Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea,
khusunya klorpropomida dan glibenklamida. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang
dilakukan Karsono dkk memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus
pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakan DM.
setelah tahun itu mengenai hipoglikemia belum dilaporkan secara lengkap. Meskipun
hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperhatikan atau belum mengetahui
pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya. Saat ini penggunaan insulin drip tanpa indikasi
jelas merupakan bagian yang tak terelakan dari pengobatan hiperglikemia, maka episode
hipoglikemia sering muncul dan merepotkan perawwat pasien di ruangan.
Penyebab Hipoglikemia
Tanda hipoglikemia mulai muncul bila glukosa darah kurang dari 50 mg/dl, meskipun
reaksi hipoglikemia bisa juga muncul pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis
dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada orang-orang.
Tanda-Tanda Hipoglikemia
Pencegahan Hipoglikemia
Pengobatan Hipoglikemia
Pada keadaan apapun pengobatan yang paling baik adalah pencegahan. Pasien dan dokter
bekerja sama sebaik-baiknya. Dokter dapat memberikan penerangan (edukasi) tentang
obat, pengaruh terhadap glukosa darah dan hubungan dengan makanan. Makan tepat
waktunya dan tepat jumlah kalori adalah pokok utama pencegahan. Bila hipoglikemia telah
terjadi maka pengobatan harus segera dilaksanakan terutama gangguan terhadap otak yang
paling sensitive terhadap penurunan glukosa darah.
Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes melitus 1,2,3,4 keadaan komplikasi akut oini memerlukan
pengelolaan tepat. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM.
Data mortalitas di Negara maju menunjukan angka antara 4,7 s/d 10%. Di klinik Joslin
(New England Deaconas Hospital) antara tahun 1956-1966 angka kematian berkisar 1,1
% tahun 1972-1980 berkisar 0,5%. Antara tahun 1977-1980 tidak ada kematian.
Sedangkan angka kematian disebabkan oleh komplikasi sebesar 5%. Di Indonesia,
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, agka ini bervariasi tergantung pada cara
yang dipergunakan. Sebelum 1971 angka kematian seperti dilaporkan Boedisantoso dkk
sebesar 33%. Sejak 1983, Slamet Suyono dkk, yang mempergunakan infus insulin dosis
rendah untuk pengelolaan KAD, melaporkan angka kematian sebesar 17% terakhir
laporan Suhendro 2008 memperlihatkan angka kematian 38,7%. Angka kematian ini
masih tinggi bila dibandingkan dengan angka kematian di negara maju, bukan karena
penobatannya, akan tetapi terdapat faktor yang memegang peran penting. Faktor yang
mempengaruhi angka kematian tersebut adalah:
Terlambat ditegakkannya diagnosis karena biasanya penyandang DM bibawa setelah
koma.
Pasien belum tahu mengidap diabetes.
Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat misalnya :
Sepsis, Renjatan, Infark Miokard dan CVD.
Menurut Boedisantoso, dirumah sakit Medistra belum ditemukan pasien KAD
selama 5 tahun yang terakhir. Di Negara maju, komplikasi intensif dan staf khusus.
Sedangkan di Indonesia pasien ketoasidosis diabetic diperlakukan sebagaimana
pasien gawat darurat lainnya tanpa unit perawat dan staf khusus.
Pengobatan
1. Rehidrasi
Rehidrasi cepat merupakan tindakan awal yang harus segera dilakukan. Cairan yang
dipilih adalah NaCl 0,9%, meskipun ada pendapat lebih baik digunakan 0,45%.
Pemberian cairan sebanyak 1 liter pada 30 menit pertama kemudian 0,5 liter pada 30
menit kedua, jadi berjumlah 3 liter pada jam pertama. Setelah itu caoran diberikan
sesuai tingkat dehidrasi. Pada permulaan diagnosis, plasma expander sangat berguna
pada keadaan syok. Bila kadar glukosa darah < 200 mg/dl, NaCl 0,9 segera diganti
dengan dextrose 5%.
2. Insulin
Insulin mulai diberikan pada jam ke-2, dalam bentuk bolus (intravena) dosis 180
mU/Kg BB, dilanjutkan dengan drip insulin 90 m U/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%.
Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg/dl selama 12 jam, dilanjutkan dengan
drip insulin 1-2 unit/jam dan dilakukan penyesuaian kebutuhan insulin setiap 6 jam.
3. Bikarbonas
Koreksi natrium bikarbonat dilakukan bilah pH <7,1. Pemberian bikarbonat
berlebihan dan tidak tepat akan menimbulkan asidosis serebral.
4. Kalium
Pemberian kalium agak penting terutama pada pasien yang tidak mengalami syok.
Cara pemberian tergantung skema pengobatan yang dipergunakan. Suplementasi
kalium dapat dilakukan perinfus atau bila pasien sadar dapat diberikan peroral. Bila
pH naik, kalium akan turun, oleh karena itu pemberian Natrium Bikarbonat disertai
dengan pemberian kalium.
5. Antibiotika
Untuk mencegah infeksi atau meluasnya infeksi maka sebaiknya antibiotika adekuat
diberikan pada waktu permulaan. Bila keadaan tidak memungkinkan dapat diberikan
sefalosporin 2-3 g iv per hari atau floxacine sambil menunggu hasil mikroba dan
resistensinya.
6. Pengobatan ketoasidosis diabetic dengan infus insulin dosis rendah.
3. Hiperglikemik Non-Ketokik (HNK)
HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketokik atau ketokik dan asidosis ringan.
Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma. Koma hyperosmolar hiperglikemik non
ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai hiperglikemik berat, hyperosmolar, dehidrasi
berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran. Sindrom ini merupakan salah
satu jenis koma non ketoasidosis.
Patogenesis
Mekanisme terjadinya hiperglikemia dan hyperosmolar hampir serupa pada
ketoasidosis diabetic. Pada permulaan sel beta pancreas gagal atau terhambat oleh
beberapa keadaan stress yang menyebabkan sekresi insulin menjadi tidak adekuat. Pada
keadaan stress tersebut terjadi peningkatan hormone glucagon sehingga pembentukan
gula akan meningkat dan pemakaian gula perifer akan terhambat, yang akhirnya timbul
hiperglikemia. Perjalanan selanjutnya terjadi diuresis osmotic yang menyebabkan
cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun dan sebagai akibatnya
sekresi hormone lebih meningkat lagi dan timbul hyperosmolar hiperglikemik seperti
terlihat pada skema 1 dan gambar 2. Sampai saat ini para ahli masih belum