Anda di halaman 1dari 29

Asuhan Gizi Pada Pasien

Frakture Complementa OS Femur ALO CKD ON HD

DISUSUN OLEH :

DWI PUSPITA WULANDARI

NIM. P0731521015

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN GIZI

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan .................................................................................................... 4
1. Tujuan Umum ................................................................................ 4
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 16
A. Identitsa Pasien ..................................................................................... 16
B. Skrining ................................................................................................. 16
1. Skrining Awal ................................................................................. 16
2. Skrining Lanjut I ........................................................................... 16
3. Skrining Lanjut II .......................................................................... 17
C. Assesment Gizi ...................................................................................... 17
1. Data Personal .................................................................................. 17
2. Riwayat Penyakit dan Klien .......................................................... 17
3. Riwayat Makan ............................................................................... 18
4. SQFFQ ............................................................................................. 20
5. Recall 24 jam ................................................................................... 20
6. Standar Pembanding ...................................................................... 21
7. Antropometri .................................................................................. 21
.
8. Pemeriksaan Fisik/Klinis ............................................................... 22
9. Biokimia ........................................................................................... 22
10. Terapi Medis dan Fungsi ............................................................... 23
D. Diagnosis Gizi ........................................................................................ 24
E. Intervensi Gizi ....................................................................................... 24
F. Monitoring, Evaluasi dan Tindak Lanjut .......................................... 29
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 38
A. Hasil & Pembahasan ……………………………………....................
A. Kesimpulan ............................................................................................ 38
DAFTAR 40
PUSTAKA ........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan
dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme
tubuh. Kondisi gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit,
sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.
Sering terjadi kondisi pasien yang semakin memburuk dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi. (Kemenkes, 2013)

Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis
yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh
untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Pemberian diet pasien harus dimonitoring dan
dievaluasi sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium,
baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan
masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit merupakan tanggung jawab tenaga
kesehatan, terutama tenaga gizi. (Kemenkes, 2013)

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia menjadi salah satu tanda khas
penyakit diabetes melitus, meskipun juga mungin didapatkan pada beberapa keadaan
lain.

Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang disebabkan disregulasi respon


host terhadap infeksi. Salah satu faktor yang menyebabkan sepsis pada usia lanjut
menurut penelitian Nasa, dkk. adalah malnutrisi, yang mana gangguan nutrisi sering
ditemukan pada pasien usia lanjut. Sebaliknya, saat mengalami infeksi maka terjadi
peningkatan sitokin inflamasi yang menyebabkan gangguan nutrisi.
Fenomena Raynaud (RP) didefinisikan sebagai perubahan warna episodik
ekstremitas (biasanya paling baik terlihat di jari), sebagai respons terhadap paparan
dingin atau stres emosional.

Dari pejelasan penyakit diatas data disumpulkan sangat diperlukannya dukungan


nutrisi bagi pasien dengan keadaan komplikasi seperti ini guna memberikan asupan
makan yang berkualitas untuk menunjang penyembuhan. Terapi gizi adalah bagian dari
perawatan penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tepat
dan tidak melebihi kemampuan organ tubuh dalam melakukan metabolisme. Pemberian
diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan
hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Oleh karena itu, peran pelayanan gizi dalam pemulihan kondisi pasien ini sangat
diperlukan agar penyakit pasien dapat teratasi dengan tepat. Sehingga diperlukan
pengkajian lebih mendalam mengenai penatalaksanaan diet pada pasien kritis yang
didiagnosa Diabetes Melitus , Sepsis, Susp Raynaud’s Phnomena, Vaskulistis Et Causa
Susp Auto Imune Disease, Obstruksi Lekositosis dan Trombositosis, Hiperkalemia.

A. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mampu melaksanakan pelayanan gizi dan penatalaksanaan diet pada pasien
penyakit kritis Diabetes Melitus , Sepsis, Susp Raynaud’s Phnomena, Vaskulistis
Et Causa Susp Auto Imune Disease, Obstruksi Lekositosis dan Trombositosis,
Hiperkalemia di Bangsal LK3DB Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu menginterpreasikan data subjektif dan objektif pada pasien
dengan penyakit Diabetes Melitus , Sepsis, Susp Raynaud’s Phnomena,
Vaskulistis Et Causa Susp Auto Imune Disease, Obstruksi Lekositosis dan
Trombositosis, Hiperkalemia
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah gizi dan menganalisis tingkat
resiko gizi pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus , Sepsis, Susp
Raynaud’s Phnomena, Vaskulistis Et Causa Susp Auto Imune Disease,
Obstruksi Lekositosis dan Trombositosis, Hiperkalemia
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnose gizi pada pasien dengan penyakit
Diabetes Melitus , Sepsis, Susp Raynaud’s Phnomena, Vaskulistis Et Causa
Susp Auto Imune Disease, Obstruksi Lekositosis dan Trombositosis,
Hiperkalemia
d. Mahasiswa mampu melakukan intervensi gizi (rencana dan implementasi asuhan
gizi) pada pasien dengan penyakit Diabetes Melitus , Sepsis, Susp Raynaud’s
Phnomena, Vaskulistis Et Causa Susp Auto Imune Disease, Obstruksi
Lekositosis dan Trombositosis, Hiperkalemia
e. Mahasiswa mampu memonitoring dan mengevaluasi diet yang telah diberikan
serta evaluasi pemeriksaan antropometri, fisik, klinis dan laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia menjadi salah satu tanda khas
penyakit diabetes melitus, meskipun juga mungin didapatkan pada beberapa keadaan lain
(Perkeni, 2015).
1. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan klasifikasi etiologis (Perkeni, 2015),
yaitu:
a. Diabetes Mellitus tipe 1
DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas. kerusakan
ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut.
Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin
dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga
menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga
dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk
menjadi defisiensi insulin absolut.
c. Diabetes Mellitus tipe lain
Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh
defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi
dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d. Diabetes Mellitus tipe gestasional
Diabetes melitus tipe gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang
ditandai oleh kenaikan gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi
pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah
kembali normal.
2. Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL atau 2. glukosa
plasma puasa ≥ 126 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. 3. Tes
toleransi glukosa oral (TTGO). Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria
normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT). Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL. Diagnosis
GDPT pula ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan
antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL
(Perkeni, 2015).

B. Raynaud Phenomen (Herrick, 2018)

Fenomena Raynaud (RP) didefinisikan sebagai perubahan warna episodik


ekstremitas (biasanya paling baik terlihat di jari), sebagai respons terhadap paparan
dingin atau stres emosional. Biasanya, jari-jari menjadi putih, kemudian biru dan
kemudian merah – mewakili vasospasme (putih), kemudian diikuti oleh deoksigenasi
(biru) dan kemudian hiperemia reperfusi (merah). Secara umum diterima bahwa untuk
pasien yang dianggap memiliki Raynaud Phenomen , setidaknya perubahan warna
bifasik harus terjadi. Sebagian besar orang dengan Raynaud Phenomen memiliki
Raynaud Phenomen primer (idiopatik), yang tidak berkembang menjadi kerusakan
jaringan.

Namun, Raynaud Phenomen juga dapat menjadi penyebab sekunder dari sejumlah
besar penyakit/kondisi yang berbeda termasuk: penyakit jaringan ikat (terutama sklerosis
sistemik (SSc), sindrom getaran tangan (vibration white finger), kompresi vaskular
ekstrinsik (termasuk tulang rusuk servikal), penyebab pembuluh darah besar lainnya,
penyakit intravaskular termasuk yang terkait dengan peningkatan viskositas dan obat-
obatan tertentu (termasuk beta-blocker, beberapa agen kemoterapi dan stimulan
(misalnya methylphenidate).
2. Patogenesis

Patogenesis Raynaud Phenomen tidak sepenuhnya dipahami, meskipun lebih


banyak yang diketahui tentang mekanisme molekuler dan seluler yang mendasarinya
daripada 20 tahun yang lalu. Patogenesis ditinjau lebih lengkap di tempat lain. Poin
kuncinya adalah bahwa patogenesis akan tergantung pada apakah Raynaud Phenomen
primer atau sekunder dan jika sekunder, lalu apa? Raynaud Phenomen primer dianggap
murni vasospastik, sedangkan Raynaud Phenomen terkait SSc juga dikaitkan dengan
struktural perubahan vaskular, baik pada pembuluh darah kecil (termasuk kapiler) dan
tingkat arteri digital, menjelaskan tingkat keparahannya. Dari semua tipe sekunder
Raynaud Phenomen, Raynaud Phenomen terkait SSc paling banyak dipelajari. Banyak
mekanisme yang berbeda berkontribusi. Masalah utamanya adalah ketidakseimbangan
antara vasokonstriksi dan vasodilatasi yang mendukung vasokonstriksi, dengan defek
pada termoregulasi. Faktor intravaskular juga berkontribusi, termasuk peningkatan
aktivasi trombosit dan stres oksidan. Penanda aktivasi/kerusakan endotel telah dilaporkan
meningkat terutama pada pasien dengan Raynaud Phenomen terkait SSc, atau pada
mereka yang berisiko tinggi untuk berkembang. Cedera endotel cenderung memainkan
peran kunci di awal patogenesis.

3. Diagnosis dan penilaian Raynaud Phenomen

Sebagaimana dikemukakan di atas, keberadaan Raynaud Phenomen ditentukan


berdasarkan sejarah. Perkembangan yang menarik dalam beberapa tahun terakhir adalah
penangkapan serangan Raynaud Phenomen oleh pasien di ponsel mereka memberikan
objektivitas untuk diagnosis. Namun, penting untuk ditekankan bahwa Raynaud
Phenomen bukanlah diagnosis itu sendiri – ini adalah gejala kompleks yang memerlukan
diagnosis. Jadi, pertanyaan pertama adalah 'Mengapa orang ini menderita Raynaud
Phenomen? Ahli reumatologi dirujuk sebagai pasien dengan Raynaud Phenomen karena
di antara mereka yang mencapai perawatan sekunder, sebagian besar akan menderita
penyakit jaringan ikat. Namun, pasien mungkin memiliki penyakit lain yang
mendasarinya, misalnya, gangguan hematologis.
C. Sepsis

Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang disebabkan disregulasi respon


host terhadap infeksi. Salah satu faktor yang menyebabkan sepsis pada usia lanjut
menurut penelitian Nasa, dkk. adalah malnutrisi, yang mana gangguan nutrisi sering
ditemukan pada pasien usia lanjut. Sebaliknya, saat mengalami infeksi maka terjadi
peningkatan sitokin inflamasi yang menyebabkan gangguan nutrisi.

Parameter kecukupan nutrisi digambarkan dengan kadar albumin dan hemoglobin,


keadaan malnutrisi yang umumnya terjadi penurunan kadar albumin dan hemoglobin
menyebabkan seorang usia lanjut rentan mengalami infeksi. Penelitian Gupta, dkk.
mendapatkan insiden hipoalbumin pada sepsis mencapai 71% dengan tingkat mortalitas
pasien yang mengalami hipoalbumin pada sepsis secara statistik lebih tinggi
dibandingkan dengan yang normal (p<0,001).

Selain hipoalbumin, pasien yang mengalami sepsis juga banyak ditemukan


kejadian anemia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sadaka, dkk. dilaporkan insiden
anemia pada sepsis mencapai 50%. Penelitian Mohan, dkk. mendapatkan anemia
berhubungan dengan 2,1 kali kemungkinan kematian pada Hb kurang dari 12 mg/ dl.
Penelitian terdahulu oleh Walsh, dkk.12 mendapatkan pasien penyakit kritis dengan
anemia sebanyak 60-70%.

D. Vaskulitis (Stephanie Marisca, 2015)


Vaskulitis adalah istilah umum untuk inflamasi dan kerusakan pada pembuluh darah.
Vaskulitis ditandai oleh kerusakan pada pembuluh darah, yaitu dapat berupa: nekrosis
fibrinoid, trombosis, ekstravasasi sel darah merah, dan kadang disertai dengan reaksi
granulomatosa. Vaskulitis dapat mengenai segala usia, baik pria dan wanita memiliki
perbandingan yang sama. Vaskulitis juga dapat dipengaruhi oleh ras, daerah geografis,
dan lingkungan.
2. Patogenesis
Vaskulitis non-infeksi yang berkaitan dengan reaksi imunologi berkaitan
dengan kompleks imun, ANCA, dan antibodi anti sel endotel. Pada vaskulitis akibat
kompleks imun, terdapat kelainan morfologi sel endotel luminal.
3. Gambaran Klinis
Vaskulitis merupakan penyakit sitemik sehingga dapat timbul gejala non-
spesifik, seperti: demam, bercak kemerahan, myalgia, atralgia, lemas, dan penurunan
berat badan.
A. IdentitasPasien
1. Data Personal (CH)

Kode IDNT Jenis Data Data Personal


CH.1.1 Nama Tn. P.S.S
CH.1.1.1 Umur 70 Tahun
CH.1.1.2 JenisKelamin Laki-laki
CH.1.1.5 Suku/etnik Jawa
CH.1.1.9 Peran dalamkeluarga Kepala Keluarga
Diagnosis medis Frakture Complementa OS Femur,
ALO, CKD on HD

2. Riwayat Penyakit (CH)

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


CH.2.1 Keluhan utama Kaki Terasa Nyeri, pasien gelisah
dan teriak-teriak
Riwayat penyakit HT, Jantung, HD rutin + 10 tahun.
dahulu dan sekarang
Riwayat pengobatan HD rutin 2x seminggu, selasa dan
jumat.
Nomor RM : 298418
Ruang Perawatan : EG1PB (110)
Tanggal MRS : 18 Februari 2022
Tanggalpengambilankasus : 22 Februari 2022

3. Riwayat Klien yang Lain

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


CH.2.1.5 Mual (-), Muntah (-), Kesulitan
Gastrointestinal Mengunyah & Menelan (Tidak ada
gigi) (+)
CH.2.1.8 Imun Alergi makanan (-)
CH.2.2.1 Sudah pernah dapat edukasi gizi di
Perawatan
ruang HD
CH.3.1.1 Riwayat sosial Swasta
CH.3.1.7 Agama Kristen
Kesimpulan : Pasien Tn. P usia 70 tahun di diagnosis Frakture Complementa OS Femur,
ALO, CKD on HD. Riwayat pengobatan pasien menjalani HD rutin 2x seminggu, selasa dan
jumat. Pasien tidak mengalami mual, muntah, ada keluhan terkait kesulitan dalam
mengunyah karena gigi pasien yang tidak ada. Tidak ada alergi makanan, pasien sudah
pernah mendapat konseling gizi sebelumnya saat menjalani HD rutin.
B. Hasil Skrinning Gizi
Kesimpulan : Berdasarkan hasil skrining gizi diperoleh hasil total skor 8. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien memiliki resiko terkait penyakit yang dialami pasien sehingga
membutuhkan terapi gizi khusus untuk pasien.
A. Riwayat Makan (FH)

Kode
Jenis Data Keterangan
IDNT
FH.2.1 Riwayat Diet Makanan Pokok
(pola makan) Nasi 3x/hr @2ctg
Singkong 1x/mgg @1ptg
Lauk Hewani
Daging ayam 3x/mgg @1ptg (disuir), telur ayam ceplok
1x/hr, ikan lele 4x/mgg @1ekor
Pengolahan : dirbeus, digoreng
Lauk Nabati
-
Sayur
Wortel 3x/mgg @1sdm, kangkung 1x/mgg @3sdm,
lalapan pecel lele (kol, timun) @10gr
Pengolahan : oseng, dilalap
Buah
-
Camilan
Roti kukus 2x/mgg @3bh
Arem-arem 2x/hr @2bh
Minuman
Air putih 10 gls
Teh 3x/hari @gula 2sdm

*Catatan : pasien sudah HD + 10 th, sehingga pasien tidak


konsumi lauk nabati dan buah sama sekali, konsumsi sayur
sangat jarang. Pasien lebih suka beli makanan jadi.
Kesimpulan : Berdasarkan riwayat makan pasien sudah menjalankan diet HD,
karena kondisi pasien sudah 10 tahun HD rutin, sehingga makanan seperti sayur
berkuah dan buah pasien sudah sangat jarang dikonsumsi. Untuk lauk hewani pun
pasien sulit konsumsi jika dalam bentuk utuh, karena gigi pasien sudah tidak ada
semua sehingga kesusahan dalam mengunyah. Asupan cairan pasien berlebih
karena pasien tidak suka diatur porsi minumnya..

1. SQFFQ :

Energi Protein Lemak KH


(kkal) (gram) (gram) (gram)
Asupan Oral 1207,1 28,8 17,4 228,5
Kebutuhan 1950 78 54,2 273
% Asupan 61,9% 36,9% 32,1% 83,7%
(Defisit (Defisit (Defisit
Interpretasi (Baik)
Sedang) Berat) Berat)
Kesimpulan : Berdasarkan data SFFQ diketahui gizi pasien mengidentifikasikan pada
gizi deficit sedang pada energy (>60%) dan deficit berat pada asupan protein dan lemak
(<50%) Zat gizi karbohidrat baik (>80%) (Depkes, 1999).

*Kebutuhan = Mengacu pada kebutuhan pasien sebelum sakit


Kategori tingkat asupan (Depkes, 1999)
Defisit berat : < 60% Defisit sedang: 60-69%
Defisit ringan: 70-79% Baik : 80-120%
Lebih :>120

2. Recall 24 jam (FH.7.2.8)


Tanggal :
Makanan dari RS :Nasi DM DJ 1900 Kal
Makanan dari luar RS : -
Energi Protein Lemak KH
(kkal) (gram) (gram) (gram)
Asupan oral 979,7 34,6 27,8 140,9
Kebutuhan 1950 78 54,2 273
% asupan 50,2% 44,4% 51,3% 51,6%
Kategori (Defisit (Defisit (Defisit (Defisit
Berat) Berat) Berat) Berat)
Kesimpulan : Berdasarkan data recall 24 diketahui asupan energi, protein, lemak,
dalam kategori Defisit Berat (<50%) (Depkes, 1999)

B. Standar Pembanding (CS)

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


CS.1.1.1 Estimasi  Saat sehat
Kebutuhan
Estimasi kebutuhan energi total (Pernefri) :
Energi
Energi Total = 30 kal/kgBBi
= 30 x 65 =1950 kal
 Saat sakit

Estimasi kebutuhan energi total (Pernefri) :


Energi Total = 30 kal/kgBBi
= 30 x 65 =1950 kal
CS.2.1.1 Estimasi  Saat sehat
Kebutuhan
Lemak = 25% x 1950 : 9 = 78 gram
Lemak
 Saat sakit

Lemak = 25% x 1950: 9 = 78 gram

CS.2.2.1 Estimasi  Saat sehat


Kebutuhan
Protein = 16% x 1950 : 4 = 54,2 gram
Protein
 Saat sakit

Protein = 16% x 1950 : 4 = 54,2 gram

CS.2.3.1 Estimasi  Saat sehat


Kebutuhan Karbohidrat = 54% x 1950 : 4 = 273 gram
Karbohidrat  Saat sakit

Karbohidrat = 54% x 1950 : 4 = 273 gram

CS.5.1.1 Rekomendasi  IMT = BB/TB2


BB/IMT/
pertumbuhan = 82/( 1.65 )2
= 30,4 kg/m2
(Status Gizi : Obesitas, WHO 2000)

Antropometri (AD.1.1)

Kode IDNT Jenis Data Keterangan


AD.1.1.1 Tinggi Badan 165 cm
AD 1.1.2 Berat Badan 82 kg
AD 1.1.4 Perubahan Berat Badan -
AD.1.1.5 IMT 30,4 kg/m2
Kesimpulan : untuk data antropometri hanya dilihat dari data sekunder di kompter,
dikarenakan kondisi pasien tidak memungkinkan untuk diukur Lila dan Ulna nya, karena
pasien dalam keadaan gelisah dan mengamuk maka tidak dilakukan pengukuran
langsung. Berdasaran perhitungan status gizi pasien berdasarkan IMT masuk kategori
Obesitas.

PemeriksaanFisik/Klinis (PD.1.1)

Kode IDNT Data Fisik / Klinis Hasil


PD.1.1.1 Penampilan Keseluruhan Gelisah, suka teriak dan
mengamuk
PD.1.1.2 Bahasa Tubuh -
PD.1.1.6 Kepala dan mata -
PD.1.1.9 Vital sign -
Nadi 104x/menit (Normal)
Suhu 35 oC (Normal)
Respirasi 20x/mnt (Normal)
Tekanan darah 183/82 (Tinggi)
Urine Output 100 cc
PD 1 Sistem Pencernaan Mual (-), Muntah (-), Kesulitan
Menelan & Mengunyah (+)
Kesimpulan : Secara keseluruhan pasien tidak mengalami mual, muntah. Pasien hanya
mengalami kesulitan mengunyah dan menelan karena tidak mempunyai gigi. Fisik klinis
pasien pun dalam keadaan normal, hanya pada tekanan darah pasien mengalami kenaikan.
C. Biokimia (BD)

Hasil
Kode Pemeriksaan Nilai
Pengamatan
IDNT Klinis Rujukan
21/02/2022
Natrium 136 – 142 134
Kalium 3.5 – 5.1 3,3
Hemoglobin 13,5 – 16,5 9,7
Albumin 3,4 – 4,8 3,9
Ureum 10 – 50 57
Creatinin 0.7 – 1.2 4,36
Kesimpulan : Kadar natrium rendah yang menandakan pasien mengalami hiponatremi,
kalium rendah yang menandakan pasien mengalami hipokalemi, hemoglobin dan albumin
rendah menandakan pasien mengalami anemia dan hipoalbumin, ureum dan kreatinin tinggi
menandakan ada kerusakan pada ginjal pasien.

D. Terapi Medis dan Fungsi

Kode Jenis Terapi


Fungsi Interaksi dengan makanan
IDNT Medis
FH 3.1 amlodipine Amlodipine adalah obat untuk Adanya interaksi dengan
menurunkan tekanan alkohol apabila dikonsumsi
darah pada kondisi hipertensi bersamaan, sesudah atau
sebelum mengkonsumsi
obat.
Infus NaCl Digunakan pada kondisi -
kekurangan natrium dan
klorida, penggangti cairan
isotonic plasma, juga
digunakan sebagai pelarut
sediaan injeksi.
Furosemide Furosemide adalah obat Adanya interaksi dengan
golongan diuretik yang alkohol apabila dikonsumsi
bermanfaat untuk bersamaan, sesudah atau
mengeluarkan kelebihan sebelum mengkonsumsi
cairan dari dalam tubuh obat.
melalui urine. Obat ini sering
digunakan untuk mengatasi
edema (penumpukan cairan
di dalam tubuh) atau
hipertensi (tekanan darah
tinggi).
Paracetamol obat yang masuk ke dalam Adanya interaksi dengan
golongan analgesik (pereda alkohol apabila dikonsumsi
nyeri) dan antipiretik (penurun bersamaan, sesudah atau
demam). sebelum mengkonsumsi
obat.
Kesimpulan : Pasien diberikan obat untuk mengatasi beberapa kondisi penyakit pasien.

E. Diagnosis Gizi
1. Domain Intake
NI.5.1 Peningkatan kebutuhan protein berkaitan CKD stage V ditandai dengan HD
rutin 2x seminggu, albumin rendah dan hemoglobin rendah.
DIAGNOSIS GIZI INTERVENSI
P Peningkatan kebutuhan protein Tujuan : Memberikan asupan
makanan oral tinggi protein
sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan dan daya terima
pasien
E CKD stage V Pemberian makanan oral tinggi
protein
S HD rutin 2x seminggu, albumin -
rendah dan hemoglobin rendah.
NI.2.1 Asupan makanan dan minuman oral tidak adekuat berkaitan dengan penurunan
kemampuan untuk konsumsi energy cukup, sulit menggigit/mengunyah ditandai oleh
asupan oral (energy, protein, lemak, KH) kurang (<80%).
DIAGNOSIS GIZI INTERVENSI
P Asupan makanan dan minuman oral Tujuan : Memberikan asupan
tidak adekuat makanan adekuat susai
dengan kebutuhan dan
kemampuan pasien
E Penurunan kemampuan untuk Dengan bentuk lunak
konsumsi energy cukup, sulit
menggigit/mengunyah
S asupan oral (energy, protein, lemak, Membatu meningkatkan asupan
KH) kurang (<80%). makanan

F. IntervensiGizi
1. Tujuan
- Membantu Meningkatkan asupan oral pasien secara bertahap >80%
- Memberikan asupan makanan tinggi protein untuk membantu meningkatkan
hemoglobin, dan percepatan pemulihan pasca hemodialisis.
2. Preskripsi Diet
Pemberian Makanan dan Selingan (ND.1)
a. ND.1.1 : Jenis DIIT : HD III 70 gr protein
b. ND.1.2.1 : Bentuk Makanan : TIM Lunak
c. ND.1.5 Route : Oral
d. ND.1.3 jadwal/Frekuensi Pemberian : 3x makan utama, 2x makan selingan
e. Energi : 1950 kkal
f. Protein : 78 gram (16% dari kebutuhan energi total
g. Lemak : 54,2gram (25% dari kebutuhan energi total).
h. Karbohidrat : 273 gram (54% dari kebutuhan energi total
3. Implementasi Diet Rumah Sakit (Standar diet : Tim HD III 70 gr protein)

Energi Protein Lemak KH


(kcal) (g) (g) (g)
Standar Diet RS 2315,5 70,3 69,4 354
Kebutuhan (Planning) 1950 78 54,2 273
% Standar /Kebutuhan 118,7% 90,1% 128% 129,7%
Kategori Baik Baik Lebih Lebih
Kesimpulan : Rekomendasi diet yang diberikan kepada pasien sudah memenuhi
kebutuhan gizi energi dan protein, tetapi berlebih pada zat gizi karbohidrat dan
lemak.

4. Rekomendasi Diet

Waktu Golongan Bahan Standar


Rekomendasi Berat
Makan Makanan Diet RS
Nasi/Penukar 150 Nasi/Penukar 150
LH/Daging/P 50 LH/Daging/P 50
08:00
Sayuran A 50 Sayuran A 50
Minyak 5 Minyak 5
10:00 Sirup 25 Sirup 25
Snack 30 Snack 30
Nasi/Penukar 150 Nasi/Penukar 150
LH/Daging/P 50 LH/Daging/P 50
14:00
Sayuran A 50 Sayuran A 50
Minyak 5 Minyak 5
1
Teh Manis 1 gelas Teh Manis
16:00 gelas
Snack 1 Ptg Snack
1 Ptg
Nasi/Penukar 150 Nasi/Penukar 150
LH/Daging/P 50 LH/Daging/P 50
18:00
Sayuran A 50 Sayuran A 50
Minyak 5 Minyak 5
20:00 Susu Rendah Fosfor 30 Susu Rendah Fosfor 30
Energi : 2315,5 kkal Energi : 2315,5 kkal
Protein : 70,3 gram Protein : 70,3 gram
Nilai Gizi
Lemak : 69,4 gram Lemak : 69,4 gram
Karbohidrat : 354 Gram Karbohidrat : 354 Gram
Keterangan : Pemberian makan pasien disesuaikan dengan standar diet makanan
Lunak HD III 70 gram Protein kal rumah sakit.

5. Domain Konseling (C)


a. Tujuan
- Membantu meningkatkan asupan makan pasien secara bertahap sesuai kebutuhan
dan kemampuan pasien >80%
- Memberikan asupan makanan tinggi protein untuk membantu meningkatkan
hemoglobin, dan protein yang hilang pasca hemodialisis
b. Preskripsi
1) Sasaran : Anak pasien
2) Tempat : Kamar Pasien
3) Waktu : 10:00 WIB
4) Permasalahan gizi : Hemodialisis
5) Metode : Konseling
6) Media : Leaflet
7) Materi :
- Membantu meningkatkan asupan makan pasien secara bertahap sesuai
kebutuhan dan kemampuan pasien >80%
- Memberikan asupan makanan tinggi protein untuk membantu
meningkatkan hemoglobin, dan protein yang hilang pasca hemodialisis
6. Domain Edukasi Gizi (E.1)
E.1.1. Tujuan Edukasi
Memberikan pengetahuan tambahan berupa pemberian contoh makanan dan
jenis makanan yang mengandung tinggi protein kepada keluarga pasien.
E. 1.2. Prioritas Modifikasi
HD III 70 gram Protein
G. Kolaborasi (RC)

No Tenaga Kesehatan Koordinasi


1 Ahli gizi Diskusi mengenai pasien untuk
diambil menjadi studi kasus dan
rencana asuhan gizi
2 Perawat ruangan Meminta izin untuk melihat rekam
medis atas nama Tn. P dan
perkembangannya terkait
pemberian makanan.
3 Tenaga pengolahan Mengganti diet pasien sesuai
dengan diet dan kebutuhan
4 Dokter DPJP Memberikan penjelasan terakait
penyakit pasien, sehingga sesuai
dalam pemberian diet pasien
5 Tenaga Penyaji Makanan Mengganti diet pasien sesuai
dengan diet dan kebutuhan

H. Rencana Monitoring
Waktu
Anamnesis Hal Yang diukur Evaluasi/Target
Pengukuran
Antropometri Tidak diukur Tidak diukur Tidak diukur
Hemoglobin, albumin,
Setiap ada
Biokimia ureum, kreatinin, Membaik/Normal
pemeriksaan
Natrium, Kalium
KU, Setiap ada
Klinis/fisik Nyeri Berkurang
Tekanan Darah pemeriksaan
Asupan terpenuhi
Dietary Asupan makan Setiap hari
80 – 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Monitoring dan evaluasi yang dilakukan pada tanggal 22 – 14 januari 2022. Aspek
yang dimonitoring dan evaluasi yang dilakukan meliputi antropometri, biokimia, fisik/klinis,
dietary history dan lain-lain. Berikut hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan :
A. Skrinning

Pasien yang diskrining adalah pasien berjenis kelamin laki-laki usia 70 tahun
yang datang ke RS Panti Rapih Yogyakarta pada tanggal 21 Februari 2022 dengan
keadaan fracture compelementa. Dilakukan screening menggunakan form MNA-SF
pada tanggal 22 Februari 2022 dan didapatkan 8, sehingga dapat disimpulkan pasien
beresiko gizi dan membutuhkan rencana asuhan gizi.
B. Antropometri

Data pengambilan antropometri saat mengambil data adalah menggunakan data


sekunder yang ada pada computer diruang pasien, hal ini dilakukan karena tidak
memungkinkan nya pengukuran ulna dan lila pada pasien karena melihat dari kondisi
pasien yang gelisah dan sering mengamuk dan teriak. Jadi IMT yang diperoleh hasil
sebesar 30,4 kg/m 2 termasuk dalam kategori obesitas. IMT adalah pengukuran
antropometri untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standar
normal atau ideal. IMT didapatkan dengan cara membagi berat badan (kg) dengan
kuadrat tinggi badan (m2). IMT cenderung berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang
(Sudargo dkk, 2014.)
C. Biokimia

Hasil
Kode Pemeriksaan Nilai
Pengamatan
IDNT Klinis Rujukan
22/02/2022
Natrium 136 – 142 132
Kalium 3.5 – 5.1 3
Hemoglobin 13,5 – 16,5 9,5
Albumin 3,4 – 4,8 -
Ureum 10 – 50 26
Creatinin 0.7 – 1.2 2,40

Monitoring dan evaluasi data biokimia dilakukan saat ada pemeriksaan


laboratorium. Ketika di rawat pasien baru melakukan 2x pemeriksaan biokimia yang
bertujuan mengetahui riwayat klinis penyakit pasien yaitu pada tanggal 21 dan 22
Februari 2022. Ketika di monitoring pasien hanya ada pemeriksaan laboratorium
tanggal 22 february berupa pemeriksaan natrium, kalium, hemoglobin, ureum dan
kreatinin. Dari pemeriksaan nilai kalium rendah menandakan hypokalemia dan natrium
rendah menandakan hiponatremi, sedangkan ureum dan creatinin tinggi menandakan
pasien mengalami gangguan fungsi ginjal (Heriansyah, dkk, 2019), sedangkan
hemoglobin rendah menandakan pasien mengalami anemia karena pasien menjalani
hemodialysis 2x/minggu, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Makassar
menunjukkan hemodialisis yang lama bisa menurunkan kadar hemoglobin
(Runtung,2013). Pada pemeriksaan laboratorium diatas dapat dibandingkan antara
pemeriksaan tanggal 21 februari dengan pemeriksaan 22 freburari dimana kadar ureum
dan creatinine menurun, hal ini dikarenakan pasien menjalani hemodialisis pada tanggal
22 february 2022.

D. Klinis/Fisik

Tidak seperti pada data biokimia, untuk data klinis/fisik dapat dimonitoring setiap
hari. Kesadaran pasien dari awal pengambilan kasus yaitu 22 – 23 february 2022 dalam
composmentis. Selain kesadaran, ada beberapa vital sign pasien yang terpantau, berikut
adalah hasil pemantauan vital sign pasien :
Jenis Tanggal monitoring
pemeriksaan 23/02/2022 24/02/2022
Kaki nyeri Kaki nyeri
KU
Gelisah Gelisah
Tekanan Darah 178/99 (Tinggi) 134/62(Tinggi)
Urine Output 110 cc 25 cc
Berdasarkan hasil pemantauan fisik dan klinis pasien, diketahui bahwa pasien
mengalami nyeri pada kedua kaki, nyeri yang dirasakan selalu terasa, dan keadaan
pasienpun semakin gelisah dan masih suka berteriak-teriak. Urine output pasien sangat
sedikit karena kondisi ginjal pasien yang sudah mengalami gangguan berat.

E. Dietary History
Berikut adalah tabel hasil monitoring asupan makan pasien selama 3 hari di rumah
sakit :

Energi Protein Lemak Karbohidrat


Tanggal
(kcal) (gram) (gram) (gram)

Monev I (23/02/2022) Makanan Oral

Asupan Oral
321,8 14,4 12,8 38
(22/02/2022)

Kebutuhan 1950 78 54,2 273

% Asupan 16,5% 18,5% 23,6% 13,9%

Kategori Defisit Berat Defisit Berat Defisit Berat Defisit Berat

Monev II (24/02/2022) Makanan Oral

Asupan Oral
0 0 0 0
(23/02/2022)

Kebutuhan 2079 77,9 57,8 311,9

% Asupan 0% 0% 0% 0%

Kategori Defisit Berat Defisit Berat Defisit Berat Defisit Berat


Berikut adalah grafik monitoring asupan makan pasien :

Asupan makan pasien selama 3 hari


23.6% 25.0%

18.5% 20.0%
16.5%
Energi
13.9% 15.0% Protein
Lemak
Karbohidrat
10.0%

5.0%

0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%

Berdasarkan grafik asupan makan Tn. P selama 2 hari mengalami penurunan.


Pada awal pengambilan kasus riwayat makan pasien sudah kurang, pasien tidak
menghabiskan makanan karena sering gelisah dan berteriak-teriak, ditambah pasien tidak
bisa mengunyah dengan baik karena tidak memiliki gigi. Kemudian pada monitoring hari
pertama pasien hanya makan pagi, karena siang sampai dengan malam pasien mengamuk
dan tidak mau makan sama sekali. Pada hari kedua pasien dijadwalkan puasa karena ingin
tindakan operasi oleh dokter sehingga tidak makan, akan tetapi ternyata operasi diundur
menjadi sore hari sehingga pasien dipuasakan sampai setelah operasi, maka dari itu tidak
ada asupan yang masuk ke pasien selama hari itu.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2012). Heart Disease And Stroke Statistic. Diperoleh pada

tanggal 12-10-17 dari http:// ahajournal.org.com.

Ruth R Widjaja, IDP Ramantara, Susestyowati. Pengaruh Pemberia Diet Rendah


Karbohidrat

Tinggi Lemak Terhadap Penur7nan CO2 Darah Dan erbaikan Resirasi Pada Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Rumah Sakit Imanuel Bandung, Volume 2, pp.

Hellermann, J. P., Goraya, T. Y., Jacobsen, S. J., Weston, S. A., Reeder, G. S., Gersh, B. J.,

& Roger, V. L. (2003). Incidence of heart failure after myocardial infarction: is it


changing over time?. American journal of epidemiology, 157(12), 1101-1107

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Mann, D.L., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci, A.S., et al., Ed. Harrison’s

Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA: McGrawHill, 1443. Mann,
D.L. 2010. Heart Failure and Cor Pulmonale. In : Harrison’s Cardiovascular

Parker, et al. (2008). Heart Failure dalam Dipiro et al. Pharmacotherapy A Pathophysiologic

Approach 7th Ed, McGraw-Hill Companies, New York

Levy M. Pathophysiology of oxygen delivery in respiratory failure. Chest. 2005;128:547-53.

Asikin, M, et al. (2016) Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Kardiovaskuler. Jakarta


Erlangga

Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular

Aplikasi NIC & NOC. (EGC, Ed.). Jakarta.

Arif, Muttaqin., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular

dan Hematologi. Salemba Medika, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999; Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi

Kebijaksanaan dan Strategi Pembangunan Kesehatan, Jakarta vdsaswd


Heriansyah, j. H. N. W., 2019. Gambaran Ureumdan Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal

Kronis di RSUD Karawang, Volume 1.

Anda mungkin juga menyukai