1.1.1 DEFINISI
Berikut ini adalah pengertian tentang chronik kidney disease (CKD) menurut
2) Chronik kidney disease (CKD) atau penyakit tahap akhir adalah gangguan fungsi
3) Chronik kidney disease (CKD) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu
tidak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah
dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang
kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam
1.1.2 ETIOLOGI
Diabetes Melitus
Gangguan ginjal polisistik: kondisi saat kedua ginjal berukuran lebih besar dari
normal karena pertambahan massa kista. Kondisi ini adalah kondisi yang
diturunkan.
Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, seperti obat anti-
Lupus eritematosus sistemik (kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang dan
1.1.3 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, , 368)
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
1.1.4 KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Kardiovaskuler
2. Dermatologi
Pruritus, ekimosis
Pernafasan kusmaul
4. Gastrointestinal
5. Neurologi
Disorientasi
Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
dan immunoglobulin)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
1.1.7 PENATALAKSANAAN
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2011)
2.2.1DEFINISI
Darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan suatu keadaan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang, disebut mengidap
hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 95
mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan darah sistolik antara 140 mmHg-
160 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90 mmHg-95 mmHg (Poerwati,
2014).
2.2.2 ETIOLOGI
Menurut Sunardi (2012), penyebab hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1) Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas
pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain.
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya
hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.
Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian
pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih
(obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dipicu oleh penyakit lainnya. Sekitar
5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Pada kebanyakan kasus,
disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya
ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.
2.2.3 KlASIFIKASI
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu. Namun
disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang lebih besar dari 140/90
mmHg adalah hipertensi (WHO, 2010 dan JNC, 2011). Tabel pengklasifikasian
hipertensi dapat dilihat dibawah ini : Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi menurut
WHO
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah
yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat
ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Price, gejala
hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur,
gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit
kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat
marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di
malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)
2013).
kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah
2.2.6 KOMPLIKASI
a. Penyakit ginjal
b. Penyakit arteri koronaria
c. Stroke
2.2.7 PENATALAKSANAAN
biasanya terdapat dalam saos, kecap, selai, makanan yang terbuat dari
mengandung sodium.
jeroan, keju keras, susu, kuning telur, kepiting. Tujuan diet rendah
- Hindari Obesitas
- Hindari merokok
2) Penatalaksanaaan farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
3.3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Carpenito dan Bauldof, G (2011). Pengkajian dengan pasien chronic kidney disease,
meliputi :
1) Identitas
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut dan kebanyakan terjadi pada laki-laki
yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-
obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
Untuk kasus gagal ginjal kronik, kaji output (pengeluaran urine), penurunan
kesadaran, adanya edema pada bagian tubuh, perubahan pola nafas, kelemahan
fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan
(CKD).
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada
atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
7) Pola eliminasi
b) Pemeriksaan Fisik :
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor.
perut buncit.
(7) Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mulut.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik,
berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi
masalah keperawatan chronic kidney disease (CKD) pada klien (Doengus, 2011),
3.3.5 EVALUASI
Hasil evaluasi keperawatan pada klien chronic kidney disease (CKD) menurut