Anda di halaman 1dari 19

1.

1 KONSEP PENYAKIT CHRONIK KIDNEY DISEASE (CKD)

1.1.1 DEFINISI

Berikut ini adalah pengertian tentang chronik kidney disease (CKD) menurut

beberapa ahli dan sumber diantaranya adalah :

1) Chronik kidney disease (CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan akibat destruksi struktur

ginjal yang progresif dengan maninfestasi penumpukan sisa metabolit

(toksikuremik) di dalam darah (Digiulio,Jackson, dan Keogh,2014).

2) Chronik kidney disease (CKD) atau penyakit tahap akhir adalah gangguan fungsi

ginjal yang menahun berifat progresif dan irreversible (Louis, 2012).

3) Chronik kidney disease (CKD) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu

tidak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah

dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang

kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam

darah (Panggabean, dan Gulton, 2012).

1.1.2 ETIOLOGI
 Diabetes Melitus

 Tekanan Darah Tinggi

 Gangguan ginjal polisistik: kondisi saat kedua ginjal berukuran lebih besar dari

normal karena pertambahan massa kista. Kondisi ini adalah kondisi yang

diturunkan.

 Glomerulonefitis atau peradangan pada ginjal.

 Pielonefritis atau infeksi pada ginjal.


 Penyumbatan atau gangguan jangka panjang pada saluran kemih, seperti yang

disebabkan batu ginjal atau gangguan prostat

 Suatu kondisi yang menyebabkan urin kembali ke dalam ginjal, disebut

dengan vesicoureteral reflux.

 Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, seperti obat anti-

inflamasi non-steroid (non-steroidal anti-inflammatory drugs/NSAIDs), termasuk

aspirin dan ibuprofen.

 Lupus eritematosus sistemik (kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang dan

mengenali ginjal sebagai jaringan asing).

 Kegagalan pertumbuhan ginjal pada janin saat dalam kandungan.

1.1.3 PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-

nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat

disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode

adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron

rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa

direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya

karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi

produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas

dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah

hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, , 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah

maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.

1.1.4 KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum

normal dan penderita asimptomatik.

 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,

Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.

 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

1.1.5 MANIFESTASI KLINIK

1. Kardiovaskuler

 Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis

 Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital

 Friction rub pericardial, pembesaran vena leher

2. Dermatologi

 Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik

 Pruritus, ekimosis

 Kuku tipis dan rapuh

 Rambut tipis dan kasar


3. Pulmoner

 Krekels, Sputum kental dan liat

 Pernafasan kusmaul

4. Gastrointestinal

 Anoreksia, mual, muntah, cegukan

 Nafas berbau ammonia

 Ulserasi dan perdarahan mulut

 Konstipasi dan diare

 Perdarahan saluran cerna

5. Neurologi

 Tidak mampu konsentrasi

 Kelemahan dan keletihan

 Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran

 Disorientasi

 Kejang, Rasa panas pada telapak kaki

 Perubahan perilaku

6. Muskuloskeletal

 Kram otot, kekuatan otot hilang

 Kelemahan pada tungkai

 Fraktur tulang, foot drop

1.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),

Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein

dan immunoglobulin)

b. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,

sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT

2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda a


perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)

3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,

kandung kemih serta prostate

4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde

Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,

pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

1.1.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan terhadap CKD meliputi :

1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.

2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida

untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta

diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila

terjadi anemia.

3. Dialisis

4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2011)

2.2. KONSEP HIPERTENSI

2.2.1DEFINISI

Darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan suatu keadaan

dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang

mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian

(mortalitas) (Muttaqin. Arif, 2009).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi

lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Wijaya, 2016).

Menurut WHO (World Health Organitation), batas normal adalah 120-140

mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang, disebut mengidap

hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 95

mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan darah sistolik antara 140 mmHg-

160 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90 mmHg-95 mmHg (Poerwati,

2014).

2.2.2 ETIOLOGI
Menurut Sunardi (2012), penyebab hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:

1) Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas
pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain.
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya
hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.
Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian
pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih
(obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dipicu oleh penyakit lainnya. Sekitar
5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Pada kebanyakan kasus,
disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya
ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.

2.2.3 KlASIFIKASI

Menurut Sugihartono (2011), hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga


golongan yaitu :

1) Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan


tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya
ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan
sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil
pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
2) Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan
pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila
pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar
tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan
diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila
jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan.
3) Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan
diastolik.

Pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu


dasar penentuan tatalaksana hipertensi. Menurut American Society of Hypertension
and the International Society of Hypertension (2013), tekanan darah dibagi dalam
berbagai tingkatan, yaitu (Tabel 1)

Klasifikasi Sistolik Diastolik Satuan


Optimal <120 <80 mmHg

Normal 120 – 129 80 – 84 mmHg

Normal tinggi 130 – 139 84 – 89 MmHg

Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99 MmHg

Hipertensi derajat 2 160 – 179 100 – 109 MmHg

Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110 MmHg

Hipertensi sistolik ≥140 <90 MmHg


terisolasi

2.2.4 PATOFISIOLOGI

Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu. Namun
disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang lebih besar dari 140/90
mmHg adalah hipertensi (WHO, 2010 dan JNC, 2011). Tabel pengklasifikasian
hipertensi dapat dilihat dibawah ini : Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi menurut
WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastole (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 ( hipertensi ringan ) 140 - 159 90 – 99
Sub grup : perbatasan 140 - 149 90 – 94
Tingkat 2 ( hipertensi sedang ) 160 - 179 100 – 109
Tingkat 3 ( hipertensi berat ) ≥ 180 ≥110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140 - 149 < 90

Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC7 (Joint National Committee 7)


Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pre hipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi tahap 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

2.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah

yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat

ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Price, gejala

hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur,
gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan

pusing (Price, 2011).

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit

kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat

marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di

malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi

gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)

yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang

mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono,

2013).

Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah

mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang

kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah

intrakranial (Corwin, 2009).

2.2.6 KOMPLIKASI

a. Penyakit ginjal
b. Penyakit arteri koronaria
c. Stroke

2.2.7 PENATALAKSANAAN

1) Penatalaksanaan non farmakologis

a) Diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Garam dapur

mempunyai kandungan 40% natrium. Sumber sodium lainnya antara


lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder, MSG

(monosodium glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat

biasanya terdapat dalam saos, kecap, selai, makanan yang terbuat dari

mentega. Penderita tekanan darah tinggi yang sedang menjalani diet

garam harus memperhatikan hal sebagai berikut:

a. Jangan menggunakan garam dapur.

b. Hindari makanan awetan seperti kecap, margarin, mentega,

keju, terasi, petis, sosis, ikan asin, dan lain-lain.

c. Hindari makanan yang di olah dengan menggunakan bahan

makanan tambahan atau penyedap rasa seperti saos.

d. Hindari menggunakan baking soda atau obat-obatan yang

mengandung sodium.

e. Batasi minumn yang bersoda seperti cocacola, fanta, sprit.

b) Diet rendah kolesterol / lemak

Di dalam tubuh terdapat 3 bagian lemak yaitu kolesterol, trigliserida,

dan pospolipid. Sekitar 25-50% kolesterol berasal dari makan yang

dapat di absorbsi oleh tubuh sisanya akan di buang lewat feses.

Beberapa makanan yang mengandung kolesterol tinggi yaitu daging,

jeroan, keju keras, susu, kuning telur, kepiting. Tujuan diet rendah

kolesterol adalah menurunkan kadar kolesterol serta menurunkan berat

badan bila gemuk. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengatur

nutrisi pada hipertensi adalah :

a. Hindari penggunaan minyak kelapa, lemak, margarin, dan mentega.


b. Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan.

c. Gunakan susu full cream.

d. Batasi konsumsi kunig telur, paling banyak tiga butir/minggu.

e. Lebih sering mengkonsumsi tahu, tempe, dan kacang lainnya.

f. Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis-manis seperti

sirup, dan dodol.

g. Lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.

c) Contoh menu untuk penderita hipertensi:

- 1 piring nasi (100g)

- 1 potong daging (50g)

- 1 mangkok sup (130g)

- 1 potong tempe (50g)

- 1 potong pepaya (100g)

d) Aktivitas, klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan

disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan

seperti berjalan, bersepeda, dan berenang.

e) Pencegahan Hipertensi dapat dilakukan sendiri dengan :

- Hindari Obesitas

- Hindari merokok

- Usahakan pikiran selalu tenang dan santai

- Berolahraga secara teratur

- Sering memakan buah-buahandansayuran


- Kurangi minuman yang mengandung kafein (Kopi)

- Hindari minuman beralkohol

- Kurangi makanan yang banyak mengandung garam (Asin)

- Rutin Kontrol ke tenaga kesehatan terdekat jika memang

mempunyai riwayat hipertensi.

2) Penatalaksanaaan farmakologis

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemeberian atau pemulihan obat anti hipertensi yaitu :

a) Mempunyai efektifitas yang tinggi.

b) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.

c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

d) Tidak menimbulkan intoleransi.

e) Harga obat relative murah dan terjangkau.

f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti

golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium dan

golongan penghambat konvensi renin angiotensin


3.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISIASE (CKD)

3.3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada

Carpenito dan Bauldof, G (2011). Pengkajian dengan pasien chronic kidney disease,

meliputi :

1) Identitas

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang

mengalami CKD dibawah umur tersebut dan kebanyakan terjadi pada laki-laki

yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-

obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan

lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian

CKD.Karena kebiasaan kerja dengan duduk/berdiri yang terlalu lama dan

lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum/mengandung banyak

senyawa/zat logam dan pola makan yang tidak sehat.

2) Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara

tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk

mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output

sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak

selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas

berbau (ureum), dan gatal pada kulit.


3) Riwayat penyakit saat ini

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa

meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity

scala dan time.

Untuk kasus gagal ginjal kronik, kaji output (pengeluaran urine), penurunan

kesadaran, adanya edema pada bagian tubuh, perubahan pola nafas, kelemahan

fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan

pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan

untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum chronic kidney disease

(CKD) seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik,

hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian

bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya chronic kidney disease

(CKD).

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit

yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada

atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat

alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.

6) Pola nutrisi dan metabolic


Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam

kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi

dan air naik atau turun.

7) Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input.

Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi

8) Pemeriksaan Fisik ( Head to Toe )

a) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

(1) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.

(2) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana

dapat mempengaruhi system saraf pusat.

(3) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan

darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

b) Pemeriksaan Fisik :

(1) Kepala,Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat

kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau

ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah

kotor.

(2) Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran

tiroid pada leher.

(3) Dada. Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.

Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar


suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,

terdapat suara tambahan pada jantung.

(4) Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,

perut buncit.

(5) Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,

impotensi, terdapat ulkus.

(6) Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktivitas pasien dibantu, terjadi edema,

pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

(7) Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan

mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis, CRT >3, akral dingin.

3.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Dalam NANDA 2015 kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul untuk

chronic kidney disease (CKD) adalah:

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru

2) Gangguan perfusi jaringan periferberhubungan dengan hb menurun, suplai

oksigenke jaringan menurun.

3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet

berlebih, retensi cairan dan natrium.

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa

mulut.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik,

adanya pruritus sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas,

akumulasi ureum dalam kulit.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, kelemahan otot, anemia,

retensi produk sampah dan prosedur.

7) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.


3.3.4 IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan

berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi

masalah keperawatan chronic kidney disease (CKD) pada klien (Doengus, 2011),

dan (Smeltzer, 2012).

3.3.5 EVALUASI

Hasil evaluasi keperawatan pada klien chronic kidney disease (CKD) menurut

(Smeltzer, 2014) adalah :

1. Intake dan output dapat seimbang

2. Status nutrisi dapat adekuat

3. Curah jantung adekuat

4. Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi

5. Tidak terjadi perubahan atau konsep diri

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi

7. Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai