makanan cepat saji.
1. Tepung tempe kedelai
Salah satu bahan makanan yang dihubungkan dengan perbaikan
kondisi prediabetes melalui penurunan kadar glukosa darah adalah
kedelai. Kebiasaan mengonsumsi kacang-kacangan terutama kedelai
memiliki efek protektif terhadap DM tipe 2. Kandungan isoflavon

13
memberikan efek hipoglikemik. Kandungan tersebut terdapat dalam
produk olahan kedelai antara lain : tempe, tahu, soygurt, dan susu
kedelai. Kedelai merupakan tumbuhan yang dapat diolah menjadi tempe
melalui proses fermentasi. Kedelai dan tempe memiliki senyawa
isoflavon. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Chang, dkk, 2008)
menyatakan bahwa dengan memberikan 69 gram kedelai selama empat
minggu dapat menurunkan kadar GDP dan GDPP yang lebih baik dari
kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Lebih lanjut lagi, pada
penelitian yang dilakukan oleh Bintanah (2010) yan menyatakan bahwa
pemberian tepung tempe selama 3 minggu dapat menurunkan kadar
glukosa darah sebesar 54,9%.
Tempe merupakan pangan sumber protein nabati, serat, mineral,
dan vitamin B, selain itu tempe mengandung isoflavon sebagai
antioksidan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa dibandingkan
dengan kedelai, gizi tempe mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh.
Konsumsi tempe diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan
upaya peningkatan konsumsi protein dan sesuai dengan daya beli
masyarakat. Tempe merupakan produk hasil fermentasi yang bernilai gizi
tinggi. Kandungan isoflavon pada produk olahan kedelai seperti tempe
lebih tinggi dibandingkan kedelai yang tidak diolah (Fen Tih, dkk.). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Bintanah (2010) yan menyatakan bahwa
pemberian tepung tempe selama 3 minggu dapat menurunkan kadar
glukosa darah sebesar 54,9%.
Tempe mengandung asam amino esensial dan non esensial yang
lengkap, kadar lemak jenuh rendah, isoflavon tinggi, serat tinggi, IG
rendah (glycemic index <55), dan mudah dicerna (Muchtadi, 2010).
Kandungan tempe kedelai yang dapat menurunkan kadar glukosa darah
adalah protein, isoflavon, serat, serta IG rendah.
Pangan berbasis kedelai juga diketahui mempunyai kadar protein
relatif tinggi dan nilai IG yangan relatif rendah. Oleh karena itu,
penambahan tepung tempe pada pembuatan biskuit diharapkan dapat
membantu menurunkan nilai IG pangan (Kustanti, 2017).
Tepung tempe memiliki banyak manfaat, antara lain mudah
dicampur dengan sumber karbohidrat untuk memperkaya nilai gizi,
mudah disimpan, ataupun mudah diolah menjadi makanan cepat saji.

14
Dengan adanya tepung tempe, nilai gizi suatu makanan akan meningkat.
Pembuatan tepung tempe dilakukan sebagai solusi untuk meningkatkan
nilai gizi pada makanan berprotein rendah. Tepung tempe bermanfaat
sebagai substrat pada makanan berprotein rendah. Tepung tempe dapat
diaplikasikan ke setiap jenis makanan baik lauk pauk maupun makanan
ringan.
Tabel 2.1 Perbandingan kandungan gizi dalam 100 gram tempe dan
tepung tempe
Zat Gizi Tempe Tepung Tempe
Energy (kkal) 149 450
Protein (g) 18,3 48
Lemak (g) 4 24,7
Karbohidrat (g) 12,7 13,5
Sumber : Afrisanti, 2010
2. Susu Bubuk Skim
Susu bubuk berasal dari susu segar baik dengan atau tanpa
rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian
dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan
spray dryer atau roller dryer. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah 2
tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk berlemak (full cream
milk powder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder), dan
susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder) (Astawan, 2005).
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim
diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat
makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai
kalori yang rendah dalam makanannya karena hanya mengandung 55%
dari seluruh energi susu (Buckle, 1987).
Karena telah dipisahkan dari lemaknya, maka susu skim hanya
mengandung 0,5-2% lemak (Varnam dan Sutherland, 1994). Protein susu
merupakan penyusun terbesar pada susu skim. Protein susu dapat
diklasifikasikan menjadi dua grup utama, yaitu kasein dan protein whey.
Kasein merupakan fraksi utama protein yang mengendap saat susu segar
diasamkan pada pH 4.6 pada suhu 200C. Kasein menyusun 76-86% dari
total protein susu skim.

15
Penggunaan susu skim dalam berbagai produk makanan memiliki
keuntungan yaitu (1) mudah dicerna dan dapat dicampur dengan
makanan padat atau semi padat, (2) susu skim mengandung nilai gizi
yang tinggi, protein susu mengandung asam amino esensial, (3) susu
skim dapat disimpan lebih lama daripada whole milk karena kandungan
lemaknya yang sangat rendah. Walaupun susu skim merupakan sumber
protein yang baik, susu skim memiliki kekurangan yaitu rendah energi
yang dikandung (Ossiris, 2013).
3. Minyak Kelapa
Buah kelapa memilki cukup banyak manfaat, yaitu sebagai minyak
makan atau santan dalam sayur-sayuran. Minyak kelapa murni
mengandung asam laurat yang tinggi. Asam laurat adalah asam lemak
jenuh yang berantai medium atau biasa disebut Medium Chain Fatty Acid
(MCFA). Dalam minyak kelapa murni terkandung energi sebanyak 6,8
kal/gr dan MCFA sebanyak 92% (Gani, 2005). Saat ini minyak kelapa
banyak digunakan sebagai obat. Minyak kelapa yang dijadikan sebagai
obat biasanya disebut minyak kelapa murni (virgin coconut oil/ VCO).
Berbagai penyakit yang berasal dari virus dapat ditangkal dengan
mengkonsumsi minyak kelapa murni, seperti flu burung, HIV/AIDS,
hepatitis, dan jenis virus lainnya. Selain itu, minyak kelapa murni dapat
juga mengatasi kegemukan, penyakit kulit, darah tinggi, dan diabetes
(Sutarmi dan Rozaline, 2005).
Menurut SNI 7381:2008 minyak kelapa murni adalah minyak yang
diperoleh dari daging buah kelapa (Cocos nucifera L.) tua yang segar dan
diproses dengan diperas dengan atau tanpa penambahan air, tanpa
pemanasan atau pemanasan tidak lebih dari 600C dan aman untuk
dikonsumsi. Minyak kelapa murni tidak berwarna (bening), tidak berasa,
serta mempunyai aroma yang harum dan khas (Gani, 2005).
Standar mutu minyak kelapa murni dapat dilihat pada Minyak
kelapa murnimempunyai sifat tahan terhadap panas,cahaya, oksigen, dan
proses degradasi. Sifat itu membuat minyak kelapa murni dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama. Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa
murni dapat dikonsumsi secara langsung ataupun dicampur dengan
makanan (Gani, 2005).

16
4. Minyak Canola
Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu,
dan semakin meningkat penggunaan serta pengolahannya pada tahun
1960 (Rieger, dkk., 2002). Canola (Brassicca napusL.) adalah salah satu
tanaman biji yang dibudidayakan di seluruh dunia terutama di Kanada,
selain bunga matahari, biji anggur, zaitun dan kedelai. Minyak canola
dipilih secara genetik untuk kandungan rendah asam lemak tidak
jenuhkarena rendah kolestrol dan dapat diformulasikan dalam pembuatan
kosmetik dan sabun. Minyak canola juga mengandung omega 3 dan
omega 6 (Rowe, dkk., 2006).
Minyak canola selain baik untuk kosmetik juga baik untuk
pencegahan penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, dan naiknya
kadar kolesterol darah. Karena dengan adanya asam lemak tidak jenuh
yang tinggi (59%), dan asam lemak jenuh paling rendah (3,9%),
keduanya dapat menghambat kenaikan kadar kolesterol jahat (LDL)
dalam darah. Kolseterol bisa menyumbat arteri dan menyebabkan beban
yang berlebihan pada sistem kardiovaskular. Kolesterol telah terbukti
sebagai kontributor utama penyebab aterosklerosis, yang dapat
mengakibatkan serangan jantung dan stroke.
Tingkat kolesterol yang rendah dan antioksidan yang tinggi bisa
membantu tubuh untuk menjalankan metabolisme dengan normal.
Sedangkan kandungan omega 3 dan omega 6 sangat bermanfaat untuk
pertumbuhan sel dan hormon (Rieger, dkk., 2002).Manfaat minyak canola
yang terdapat pada produk kecantikan:
a. Asam lemak yang terdapat pada minyak kanola berguna untuk
membantu mencegah dan merawat kulit kering.
b. Minyak canola adalah minyak kaya akan vitamin E, termasuk
antioksidan dan bermanfaat untuk menjaga kulit agar tetap terasa
lembut dan merawat kulit.
c. Minyak canola juga berperan sebagai menjaga kelembaban kulit
karena mengandung omega 3, omega 6 dan omega 9.
d. Minyak canola berguna untuk mencegah rambut rontok dan
membantu menyuburkan rambut (Khattab, dkk., 2012).

17
5. Gula halus
Gula tepung adalah gula sukrosa yang telah digiling dan berubah
bentuk menjadi halus. Gula tepung berfungsi sebagai pemanis,
memperkeras tekstur dan pengawet alami. Gula adalah istilah umum
yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan untuk
menyatakan sukrosa yaitu gula yang diperoleh dari bit atau tebu yang
mengalami proses permurnian hingga mencapai kadar sukrosa 99,5%
(b/b). Sukrosa sangat mudah larut dalam air, mudah terhidrolisis oleh
asam, berasa manis dan memiliki titik leleh 1600C. kelarutan glukosa
dibandingkan dengan sukrosa sangat tergantung pada suhu. Pada suhu
600C kedua jenis gula tersebut mempunyai kelarutan yang sama
(Winarno, 1997).
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam
golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat
anhydrous dan kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 200C.
Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena
fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk
tekstur, pengawet, pembentuk cita rasa, sebagai substrat bagi mikroba
dalam proses fermentasi, bahan pengisi dan pelarut (Nidya, 2016).
6. Maltodekstrin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang
mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan
1,4 glikosidik dengan DE kurang dari Rumus umum maltodekstrin adalah
[(C6H10O5)nH2O)].
Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa,
oliigosakarida, dan dekstrin. Maltodekstrin biasanya dideskripsikan oleh
DE (Dextrose Equivalent). Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat
non-higroskopis, sedangkan maltodekstrin dengan DE tinggi cenderung
menyerap air (higroskopis Maltodekstrin merupakan larutan
terkonsentrasi dari sakarida yang diperoleh dari hidrolisa pati degan
penambahan asam atau enzim. Kebanyakan produk ini ada dalam bentuk
kering dan hampir tak terasa. Maltodekstrin pada dasarnya merupakan
senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari campuran gula-
gula dalam bentuk sederhana (mono-dan disakarida) dalam jumlah kecil,
oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta

18
sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang. Nilai DE maltodekstrin
berkisar antara 3 – 20 .
Maltodekstrin merupakan produk dari modifikasi pati salah satunya
singkong (tapioka). Maltodektrin sangat banyak aplikasinya. Seperti
halnya pati maltodekstrin merupakan bahan pengental sekaligus dapat
sebagai emulsifier. Kelebihan maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat
dengan mudah melarut pada air dingin. Aplikasi maltodekstrin pada
produk pangan antara lain pada:
a. Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air
(water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat
mempertahankan produk beku.
b. Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah
besar tidak meningkatkan kemanisan produk seperti gula.
c. Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan
sebagai pengganti gula atau lemak(Gibson et. al., 2004).
d. Maltodekstrin merupakan salah satu jenis bahan pengganti lemak
berbasis karbohidrat yang dapat diaplikasikan pada produk frozen
dessert seperti es krim, yang berfungsi membentuk padatan,
meningkatkan viskositas, tekstur, dan kekentalan (Dziedzic,1984).

19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan
desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tahap awal dalam penelitian ini
adalah mendesain pengembangan formulasi formula enteral Diabetes
Melitus (DM) untuk pasien yang sedang menderita penyakit DM. Bahan
utama pembuatan formula enteral Diabetes Melitus adalah tepung tempe.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan diselenggarakan pada bulan Februari 2020
yang bertempat di ruang pengolahan makanan cair Instalasi Gizi RSUD
Dr. Saiful Anwar
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Timbangan f. Piring
b. Sendok g. Plastik kresek putih
c. Mixer h. Solet
d. Gelas ukur i. Oven
e. Baskom j. Loyang
2. Bahan
a. Resep Asli
1) Susu Bubuk Skim 4) Minyak canola
2) Bubuk soya 5) Gula halus
3) Minyak kelapa 6) Maltodextrine
b. Resep Modifikasi
1) Tepung tempe
kedelai
2) Susu bubuk skim
3) Minyak kelapa
4) Minyak canola
5) Gula halus
6) Maltodextrine

20
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas, yakni proporsi tepung tempe dan susu skim
2. Variabel terikat, yakni kadar gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat,
serat), dan mutu organoleptic formula enteral DM.
E. Metode Penelitian
1. Diagram alir pembuatan Tepung Tempe
Tempe kedelai murni

Dipotong kotak-kotak 3cm

Di blanching selama 30 menit dengan suhu 80 – 100°C

Di parut halus

Di keringkan dalam oven dengan suhu 55°C selama 24 jam

Dihaluskan menggunakan blender kering kemudian diayak dengan ayakan


100 mesh

Tepung tempe kedelai


Sumber: Striata Grup
2. Diagram alir pembuatan formula enteral berbasis tepung tempe
dan susu bubuk skim

Tepung tempe, susu bubuk skim, maltodekstrin, dan gula halus dicampurkan

Setelah tercampur rata, tambahkan minyak canola dan minyak kelapa

Di aduk menggunakan food machine agar tidak terlalu berat

Formula DM subtitusi tepung tempe siap disajikan

3. Perhitungan Zat Gizi


Nilai gizi formula awal (formula asli)
a. Energi : 1004 kkal
b. Protein : 34 gram (13,6%)
c. Lemak : 41 gram (36,8%)
d. Karbohidrat : 122 gram (48,6%)

Tabel 3.1 Perhitungan dalam berat bahan makanan serta nilai gizi formula
subtitusi berdasarkan Prinsip Diet PERKENI, 2011
Nama Bahan Berat Energi Protein Lemak KH Proporsi
(g) (kkal) (g) (g) (g) (%)
Tepung 50 225 24 12,4 6,8 22,2
tempe
kedelai
Susu Bubuk 50 184 17,9 1 25,8 22,2
Skim
Minyak 5 43,1 0 5 0,0 2,22
Kelapa
Minyak 10 88,4 0 10 0,0 4,4
Canola
Gula halus 35 135,4 0 0,0 35 15,5
Maltodekstrin 75 298,3 0 0,0 72,8 33,3
Total 225 974,2 41,9 28,4 140,4 100
Nilai gizi formula subtitusi dan presentase pemenuhan gizi berdasarkan
Diet PERKENI, 2011.
a. Energi : 974,2 kkal (97,4%)
Energi diperoleh dari perhitungan 1000 kkal
b. Protein : 41,9 gram (110%)
Protein diperoleh dari 15% rentang protein yang di syaratkan oleh
PERKENI, 2011.
Protein = 15% x 1000kkal
= 150 kkal : 4
= 37,5 gram
Dari perhitungan proporsi yang peneliti lakukan, 41,9 gram Protein
yang dihasilkan masih termasuk dalam rentang ±10%
c. Lemak : 28,4 gram (102,2%)
Lemak diperoleh dari 15% rentang lemak yang di syaratkan oleh
PERKENI, 2011.
Lemak = 15% x 1000kkal
= 150 kkal : 9
= 16,7 gram
Dari perhitungan proporsi yang peneliti lakukan, 28,4 gram Lemak
yang dihasilkan masih termasuk dalam rentang ±10%
d. Karbohidrat : 140,4 gram (93,6%)
Karbohidrat diperoleh dari 60% rentang karbohidrat yang di syaratkan
oleh PERKENI, 2011.
Lemak = 60% x 1000kkal
= 600 kkal : 4
= 150 gram
Dari perhitungan proporsi yang peneliti lakukan, 150 gram
Karbohidrat yang dihasilkan masih termasuk dalam rentang ±10%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Mutu Gizi
Mutu gizi konsumsi pangan merupakan suatu nilai untuk menentukan
apakah makanan tersebut bergizi atau tidak, yang didasarkan pada
kandungan zat gizi makanan berkaitan dengan kebutuhan dan tingkat
ketersediaan secara biologis bagi tubuh (Hardiansyah dalam Perdana,
2013).
Tabel 4.1 Zat Gizi Standar Rumah Sakit dan Formula Substitusi DM
Zat Gizi Formula RS Formula Modifikasi
Energi 1004 kkal (100,4%) 974,2 kkal (97,4%)
Protein 34 gram (13,6%) 41,9 gram (15%)
Lemak 41 gram (36,8%) 28,4 gram (15%)
Karbohidrat 122 gram (48,6%) 140,4 gram (60%)
Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa nilai energy dalam modifikasi 974,2
kkal dalam 1000 ml. Sedangkan kandungan protein sebesar 41,9 gram
(15%), lemak 28,4 gram (15%) dan karbohidrat 140,4 gram (60%). Nilai gizi
pada formula yang dikembangkan energinya lebih rendah dari pada formua
rumah sakit, hal ini dikarenakan lemak pada formula rumah sakit lebih tinggi
yaitu 34 gram (13,6%) sedangkan formula yang dimodifikasi kandungan
lemak sebesar 15% hal ini sesuai dengan syarat proporsi zat gizi formula
menurut PERKENI, 2011 yaitu 20-25% dari energy total. Sedangkan
kandungan protein formula modifikasi lebih tinggi hal ini dikarenakan
substitusi tepung tempe dalam formula sebesar 50 gram dengan kandungan
protein 24 gram (22.2%). Jika dilihat dari kandungan tepung tempe per 100
gram nya memiliki kandungan protein sebesar 48 gram . Hal ini
menyebabbkan nilai protein pada formula modiikasi lebih tinggi daripada
formula rumah sakit sesuai dengan standar PERKENI, 2011 yaitu 10-20%
dari total energi. Dilihat dari kepadatan kandungan karbohidrat formula
modifikasi memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dari formula
rumah sakit sebesar 140,4 gram (93,6%) sesuai dengan standar PERKENI,
2011 yaitu 45-65% dari energy total. Hal ini dipengaruhi kandungan Tepung
tempe yang memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan
tepung soya pada formula enteral DM rumah sakit.
B. Viskositas
Perhitungan viskositas (daya alir) dilakukan pada pembuatan formula
Diabetes Meilitus modifikasi tepung tempe yang diuji melalui NGT
(Nasogastric Tube). Untuk mengetahui viskositas pada formula enteral
dilakukan dengan cara melihat daya alir formula (berapa lama formula
tersebut mengalir di dalam selang NGT).
Tabel 4.2 Daya Alir Formula Enteral
Volume Waktu Alir Daya Alir
Formula
(ml) (s) (ml/s)
Formula Enteral 46 11 4,18
RS
Formula Enteral 46 18 2,55
Modifikasi
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa formula enteral RS memiliki
daya alir lebih tinggi dibandingkan formula enteral modifikasi yang berarti
formula enteral RS dapat bergerak lebih cepat didalam pipa NGT.
Perbedaan hasil pada kedua formula enteral dapat disebabkan karena
perbedaan bahan utama penyusun formula enteral, yaitu tepung soya dan
tepung tempe. Tepung tempe memiliki kandungan karbohidrat yang lebih
tinggi dibandingkan tepung soya sehingga menyebabkan viskositas formula
modifikasi lebih tinggi dan daya alir lebih rendah. Hasil tersebut sejalan
dengan pernyataan dari Ariska, dkk. (2016), yang menjelaskan bahwa
penambahan tepung kacang – kacangan berpengaruh secara signifikan
terhadap peningkatan nilai viskositas formula. Hal ini dikarenakan oleh
karakteristik dari tepung kacang – kacangan yang memiliki kandungan pati
tinggi. Saat proses pengolahan (pemanasan), pati akan mengalami
gelatinisasi, sehingga dapat meningkatkan viskositas sistem koloid. Dalam
granula pati, molekul – molekul amilosa dan amilopektin terikat melalui
ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil pada molekul lain. Apabila
dipanaskan, ikatan antara molekul pati menjadi lemah dan mudah dilalui air
sehingga molekul air bebas masuk di antara molekul pati. Ukuran partikel
menjadi besar dan terjadi pengembangan.
C. Evaluasi Hasil Uji Daya Terima
Uji daya terima atau organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang
menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma
dan rasa produk pangan. Pengujian sensori (uji panel) berperan penting
dalam pengembangan produk dengan meminimalkan resiko dalam
pengambilan keputusan. Panelis dapat mengidentifikasi sifat-sifat sensoris
yang akan membantu untuk mendeskripsikan produk. Evaluasi sensoris
dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau
tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi. (Anonim,
2013).
Panelis pada uji daya terima pengembangan formula DM sebanyak
10 ahli gizi dan 5 mahasiswa. Uji daya terima dilakukan di ruang instalasi
gizi, panelis melakukan uji daya terima pada formula rumah sakit dan
formula DM yang dikembangkan serta mengisi form uji organoleptik secara
bergantian.
1. Warna
Tabel 4.3 Uji Organoleptik warna Formula Enteral DM Standar Rumah
Sakit dan Formula Pengembangan

Formula A Formula B
Kategori
N % N %
Sangat Suka 4 26,7 1 6,7
Suka 11 73,3 9 60
0 0 5 33,3
0 0 0 0
15 100 15 100
Keterangan : Formula A : formula DM rumah sakit
Formula B : formula DM yang dikembangkan
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung
pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, nilai gizi dan
sifat migrobiologisnya. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,
secara visual faktor warna tampilan lebih dulu dan kadang-kadang sangat
menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya
sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak
menarik dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna
yang seharusnya. (Winarno, 2004). Berdasarkan tabel diatas, terdapat 15
panelis menunjukan bahwa dari hasil uji organoleptik pada formula
enteral DM standar rumah sakit dengan formula pengembangan. Pada uji
organoleptik, panelis yang menyukai warna formula B sebanyak 66,7%
dan yang menyukai formula A sebanyak 100%. Formula B memilki warna
putih keruh, hal tersebut di sebabkan karena warna dari tepung tempe.
2. Aroma
Tabel 4.4 Uji Organoleptik aroma Formula Enteral DM Standar Rumah
Sakit dan Formula Pengembangan

Formula A Formula B
Kategori
N % N %
Sangat Suka 5 33,3 0 0
Suka 10 66,7 2 13,3
0 0 12 80
0 0 1 6,7
15 100 15 100
Keterangan : Formula A : formula DM rumah sakit
Formula B : formula DM yang dikembangkan
Aroma makanan sangat menentukan kelezatan makanan tersebut.
Dalam hal aroma lebih banyak sangkut pautnya dengan hidung. Bau-
bauan baru dapat dikenali bila berbentuk uap.Berdasarkan tabel diatas
panelis yang menyukai aroma formula B sebanyak 13,3% dan yang
menyukai formula A sebanyak 100%. Hal tersebut dikarenakan pada
formula B terdapat aroma langu dari tepung tempe sehingga tidak
dominan beraroma susu. (Winarno, 2004).
3. Rasa
Tabel 4.5 Uji Organoleptik rasa Formula Enteral DM Standar Rumah Sakit
dan Formula Pengembangan

Formula A Formula B
Kategori
N % N %
Sangat Suka 3 20 0 0
Suka 12 80 1 6,7
0 0 11 73,3
0 0 3 20
15 100 15 100
Keterangan : Formula A : formula DM rumah sakit
Formula B :formula DM yang dikembangkan
Indra pengecap dapat dibagi menjadi empat pengecapan utama yaitu,
asin, asam, manis, dan pahit. Rasa makanan dapat dikenali dan
dibedakan oleh kuncup-kuncup kecapan yang terletak pada papila yaitu
bagian noda merah jingga pada lidah. (Winarno, 2004). Berdasarkan
tabel diatas, terdapat 15 panelis, dari segi rasa panelis yang menyukai
rasa pada formula B sebanyak 6,7% dan yang menyukai rasa pada
formula A sebanyak 100%. Hal tersebut dikarenakan formula B terdapat
rasa langu dan sedikit pahit yang dihasilkan oleh tepung tempe,
sadangkan formula A yang terlalu dominan terasa susu.
4. Konsistensi
Tabel 4.6 Uji Organoleptik konsistensi Formula Enteral DM Standar
Rumah Sakit dan Formula Pengembangan

Formula A Formula B
Kategori
N % N %
Sangat Suka 2 13,3 0 0
Suka 11 73,3 6 40
2 13,3 8 53.3
0 0 1 6,7
15 100 15 100
Keterangan : Formula A : formula DM Rumah Sakit
Formula B :formula DM yang dikembangkan
Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut
menentukan cita rasa makanan karena sensivitas indera dipengaruhi
oleh konsistensi makanan. (Moehyi 1992). Berdasarkan tabel diatas,
panelis yang menyukai konsistensi pada formula B sebanyak 40%, dan
yang menyukai formula A sebanyak 86,6%. Hal ini disebabkan karena
formula B memiliki konsistensi yang lebih encer dibandingkan dengan
formula A, karena bahan pada formula B tidak menggunakan soya
sebagai bahan pengental, tetapi menggantikan dengan menggunakan
tepung tempe.
D. Perhitungan Harga dan Spesifikasi
Berikut ini merupakan perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk
membuat satu resep formula enteral modifikasi DM.
Tabel 4.7 Perhitungan Harga Formula Enteral Modifikasi
Bahan Makanan Harga Satuan (Rp) Berat Biaya (Rp)
Tepung tempe 100.000/kg 50 gram 500
Maltodekstrin 40.000/kg 75 gram 3000
Minyak canola 63.300/946 ml 10 ml 670
Minyak kelapa 20.000/100 ml 5 ml 1000
Susu bubuk skim 55.000/kg 50 gram 2750
Gula halus 8.000/500 gram 35 gram 560
TOTAL BIAYA 8.480
Bahan – bahan yang digunakan untuk membuat formula enteral
harus memenuhi syarat yang tertulis pada spesifikasi.
Tabel 4.8 Spesifikasi Bahan Pembuatan Formula Enteral DM
Nama Bahan Speifikasi Bahan
Tepung tempe Berwarna kuning, berbentuk bubuk, dikemas rapat,
kedelai kemasan tidak rusak (berlubang atau sobek), tepung
tidak menggumpal, tiak terdapat kotoran, bau tidak
apek, tepung tidak basah, masa kadaluarsa satu tahun,
merk dagang striata dengan berat 250 gram/kemasan.
Susu Bubuk Skim Berwarna putih kekuningan, dikemas rapat, kemasan
tidak ubbang dan sobek berbentuk bubuk, tidak
menggumpal, tidak ada kotoran dan semut, masa
kadaluarsa 1 tahun.
Minyak Kelapa Warna kuning keemasan, tidak berbau tengik, kental
Minyak Canola Warna bening, tidak berbau tengik
Gula halus Warna putih, tekstur halus, tidak ada benda asing (pasir
dan krikil), menggunakan kemasan plastic, kemasan
tidak berlubang dan sobek, kemasan tertutup rapat
Maltodekstrin Warna putih, kemasan plastik, kemasan plastik tidak
berlubang dan tidak robek, tidak ada kotoran, kemasan
tertutup rapat.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan


Dasar, Kemenkes RI, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Riset Kesehatan
Dasar, Kemenkes RI, Jakarta.
Chang, J.H., Kim, M.S., Kim, T.W., Lee., SS.2008. Effect of soybean
suplementationon blood glucose erythrocyte antioxidant enzyme aktivity
in type 2 diabetes melitus patients. Nutr Rect Pract. 2(3) : 152-57.
International Diabetes Federation. 2014. Diabetes Atlas Sixth Edition,
International Diabetes Federation (IDF).
International Diabetes Federation. 2019. Diabetes Atlas Sixth Edition,
International Diabetes Federation (IDF).
Kustanti,I., Pudjirahaju,A., Sulistiastutik., Puspita, T. 2013. Subtitusi pasta
talas belitung (Xanthosoma sagittifolium (l.) schott), tepung tempe
kedelai dan tepung tapioka dalam pembuatan mie basah untuk
penderita diabetes melitus. Jurnal Argoteknologi, 7(2) : 129-142.
Mariani, D., Angwar, M. 2018. Produk Pangan Berbasis Tempe Kedelai dan
Aplikasinya. Jakarat: Lipi
Muchtadi D. 2010. Kedelai Komponen untuk Kesehatan. Alfabeta. Bandung.
Hal 20- 160.
Suswan, W. 2018. Karakteristik Fisik dan Kimiawi Formula Enteral Buah
Berdasarkan Formulasi Bahan. Undergraduate thesis, Universitas
Muhammadiyah Semarang.
LAMPIRAN
Dokumentasi Uji Coba Formula Enteral Oleh Panelis
PROSES PEMBUATAN DAN UJI COBA FORMULA ENTERAL

Percobaan Pada Selang NGT Proses Pencampuran Bahan

Minyak Canola MInyak Kelapa


Susu Skim Gula Halus

Maltodekstrin Tepung Tempe

Contoh Formula Enteral RS dan


Modifikasi
Bahan yang Digunakan

Anda mungkin juga menyukai