DISUSUN OLEH :
NIM. P0731521015
JURUSAN GIZI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah fase terakhir dalam kehidupan manusia, dimana setiap insan yang
berumur pasti akan melewati fase ini. Semakin bertambahnya usia maka seluruh fungsi
organ telah mencapai puncak maksimal sehingga yang terjadi sekarang adalah penurunan
fungsi organ (Fredy AK,dkk., 2020). Lanjut usia menurut UU Nomor 13 tahun 1998
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (BPS, 2020).
Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis
yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh
untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Pemberian diet pasien harus dimonitoring dan
dievaluasi sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium,
baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan
masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit merupakan tanggung jawab tenaga
kesehatan, terutama tenaga gizi. (Kemenkes, 2013)
Dari pejelasan penyakit diatas data disumpulkan sangat diperlukannya dukungan
nutrisi bagi pasien dengan keadaan komplikasi seperti ini guna memberikan asupan
makan yang berkualitas untuk menunjang penyembuhan. Terapi gizi adalah bagian dari
perawatan penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tepat
dan tidak melebihi kemampuan organ tubuh dalam melakukan metabolisme. Pemberian
diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan
hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Oleh karena itu, peran pelayanan gizi dalam pemulihan kondisi pasien ini sangat
diperlukan agar penyakit pasien dapat teratasi dengan tepat. Sehingga diperlukan
pengkajian lebih mendalam mengenai penatalaksanaan diet pada pasien Post Colostomy
Ai Fistula.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mampu melaksanakan pelayanan gizi dan penatalaksanaan diet pada pasien
penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu menginterpreasikan data subjektif dan objektif pada pasien
penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah gizi dan menganalisis tingkat
resiko gizi pada pasien penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnose gizi pada pasien penyakit Post
Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
d. Mahasiswa mampu melakukan intervensi gizi (rencana dan implementasi asuhan
gizi) pada pasien penyakit Post Colostomy Ai Fistula di Bangsal EG1PB Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
e. Mahasiswa mampu memonitoring dan mengevaluasi diet yang telah diberikan
serta evaluasi pemeriksaan antropometri, fisik, klinis dan laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fistula
1. Pengertian
Fistula berarti adanya hubungan abnormal antara ruang yang satu dengan
ruang yang lainnya. Jadi Fistel enterokutaneus adalah celah atau saluran abnormal
antara usus dengan kulit abdomen. Berdasarkan atas hubungan dengan dunia luar,
maka fistel dibagi menjadi 2 bagian yaitu fistel external dan fistel internal. Fistel
eksternal dimaksudkan pada fistel yang salurannya menghubungkan antara organ
dalam tubuh dengan dunia luar, contohnya fistel enterokutaneus, fistel
umbilikalis. Sedangkan fistel internal adalah fistel yng menghubungkan dua
bagian tubuh yang kedua-duanya masih berada dalam tubuh, contohnya fistel
vesicorectal, fistel rektovaginal, fistel vesikokolik (Brunner & Suddarth, 2002)
2. Etiologi
Berdasarkan atas penyebabnya, maka fistel dikelompokkan menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Congenital ; jenis fistel ini terbentuk sejak lahir, contohnya fistel
duodenocolic.
2. Spontan : jenis fistel ini biasanya terbentuk sebagai hasil perjalanan kronis
suatu penyakit. Penyakit yang bisa menimbulkan fistel yakni Chrown disease,
TB , divertikel, abses, perforasi local, radiasi dan enteritis.
3. Aquaired/ didapat : fistel ini terbentuk karena kesalahan dalam tindakan
pembedahan misalnya dalam operasi anastomosis, drainase abses.
3. Patofisiologi
Salah satu penyebab terbentuknya fistel enterokutaneus adalah chrown
disease. Pada penyakit Chrown, terjadi inflamasi kronis dan subakut yang meluas
ke seluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural.
Pembentukan fistula,fisura dan abases terjadi terjadi sesuai luasnya inflamasi ke
dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut maka saluran abnormal
yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah fistel
enterokutaneus. Lesi (ulkus) tidak pada kontak terus-menerus satu sama lain dan
dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami
penebalan dan menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit (Brunner &
Suddarth, 2002).
4. Manifestasi
Klinik Penyempitan lumen usus tadi mempengaruhi kemampuan usus untuk
mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan
akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus
dirangsang oleh makana, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk
menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi
masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan
nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan
anemia sekunder (Brunner & Suddarth, 2002).
Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat
terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan
ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis.
Kekurangan nutria juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya
adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan
hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat
mengalami demam dan leukositosis (Brunner & Suddarth, 2002).
5. Penatalaksanaan
Tindakan medis ditujukan untuk mengurangi inflamasi, menekan respon imun
dan mengistirahatkan usus yang sakit. Untuk mengatasi masalah gangguan
nutrisi, maka dapat diberikan cairan oral, diet rendah residu, tinggi protein tinggi
kalori dan terapi suplemen vitamin pengganti besi. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare, diatasi dengan terapi
intravena sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk terapi obatobatan, diberikan
sedative dan antidiare/ antiperistaltik. Hal ini diberikan untuk mengistirahatkan
usus yang terinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan
konsistensi feses pasien mendekati normal. Selain itu diberikan pula antibiotuk
untuk mengatasi infksi sekunder dan pemberian obat-obatan anti inflamasi
(Brunner & Suddarth, 2002).
B. Operasi Laparatomi
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010).
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang
sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi.
C. Kolostomi
Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah, stoma dapat
berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen (Smeltzer, Bare, 2001). Kolostomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut sampai kolon untuk
pembuatan lubang (stoma) diatas dinding perut sehingga feses (BAB) dialirkan melalui
stoma yang dibuat.
A. IdentitasPasien
1. Data Personal (CH)
B. Hasil SkrinningGizi
Kesimpulan : Berdasarkan hasil skrining gizi diperoleh hasil total skor 4. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien memiliki resiko terkait penyakit yang dialami pasien sehingga
membutuhkan terapi gizi khusus untuk pasien.
A. Riwayat Makan (FH)
Kode
Jenis Data Keterangan
IDNT
FH.2.1 Riwayat Diet Makanan Pokok
(pola makan) Nasi 3x/hr @1,5ctg
Lauk Hewani
Daging Sapi 1x/bln @1ptg, daging ayam 4x/mgg @2ptg,
ikan laut 3x/mgg @1 ekor, telur ayam 1x/hr @1btr
Pengolahan : digoreng
Lauk Nabati
Tempe 2x/hari @3ptg, tidak senang tahu
Pengolahan : digoreng
Sayur
Kangkung 3x/mgg @5 sdm, buncis 3x/mgg @5 sdm,
wortel 3x/mgg @ 5sdm
Pengolahan : rebus, pecel, cah
Buah
Pepaya 1x/hr @10gr, pisang 6x/mgg @100gr
Camilan
Biskuit roma 1x/hr @2kpg
Minuman
Teh 3x/hari @gula 1sdm
Air putih 5 gls
Susu peptisol 1x/hr @2tkr
FH.2.1.1 Pemesanan Diet Sumsum/Saring
FH.2.1.2 Pengalaman Pasien belum pernah menjalani diet khusus dirumah.
diet
Pasien ketika dirumah sakit diberikan diet sumsum saring
dikarenakan pasien sedang perbaikan kondisi pasca operasi
colostomy.
FH.2.1.3 Lingkungan Makanan pasien dirumah disiapkan oleh istri
makan
FH.4.1 Pengetahuan Pasien pernah dapat edukasi gizi beberapa minggu yang
tentang
lalu terkait diet pasca operasi
makanan dan
gizi
Kesimpulan : Berdasarkan riwayat makan pasien jenis makanan pasien lebih sering diolah
goreng, dan untuk sayuran pasien jarang konsumsi. Pasien minggu lalu dirawat di panti rapih
untuk tindakan operasi, sehingga sudah pernah diberikan edukasi gizi.
1. SQFFQ :
Saat sakit
Antropometri (AD.1.1)
PemeriksaanFisik/Klinis (PD.1.1)
Kesimpulan : Secara keseluruhan pasien mengalami mual, tidak muntah. Pasien juga
mengalami kesulitan mengunyah karena kondisi gigi yang tidak ada, merasa nyeri
dibekas operasi dan terdapat cairan lambung. Fisik klinis pasien dalam keadaan normal.
C. Biokimia (BD)
Hasil
Kode Pemeriksaan Nilai Interpretasi
Pengamatan
IDNT Klinis Rujukan
19/02/2022
Natrium 136 – 142 127 Rendah
Hemoglobin 13,5 – 16,5 9 Rendah
Leukosit 4 – 11 16,5 Tinggi
Albumin 3,4 – 4,8 2,9 Rendah
Trombosit 150 – 450 828 Tinggi
Kesimpulan : Berdasarkan hasil pemeriksaan biokimia diketahui nilai hematologi pasien
dalam keadaan tidak normal, hemoglobin dan albumin rendah menandakan pasien mengalami
anemia dan hipoalbumin, leukosit, trombosit tinggi menandakan pasien mengalami
leukositosis dan trombositosis, dan kadar natrium rendah yang menandakan pasien
mengalami hiponatremi.
D. Terapi Medis dan Fungsi
NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi protein berkaitan dengan percepatan proses
penyembuhan luka pasca operasi dan infeksi ditandai oleh diagnose pasien fistula
enterocutan, leukositosis, hipoalbumin dan anemia.
DIAGNOSIS GIZI INTERVENSI
P Peningkatan kebutuhan zat gizi Tujuan : Memberikan makanan
protein tinggi protein
E Percepatan proses penyembuhan luka Makanan tinggi protein dengan
pasca operasi dan infeksi bentuk saring sumsum
S Diagnose pasien fistula enterocutan, Membatu meningkatkan asupan
leukositosis, hipoalbumin dan anemia. protein dari makanan
NI. 5.2 Malnutrisi berkaitan dengan kondisi pasca operasi laparatomi ditandai oleh
perubahan fungsi gastrointestinal tract, leukositosis, hipoalbumin dan anemia.
F. IntervensiGizi
1. Tujuan
- Membantu meningkatkan asupan makan pasien secara bertahap susai dengan
kemampuan pasien >80%
- Memberikan asupan makanan tinggi protein untuk membantu meningkatkan
hemoglobin, dan percepatan pemulihan infeksi.
- Membantu mengurangi beban kerja gastroinstetinal track
2. Preskripsi Diet
Pemberian Makanan dan Selingan (ND.1)
a. ND.1.1 : Jenis DIIT : TKTP
b. ND.1.2.1 : Bentuk Makanan : Saring Sumsum
c. ND.1.5 Route : Oral
d. ND.1.3 jadwal/Frekuensi Pemberian : 3x makan utama, 1x makan selingan
e. Energi : 1464 kkal
f. Protein : 45 gram (13% dari kebutuhan energi total
g. Lemak : 40,7gram (25% dari kebutuhan energi total).
h. Karbohidrat : 226,9 gram (62% dari kebutuhan energi total)
3. Implementasi Diet Rumah Sakit (Standar diet : Saring Sumsum)
4. Rekomendasi Diet
H. Rencana Monitoring
Waktu
Anamnesis Hal Yang diukur Evaluasi/Target
Pengukuran
Antropometri LiLa Hari ke-3 Tetap
Hemoglobin, albumin, Setiap ada
Biokimia Membaik/Normal
leukosit pemeriksaan
Setiap ada Nyeri Berkurang
Klinis/fisik KU
pemeriksaan Tidak Demam
Asupan terpenuhi
Dietary Asupan makan 3 Hari
80 – 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan pada tanggal 22 – 24 januari 2022. Aspek
yang dimonitoring dan evaluasi yang dilakukan meliputi antropometri, biokimia, fisik/klinis,
dietary history dan lain-lain. Berikut hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan :
A. Skrinning
Pasien yang diskrining adalah pasien berjenis kelamin laki-laki usia 69 tahun
yang datang ke RS Panti Rapih Yogyakarta pada tanggal 19 Februari 2022 dengan
keadaan mengeluh nyeri pada bekas luka operasi. Ternyata pasien mengalami
kegagalan pada bekas operasi laparatomi sehingga menyebakan kebocoran. Dilakukan
perbaikan KU dan rencana operasi ulang. Dilakukan screening menggunakan form
MNA-SF pada tanggal 21 Februari 2022 dan didapatkan 4, sehingga dapat
disimpulkan pasien beresiko malnutrisi dan membutuhkan rencana asuhan gizi.
B. Antropometri
Data pengambilan antropometri saat mengambil data adalah Ulna hal ini ditunjukan
untuk mengetahui etimasi tinggi badan pasien, dikarenakan pasien tidak bisa berdiri untuk
pengukuran secara normal. Sedangkan untuk lila tidak dapat diukur dikarenakan kondisi
pasien yang tidak memungkinkan diukurkan lila. Pada pengukuran ulna pasien 24 cm,
status gizi pasien dihitung dengan menggunakan IMT dan diperoleh hasil sebesar 17,3 kg/
m2 termasuk dalam kategori gizi kurang. IMT adalah pengukuran antropometri untuk
menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standar normal atau ideal. IMT
didapatkan dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2).
IMT cenderung berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang (Sudargo dkk, 2014.)
C. Biokimia
D. Klinis/Fisik
Tidak seperti pada data biokimia, untuk data klinis/fisik dapat dimonitoring setiap
hari. Kesadaran pasien dari awal pengambilan kasus yaitu 22 – 24 february 2022 dalam
composmentis. Selain kesadaran, ada beberapa vital sign pasien yang terpantau, berikut
adalah hasil pemantauan vital sign pasien :
Jenis Tanggal monitoring
pemeriksaan 22/02/2022 23/02/2022 24/02/2022
KU Bekas operasi nyeri Bekas operasi nyeri Bekas operasi nyeri
Nadi 80 79 56
Berdasarkan hasil pemantauan fisik dan klinis pasien, diketahui bahwa pasien
mengalami nyeri pada bekas operasi, nyeri masih sering dirasakan. Dan pada
pemeriksaan vital sign pasien rata-rata normal, hanya sedikit mengalami kenaikan
tekanan darah pada tanggal 23 february 2022.
E. Dietary History
Berikut adalah tabel hasil monitoring asupan makan pasien selama 3 hari di rumah
sakit :
Asupan Oral
1224,9 46,5 17,2 229,1
(21/02/2022)
Asupan Oral
1168,5 45,5 16,7 214,9
(22/02/2022)
Asupan Oral
497,8 27,9 6 85,6
(23/02/2022)
14.7%
20.0%
0.0%
Berdasarkan grafik asupan makan Tn. S selama 3 hari mengalami peningkatan dan
penurunan. Dari awal pengambilan kasus riwayat makan pasien kurang baik, dikarenakan
keluhan nyeri pada perut bekas operasi yang gagal. Pada hari kedua asupan makan masih
belum dapat dihabiskan dengan baik, berdasarkan evaluasi dari istri pasien kondisi Tn. S
sedang tidak nyaman dan lebih banyak tidur sehingga makanan baru dimakan setelah
dingin dan makin membuat pasien tidak nafsu makan, asupan makan pasien dibantu
dengan konsumsi susu yang disediakan istri sebagai pengganti makanan pokok jika
pasien tidak konsumsi makanan yang diberikan rumah sakit. Pada hari ketiga pasien
rencana operasi sore, sehingga ketika pagi hanya konsumsi susu dan kemudian
dipuasakan.
BAB V
A. Kesimpulan
1. Assesment
a. Pasien masuk RS dengan diagnosis Post Colostomy Ai Fistula
b. Hasil skrining pasien menggunakan MNA-SF diperoleh skor 4 sehingga pasien
memiliki resiko terkait penyakit yang dialami pasien sehingga membutuhkan
terapi gizi khusus.
c. Asupan makan pasien sebelum masuk rumah sakit masuk dalam kategori baik,
karena nafsu makan pasien masih baik sebelum mengeluhkan sakit.
d. Persentase asupan makan dengan recall 24 jam secara keseluruhan masih
kurang (Energi 56%, protein 62,7%, lemak 40,7%, dan karbohidrat 67,3%).
Asupan makan pasien kurang, dikarenakan pasien mengeluhkan nyeri bekas
operasi yang gagal, sehingga tidak mempunyai nafsu makan.
e. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien mengalami anemia, hipoalbumin
serta leukositosis, yang dapat memperlambat perbaikan kondisi.
f. Pasien diberikan diet tinggi protein dalam bentuk saring sumsum dengan rute
oral sebanyak 3x makan utama dan 2x selingan
g. Pasien diberikan diet secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pasien
h. Edukasi diet diberikan kepada keluarga pasien terkait pemberian makan
selama pasien dirawat, dan sedikit informasi gizi terkait pemilihan makanan
jika keadaan pasien sudah membaik
2. Re-Assesment
a. Asupan makan pasien mengalami kenaikan dan penurunan, hal ini masih
dikarenakan kondisi pasien masih mengeluhkan nyeri pada bekas luka operasi
yang gagal
b. Selama monitoring pasien mengalami peningkatan kadar hemoglobin dan
albumin diakrenakan mendapat transfuse darah dan plasbumin, sehingga kadar
hemoglobin dan albumin pasien perlahan meningkat guna membantu
perbaikan kondisi.
c. Selama monitoring pasien tidak mengalami perubahan diet, pasien konumsi
makanan saring sumsum dan dibantu susu peptisol agar dapat memenuhi
kebutuhan pasien.
d. Edukasi dan motivasi diberikan kepada istri pasien, edukasi dapat diterima
dengan baik serta telah dimengerti.
B. Saran
Sebaiknya asupan makan pasien mulai ditingkatkan sedikit demi sedikit jika kondisi
pasien mulai membaik.
DAFTAR PUSTAKA
Fredy Akbar K, Hamsah IA, Ayuni MM. 2020. Gambaran Nutrisi Lansia di Desa Banua
Baru. Jurnal Ilmiah Ksehatan Sandi Husada. Vol 9.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Kosasih, E.N. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Jakarta: Karisma
Publising Group
[WNPG] Widyakarya Pangan dan Gizi X. 2012. Pemantapan Ketahanan Pangan Perbaikan
Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal. Jakarta : 20-21 November 2012
Sudargo, Toto, dkk. 2014. Pola Makan dan Obesitas. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta