Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen,
dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diit yang
tepat (Depkes RI, 2003). Penyelenggaraan makanan rumah sakit dilaksanakan dengan
tujuan agar penderita yang dirawat dapat memperoleh makanan yang sesuai dengan
kebutuhan gizinya dan dapat mempercepat penyembuhan penyakit. Biaya yang telah
disiapkan untuk penyelenggaraan makanan rumah sakit dapat digunakan setepat-
tepatnya sehingga diperoleh daya guna dan hasil guna yang maksimal (Moehyi, 2002).
Pelayanan gizi di ruang rawat inap merupakan salah satu bagian penting dari
perawatan pasien. Dikenal istilah asuhan nutrisi (nutrititional care) di samping asuhan
medis (medical care), dan asuhan keperawatan (nursing care) yang paling mengisi
untuk kesembuhan pasien. Kerjasama antar profesi di ruang rawat inap juga
diperlukan untuk dapat menjamin terselenggaranya asuhan nutrisi secara adekuat
(Prawirohartono, 2009).
Daya terima makanan merupakan suatu kemampuan seseorang dalam
mengonsumsi makanan yang disajikan Daya terima makanan dapat digunakan
sebagai indikator keberhasilan dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit dan
sebagai tolak ukur dalam pencapaian dan pemenuhan standar pelayanan minimal
(Depkes, 2007).
Penilaian kepuasan pasien adalah salah satu cara pendekatan yang cukup
efektif, murah, dan mudah dalam upaya menjaga mutu pelayanan di rumah sakit dapat
dilihat dari sisa makanan yang diberikan kepada pasien. Pada penelitian ini, sisa
makanan yang dimaksud adalah sisa makanan di piring (plate waste) karena
berhubungan langsung dengan pasien sehingga dapat mengetahui dengan cepat
penerimaan makanan pasien di rumah sakit (Aritonang, 2014).
Penelitian Yang et al dalam jurnal milik Kim et all melaporkan di beberapa rumah
sakit umum Korea pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 30%, 50%, dan 16,4-27,1%
dari makanan yang disajikan tidak dikonsumsi dan berakhir sebagai sisa makanan
untuk diet makanan biasa, lunak, dan diabetes (Yang et all, 2002 dalam Kim et all,
2010). Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center
menggunakan skala Comstock (pengukuran sisa makanan dengan cara menaksir
secara visual) sebagian besar responden memiliki persentase daya terima sebesar <
25% (Sarma H, 2003), begitu juga hasil penelitian di Rumah Sakit Haji Jakarta pada
1
pasien kelas II menunjukkan bahwa daya terima makan pasien yang terbanyak adalah
kadang-kadang dapat menghabiskan makanan pada waktu makan malam (Hartatik,
2004). Sementara itu penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat DR Hasan Sadikin
Bandung menyatakan persentase daya terima makanan lunak pasien kelas 3 metode
food weighing sehari sebesar 68,8% (Munawar, 2011). Penelitian tentang daya terima
makanan biasa pada pasien dewasa di RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2007
menunjukkan rata-rata daya terima makanan biasa perhari perpasien adalah makanan
pokok 65,6%, makanan lauk hewani 91,3%, lauk nabati 92,8%, sayuran 79,9%, buah
97,2%, dan makanan selingan 98,6% (Noviati, 2007).
Daya terima makanan seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
1) faktor personal (selera, emosi, perasaan, dan status pendidikan), 2) faktor biologis
(umur dan jenis kelamin), 3) faktor fisiologis (perubahan kondisi), 4) faktor psikologis
(stress), 5) faktor budaya dan agama, 6) faktor intrinsic (karakteristik organoleptik,
penampilan, tekstur, warna, bau, aroma, kualitas dan cara penanganan dan
pemasakan), dan 7) faktor ekstrinsik (lingkungan) (Wirakusumah, 1998).
Malnutrisi merupakan masalah gizi pada pasien rawat inap di rumah sakit.
Adanya sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan oleh pasien mengakibatkan
kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi sehingga menimbulkan malnutrisi di rumah sakit.
Hasil penelitian pada beberapa rumah sakit di Southampton Inggris menggunakan
MUST (Malnutrition Universal Screening Tool) yaitu prevalensi risiko gizi buruk berkisar
19-60% pada pasien rawat inap dan 30% pada pasien rawat jalan (Stratton et all,
2004).eSmentara itu penelitian di beberapa rumah sakit dan tempat perawatan
kesehatan di jerman menyatakan bahwa 27,4% dari seluruh pasien mengalami
malnutrisi, 17,6% dengan klasifikasi ringan dan 9,8% dengan klasifikasi berat (Pirlich et
all, 2006). Hasil penelitian di tiga rumah sakit rujukan di Indonesia yaitu RS Sanglah
Bali, RS Dr. Sardjito Yogyakarta, dan RS M. Jamil Padang mengatakan bahwa
62,9% dari total sampel kasus memiliki ). Masalah gizi di rumah sakit disebabkan
oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer antara lain karena asupan makanan
seseorang yang kurang baik pada kuantitas maupun kualitas yang disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk membeli makanan, psikologis, ketidaktahuan tentang gizi dan
kebiasaan makan yang salah. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang
mempengaruhi asupan makanan, penyerapan, dan metabolisme gizi (Depkes, 2003).

1.2 Tujuan Penelitian

2
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat kepuasaan dan sisa makan pasien di ruang bedah
RSUD Ulin Banjarmasin.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat kepuasan berdasarkan rasa, tekstur, aroma,


warna, dan variasi menu makanan.

b. Untuk mengetahui sisa makanan pasien pada menu III dan IV.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Bagi instalasi gizi sebagai acuan untuk evaluasi agar tetap meningkatkan

mutu pelayanan ahli gizi di RSUD Ulin Banjarmasin

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Pasien

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas merasa senang perihal
(hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat
diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan
mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa.
Menurut Oliver (dalam Supranto,2001) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya
dengan harapannya.Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja
yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, makapelanggan
akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelangganakan sangat puas.
Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan
pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masalampau, komentar dari kerabatnya
serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih
lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang
perusahaan tersebut.

Menurut Kotler (1988) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah


membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan
dan pengalaman sesudah memakai jasa ataupelayanan yang diberikan. Upaya untuk
mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya
untuk sementara waktu (Tjiptono, 1997).

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal
penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset
yang sangat berharga karena apabila pasien puas merekaakan terus melakukan
pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan
memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus

4
menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih
banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.

Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan atas suatu produk


dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk
lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.Hal
yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang menyebutkan adanya tiga
macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan
perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama
dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang
diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan
konsumen maka konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan
perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang
diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan
kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa.
Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah merekayang diobati
dirumah sakit. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena
terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.

1. Manfaat Pengukuran Kepuasan Pasien

Manfaat pengukuran kepuasan pasien menurut Soeparmanto dan Astuti(2006),


yaitu:

 Mengetahui kekurangan masing-masing tingkat kelemahan penyelengaraan


pelayanan.

 Mengetahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh


unit pelayanan

 Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu
dilakukan.

 Mengetahui indeks kepuasan masyarakat secara pelayanan publik


padalingkup pemerintahan pusat dan daerah.

5
 Memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan dalamupaya
peningkatan kinerja pelayanan

 Bagi masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja pelayananunit


yang bersangkutan.
2.2 Sisa Makanan
Menurut Hirch (1979) dalam Carr (2001), sisa makanan adalah jumlah makanan
yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Sisa makanan adalah volume
atau persentasi makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah dan
dapat digunakan untuk mengukur efektivits menu (komalawati, 2005).Di Indonesia sisa
makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Bahkan, sisa makanan di
berbagai rumah sakit tersebut sudah tinggi dengan melihat banyaknya pasien yang
meninggalkan sisa makanan >25%.
Keberhasilan suatu pelayanan gizi di ruang rawat inap di evaluasi dengan
pengamatan sisa makanan yang tidak di konsumsi setelah makanan disajikan (Sutarjo,
1999 dalam khairun Nida) Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem
pelayanan gizi di rumah sakit. Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan
gizi dan aspek perilaku pasien. Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien
mengakibatkan masukan gizi kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam
menyusun menu pasien karena untuk orang sakit kebutuhan gizinya akan meningkat.
Pemberian makanan sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur-sayuran dan
buah dalam jumlah yang cukup, dan dapat dihabiskan oleh pasien (Moehyi, 1992
dalam khairun Nida ). Kekurangan zat gizi tersebut sangat memudahkan terjadinya
infeksi dan mendorong terjadinya malnutrisi. Sisa makanan dibedakan menjadi dua
yaitu :
1. Waste yaitu makanan yang hilang karena tidak dapat diperoleh/diolah atau
makanan hilang karena tercecer.
2. Platewaste yaitu makanan yang terbuang karena setelah dihidangkan tidak habis
dikonsumsi.
Menurut ilmu kesehatan keseluruhan dari benda atau hal-hal yang tidak
digunakan, tidak dipakai tidak disenangi atau harus dibuang disebut benda-benda
bekas (waste). Sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang mudah membusuk dalam
ilmu kesehatan lingkungan disebut garbage (Azwar, 1996).
a. Faktor yang mempengaruhi sisa makan
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Sisa Makanan Dalam memberikan makanan
di rumah sakit ada beberapa faktor bagaimana seseorang memilih makanannya.
Faktor-faktor tersebut adalah kesenangan serta ketidaksenangan, kebiasaan,
6
daya beli serta ketersediaan makanan, kepercayaan serta ketahayulan, aktualisasi
diri, faktor agama serta psikologis dan yang paling tidak dianggap penting
pertimbangan gizi serta kesehatan (Hartono,2000)

1. Faktor Internal

Menurut Almatsier (2004), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebiasaan makanan, keadaan psikis,
aktivitas fisik, gangguan pencernaaan, lama perawatan dan kondisi khusus seperti
kehamilan.mempengaruhi sisa makanan pasien. Jika faktor-faktor ini baik, maka
persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan akan baik sehingga makanan
yang disajikan dikonsumsi habis. Jika persepsi pasien terhadap makanan yang
disajikan kurang, maka makanan yang disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan
meninggalkan sisa.

2. Penampilan makanan

Menurut penelitian Stanga et al dalam khairun Nida pada dua Rumah sakit di
Swiss, pasien merasa bahwa penampilan makanan sangat penting. Beberapa
faktor berikut ini menentukan penampilan makanan:

a. Warna Makanan

Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan dapat memberikan
penampilan lebih menarik terhadap makanan yang disajikan (West dan Wood,
1998). Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan membantu
dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat
merangsang selera makan, dimana makanan yang penuh warna mempunyai
daya tarik untuk dilihat, karena warna juga mempunyai dampak psikologis pada
konsumen. Makanan yang bergizi, enak dimakan dan aromanya juga enak,
tidak akan dimakan apabila warnanya memberikan kesan menyimpang dari
warna yang seharusnya (Winarno, 1997).

b. Rasa Makanan

Rasa makanan lebih banyak melibatkan penginderaan cecapan (lidah),


penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi cecapan utama yaitu asin, manis
asam dan pahit (Winarno,1997). Mengkombinasikan berbagai rasa sangat

7
diperlukan dalam mencipatakan keunikan sebuah menu. Dominasi satu macam
rasa sangat tidak disukai. Menurut Moehyi, (1992) Rasa makanan adalah rasa
yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan dan merupukan faktor kedua
yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri.

c. Aroma Makanan

Aroma Makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang


mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera
penciuman sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang dikeluarkan
oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan yang
berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula (Moehyi, 2002 ).

d. Tekstur Makanan

Tekstur adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan
dalam mulut. Gambaran dari tekstur makanan meliputi krispi, empuk, berserat,
halus, keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan (krispi) ditentukan oleh
mutu bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya (Moehyi, 2002).
Bermacam-macam tekstur dalam makanan lebih menyenangkan dari pada satu
macam tekstur.

e. Variasi menu

Variasi adalah susunan golongan bahan makanan yang terdapat dalam satu
hidangan berbeda pada tiap kali penyajian. Variasi menu makanan Indonesia
umumnya tidak serumit variasi menu makanan Eropa. Menu yang dianggap
lazim di semua daerah di Indonesia umumnya terdiri dari susunan variasi
hidangan sebagai berikut (Moehyi, 2002):

1.Hidangan makanan pokok, hidangan ini umumnya terdiri dari nasi. Berbagai
variasi makanan nasi sering digunakan dalam berbagai hidangan, seperti nasi
uduk, nasi kuning, nasi tim. Disebut makanan pokok karena dari makanan ini
tubuh memperoleh sebagian besar zat tenaga yang diperlukan tubuh.

2.Hidangan lauk pauk. Hidangan ini berupa masakan yang bervariasi yang
terbuat dari bahan makanan hewani atau nabati, atau gabungan keduanya,
bahan makanan hewani yang digunakan dapat berupa daging sapi, ayam,

8
ikan, telur, udang, atau berbagai jenis hasil laut. Lauk pauk nabati biasanya
berbahan dasar kacang-kacangan atau hasil olahan seperti tahu dan tempe.

3.Hidangan sayur mayur. Biasanya hidangan ini berupa masakan yang berkuah
karena berfungsi sebagai pembasah nasi agar mudah ditelan. Hidangan
makanan ini bisa terdiri dari gabungan jenis makanan sayur berkuah dan tidak
berkuah.

4.Hidangan buah-buahan. Buah biasanya disajikan dalam bentuk segar


maupun sudah diolah seperti setup dan sari buah. Hidangan ini berfungsi
seperti penghilang rasa kurang sedap sehabis makan, sehingga biasa disebut
hidangan pencuci mulut.

5.Hidangan snack, biasanya disajikan berbagai variasi bentuk dan rasa, ada
yang manis, asin dan gurih. Hidangan snack ini sebagai makanan selingan
antara makan pagi dan makan siang atau makan siang dan makan malam.

Masakan harus bervariasi, suatu jenis masakan yang dihidangkan berkali-


kali dalam jangka waktu yang singkat akan membosankan konsumen.
Persentase sisa makanan menggambarkan daya terima pasien terhadap
makanan yang disajikan oleh rumah sakit sebagai indikator mutu pelayanan
makanan. Hasil pengukuran sisa makanan di pakai dalam menentukan tingkat
asupan zat gizi pasien. Ketercukupan asupan gizi pasien tersebut membantu
pasien dalam masa pemulihan penyakitnya yang berdampak pada lama rawat
inap di rumah sakit dan akan berkaitan dengan pembiayaan rumah sakit secara
keseluruhan.

9
10
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Analisa Kepuasan Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 03-04 desember 2019
yaitu pada menu ke III dan ke IV maka dapat dijabarkan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.1 distribusi pasien berdasarkan tingkat kepuasan pada makan pagi menu ke III

Jumlah
Kategori Kriteria
N %
Enak 4 40
Rasa
Cukup enak 6 60
Lunak 3 30
Tekstur
Biasa 7 70
Menarik 2 20
Warna makanan
Cukup menarik 8 80
Kurang enak 6 60
Aroma makanan
Tidak enak 4 40
Bervariasi 5 50
Variasi menu
Cukup bervariasi 5 50
Kepuasan terhadap Puas 3 30
pelayanan gizi Cukup puas 7 70
Berdasarkan tabel 4.1 kepuasan pasien pada menu pagi, untuk rasa makanan
pasien yang menjawab enak ada 4 orang atau 40%, dan yang cukup enak ada 6
orang atau 60%. Tekstur makanan lunak ada 3 orang atau 30% dan biasa ada 7
orang atau 70%. Warna makanan yang menarik ada 2 orang atau 20% dan yang
cukup menarik ada 8 orang atau 80%. Aroma makanan yang kurang enak ada 6
orang atau 60% dan tidak enak ada 4 orang atau 40%. Variasi menu bervariasi ada
5 orang atau 50% dan cukup bervariasi ada 5 orang atau 50%. Kepuasan pasien
terhadap pelayanan gizi, yaitu puas ada 3 orang atau 30 % dan cukup puas ada 7
orang atau 70%.
Tabel 4.2 distribusi pasien berdasarkan tingkat kepuasan makan pada siang menu ke III

Jumlah
Kategori Kriteria
N %
Enak 2 20
Rasa
Cukup enak 8 80
Lunak 3 30
Tekstur
Biasa 7 70
Menarik 3 30
Warna makanan
Cukup menarik 7 70
11
Kurang enak 7 70
Aroma makanan
Tidak enak 3 30
Bervariasi 1 10
Variasi menu
Cukup bervariasi 9 90
Kepuasan terhadap Puas 0 0
pelayanan gizi Cukup puas 10 100
Berdasarkan tabel 4.2 kepuasan pasien pada menu siang, untuk rasa makanan
pasien yang menjawab enak ada 2 orang atau 20%, dan yang cukup enak ada 8
orang atau 80%. Tekstur makanan lunak ada 3 orang atau 30% dan biasa ada 7
orang atau 70%. Warna makanan yang menarik ada 3 orang atau 30% dan yang
cukup menarik ada 7 orang atau 70%. Aroma makanan yang kurang enak ada 7
orang atau 70% dan tidak enak ada 3 orang atau 30%. Variasi menu bervariasi ada
1 orang atau 10% dan cukup bervariasi ada 9 orang atau 90%. Kepuasan pasien
terhadap pelayanan gizi, yaitu puas ada 0 orang atau 0 % dan cukup puas ada 10
orang atau 100%.
Tabel 4.3 distribusi pasien berdasarkan tingkat kepuasan pada makan sore menu ke III

Jumlah
Kategori Kriteria
N %
Enak 3 30
Rasa
Cukup enak 7 70
Lunak 0 0
Tekstur
Biasa 10 100
Menarik 3 30
Warna makanan
Cukup menarik 7 70
Enak 1 10
Cukup enak 6 60
Aroma makanan
Kurang enak 3 30
Tidak enak 0 0
Bervariasi 5 50
Variasi menu
Cukup bervariasi 5 50
Puas 4 40
Kepuasan terhadap
Cukup puas 6 60
pelayanan gizi
Kurang puas 0 0
Berdasarkan tabel 4.3 kepuasan pasien pada menu sore, untuk rasa makanan
pasien yang menjawab enak ada 3 orang atau 30%, dan yang cukup enak ada 7
orang atau 70%. Tekstur makanan lunak ada 0 orang atau 0% dan biasa ada 10
orang atau 100%. Warna makanan yang menarik ada 3 orang atau 30% dan yang
cukup menarik ada 7 orang atau 70%. Aroma makanan yang enak ada1 orang atau
10%, cukup enak ada 6 orang atau 60%, kurang enak ada 3 orang atau 30% dan
tidak enak ada 0 orang atau 00%. Variasi menu bervariasi ada 5 orang atau 50%
dan cukup bervariasi ada 5 orang atau 50%. Kepuasan pasien terhadap pelayanan
gizi, yaitu puas ada 4 orang atau 40 % dan cukup puas ada 6 orang atau 60%,
kurang puas tidak ada.

12
Tabel 4.4 distribusi pasien berdasarkan tingkat kepuasan pada makan pagi menu ke IV

Jumlah
Kategori Kriteria
N %
Enak 3 30
Rasa
Cukup enak 7 70
Lunak 3 30
Tekstur
Biasa 7 70
Menarik 5 50
Warna makanan
Cukup menarik 5 50
Kurang enak 7 70
Aroma makanan
Tidak enak 3 30
Bervariasi 7 70
Variasi menu
Cukup bervariasi 3 30
Kepuasan terhadap Puas 9 90
pelayanan gizi Cukup puas 1 10
Berdasarkan tabel 4.4 kepuasan pasien pada menu pagi, untuk rasa makanan
pasien yang menjawab enak ada 3 orang atau 30%, dan yang cukup enak ada 7
orang atau 70%. Tekstur makanan lunak ada 3 orang atau 30% dan biasa ada 7
orang atau 70%. Warna makanan yang menarik ada 5 orang atau 50% dan yang
cukup menarik ada 5 orang atau 50%. Aroma makanan yang kurang enak ada 7
orang atau 70% dan tidak enak ada 3 orang atau 30%. Variasi menu bervariasi ada
7 orang atau 70% dan cukup bervariasi ada 3 orang atau 30%. Kepuasan pasien
terhadap pelayanan gizi, yaitu puas ada 9 orang atau 90 % dan cukup puas ada 1
orang atau 10%.
Tabel 4.5 distribusi pasien berdasarkan tingkat kepuasan pada makan siang menu ke IV

Jumlah
Kategori Kriteria
N %
Enak 6 60
Rasa
Cukup enak 4 40
Lunak 0 0
Tekstur
Biasa 10 100
Menarik 1 10
Warna makanan
Cukup menarik 9 90
Kurang enak 7 70
Aroma makanan
Tidak enak 3 30
Bervariasi 9 90
Variasi menu
Cukup bervariasi 1 10
Kepuasan terhadap Puas 3 30
pelayanan gizi Cukup puas 7 70
Berdasarkan tabel 4.5 kepuasan pasien pada menu pagi, untuk rasa makanan
pasien yang menjawab enak ada 6 orang atau 60%, dan yang cukup enak ada 4
orang atau 40%. Tekstur makanan lunak ada 0 orang atau 0% dan biasa ada 10

13
orang atau 100%. Warna makanan yang menarik ada 1 orang atau 10% dan yang
cukup menarik ada 9 orang atau 90%. Aroma makanan yang kurang enak ada 7
orang atau 70% dan tidak enak ada 3 orang atau 30%. Variasi menu bervariasi ada
9 orang atau 90% dan cukup bervariasi ada 1 orang atau 10%. Kepuasan pasien
terhadap pelayanan gizi, yaitu puas ada 3 orang atau 30 % dan cukup puas ada 7
orang atau 70%.
Tabel 4.6 distribusi pasien berdasarkan tingkat kepuasan pada makan sore menu ke IV

Jumlah
Kategori Kriteria
n %
Enak 3 30
Rasa
Cukup enak 7 70
Lunak 4 40
Tekstur
Biasa 6 60
Menarik 1 10
Warna makanan
Cukup menarik 9 90
Enak 3 30
Cukup enak 7 70
Aroma makanan
Kurang enak 0 0
Tidak enak 0 0
Bervariasi 4 40
Variasi menu
Cukup bervariasi 6 60
Puas 8 80
Kepuasan terhadap
Cukup puas 2 20
pelayanan gizi
Kurang puas 0 0
Berdasarkan tabel 4.6 kepuasan pasien pada menu sore, untuk rasa makanan
pasien yang menjawab enak ada 3 orang atau 30%, dan yang cukup enak ada 7
orang atau 70%. Tekstur makanan lunak ada 4 orang atau 40% dan biasa ada 7
orang atau 70%. Warna makanan yang menarik ada 1 orang atau 10% dan yang
cukup menarik ada 9 orang atau 90%. Aroma makanan yang enak ada 3 orang atau
30%, cukup enak ada 7 orang atau 70%, kurang enak ada 0 orang atau 0% dan
tidak enak ada 0 orang atau 0%. Variasi menu bervariasi ada 4 orang atau 40% dan
cukup bervariasi ada 6 orang atau 60%. Kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi,
yaitu puas ada 8 orang atau 80 % dan cukup puas ada 2 orang atau 20%, kurang
puas tidak ada.
2. Analisa Sisa Makanan
Tabel 4.7 sisa makanan pasien pada menu ke III di ruang bedah umum

Rata
Waktu % sisa makanan
Nama masakan rata
makan
0% 25% 50% 75% 95% 100%
Pagi Nasi 0 1 3 3 3 0 26,13 %
Ikan gabus masak 0 1 2 4 3 0 23,53%
kecap
Tumis jagung 0 2 4 1 3 0 20,1 %
Rata-rata % makan pagi adalah 23,25%
Siang Nasi 0 1 4 3 1 1 21,33 %
14
Telur bb merah 0 2 2 3 1 1 18,8 %
Tempe goreng 0 2 3 3 1 1 20,5%
Lodeh sayuran 0 1 3 4 1 1 22,13%
Rata-rata % makan siang adalah 20,69%
Sore Nasi 0 6 4 0 0 0 11,6 %
Kareh daging 0 6 4 0 0 0 11,6 %
Tahu goreng 0 4 6 0 0 0 13,3 %
Sop oyong 0 5 5 0 0 0 12,4 %
Rata-rata % makan sore adalah 12,2%
Berdasarkan tabel 4.7 sisa makanan pasien pada menu ke III di ruang bedah
umum, pada menu makan pagi untuk rata-rata sisa nasi , ikan gabus masak kecap
dengan sisa makanan 95% sebanyak 3 orang sedangkan untuk sisa makanan 75%
sebanyak 4 orang, menu tumis jagung sisa makanan sebesar 95% sebanyak 3 orang
dan sisa makanan 50% ada 4 orang. Pada menu siang nasi 75% ada 3 oran dan sisa
50% sebanyak 4 orang, telur bb merah dengan sisa makanan 75% ada 3 orang, tempe
goreng dengan sisa makanan 75% ada 3 orang dan dengan sisa 50% ada 3 orang,
lodeh sayuran dengan sisa makanan 75% ada 4 orang dan sisa 50% ada 3 orang.
pada menu makan sore nasi dengan sisa 50% ada 4 orang dan sisa 25% ada 6 orang,
menu kareh daging dengan sisa dengan sisa 50% ada 4 orang dan sisa 25% ada 6
orang, menu tahu goreng dengan 50% ada 6 orang dan sisa 25% ada 4 orang, dan
menu sop oyong dengan 75% ada 5 orang dan sisa 50% ada 5 orang.
Tabel 4.8 sisa makanan pasien pada menu ke IV di ruang bedah umum

Waktu % sisa makanan Rata-


Nama masakan
makan 0% 25% 50% 75% 95% 100% rata
Pagi Nasi 0 6 2 2 0 0 13,3%
Ayam bb rujak 0 2 6 2 0 0 16,67%
Acar kuning sayuran 0 3 5 2 0 0 15,8%
Rata-rata % makan pagi adalah 15,3%
Siang Nasi 0 2 4 3 1 0 18,87%
Ikan patin goreng 0 3 4 2 1 0 17,2%
Tahu goreng 0 2 4 3 1 0 18,87%
Sayur asam banjar 0 4 3 2 1 0 16,4%
Rata-rata % makan siang adalah 17,83%
Sore Nasi 0 1 5 4 0 0 19,13%
Kalio telur 0 1 4 5 0 0 20%
Tempe goreng 0 2 4 4 0 0 18,34%
Capcay 0 3 3 4 0 0 17,5%
Rata-rata % makan sore adalah 18,74%
Berdasarkan tabel 4.8 sisa makanan pasien pada menu ke IV di ruang bedah
umum, pada menu makan pagi yang sisa nasi 25% ada 6 orang, ayam bumbu rujak
.yang sisa 50% ada 6 orang, acar kuning sayuran yang sisa 50% ada 5 orang. pada
menu siang sisa nasi 50% ada 4 orang, ikan patin goreng yang sisa 50% ada 4 orang,
tahu goreng yang sisa 50% ada 4 orang dan sayur asam banjar yang sisa 25% ada 4
orang. pada menu sore yang sisa nasi 50% ada 5 orang, kalio telur dengan sisa 75%

15
ada 5 orang, tempe goreng dengan sisa 75% ada 4 orang dan sisa 50% ada 4 orang,
capcay dengan sisa 75% ada 4 orang.

B. Pembahasan
1. Kepuasan pasien terhadap rasa makanan
Sebagian besar responden menyatakan rasa makanan cukup enak yaitu dari
60 responden yang menyatakan rasa makanan cukup enak ada 35 responden
sehingga makanan yang disajikan oleh instalasi gizi RSUD Ulin Banjarmasin dari
segi rasa sudah cukup baik. Karena menurut Livianti (2008) Makanan yang masuk
kedalam mulut akan sangat mempengaruhi reaksi dari indera tersebut oleh
karenanya makanan yang disajikan harus mempunyai rasa yang baik, agar
rangsangan terhadap indera tersebut menjadi baik sehingga akan menimbulkan
selera makan yang baik dari konsumen.
2. Kepuasan pasien terhadap tekstur makanan
Makanan yang disajikan oleh isntalasi gizi RSUD Ulin Banjarmasin ruang
bedah umum sebagian besar tekstur makanan yang disajikan adalah biasa karena
kebanyakan pasien tidak ada kesulitan dalam penerimaan makanan biasa. Dari 60
responden yang diberikan bentuk makanan biasa ada 52 responden dan 8 orang
dengan tekstur makanan lunak.
Menurut Sofiah dan Achyar (2008) Tekstur merupakan merupakan sifat yang
sangat penting, baik dalam makanan segar maupun hasil olahan. Tekstur dan
konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan. Perubahan tekstur
dan viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul, karena dapat
mempengaruhi kecepatan timbulnya rasa terhadap sel reseptor alfaktori dan
kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan penerimaan terhadap intensitas rasa,
bau dan rasa semakin berkurang
3. Kepuasan pasien terhadap warna makanan
Menurut (Arifiati, 2000) Warna makanan memegang peranan utama dalam
penampilan makanan. Warna yang menarik dan tampak alamiah dapat
meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu dalam penyelenggaraan makanan harus
mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang
alami, baik dalam bentuk teknik memasak maupun dalam penanganan makanan
yang dapat mempengaruhi warna makanan.
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan di ruang bedah umum RSUD Ulin
Banjarmasin sebagian besar pasien menilai warna makanan cukup menarik yaitu
dari 60 responden yang menilai cukup menarik ada 44 responden sehingga

16
penampilan makanan dari segi warna yang disediakan oleh instalasi gizi RSUD Ulin
sudah cukup baik.
4. Kepuasan pasien terhadap aroma makanan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ruang bedah umun RSUD Ulin
BanjarmasinSebagian besar responden menilai aroma makanan yang disajikan oleh
instalasi gizi RSUD Ulin Banjarmasin kurang enak dari 60 responden yang menilai
kurang enak ada 30 responden.
5. Kepuasan pasien terhadap variasi menu
Minantyo (2011), menyatakan bahwa dalam menyusun suatu menu perlu
diperhatikan variasi makanannya. Variasi makanan tersebut meliputi variasi bahan
dasar, variasi rasa, variasi warna, variasi tekstur, sertavariasi metode pengolahan.
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan di ruang bedah umum RSUD Ulin
Banjarmasin sebagian besar pasien menilai bahwa menu yang disaijkan bervariasi
yaitu dari 60 responden terdapat 31 responden yang menilai bervariasi. Variasi
menu yang bervariasi dapat mempengaruhi tingkat kepasan pasien terhadap menu
yang disajikan karena menu yang tidak bervariasi akan menyebabkan pasien bosan
sehingga tingkat kepuasan akan menurun.
6. Kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ruang bedah RSUD Ulin Banjarmasin
sebagian besar menilai cukup puas, artinya pelayanan gizi yang dilakukan oleh
instalasi gizi RSUD Ulin sudah baik. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
gizi RSUD Ulin ini juga dinilai dari makanan yang disajikan.
7. Sisa Makanan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ruang bedah RSUD Ulin Banjarmasin
rata-rata sisa makan pagi pada menu ke III yaitu 23,25%, makan siang 20,69%,
makan sore 12,2%. Sedangkan pada menu ke IV sisa makan pagi 15,3%, makan
siang 17,83%, dan makan sore 18,74%. Menurut Kepmenkes
No.129/MenKes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah Sakit (SPM)
sisa makanan yang tidak dimakan oleh pasien yaitu 20%, sehingga dilihat dari rata-
rata sisa makanan pasien di RSUD Ulin Banjarmasin masih dinyatakan sudah
memenuhi standar pelayanan minimal RS.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat kepuasan dan sisa makanan pasien
di ruang bedah umum RSUD Ulin Banjarmasin dari 60 responden untuk tingkat
17
kepuasan terhadap rasa makanan sudah cukup baik karena ada 35 orang memilih
rasa makanan cukup enak. Dari segi tekstur makanan ada 52 orang diberikan
makanan biasa karna tidak ada kesulitan dalam menerima makanan. Dari segi
warna makanan dinyatakan sudah cukup baik, lalu dari segi aroma makanan
dinyatakan kurang enak, dari segi variasi menu sudah cukup bervariasi, serta dari
segi tingkat kepuasan terhadap pelayanan gizi sebagian besar responden menilai
cukup puas, tingkat kepuasan terhadap pelayanan gizi RSUD Ulin Banjarmasin
juga dinilai dari makanan yang disajikan. Untuk sisa makanan pasien di RSUD Ulin
Banjarmasin sudah memenuhi standar pelayanan rumah sakit yaitu minimal
sebanyak-banyaknya 20%.

B. SARAN
Diharapkan dilakukan variasi menu untuk peningkatan asupan makanan pasien.
Serta petugas gizi dapat meningkatkan kualitas dan pemahaman tentang tata cara
teknik pembuatan dan penyajian serta meningkatkan cita rasa dan aroma dari
makanan yang disajikan agar mampu meningkatkan selera makan pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Aritonang, Irianton. 2012. Penyelenggaraan Makanan. Yogyakarta : Jurusan Gizi


Poltekkes.

Azwar, A. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya,


Jakarta.

Azwar, Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan.

Carr, D., B., Oakley, R.,Braunstein, F., Englund, S., Buergel. 2001. Plate Waste
Studies. National Food Service Management.

Depkes RI (2007) Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Jakarta :


Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar.

Hartatik. Skripsi. Gambaran Daya Terima Makan Terhadap Cita Rasa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap Dewasa Di Perawatan Kelas II Rumah Sakit Haji Jakarta,
FKM UI, 2004

Hartono,A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi
Rumah Sakit. Jakarta.

Kim et all, Assessment of foodservice quality and identification of improvement


strategies using hospital foodservice quality model, Nutrition Research and
Practice, 2010.

Komalawati, Dewi, dkk., 2005, Pengaruh Lama Rawat Inap Terhadap Sisa Makanan
Pasien Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Nutrisia, Vol.
6 no. 1, Jogyakarta: Poltekes.

Moehyi, S. 2002. Pengaturan Makanan dan Diet Untuk Penyembuhan Penyakit.


Gramedia. Jakarta.

Moehyi. 1992. Pelenggaraan Makanan & Jasa Boga. Jakarta: Bhrata.

Munawar, Asep. Tesis. Hubungan Penampilan Makanan, Rasa Makanan, Dan Faktor
Lainnya Dengan Sisa Makanan (Lunak) Pasien Kelas 3 Di RSUP DR Hasan
Sadikin Bandung, FKM UI, 2011

Noviati. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makanan Pada Pasien
Rawat Inap Dewasa Yang Mendapat Makanan Biasa. FKM Universitas Respati
Indonesia, Jakarta, 2007 Pirlich et all, The German Hospital Malnutrition Study,
Clinical Nutrition, 2006.

19
Prawirohartono. 2009. Peningkatan Daya Terima Makanan di Rumah Sakit.Gizi
Indonesia. Edisi X.

Sarma.H Martha B. Skripsi. Daya Terima Makanan Pasien Berdasarkan Kelas


Perawatan Di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center Jakarta, FKM UI, 2003

West, Wood. 1998. Food Service in Institution Sixth Education. New York: Mac Milan
Publising Company.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirakusumah, Emma.1998. Cita Rasa Makanan Enteral, Konferensi kerja Pernepari I,


Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai