Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua organ
dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh (Smeltzer dan
Bare, 2011).
Fistel enterokutaneus adalah celah atau saluran abnormal antara usus dengan
kulit abdomen (Lee, 2010).
Fistula enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan
antara organ gastrointestinal dan kulit. Fistel berarti adanya hubungan
abnormal antara ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Jadi Fistel
enterokutaneus adalah celah atau saluran abnormal antara usus dengan kulit
abdomen (Brunner & Suddarth, 2012).

B. KLASIFIKASI
Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi,
fisiologi yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu
fistula internal dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang
menghubungkan antara dua viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula
yang menghubungkan antara viscera dengan kulit.
2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu
high-output, moderate-output dan low output.
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan intestinal
ke dunia luar, dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit, mineral dan
protein sehingga dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-
seimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan malnutrisi pada pasien.Fistula
dengan high-output apabila pengeluaran cairan intestinal sebanyak >500ml
perhari, moderate-output sebanyak 200-500 ml per hari dan low-output sebanyak
<200 ml per hari.

C. ETIOLOGI
Berdasarkan atas penyebabnya, maka fistula enterokutan dikelompokkan
menjadi tiga bagian yaitu :
1. Congenital ; jenis fistel ini terbentuk sejak lahir, contohnya fistel
duodenocolic.
2. Spontan : jenis fistel ini biasanya terbentuk sebagai hasil perjalanan kronis
suatu penyakit. Penyakit yang bisa menimbulkan fistel yakni Chrown disease,
TB , divertikel, abses, perforasi local, radiasi dan enteritis.
3. Aquaired : fistel ini terbentuk karena kesalahan dalam tindakan pembedahan
misalnya dalam operasi anastomosis, drainase abses.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam, leukositosis, prolonged
ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka. Diagnosis
menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di abdomen.
Penyempitan lumen usus tadi mempengaruhi kemampuan usus untuk
mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan
akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus
dirangsang oleh makana, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk
menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi
masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan
nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan
anemia sekunder (Brunner & Suddarth, 2012).
Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya
inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon
dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan
nutria juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya adalah individu
menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara
terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat mengalami
demam dan leukositosis (Brunner & Suddarth, 2012).

E. PATOFISIOLOGI
Salah satu penyebab terbentuknya fistel enterokutaneus adalah chrown disease.
Pada penyakit Chrown, terjadi inflamasi kronis dan subakut yang meluas ke
seluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural.
Pembentukan fistula,fisura dan abases terjadi terjadi sesuai luasnya inflamasi ke
dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut maka saluran abnormal
yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah fistel
enterokutaneus. Lesi (ulkus) tidak pada kontak terus-menerus satu sama lain dan
dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami
penebalan dan menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit (Brunner &
Suddarth, 2012).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut:
a. Test methylen blue
Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula enterokutaneous
dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk mengetahui
fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.
b. USG
USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan penimbunan
cairan pada saluran fistula
c. Fistulogram
Tehnik ini menggunakan water soluble kontras.Kontras disuntikkan melalui
pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan menggunakan
tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber fistula,
jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di bagian
distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi) dan
ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.
d. Barium enema
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus
halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula
seperti penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma
e. CT scan

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu
stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.
1. Stabilization
Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis,
nutritional support, control of fistula drainage
a. Identification
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan
fistula enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien
menunjukkan tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk erythema
pada luka. Luka akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen yang terdiri
dari cairan usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi yang disebabkan karena
sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam waktu lama. Pasien dapat menjadi
dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang rendah.
b. Resuscitation
Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi.Pada
tahap ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume
sirkulasi. Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas
pengangkutan oksigen dan pemberian infuse albumin dapat mengembalikan
tekanan onkotik plasma.
c. Control of sepsis
Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis
dengan pemberian obat antibiotik.
d. Nutritional support
Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous
merupakan komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization.Fistula
enterokutaneous dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake
nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus
kaya protein yang keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula enterokutaneous
membutuhkan kalori total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio kalori-
nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian
nutrisi ini dilakukan melalui parenteral.Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan
vitamin seperti vitamin C, vitamin B12, zinc, asam folat.
e. Control of fistula drainage
Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase
fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction
catheter.Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat
cairan fistula, dapat diberikan karaya powder, stomahesive atau
glyserin.Beberapa penulis melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum
Assisted Closure (VAC) system untuk penatalaksanaan fistula
enterokutaneous.Obat-obatan (Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis)
dapat juga diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung, sekresi
kelenjar pankreas, usus, dan traktus biliaris.

2. Investigation
Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:
a. Test methylen blue
b. USG
c. Fistulogram
d. Barium enema
e. CT scan

3. Decision
Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6
minggu pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari
sepsis.Penutupan spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus.Fistula yang
terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan
yang rendah untuk menutup secara spontan.Hal ini berlaku juga pada fistula
dengan keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus,
diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila
fistula tidak menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat
direncanakan untuk melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan
tidakan operasi, ahli bedah harus mempertimbangkan untuk menjaga
keseimbangan nutrisi dengan memberikan nutrisi secara adekuat, kemungkinan
terjadinya penutupan spontan dan tehnik-tehnik operasi yang akan digunakan.

4. Definitive therapy
Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula
enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan
yang tepat.Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan
terbebas dari sepsis.
Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru.Insisi
secara transversal pada abdomen di daerah yang terbebas dari
perlekatan.Tujuan tindakan operasi selanjutnya adalah membebaskan usus
sampai rektumdariligamentum Treiz.Kemudian melakukan eksplorasi pada
usus untuk menemukan seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah
kegagalan dalam melakukan anastomosis.
Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada
segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat.Pada kasus-kasus yang berat,
dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan
serosal patches.Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang
optimal.Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted, end-to-end anastomosis
menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan kemungikan
anastomosis yang aman.

5. Healing
Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi
harus terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan
penutupan dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus
postoperasi) ini membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan
protein yang adekuat untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan
luka.

H. KOMPLIKASI
1. Kekurangan gizi
2. Dehidrasi
3. Masalah kulit
4. Keracunan darah

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan


keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan
cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang
telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk
menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam
rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal
mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus
menerus, saling berkaitan dan dinamis.

1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan
bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala : Penurunan kekuatan /dorongan aliran urin, tetesan
Tanda : Feses keluar melalui fistula
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual dan muntah
Tanda : Penurunan Berat Badan
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri suprapubik, daerah fistula dan nyeri punggung bawah
e. Keamanan
Gejala : Demam
f. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Rencana pembedahan
Rencana Pemulangan :
Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh,
proses pembedahan
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d pengeluaran sari-sari makanan dari fistula,
absorbsi tidak adekuat..
d. Gangguan pola tidur b/d nyeri

3. INTERVENSI
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
2) Pantau tanda-tanda vital.
3) Ajarkan teknik nafas dalam
4) Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase
5) Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Rasional :
1) Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya nyeri
secara bertahap pasca operasi,menunjukkan melambatnya penyembuhan.
2) Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala nyeri
3) Meningkatkan relaksasi,mening kenyamanan dan menurunkan nyeri.
4) Menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri berkurang
5) Memblok lmpuls nyeri ke otak sehingga nyeri tidak dipersepsikan

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan


tubuh, proses pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien bebas
dari tanda-tanda infeksi
Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
2) Obeservasi penyatuan luka, adanya inflamasi
3) Pantau pernapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-
45 derajat, bantu pasien untuk membalik, batuk, dan napas dalam.
4) Observasi terhadap tanda/ gejala peritonitis, mis, demam, peningkatan nyeri,
distensi abdomen.
5) Pertahankan perawatan luka aspetik. Pertahankan balutan kering.
6) Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Rasional
1) Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi.
2) Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
3) Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan, ketidakefektifan
batuk, dan distensi abdomen.
4) Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan, peritonitis dapat
terjadi bila usus terganggu, mis, ruptur praoperasi, kebocoran anastomosis.
5) Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan.
Balutan basah bertindak sebagai retrograd, menyerap kontaminan eksternal.
6) Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d pengeluaran sari-sari makanan dari
fistula, absorbsi tidak adekuat.
Tujun : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
berat badan stabil atau penigkatakan berat badan sesuai sasaran dengan nilai
normal
Intervensi :
1) Timbang berat badan tiap hari
2) Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut
3) Anjurkan istirahat sebelum makan
4) Berikan kebersihan oral
5) Catat masukan dan sintomatologi
6) Dorong pasien untuk mengatakan perasaan masalah mulai makan diet
7) Kolaborasi obat anti kolinergik sesuai indikasi
8) Kolaborasi vitamin B12 dan asam folat
Rasional :
1) Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/ keefektifan terapi.
2) Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
3) Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan
4) Mulut yang bersih dapat menambah nafsu makan
5) Memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan unutk memilih
makanan yang diingikan, dapat meningkatkan masukan.
6) Keragu-raguan untuk makan mungkin dikibatkan oleh takut makan akan
menyebabkan eksaserasi gejala.
7) Anti kolinergik diberikan 15 sampai 30 menit sebelum makan memberikan
penghilangan keram dan deare.
8) Malabsorbsi B12 akibat kehilangan fungsi ileum penggantiannya mengatasi
depresi sum-sum tulang karena proses inflamasi lama, kekurangan asam folat
umumnya terjadi sehubungan dengan penurunan masukan atau absorbsi.
e. Gangguan pola tidur b/d nyeri
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan
istirahat tidur klien terpenuhi
Intervensi :
1) Tentukan kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi
2) Anjurkan beberapa aktifitas ringan selama siang hari jamin pasien berhenti
beraktifitas beberapa jam sebelum tidur
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional :
1) Membantu dalam mengidentifikasi intervensi yang tepat
2) Aktifitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap
untuk tidur pada malam hari
3) Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan kualitas tidur

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Bare, 2011. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.

Brunner & Suddarth, 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.

Lee, 2010. Atlas Berwarna & Teks Fisiologi. 2010. Hipokrates, Jakarta.

Purwanto, 2011. Anatomi Fisiologi. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai