Anda di halaman 1dari 6

Definisi

luka perineum adalah luka yang diakibatkan oleh episiotomy. Episiotomy adalah insisi dari
perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perineum totalis. Tujuan
episiotomi adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka
rata agar mudah dilakukan hecting, mencegah penyakit atau tahanan pada kepala dan infeksi,
tetapi itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup. Episiotomi tidak diperbolehkan
karena indikasi tertentu untuk tetap dilakukan tindakan episiotomy.

Ruptur perineum adalah robekan perineum yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara
spontan maupun dengan nenggunakan alat atau tindakan. Robekan umumnya terjadi pada
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janina lahir terlalu cepat. Robekan
perineum terjadi pada hampir semua primipara dan tidak jarang pada persalinan berikutnya.

Etiologi

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjai
pada persalinan berikutnya . robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan mejaga
jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Menurut Wiknjosastro
(2000) pada proses persalinan sering terjadi ruptur perineum yang disebabkan antara lain:

1. Kepala jalan lahir terlalu cepat


2. Persalinan tidak di pimpin sebagaimana mestinya
3. Riwayat jahitan pada perineum
4. Pada persalinan dengan distosia bahu

Patofisiologi
Kepala jalan lahir terlalu cepat

Sudut arkus pubis lebih kecil dari


biasa

Kepala janin melewati pintu bawah


panggul dengan ukuran yang lebih
besar

Robekan perineum
Terputusnya pembuluh darah pada
perineum

Luka terbuka

perdarahan

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan maupun dikurangi dengan menjaga
agar jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya apabila
kepala janin akan lahir jangan di tahan terlalu kuat dan lama karena akan menyebabkan
asfiksia dan perdarahan dalam tengkoran janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada
dasar panggul karena direnggangkan terlalu lama.

Robekan perineum, umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir telalu cepat, sudut arkus kubis lebih kecil dari biasa sehingga kepala janin
melewati pintu bawah panggul dengan ukurannya yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipitobregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Adanya desakan
tiba tiba dan karena pergerakan pada vulva sehingga membuat integritas kulit menjadi rusak
dan kontinuitas jaringan dan pembuluh kapiler darah terpisah (Wiknjosastro. 2008). Adanya
perlakuan yang luas dibagian yang tidak bisa berkontraksi akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.

Klasifikasi

a. Ruptur perineum spontan


Yaitu luka pada perineum yang terjadi sebab-sebab trertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak
teratur. Ruptur perineum dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Derajat I
Robekan terjadi hanya pada mukosa vagina, fourchet posterior dan juga kulit
perineum
2. Derajat II
Robekan mengenai mukosa vagina, fourchet posterior, kulit dan otot perineum.
3. Derajat III
Robekan mengenai mukosa vagina, fourchet posterior, kulit perineum, otot-otot
perineum, otot-otot perineum, otot sphincter ani eksternal.
4. Derajat IV
Robekan mengenai robekan mukosa vagina, fourchet posterior, kulit perineum, otot
spinhnter ani eksternal dan juga dinding rectum anterior.

b. Ruptur perineum yang disengaja


Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan
pada perineum. Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk
memperbesar saluran keluar vagina.
Indikasi dilakukan episitioomi adalah sebagai persiapan persalinan operatif dimana
hal ini biasanya dlakukan untuk mempermudah kelahiran dengan komplikasi distosia
bahu. Tujuan episiotomi adalah untuk mengurangi komplikasi trauma dasar panggul
saat kelahiran, yang mencakup perdarahan, infeksi, prolaps genital, dan inkontinensia
OASI. Meskipun demikian kadang tak terlihat manfaat ibu yang menjalani proses
episiotomi.

Tanda dan Gejala

1. Perdarahan ringan samapai berat


2. Terdapat perlukaan dalam mengenai mukosa vagina
3. Pasien lemah, pucat, menggigil
4. Perubahan tingkat kesadaran
5. Perdarahan merah segar yang banyak, terus-menerus, dan pulsatif sesuai denyut nadi
6. Kontraksi uterus baik.

Penatalaksanaan

Untuk memperbaiki robekan perineum derajat III dan IV adalah teknik “end-to-end baik
interptus atapun jahitan angka delapan. Tetapi bila pasien mengalami inkontinensia faekal,
kolorektal maka teknik untuk memperbaiki spingter menggunakan teknik ‘overlap”.

Langkah-langkah perbaikan robekan perineum derajat III dan IV:

1. Jahit robekan dilakukan di ruang operasi.


2. Gunakan blok punendal, ketamin atau anastesi spinal. Penhaitan dapat diakukan
menggunakan anastesi lokal dengan lidokain dan petidin dan diazepam melalui IV
secara perlahan jika semua tepi robekan dapat dilihat tetapi hal tersebut jarang sekali.
3. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan benang 3-0 atau 4-0 dengan
jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa
4. Tutup lapisan otot dengan menyatukan lapisan fasia menggunakan jahitan putus-putus
5. Oleskan larutan antiseptik ke area dengan sering
6. Jika sfingter robek, pegang setiap ujung sfingter dengan klem. Selubung fasia
disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem. Jahit sfingter dua atau
tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0. Oleskan kembali ke area yang di
jahit.
7. Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan jahitan
rektum dan sfingter dilakukan dengan benar.
8. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril, atau yang disinfeksi tingkat
tinggi. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit seperti pada ruptur derajat I dan
II.

FAKTOR PREDISPOSISI

1. Paritas
Adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah di lahirkan
hidup maupun mati bila berat badan tidak di ketahui maka dipakai umur kehammilan
lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir terjadi pada semua persalinan
pertama (primipara) dan tidak jarang pada persalinan berikutnya (multipara).
2. Berat lahir bayi
Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya ruptur
perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat lebih dari 4000
gram. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat
menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada
proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur
perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu
menderita diabetes melitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi besar, faktor
genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat badan bayi normal adalah sekitar 2.500 –
4.000 gram.
3. Cara mengejan
Kelahiran kepala harus dilakukan cara cara yang telahdirencanakan untuk
memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-
pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi terjadinya laserasi. Penolong harus
mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh karena ini akan
mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak teratur bahkan dapat meluas sampai
sfingter ani dan rektum. Pimpinan mengejan yang benar sangat penting, dua kekuatan
yang bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan kekuatan
mengejan (Oxorn, 2010).
4. Elastisitas perineum
Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat
meningkatkan resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan perineum yang luas
sampai tingkat III. Hal ini sering di temui pada primigravida berumur diatas 35 tahun
(Mochtar,2011).
5. Umur ibu <20 tahun dan >35 tahun
Pada umur <20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna,
sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akn lebih mudah mengalami
komplikasi. Selain itu, kekuatan otot – otot perineum dan otot – otot perut belum
bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet yang
memerlukan tindakan. Faktor risiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum
pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada kelompok
umur ibu diatas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi
sehat (20-35 tahun).
Daftar Pustaka

Berson, RC., Pernoll, ML.2009.Buku Saku Obstetri & Ginekologi, Edisi 9. EGC:Jakarta.

Sinclair, C. 2010. Buku Saku Kebidanan. EGC : Jakarta.

Witknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Anda mungkin juga menyukai