Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ELIMINASI

DISUSUN OLEH :
DIAN HARIANI CHANDRA NINGTYAS
P27220019197

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2019
A. PENGERTIAN
Eleminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Eleminasi merupakan pengeluaran racun atau produk limbah dari dalam
tubuh.
Gangguan eleminasi urine adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eleminasi urine (Lynda Juall
Carpenitro-Moyet, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13, hal 582,
2010).
Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal
defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan
atau pengelaran feses yang keras, kering dan banyak (Nanda International,
Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 281, 2011)

B. TANDA DAN GEJALA ( DATA MAYOR DAN MINOR)


1. Gangguan Eliminasi Urine
a. Retensi Urine
1) Data mayor (harus terdapat, satu atau lebih)
- Distensi kandung kemih
- Distensi kandung kemih
- Distensi kandung kemih dengan sering berkemih atau
menetes
- Residu urine 100 cc atau lebih
2) Data Minor (mungkin terdapat)
- Individu menyatakan bahwa kandung kemihnya tidak kosong
setelah berkemih.
b. Inkontinensia urine
1) Ketidakmampuan pasien dalam menahan BAK sebelum
mencapai toilet tepat waktu.
2) Ketidakmampuan pasien untuk mengontrol ekskresi urine
2. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
1) Data mayor (harus terdapat)
- Nyeri pada saat defekassi
- Feses keras dan berbentuk
- Kesulitan dalam defekasi
- Defekasi dilakukan kurang dari tiga kali seminggu
2) Data minor ( mungkin terdapat)
- Mengenjan pada saat defekasi
- Darah merah pada feses
- Massa rektal yang dapat diraba
- Mengeluh rektal terasa penuh
- Bising usus
b. Diare
1) Data mayor ( harus terdapat)
- Pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk
- Peningkatan frekuensi defekasi
- Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses
2) Data minor ( mungkin terdapat )
- Peningkatan bising usus
- Peningkatan dalam volume feses
C. POHON MASALAH
1. Gangguan Eliminasi Urine
a. Inkontinensia Urine

Kerusakan Bersin, batuk Obat anastesi


persyarafan

Kotraksi otot Penekanan Kelemahan


kandung pada abdomen otot sfingter
kemih ureter

Tidak mampu Keluarnya urin


menahan

Inkontinensia Urin

b. Retensi Urine

Supravesikal (Diabetes Vesikal (Batu Kandung Intravesikal (Obstruksi


Melitus) Kemih) kandung kemih)

Kerusakan Medula
spinalis TH12-L1,
kerusakan saraf simpatis
dan parasimpatis

Otot detrusor melemah Penyumbatan/penyempi


tan uretra
Neuropati (otot tidak
mau berkontraksi)

Distensi kandung kemih

Retensi urin
2. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
Diet rendah serat, asupan cairan kurang, Penggunaan obat-obatan tertentu (seperti,
kondisi psikis, kondisi metabolik, dan gol. Opiat)dan mengandung AL dan Ca
penyakit yang di derita

Absorbsi cairan dan elektrolit Memperpanjang waktu transit di kolon

Memperpanjang waktu transit di kolon Memberi efek pada segmen usus


karena absorbsi terus berlangsung

Feses mengeras Kontraksi tidak mendorong

Gangguan defekasi KONSTIPASI

Rangsangan refleks
penyebab rekto anal

Relaksasi sfingter interna


dan eksterna

Membran mukorektal dan Tekanan intra abdomen


muskulatur tidak peka meningkat
terhadap rangsangan fekal

Diperlukan rangsangan
yang lebih kuat untuk
mendorong feses

Spasme setelah makan Tidak responsif terhadap


nyeri kolik pada abdomen Kolon kehilangan tonus rangsangan normal
bawah

KONSTIPASI
b. Diare

Faktor infeksi Faktor mal absorpsi Faktor makanan Faktor psikologi


karbohidrat, protein,
lemak

Masuk dan Tekanan osmotik Toksin tak Cemas


berkembang dalam meningkat dapat diserap
usus

Hiper sekresi air Pergeseran air Hiper peristaltik


dan elektrolit dan elektrolit menurun kesempatan
(meningkat isi ke rongga usus usus menyerap makanan
rongga usus)

DIARE

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Gangguan eleminasi urine
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.
Prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti IVP (intravenous pyelogram), yang dapat
membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Klien
tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi cairan per oral sebelum tes
dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi
pengeluaran urine. Selain itu pemeriksaan diagnostik seperti tindakan
sistoskop yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra dan spasme pada sfingter kandung
kemih. Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur
ini dan dapat mengeluarkan urine berwarna merah atau merah muda
karena perdarahan akibat trauma pada mukosa uretra atau mukosa
kandung kemih. Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan urine ( urinalisis)
1) Warna urine normal yaitu jernih
2) pH normal yaitu 4,6-8,0
3) glukosa dalam keadaan normal negatif
4) Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
5) Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
6) Berat jenis yang normal 1,010-1,030
7) Bakteri dalam keadaan normal negatif
b. Pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, natrium, pencitraan
radionulida, klorida, fosfat dan magnesium meingkat.
c. Pemeriksaaan ultrasound ginjal
d. Arteriogram ginjal
e. EKG
f. CT scan
g. Enduorologi
h. Urografi
i. Ekstretorius
j. Sistouretrogram berkemih
2. Gangguan eleminasi fekal
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan yang melibatkan
visualisasi struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi
dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau minum stelah
tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti
pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI
bagian bawah, atau serangkaian pemeriksaan saluran GI bagian atas.
Pada kasus penggunaan barium enema atau endoskopi, klien biasanya
menerima katartik dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu
eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah
tambahan. Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini
dapat menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus
menerimakatartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur
dilakukan. Klien yang menglami kegagalan dalam mengevakuasi semua
barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan dengan menggunakan
enema. Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada gangguan
eleminasi fekal yaitu :
a. Anuskopi
b. Prosktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan laboratorium feses
e. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang, hanya
pada bagian yang tampak saja.
- Inspeksi, amati abdomen untuk melihat bentuknya,
simetrisitas, adanya distensi atau gerak peristaltik.
- Auskultasi, dengan bising usus, lalu perhatikan intensitas,
frekuensi dan kualitasnya.
- Perkusi, lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui
adanya distensi berupa cairan, massa atau udara. Mulailah
pada bagian kanan atas dan seterusnya.
- Palpasi, lakukan palpasi untuk mengetahui kostitensi
abdomen serta adanya nyeri tekan atau massa dipermukaan
abdomen.
2) Rektum dan anus, pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi
atau sims.
3) Feses, amati feses klien dan catat konstitensi, bentuk, bau,
warna, dan jumlahnya.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Gangguan eleminasi urine
a. Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu:
1) Pemanfaatan kartu berkemih
2) Terapi non famakologi
3) Terapifarmakologi
4) Terapipembedahan
5) Modalitas lain
b. Penatalaksanaan medis retensi urine yaitu :
1) Kateterisasi uretra.
2) Dilatasi uretra dengan boudy.
3) Drainage suprapubik.
2. Gangguan Eliminasi Fekal
1. Penatalaksanaan medis konstipasi :
a. Pengobatan non-farmakologis
b. Pengobatan farmakologis
2. Penatalaksanaan medis diare :
a. Pemberian cairan
b. Pengobatan dietetik (cara pemberian makanan)
c. Obat- obatan

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada kebutuhan eleminasi urine meliputi :
1. Riwayat keperawatan
Riwayat keperawatan mencakup tinjauan ulang pola eleminasi dan
gejala-gejala perubahan urinarius serta mengkaji faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi klien untuk berkemih secara normal.
a. Pola perkemihan
Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih hariannya,
tremasuk frekuensi dan waktunya, volume normal urine yang
dikeluarkan setiap kali berkemih, dan adanya perubahan yang terjadi
baru-baru ini. Frekuensi berkemih bervariasi pada setiap individu
dan sesuai dengan asupan serta jenis-jenis haluaran cairan dari jalur
yang lain. Waktu berkemih yang umum ialah saat bangun tidur,
setelah makan, dan sebelum tidur. Kebanyakna orang berkemih rata-
rata sebanyak lima kali atau lebih dalam satu hari. Klien yang sering
berkemih padamalam hari kemungkinan mengalami penyakit ginjal
atau pembesaran prostat. Informasi tentang pola berkemih
merupakan dasar yang tidak dapat dipungkiri untuk membuat suatu
perbandingan. Dibawah merupakan gejala umum pada perubahan
perkemihan :
1) Urgensi : merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
2) Disuria : merasa nyeri atau sudut berkemih
3) Frekuensi : berkemih dengan sering
4) Keraguan : sulit memulai berkemih
5) Poliuria : mengeluarkan sejumlah besar urine
6) Oliguria : haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang
masuk ( biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam )
7) Nukturia : berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
8) Dribling ( urine yang menetes) : kebocoran atau rembesan urine
walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine.
9) Hematuria : terdapat darah dalam urine
10) Retensi : akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai
ketidakmampuan kandung kemih untuk benar-benar
mengosongkan diri
11) Residu urine : volume urine yang tersisa setalah berkemih (
volume 100 ml atau lebih )
b. Gejala perubahan perkemihan
Gejala tertentu yang khusus terkait dengan perubahan perkemihan,
dapat timbul dalam lebih dari satu jenis gangguan. Selama
pengkajian, perawat menanyakan klien tentang gejala-gejala yang
tertera. Perawat juag mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi
atau faktor-faktor yang mempresipitasi atau memperburuk gejala
tersebut.
c. Faktor yang mempengaruhi perkemihan
Perawat merangkum faktor-faktor dalam riwayat klien, yang dalam
kondisi normal mempengaruhi perkemihannya, seperti usia, faktor-
faktor lingkungan dan riwayat pengobatan.
2. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat untuk menentukan keberadaan
dan tingkat keparahan masalah eleminasi urine.organ utama yang ditinjau
kembali meliputi kulit, ginjal, kandung kemih, dan uretra.
3. Pengkajian urine
Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluaran
urine serta mengobservasi karakteristik urine klien.
a. Asupan dan haluaran
b. Karatekristik urine
c. Pemeriksaan urine

Pengkajian pada kebutuhan eleminasi fekal meliputi :


1. Riwayat keperawatan
a. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
b. Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara
mempertahankan pola.
c. Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
d. Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa
dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang
teratur atau tidak.
e. Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
f. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g. Kegiatan yang spesifik.
h. Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk
menghadapi atau bagaimana menerima.
i. Pembedahan/penyakit menetap.

2. Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang
kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eleminasi. Ada beberapa
pemeriksaan fisik pada seorang klien yaitu :
a. Mulut : inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien.
b. Abdomen : perawat menginspeksi keempat kuadaran abdomen untuk
melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit..
c. Rektum : perawat menginspeksi daerah sekitar anus untuk melihat
adanya lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid.
3. Karakteristik feses
a. Warna yang normal : kuning (bayi), cokelat (dewasa)
b. Bau yang normal : menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
c. Konsistensi yang normal : lunak, berbentuk
d. Frekuensi yang normal : bervariasi ; bayi 4-6 kali sehari ( jika
mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari ( jika mengonsumsi susu
botol ) ; orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
e. Jumlah yang normal : 150 gr per hari ( orang dewasa)
f. Bentuk yang normal : menyerupai diameter rektum
g. Unsur-unsur yang normal : makanan tidak dicerna, bakteri mati,
lemak, pigmen empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis
seperti : tumor, perdarahan dan infeksi.
b. Tes Guaiak : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung
jumlah darah mikroskopik di dalam feses.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Eliminasi Urine
a. Retensi urine
Definisi : pengosongan kandung kemih tidak komplet.

Batasan karakteristik :
1) Tidakadahaluaran urine
2) Distensikandungkemih
3) Menetes
4) Disuria
5) Seringberkemih
6) Inkotinensiaaliranberlebih
7) Residu urine
8) Sensasikandungkemihpenuh
9) Berkemihsedikit

Faktor yang berhubungan :


1) Sumbatan
2) Tekanan ureter tinggi
3) Inhibisiarkus refleks
4) Sfingter kuat

b. Inkontinensia berhubungan dengan :


a. Gangguan neuromuskuler
b. Spasme bladder
c. Trauma pelvic
d. Infeksi saluran kemih
e. Trauma medulla spinalis

2. Gangguan Eliminasi fekal


a. Konstipasi
Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai
oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan atau
pengeluaran feses yang keras, kering, dan banyak.

Batasan Karakteristik :
1) Nyeri abdomen
2) Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot.
3) Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot.
4) Anoreksia
5) Penampilan tidak khas pada lansia (misal, perubahan pada
status mental, inkontinensia urinarius, jatuh yang tidak ada
penyebabnya, peningkatan suhu tubuh
6) Borborigmi
7) Darah merah pada feses.
8) Perubahan pada pola defekasi
9) Penurunan frekuensi.
10) Penurunan volume feses.
11) Distensi abdomen
12) Rasa rectal penuh.
13) Rasa tekanan rektal.
14) Keletihan umum
15) Feses keras dan berbentuk
16) Sakit kepala
17) Bising usus hiperaktif.
18) Bising usus hipoaktif.
19) Peningkatan tekanan abdomen
20) Tidak dapat makan.
21) Mual.
22) Rembesan feses cair.
23) Nyeri pada saat defekasi.
24) Masa abdomen yang dapat diraba.
25) Masa rektal yang dapat diraba.
26) Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum.
27) Perkusi abdomen pekak.
28) Sering flatus.
29) Mengejan pada saat defekasi.
30) Tidak dapat mengeluarkan feses.
31) Muntah.

Faktor yang berhubungan :


1) Fungsional
a) Kelemahan otot abdomen
b) Kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi.
c) Ketidakadekuatan toileting (misal, batasan waktu, posisi untuk
defekasi, privasi).
d) Kurang aktivitas fisik.
e) Kebiasaan defekasi tidak teratur.
f) Perubahan lingkungan saat ini.

Psikologis :
1) Depresi.
2) Stresemosi.
3) Konfusi mental.

Mekanis :
1) Ketidakseimbanganelektrolit.
2) Hemoroid
3) PenyakitHirschsprung.
4) Gangguanneurologis
5) Obesitas
6) Obstruksipascabedah
7) Kehamilan
8) Pembesaranprostat
9) Absesrektal
10) Fisura anal rektal
11) Striktur anal rektal
12) Prolapsrektal
13) Ulkus rektal
14) Rektokel
15) Tumor

Fisiologis :
1) Perubahan pola makan
2) Perubahan makanan
3) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
4) Dehidrasi
5) Ketidakadekutan gigi geligi
6) Ketidakadekuatan higiene oral
7) Asupan serat tidak cukup
8) Asupan cairan tidak cukup
9) Kebiasaan makan buruk

b. Diare
Definisi : pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk
Batasan karakteristik :
1) Nyeri abdomen
2) Sedikitnyatiga kali defekasi perhari
3) Kram
4) Bising usus hiperaktif
5) Ada dorongan

Faktor yang berhubungan :

Psikologis
1) Ansietas
2) Tingkat stress tinggi

Situasional
1) Efek samping obat
2) Penyalahgunaan alkohol
3) Kontaminan
4) Penyalahgunaan laksatif
5) Radiasi
6) Toksin
7) Melakukan perjalanan
8) Selang makan

Fisiologis
1) Proses infeksi
2) Inflamasi
3) Iritasi
4) Malabsorpsi
5) Parasit

F. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan Eliminasi Urine

Diagnosa
No Keperawatan yang Tujuan Intervensi Rasional
mungkin muncul

1 Gangguan pola Setelah diberikan 1. Monitor keadaan 1. Membantu


eliminasi urine : asuhan keperawatan bladder setiap 2 mencegah distensi
inkontinensia ...x24 jam diharapkan jam atau komplikasi
kemungkinan pola eliminasi urine 2. Tingkatkan 2. Meningkatkan
berhubungan pasien normal dengan aktivitas dengan kekuatan otot
dengan.... criteria hasil: kolaborasi ginjal dan fungsi
dokter/fisioterapi bladder
 Pasien dapat
3. Kolaborasi dalam 3. Menguatkan otot
mengontrol
bladder training dasar pelvis
pengeluaran urine
4. Hindari faktor 4. Mengurangi atau
setiap 4 jam
pencetus menghindari
 Tidak ada tanda-
inkontinensia inkontinensia
tanda retensi dan
urine seperti
inkontinensia
cemas
urine
5. Kolaborasi dengan
 Pasien berkemih
dokter dalam 5. Mengatasi faktor
dalam keadaan
pengobatan dan penyebab
rileks
kateterisasi
6. Jelaskan tentang
 Pengobatan
 Kateter 6. Meningkatkan

 Penyebab pengetahuan dan

 Tindakan diharapkan pasien

lainnya lebih kooperatif

2 Retensi urine Setelah diberikan 1. Monitor keadaan 1. Menentukan


kemungkinan asuhan keperawatan bladder setiap 2 masalah
berhubungan …x24jam diharapkan jam 2. Memonitor
dengan... tanda dan gejala 2. Ukur intake dan keseimbangan
retensi urine pasien output cairan cairan
tidak ada dengan setiap 4 jam 3. Menjaga deficit
criteria hasil: 3. Berikan cairan cairan
2000ml/hari 4. Mencegah
 Pasien dapat
dengan kolaborasi nokturia
mengontrol
4. Kurangi minum 5. Membantu
pengeluaran
setelah jam 6 memonitor
bladder setiap
4jam. malam keseimbangan
5. Kaji dan monitor cairan
analisis urine 6. Meningkatkan
elektrolit dan berat fungsi ginjal dan
badan bladder
6. Lakukan latihan 7. Relaksasi pikiran
pergerakan dapat
7. Lakukan relaksasi meningkatkan
ketika duduk kemampuan
berkemih berkemih
8. Ajarkan teknik 8. Menguatkan otot
latihan dengan pelvis
kolaborasi 9. Mengeluarkan
dokter/fisioterapi urine
9. Kolaborasi dalam
pemasangan
kateter

2. Gangguan Eliminasi Fekal

Diagnosa Tindakan dan


NO Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan pola Setelah NIC : Konstipation atau a. Mencegah dan
impaction management mengatasi konstipasi
eliminasi diberikan
a. Monitor tanda dan b. Mengetahui penyebab
fekal : asuhan
gejala konstipasi dini terjadinya
konstipasi keperawatan
b. Monitor frekuensi, konstipasi
berhubungan selama ...x 24 warna, dan c. Meningkatkan
dengan... jam diharapkan konsistensi. pergerakan usus.
pola eliminasi c. Anjurkan pada d. Untuk merangsang
pasien untuk makan
fekal pasien buah-buahan dan eliminasi defekasi

normal dengan serat tinggi dengan pasien.


konsultasi bagian e. Meningkatkan
kriteria hasil
gizi. eliminasi
: NOC : Bowel
d. Mobilisasi bertahap f. Mengurangi atau
elimination
e. Kolaborasikan menghindari
- Buang air besar
dengan tenaga medis
/ BAB dengan inkontinensia
mengenai pemberian
konsistensi g. Untuk mencegah
laksatif, enema dan
lembek perubahan pada
pengobatan
- Pasien tanda vital,
f. Berikan pendidikan
menyatakan
kesehatan tentang : limbung atau
mampu
kebiasaan diet, perdarahan.
mengontrol
cairan dan makanan
pola BAB
yang mengandung
- Mempertahank
gas, aktivitas dan
an pola
kebiasaan BAB
eliminasi usus
g. Intruksikan agar
tanpa ileus
pasien tidak
mengejan saat
defekasi
2. Gangguan pola Setelah a. Timbang berat a. Untuk mengetahui
eliminasi fekal : badan pasien berat badan pasien dan
diberikan
diare b. Ajarkan pasien untuk melakukan
asuhan
berhubungan tindakan selanjutnya.
untuk menggunakan
dengan... keperawatan b. Agar tidak
obat antidiare yang
selama ...x 24 menimbulkan
benar
jam diharapkan masalah/diare yang
c. Instruksikan
berlanjut
feses pasien pasien/keluarga c. Mengetahui
berbentuk dan untuk mencatat perkembangan pasien
warna, jumlah,
lembek dengan frekuensi dan tentang diarenya.
konsistensi dari d. Mengetahui penyebab
kriteria hasil
feses diare.
:
e. Menghindari
d. Evaluasi intake
NOC: terjadinya diare yang
makanan yang
- Bowel lebih parah.
masuk
elimination f. Stres meningkatkan
e. Anjurkan pasien
- Fluid Balance stimulus bowel.
untuk menghindari
- Hydration g. Mempertahankan
susu, kopi, makanan status hidrasi
- Electrolyte
pedas, dan makanan
and Acid base
yang mengiritasi
Balance
saluran cerna.
Kriteria Hasil :
f. Ajarkan tehnik
- Feses
menurunkan stress
berbentuk, BAB
g. Kolaborasi
sehari sekali-
pemberian obat
tiga hari
antidiare
- Menjaga daerah
sekitar rectal
dari iritasi
- Tidak
mengalami diare
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Jakarta:EGC

Nanda. 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta:EGC

Wartonah, tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medik

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai