Anda di halaman 1dari 29

Asuhan Gizi Pada Pasien

Post Colostomy AI Fistula

DISUSUN OLEH :

DWI PUSPITA WULANDARI

NIM. P0731521015

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN GIZI

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah fase terakhir dalam kehidupan manusia, dimana setiap insan yang
berumur pasti akan melewati fase ini. Semakin bertambahnya usia maka seluruh fungsi
organ telah mencapai puncak maksimal sehingga yang terjadi sekarang adalah penurunan
fungsi organ (Fredy AK,dkk., 2020). Lanjut usia menurut UU Nomor 13 tahun 1998
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (BPS, 2020).

Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan di daerah


abdomen. Pembedahan dilakukan dengan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding
abomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah seperti
perdarahan, perforasi, kanker, dan obstruksi. Sayatan pada bedah laparatomi
menimbulkan luka yang berukuran besar dan dalam, sehingga membutuhkan waktu
penyembuhan yang lama dan perawatan berkelanjutan.

Tindakan pembedahan yang dilakukan mengakibatkan timbulnya luka pada bagian


tubuh pasien sehingga menimbulkan rasa nyeri. Nyeri tersebut dapat memperpanjang
masa penyembuhan karena akan mengganggu kembalinya aktivitas pasien dan menjadi
salah satu alasan pasien untuk tidak ingin bergerak atau melakukan mobilisasi dini.
Pasien pasca operasi diharapkan dapat melakukan mobilisasi sesegera mungkin untuk
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan dan menurunkan insiden komplikasi pasca operasi
dan tidak lupa pula di tambah dengan asupan nutrisi yang adekuat sebagai sarana untuk
mempercepat penyembuhan luka.

Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis
yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh
untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Pemberian diet pasien harus dimonitoring dan
dievaluasi sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium,
baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan
masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit merupakan tanggung jawab tenaga
kesehatan, terutama tenaga gizi. (Kemenkes, 2013)
Dari pejelasan penyakit diatas data disumpulkan sangat diperlukannya dukungan
nutrisi bagi pasien dengan keadaan komplikasi seperti ini guna memberikan asupan
makan yang berkualitas untuk menunjang penyembuhan. Terapi gizi adalah bagian dari
perawatan penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tepat
dan tidak melebihi kemampuan organ tubuh dalam melakukan metabolisme. Pemberian
diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan
hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Oleh karena itu, peran pelayanan gizi dalam pemulihan kondisi pasien ini sangat
diperlukan agar penyakit pasien dapat teratasi dengan tepat. Sehingga diperlukan
pengkajian lebih mendalam mengenai penatalaksanaan diet pada pasien Post Colostomy
Ai Fistula.

A. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mampu melaksanakan pelayanan gizi dan penatalaksanaan diet pada pasien
penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu menginterpreasikan data subjektif dan objektif pada pasien
penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah gizi dan menganalisis tingkat
resiko gizi pada pasien penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnose gizi pada pasien penyakit Post
Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
d. Mahasiswa mampu melakukan intervensi gizi (rencana dan implementasi asuhan
gizi) pada pasien penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
e. Mahasiswa mampu memonitoring dan mengevaluasi diet yang telah diberikan
serta evaluasi pemeriksaan antropometri, fisik, klinis dan laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fistula
1. Pengertian
Fistula berarti adanya hubungan abnormal antara ruang yang satu dengan
ruang yang lainnya. Jadi Fistel enterokutaneus adalah celah atau saluran abnormal
antara usus dengan kulit abdomen. Berdasarkan atas hubungan dengan dunia luar,
maka fistel dibagi menjadi 2 bagian yaitu fistel external dan fistel internal. Fistel
eksternal dimaksudkan pada fistel yang salurannya menghubungkan antara organ
dalam tubuh dengan dunia luar, contohnya fistel enterokutaneus, fistel
umbilikalis. Sedangkan fistel internal adalah fistel yng menghubungkan dua
bagian tubuh yang kedua-duanya masih berada dalam tubuh, contohnya fistel
vesicorectal, fistel rektovaginal, fistel vesikokolik (Brunner & Suddarth, 2002)
2. Etiologi
Berdasarkan atas penyebabnya, maka fistel dikelompokkan menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Congenital ; jenis fistel ini terbentuk sejak lahir, contohnya fistel
duodenocolic.
2. Spontan : jenis fistel ini biasanya terbentuk sebagai hasil perjalanan kronis
suatu penyakit. Penyakit yang bisa menimbulkan fistel yakni Chrown disease,
TB , divertikel, abses, perforasi local, radiasi dan enteritis.
3. Aquaired/ didapat : fistel ini terbentuk karena kesalahan dalam tindakan
pembedahan misalnya dalam operasi anastomosis, drainase abses.
3. Patofisiologi
Salah satu penyebab terbentuknya fistel enterokutaneus adalah chrown
disease. Pada penyakit Chrown, terjadi inflamasi kronis dan subakut yang meluas
ke seluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural.
Pembentukan fistula,fisura dan abases terjadi terjadi sesuai luasnya inflamasi ke
dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut maka saluran abnormal
yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah fistel
enterokutaneus. Lesi (ulkus) tidak pada kontak terus-menerus satu sama lain dan
dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami
penebalan dan menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit (Brunner &
Suddarth, 2002).
4. Manifestasi
Klinik Penyempitan lumen usus tadi mempengaruhi kemampuan usus untuk
mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan
akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus
dirangsang oleh makana, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk
menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi
masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan
nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan
anemia sekunder (Brunner & Suddarth, 2002).
Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat
terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan
ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis.
Kekurangan nutria juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya
adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan
hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat
mengalami demam dan leukositosis (Brunner & Suddarth, 2002).
5. Penatalaksanaan
Tindakan medis ditujukan untuk mengurangi inflamasi, menekan respon imun
dan mengistirahatkan usus yang sakit. Untuk mengatasi masalah gangguan
nutrisi, maka dapat diberikan cairan oral, diet rendah residu, tinggi protein tinggi
kalori dan terapi suplemen vitamin pengganti besi. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare, diatasi dengan terapi
intravena sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk terapi obatobatan, diberikan
sedative dan antidiare/ antiperistaltik. Hal ini diberikan untuk mengistirahatkan
usus yang terinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan
konsistensi feses pasien mendekati normal. Selain itu diberikan pula antibiotuk
untuk mengatasi infksi sekunder dan pemberian obat-obatan anti inflamasi
(Brunner & Suddarth, 2002).
B. Operasi Laparatomi
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010).
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang
sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi.

C. Kolostomi
Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah, stoma dapat
berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen (Smeltzer, Bare, 2001). Kolostomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut sampai kolon untuk
pembuatan lubang (stoma) diatas dinding perut sehingga feses (BAB) dialirkan melalui
stoma yang dibuat.
A. IdentitasPasien
1. Data Personal (CH)

Kode IDNT Jenis Data Data Personal


CH.1.1 Nama Tn. S
CH.1.1.1 Umur 69 Tahun
CH.1.1.2 JenisKelamin Laki-laki
CH.1.1.5 Suku/etnik Jawa
CH.1.1.9 Peran dalamkeluarga Kepala Keluarga
Diagnosis medis Post Colostomy AI Fistula

2. Riwayat Penyakit (CH)

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


CH.2.1 Keluhan utama Lemas, Terasa nyeri di luka perut,
mual
Riwayat penyakit + 1 tahun sakit lambung, tidak
dahulu dan sekarang sembuh-sembuh, usus terasa kruwel-
kruwel, akhir-akhir ini sering diare
Riwayat pengobatan Operasi Laparatomi +3 minggu,
gagal dan rencana operasi ulang
Nomor RM : 1195164
Ruang Perawatan : EG1PB (117B)
Tanggal MRS : 19 Februari 2022
Tanggal pengambilan kasus : 21 Februari 2022

3. Riwayat Klien yang Lain

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


CH.2.1.5 Mual (+), Muntah (-), Kesulitan
Mengunyah & Menelan (Tidak ada
Gastrointestinal
gigi) (+) Cairan Lambung (+) 300
cc, bekas luka operasi bocor (+)
CH.2.1.8 Imun Alergi makanan (-)
CH.2.2.1 Sudah pernah dapat edukasi gizi di
Perawatan
ruang EG1PB
CH.3.1.1 Riwayat sosial Mandor Tukang
CH.3.1.7 Agama Islam
Kesimpulan : Pasien Tn. S usia 69 tahun di diagnosis Post Colostomy AI Fistula. Riwayat
pengobatan pasien 3 minggu yang lalu operasi laparatomi namun gagal, maka mejalani
perbaikan KU, dll untuk persiapan operasi ulang. Pasien mengalami mual, ada keluhan terkait
kesulitan dalam mengunyah karena gigi pasien yang tidak ada. Tidak ada alergi makanan,
pasien sudah pernah mendapat konseling gizi sebelumnya saat menjalani perawatan sebelum
operasi.

B. Hasil SkrinningGizi

No Skrining Masalah Gizi Skor


A. Apakah pasien mengalami penurunan asupan makan selama tiga 0
bulan terakhir karena penurunan nafsu makan, gangguan saluran
cerna, kesulitan mengunyah, atau kesulitan menelan?
0 Nafsu makan sangat berkurang (tingkat berat)
1 Nafsu makan sedikit berkurang (tingkat sedang)
2 Tidak terjadi penurunan nafsu makan
B Penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir 1
0 Penurunan berat badan lebih dari 3 kg
1 Penurunan berat badan tidak diketahui
2 Penurunan berat badan antara 1-3 kg (2,2 -6,6 lbs)
3 Tidak terjadi penurunan berat badan
C Mobilitas 0
0 Hanya di tempat tidur atau di kursi roda
1 Dapat beranjak dari kursi roda/tempat tidur, tetapi tidak bisa keluar
rumah
2 Berpergian, mampu beraktifitas normal
D Apakah pasien menderita penyakit psikologis atau penyakit akut 0
dalam tiga bulan terakhir
0 Ya
2 Tidak
E Masalah neuropsikologis 3
0 Demensia tingkat berat atau depresi berat
1 Demensia tingkat ringan
3 Tidak ada masalah psikologis
F Body Mass Index (BMI) 0
0 IMT<19
1 IMT 19 - < 21
2 IMT 21 - < 23
3 IMT > 23
Skor Skrining 4
Skor Skrining (Skor Maksimal 14)

≥12: Status gizi normal, tidak berisiko

≤ 11 : Berisiko malnutrisi (lanjutkan assessment)

Kesimpulan : Berdasarkan hasil skrining gizi diperoleh hasil total skor 4. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien memiliki resiko terkait penyakit yang dialami pasien sehingga
membutuhkan terapi gizi khusus untuk pasien.
A. Riwayat Makan (FH)

Kode
Jenis Data Keterangan
IDNT
FH.2.1 Riwayat Diet Makanan Pokok
(pola makan) Nasi 3x/hr @1,5ctg
Lauk Hewani
Daging Sapi 1x/bln @1ptg, daging ayam 4x/mgg @2ptg,
ikan laut 3x/mgg @1 ekor, telur ayam 1x/hr @1btr
Pengolahan : digoreng
Lauk Nabati
Tempe 2x/hari @3ptg, tidak senang tahu
Pengolahan : digoreng
Sayur
Kangkung 3x/mgg @5 sdm, buncis 3x/mgg @5 sdm,
wortel 3x/mgg @ 5sdm
Pengolahan : rebus, pecel, cah
Buah
Pepaya 1x/hr @10gr, pisang 6x/mgg @100gr
Camilan
Biskuit roma 1x/hr @2kpg
Minuman
Teh 3x/hari @gula 1sdm
Air putih 5 gls
Susu peptisol 1x/hr @2tkr
FH.2.1.1 Pemesanan Diet Sumsum/Saring
FH.2.1.2 Pengalaman Pasien belum pernah menjalani diet khusus dirumah.
diet
Pasien ketika dirumah sakit diberikan diet sumsum saring
dikarenakan pasien sedang perbaikan kondisi pasca operasi
colostomy.
FH.2.1.3 Lingkungan Makanan pasien dirumah disiapkan oleh istri
makan
FH.4.1 Pengetahuan Pasien pernah dapat edukasi gizi beberapa minggu yang
tentang
lalu terkait diet pasca operasi
makanan dan
gizi
Kesimpulan : Berdasarkan riwayat makan pasien jenis makanan pasien lebih sering diolah
goreng, dan untuk sayuran pasien jarang konsumsi. Pasien minggu lalu dirawat di panti rapih
untuk tindakan operasi, sehingga sudah pernah diberikan edukasi gizi.

1. SQFFQ :

Energi Protein Lemak KH


(kkal) (gram) (gram) (gram)
Asupan Oral 1526 56,5 35,4 210,3
Kebutuhan 1380,3 45 38,3 213,9
% Asupan 122,5% 125,6% 92,2% 98%
Interpretasi (Lebih) (Lebih) (Baik) (Baik)
Kesimpulan : Berdasarkan data SFFQ diketahui gizi pasien mengidentifikasikan pada
gizi lebih pada asupan energy dan protein (>110%). Asupan lemak dan karbohidrat
sudah baik(>80%) (WNPG, 2012). Pada saat sebelum masuk rumah sakit asupan pasien
cukup baik.

*Kebutuhan = Mengacu pada kebutuhan pasien sebelum sakit (sehat)


Kategori tingkat asupan (WNPG, 2012)
Defisit (<80%)
Baik (80–110%)
Berlebih (>110%)
2. Recall 24 jam (FH.7.2.8)
Tanggal :
Makanan dari RS : Saring Sumsum
Makanan dari luar RS : -
Energi Protein Lemak KH
(kkal) (gram) (gram) (gram)
Asupan oral 820,4 28,2 13,1 152,7
Kebutuhan 1464,2 45 40,7 226,9
% asupan 56% 62,7% 32,2% 67,3%
Kategori (Kurang) (Kurang) (Kurang) (Kurang)
Kesimpulan : Berdasarkan data recall 24 diketahui asupan energi, protein, lemak dan
karbohidrat kurang (<80%) (WNPG, 2012). Saat dirumah sakit pasien diberikan
makanan saring sumsum, dan pasien belum bisa mengasup makanan dengan baik
karena mengeluhkan sakit pada luka bekas operasi.

B. Standar Pembanding (CS)

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


CS.1.1.1 Estimasi  Saat sehat
Kebutuhan
Estimasi kebutuhan energi total (Harris Benedict) :
Energi
BEE = 66 + (13,7 x Bb) + (5 x Tb) – (6,8 x u)

BEE = 66+(13.7 x 45)+(5 x 160,7)–(6.8 x 69) = 1016,8

TEE = Energi total x FA x FS

TEE = 1016,8 x 1,3 x 1 = 1380,3 kkal

 Saat sakit

Estimasi kebutuhan energi total (Harris Benedict) :


BEE = 66 + (13,7 x Bb) + (5 x Tb) – (6,8 x u)

BEE = 66+(13.7 x 45)+(5 x 160,7)–(6.8 x 69) = 1016,8

TEE = Energi total x FA x FS

TEE = 1016,8 x 1,2 x 1,2 = 1464,2 kkal

CS.2.1.1 Estimasi  Saat sehat


Kebutuhan
Lemak = 25% x 1380,3 : 9 = 38,3 gram
Lemak
 Saat sakit

Lemak = 25% x 1464,2 : 9 = 40,7 gram

CS.2.2.1 Estimasi  Saat sehat


Kebutuhan
Protein = 1 x BB = 45 gram (13% dari kebutuhan)
Protein
 Saat sakit

Protein = 1 x BB = 45 gram (13% dari kebutuhan)

CS.2.3.1 Estimasi  Saat sehat


Kebutuhan
Karbohidrat Karbohidrat = 60% x 1380,3 : 4 = 213,9 gram
 Saat sakit

Karbohidrat = 60% x 1464,2 : 4 = 226,9 kcal

CS.5.1.1 Rekomendasi  Ulna = 24cm


BB/IMT/ Estimasi TB = 97,252 + (2,645 x 24) = 160,7 cm
pertumbuhan (Ilayperuma, dkk, 2010)
 IMT = BB/TB2
= 45/( 1.67 )2
= 17,3 kg/m2
(Status Gizi : Kurang, WHO 2000)

Antropometri (AD.1.1)

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


AD.1.1.1 Tinggi Badan 160,7 cm
AD 1.1.2 Berat Badan 45 kg
AD 1.1.4 Perubahan Berat Badan -
AD.1.1.5 IMT 17,3 kg/m2
LILA -
Kesimpulan : Pada penguuran antropometri hanya dilakukan pengukuran ulna,
dikarenakan lila tidak memungkinkan diukur. Tinggi badan diukur dengan estimasi ulna.
Setelah dilakukan pegukuran, status gizi pasien berdasarkan IMT masuk kategori gizi
kurang.

PemeriksaanFisik/Klinis (PD.1.1)

Kode IDNT Data Fisik / Klinis Hasil


PD.1.1.1 Penampilan Keseluruhan Composmentis
PD.1.1.2 Bahasa Tubuh Baik
PD.1.1.6 Kepala dan mata -
PD.1.1.9 Vital sign -
Nadi 90x/menit (Normal)
Suhu 38oC (Demam)
Respirasi 20x/mnt (Normal)
Tekanan darah 116/48 (Normal)
PD 1 Sistem Pencernaan Mual (+), nyeri perut bekas
operasi Muntah (-), Kesulitan
Mengunyah & Menelan (Tidak
ada gigi) (+) Cairan Lambung (+)
300 cc, bekas luka operasi bocor
(+)

Kesimpulan : Secara keseluruhan pasien mengalami mual, tidak muntah. Pasien juga
mengalami kesulitan mengunyah karena kondisi gigi yang tidak ada, merasa nyeri
dibekas operasi dan terdapat cairan lambung. Fisik klinis pasien dalam keadaan normal.
C. Biokimia (BD)

Hasil
Kode Pemeriksaan Nilai Interpretasi
Pengamatan
IDNT Klinis Rujukan
19/02/2022
Natrium 136 – 142 127 Rendah
Hemoglobin 13,5 – 16,5 9 Rendah
Leukosit 4 – 11 16,5 Tinggi
Albumin 3,4 – 4,8 2,9 Rendah
Trombosit 150 – 450 828 Tinggi
Kesimpulan : Berdasarkan hasil pemeriksaan biokimia diketahui nilai hematologi pasien
dalam keadaan tidak normal, hemoglobin dan albumin rendah menandakan pasien mengalami
anemia dan hipoalbumin, leukosit, trombosit tinggi menandakan pasien mengalami
leukositosis dan trombositosis, dan kadar natrium rendah yang menandakan pasien
mengalami hiponatremi.
D. Terapi Medis dan Fungsi

Kode Jenis Terapi Interaksi dengan


Fungsi
IDNT Medis makanan
FH 3.1 Lansoprazole Lansoprazole mampu Adanya interaksi
menurunkan produksi asam dengan alkohol apabila
lambung dan meredakan dikonsumsi bersamaan,
gejala akibat peningkatan sesudah atau sebelum
asam lambung, seperti sensasi mengkonsumsi obat.
terbakar di dada, mulut terasa Menghambat
asam, serta mual dan muntah. penyerapan vitamin B12
Infus NaCl Digunakan pada kondisi -
kekurangan natrium dan
klorida, penggangti cairan
isotonic plasma, juga
digunakan sebagai pelarut
sediaan injeksi.
Metoclopramide Metoclopramide adalah obat Adanya interaksi
yang digunakan untuk dengan alkohol
meredakan mual dan muntah apabila dikonsumsi
yang bisa disebabkan sebelum atau
oleh penyakit asam lambung sesudah konsumis
obat.
Paracetamol obat yang masuk ke dalam Adanya interaksi
golongan analgesik (pereda dengan alkohol apabila
nyeri) dan antipiretik dikonsumsi bersamaan,
(penurun demam). sesudah atau sebelum
mengkonsumsi obat.
Kesimpulan : Pasien diberikan obat untuk mengatasi beberapa kondisi penyakit pasien.
E. Diagnosis Gizi
1. Domain Intake
NI.2.1 Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan gangguan mengunyah, penurunan
nafsu makan ditandai oleh asupan makan kurang <80%.
NI. 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi protein berkaitan dengan percepatan proses
penyembuhan luka pasca operasi dan infeksi ditandai oleh diagnose medis dan
pemeriksaan laboratorium pasien (Hemoglobin (9) rendah, Albumin (2,9) rendah,
Leukosit (16,5) tinggi)
NC. 4.1 Malnutrisi berkaitan dengan kondisi pasca operasi laparatomi ditandai oleh
perubahan fungsi gastrointestinal tract, leukositosis, hipoalbumin, anemia, dan IMT
<18,5 kg/m2.
DIAGNOSIS GIZI INTERVENSI
P Asupan oral tidak adekuat Tujuan : Memberikan asupan
makanan oral sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan
daya terima pasien
E Gangguan mengunyah, penurunan Pemberian makanan oral susai
nafsu makan dengan kondisi pasien
S Asupan makan kurang <80% Membantu meningkatkan
asupan makan

NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi protein berkaitan dengan percepatan proses
penyembuhan luka pasca operasi dan infeksi ditandai oleh diagnose pasien fistula
enterocutan, leukositosis, hipoalbumin dan anemia.
DIAGNOSIS GIZI INTERVENSI
P Peningkatan kebutuhan zat gizi Tujuan : Memberikan makanan
protein tinggi protein
E Percepatan proses penyembuhan luka Makanan tinggi protein dengan
pasca operasi dan infeksi bentuk saring sumsum
S Diagnose pasien fistula enterocutan, Membatu meningkatkan asupan
leukositosis, hipoalbumin dan anemia. protein dari makanan
NI. 5.2 Malnutrisi berkaitan dengan kondisi pasca operasi laparatomi ditandai oleh
perubahan fungsi gastrointestinal tract, leukositosis, hipoalbumin dan anemia.

DIAGNOSIS GIZI INTERVENSI


P Malnutrisi Tujuan : Mempertahankan
status gizi pasien
E Kondisi pasca operasi laparatomi Dengan bentuk sumsum
saring
S Perubahan fungsi gastrointestinal Membantu mengurangi beban
tract, leukositosis, hipoalbumin dan kerja gastroinstesinal tract dan
anemia membantu meningkatkan kadar
albumin dan hemoglobin serta
IMT pasien

F. IntervensiGizi
1. Tujuan
- Membantu meningkatkan asupan makan pasien secara bertahap susai dengan
kemampuan pasien >80%
- Memberikan asupan makanan tinggi protein untuk membantu meningkatkan
hemoglobin, dan percepatan pemulihan infeksi.
- Membantu mengurangi beban kerja gastroinstetinal track
2. Preskripsi Diet
Pemberian Makanan dan Selingan (ND.1)
a. ND.1.1 : Jenis DIIT : TKTP
b. ND.1.2.1 : Bentuk Makanan : Saring Sumsum
c. ND.1.5 Route : Oral
d. ND.1.3 jadwal/Frekuensi Pemberian : 3x makan utama, 1x makan selingan
e. Energi : 1464 kkal
f. Protein : 45 gram (13% dari kebutuhan energi total
g. Lemak : 40,7gram (25% dari kebutuhan energi total).
h. Karbohidrat : 226,9 gram (62% dari kebutuhan energi total)
3. Implementasi Diet Rumah Sakit (Standar diet : Saring Sumsum)

Energi Protein Lemak KH


(kcal) (g) (g) (g)
Standar Diet RS 376 10,6 11,5 56,9
Kebutuhan (Planning) 1464,2 45 40,7 226,9
% Standar /Kebutuhan 25,7% 23,6% 28,3% 25%
Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit
Berat Berat Berat Berat
Kesimpulan : Rekomendasi diet yang diberikan kepada pasien belum memenuhi
kebutuhan gizi energi, protein, dan karbohidrat pasien, hal ini disebabkan pasien
dalam tahap penyembuhan sehingga kemampuan pasien dalam menerima makan
tidak bisa mencapai 100%. Pemberian makanan dilakukan secara bertahap seiring
dengan perkembangan pasien.

4. Rekomendasi Diet

Waktu Golongan Bahan Standar


Rekomendasi Berat
Makan Makanan Diet RS
Sumsum 200
Sumsum 200
Gula 10
07:00 Gula 10
Telur 55
Telur 55
Susu Peptisol 30
10:00 Kue Talam 50 Kue Talam 50
Susu Peptisol 30
Sumsum 200
Sumsum 200
Gula 10
12:00 Gula 10
Telur 55
Telur 55
Susu Peptisol 30
15:00 - - Susu Peptisol 30
Sumsum 200 Sumsum 200
17:00 Gula 10 Gula 10
Telur 55 Telur 55
19:00 - - Susu Peptisol 30
Energi : 1128 kkal Energi : 1720,5 kkal
Protein : 32,4 gram Protein : 65,4 gram
Nilai Gizi
Lemak : 34,5 gram Lemak : 4,5 gram
Karbohidrat : 170,7 Gram Karbohidrat : 272,9 Gram
Keterangan : Pemberian makan pasien disesuaikan dengan standar diet makanan
saring sumsum rumah sakit ditambah dengan rekomendasi penambahan susu peptisol
5x30 gram.

5. Domain Konseling (C)


a. Tujuan
- Membantu meningkatkan asupan makan pasien secara bertahap susai dengan
kemampuan pasien >80%
- Memberikan asupan makanan tinggi protein untuk membantu meningkatkan
hemoglobin, dan percepatan pemulihan infeksi.
- Membantu mengurangi beban kerja gastroinstetinal track
b. Preskripsi
1) Sasaran : Istri pasien
2) Tempat : Kamar Pasien
3) Waktu : 10:00 WIB
4) Permasalahan gizi : Pasca Operasi Laparatomi
5) Metode : Konseling
6) Media : Leaflet
7) Materi :
- Membantu meningkatkan asupan makan pasien secara bertahap susai
dengan kemampuan pasien >80%
- Memberikan asupan makanan tinggi protein untuk membantu
meningkatkan hemoglobin, dan percepatan pemulihan infeksi.
- Memberikan makanan untuk memperbaiki status gizi pasien
6. Domain Edukasi Gizi (E.1)
E.1.1. Tujuan Edukasi
Memberikan pengetahuan tambahan berupa pemberian contoh makanan dan
jenis makanan kepada pasien dan istri pasien yaitu pemilihan makanan tinggi protein
guna percepatan penyembuhan kondisi pasien.
E. 1.2. Prioritas Modifikasi
TKTP
G. Kolaborasi (RC)

No Tenaga Kesehatan Koordinasi


1 Ahli gizi Diskusi mengenai pasien untuk
diambil menjadi studi kasus dan
rencana asuhan gizi
2 Perawat ruangan Meminta izin untuk melihat rekam
medis atas nama Tn. S dan
perkembangan nya terkait
pemberian makanan.
3 Tenaga pengolahan Mengganti diet pasien sesuai
dengan diet dan kebutuhan
4 Dokter DPJP Memberikan penjelasan terakait
penyakit pasien, sehingga sesuai
dalam pemberian diet pasien
5 Tenaga Penyaji Makanan Mengganti diet pasien sesuai
dengan diet dan kebutuhan

H. Rencana Monitoring
Waktu
Anamnesis Hal Yang diukur Evaluasi/Target
Pengukuran
Antropometri LiLa Hari ke-3 Tetap
Hemoglobin, albumin, Setiap ada
Biokimia Membaik/Normal
leukosit pemeriksaan
Setiap ada Nyeri Berkurang
Klinis/fisik KU
pemeriksaan Tidak Demam
Asupan terpenuhi
Dietary Asupan makan 3 Hari
80 – 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Monitoring dan evaluasi yang dilakukan pada tanggal 22 – 24 januari 2022. Aspek
yang dimonitoring dan evaluasi yang dilakukan meliputi antropometri, biokimia, fisik/klinis,
dietary history dan lain-lain. Berikut hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan :
A. Skrinning

Pasien yang diskrining adalah pasien berjenis kelamin laki-laki usia 69 tahun
yang datang ke RS Panti Rapih Yogyakarta pada tanggal 19 Februari 2022 dengan
keadaan mengeluh nyeri pada bekas luka operasi. Ternyata pasien mengalami
kegagalan pada bekas operasi laparatomi sehingga menyebakan kebocoran. Dilakukan
perbaikan KU dan rencana operasi ulang. Dilakukan screening menggunakan form
MNA-SF pada tanggal 21 Februari 2022 dan didapatkan 4, sehingga dapat
disimpulkan pasien beresiko malnutrisi dan membutuhkan rencana asuhan gizi.
B. Antropometri

Data pengambilan antropometri saat mengambil data adalah Ulna hal ini ditunjukan
untuk mengetahui etimasi tinggi badan pasien, dikarenakan pasien tidak bisa berdiri untuk
pengukuran secara normal. Sedangkan untuk lila tidak dapat diukur dikarenakan kondisi
pasien yang tidak memungkinkan diukurkan lila. Pada pengukuran ulna pasien 24 cm,
status gizi pasien dihitung dengan menggunakan IMT dan diperoleh hasil sebesar 17,3 kg/
m2 termasuk dalam kategori gizi kurang. IMT adalah pengukuran antropometri untuk
menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standar normal atau ideal. IMT
didapatkan dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2).
IMT cenderung berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang (Sudargo dkk, 2014.)
C. Biokimia

Kode Pemeriksaa Nilai Hasil Pengamatan


IDNT n Klinis Rujukan 22/02/2022 23/02/2022 24/02/2022 Interpretasi
BD. 1.11.1 Albumin 3,4 – 4,8 - 3,07 - Rendah

BD. 1.10.1 Hemoglobin 13,5 – 16,5 9,3 10,3 - Rendah

BD.1.10 Leukosit 4 – 11 11,3 9,5 - Rendah


BD.1.10 Trombosit 150 – 450 359 683 - Tinggi

Monitoring dan evaluasi data biokimia dilakukan saat ada pemeriksaan


laboratorium. Ketika di rawat pasien sudah menjalani beberapa kali pemeriksaan
biokimia yang bertujuan mengetahui riwayat klinis penyakit pasien. Ketika di
monitoring pasien hanya ada pemeriksaan laboratorium tangga 22 dan 23 february
berupa pemeriksaan hemoglobin, leukosit dan trombosit dan albumin. Dari
permeriksaan tersebut pasien mengalami anemia, leukositosis dan trombositosi. Pada
keadaan stress terdapat peningkatan jumlah lekosit darah. Hal ini dapat disebabkan oleh
peningkatan aliran leukosit dari simpanan di sumsum tulang ke aliran darah dan pada
keadaan stress ini dapat menimbulkan penurunan respons imun terhadap
mikroorganisme sehingga individu mudah terkena infeksi (Aliviameita & Puspitasari,
2019) Pasien mengalami trombositosis hal ini biasanya terjadi pada keadaan infeksi,
imflamasi dan keganasan (Kosasih, 2008). Pada tanggal 21 februari pasien
mendapatkan tansfusi 1 kolf darah guna membantu meningkatkan hemoglobin dalam
darah pasien, dan pada tanggal 22 februari pasien juga mendapatkan transfuse
plasbumin yang berguna untuk membantu meningkatkan kadar albumin sehingga
mengalami sedikit peningkatan.

D. Klinis/Fisik

Tidak seperti pada data biokimia, untuk data klinis/fisik dapat dimonitoring setiap
hari. Kesadaran pasien dari awal pengambilan kasus yaitu 22 – 24 february 2022 dalam
composmentis. Selain kesadaran, ada beberapa vital sign pasien yang terpantau, berikut
adalah hasil pemantauan vital sign pasien :
Jenis Tanggal monitoring
pemeriksaan 22/02/2022 23/02/2022 24/02/2022
KU Bekas operasi nyeri Bekas operasi nyeri Bekas operasi nyeri

Tekanan Darah 120/64 141/62 103/56

Nadi 80 79 56

RR 20x 20x 20x

Suhu 360C 370C 370C

Berdasarkan hasil pemantauan fisik dan klinis pasien, diketahui bahwa pasien
mengalami nyeri pada bekas operasi, nyeri masih sering dirasakan. Dan pada
pemeriksaan vital sign pasien rata-rata normal, hanya sedikit mengalami kenaikan
tekanan darah pada tanggal 23 february 2022.

E. Dietary History
Berikut adalah tabel hasil monitoring asupan makan pasien selama 3 hari di rumah
sakit :

Energi Protein Lemak Karbohidrat


Tanggal
(kcal) (gram) (gram) (gram)

Monev I (22/02/2022) Makanan Oral

Asupan Oral
1224,9 46,5 17,2 229,1
(21/02/2022)

Kebutuhan 1464,2 45 40,7 226,9

% Asupan 83,7% 103,3% 42,3% 100,9%

Kategori Baik Baik Kurang Baik

Monev II (23/02/2022) Makanan Oral

Asupan Oral
1168,5 45,5 16,7 214,9
(22/02/2022)

Kebutuhan 1464,2 45 40,7 226,9


% Asupan 79,8% 100% 41% 94,7%

Kategori Kurang Baik Kurang Baik

Monev III (24/02/2022) Makanan Oral

Asupan Oral
497,8 27,9 6 85,6
(23/02/2022)

Kebutuhan 1464,2 45 40,7 226,9

% asupan 34% 62% 14,7% 37,7%

Kategori Kurang Kurang Kurang Kurang

Berikut adalah grafik monitoring asupan makan pasien :

Asupan makan pasien selama 3 hari


120.0%
104.3%
103.3% 100.0%
94.7% 100.0%
83.7%
79.8%
80.0% Energi
Protein
62.0%
60.0% Lemak
Karbohidrat
42.3% 41.0% 37.7%
40.0%
34.0%

14.7%
20.0%

0.0%

Berdasarkan grafik asupan makan Tn. S selama 3 hari mengalami peningkatan dan
penurunan. Dari awal pengambilan kasus riwayat makan pasien kurang baik, dikarenakan
keluhan nyeri pada perut bekas operasi yang gagal. Pada hari kedua asupan makan masih
belum dapat dihabiskan dengan baik, berdasarkan evaluasi dari istri pasien kondisi Tn. S
sedang tidak nyaman dan lebih banyak tidur sehingga makanan baru dimakan setelah
dingin dan makin membuat pasien tidak nafsu makan, asupan makan pasien dibantu
dengan konsumsi susu yang disediakan istri sebagai pengganti makanan pokok jika
pasien tidak konsumsi makanan yang diberikan rumah sakit. Pada hari ketiga pasien
rencana operasi sore, sehingga ketika pagi hanya konsumsi susu dan kemudian
dipuasakan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Assesment
a. Pasien masuk RS dengan diagnosis Post Colostomy Ai Fistula
b. Hasil skrining pasien menggunakan MNA-SF diperoleh skor 4 sehingga pasien
memiliki resiko terkait penyakit yang dialami pasien sehingga membutuhkan
terapi gizi khusus.
c. Asupan makan pasien sebelum masuk rumah sakit masuk dalam kategori baik,
karena nafsu makan pasien masih baik sebelum mengeluhkan sakit.
d. Persentase asupan makan dengan recall 24 jam secara keseluruhan masih
kurang (Energi 56%, protein 62,7%, lemak 40,7%, dan karbohidrat 67,3%).
Asupan makan pasien kurang, dikarenakan pasien mengeluhkan nyeri bekas
operasi yang gagal, sehingga tidak mempunyai nafsu makan.
e. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien mengalami anemia, hipoalbumin
serta leukositosis, yang dapat memperlambat perbaikan kondisi.
f. Pasien diberikan diet tinggi protein dalam bentuk saring sumsum dengan rute
oral sebanyak 3x makan utama dan 2x selingan
g. Pasien diberikan diet secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pasien
h. Edukasi diet diberikan kepada keluarga pasien terkait pemberian makan
selama pasien dirawat, dan sedikit informasi gizi terkait pemilihan makanan
jika keadaan pasien sudah membaik
2. Re-Assesment
a. Asupan makan pasien mengalami kenaikan dan penurunan, hal ini masih
dikarenakan kondisi pasien masih mengeluhkan nyeri pada bekas luka operasi
yang gagal
b. Selama monitoring pasien mengalami peningkatan kadar hemoglobin dan
albumin diakrenakan mendapat transfuse darah dan plasbumin, sehingga kadar
hemoglobin dan albumin pasien perlahan meningkat guna membantu
perbaikan kondisi.
c. Selama monitoring pasien tidak mengalami perubahan diet, pasien konumsi
makanan saring sumsum dan dibantu susu peptisol agar dapat memenuhi
kebutuhan pasien.
d. Edukasi dan motivasi diberikan kepada istri pasien, edukasi dapat diterima
dengan baik serta telah dimengerti.

B. Saran
Sebaiknya asupan makan pasien mulai ditingkatkan sedikit demi sedikit jika kondisi
pasien mulai membaik.
DAFTAR PUSTAKA

Aliviameita, A. & Puspitasari, 2019. Buku Ajar Mata Kuliah.


Badan Pusat Statistik, 2020. Statistik Penduduk Lanjut Usia.

Fredy Akbar K, Hamsah IA, Ayuni MM. 2020. Gambaran Nutrisi Lansia di Desa Banua
Baru. Jurnal Ilmiah Ksehatan Sandi Husada. Vol 9.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Kosasih, E.N. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Jakarta: Karisma
Publising Group
[WNPG] Widyakarya Pangan dan Gizi X. 2012. Pemantapan Ketahanan Pangan Perbaikan
Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal. Jakarta : 20-21 November 2012
Sudargo, Toto, dkk. 2014. Pola Makan dan Obesitas. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai