Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret

2009, jumlah Penduduk miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau

14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Dari sekian banyak

jumlah penduduk miskin tersebut belum semuanya mendapatkan jaminan

kesehatan masyarakat (JAMKESMAS) yang menyebabkan beberapa

masyarakat miskin dan tidak mampu tersebut, belum dapat menikmati

fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan pada instansi-instansi

kesehatan. Sedangkan untuk mendapatkan Pelayanan jaminan kesehatan

masyarakat (JAMKESMAS) bagi keluarga miskin diselenggarakan

berdasarkan UUD 1945 pasal 28 dan UU Nomor 23/1992 tentang kesehatan,

bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh

perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab

mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi

masyarakat miskin dan tidak mampu. Untuk menjamin akses penduduk

miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun 1998 pemerintah

melaksanankan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin.

Pada tahun 2005 pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin

diselenggarakan dalam mekanisme asuransi kesehatan yang dikenal program

jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin.

1
2

Penyelenggara JAMKESMAS bertujuan meningkatkan akses dan

mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak

mampu, Agar tercapainya derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2009)

Pada umumnya mutu pelayanan kesehatan berfokus pada tiga

landasan utama yaitu mutu, akses dan dan biaya. Ketiga landasan tersebut

saling berhubungan tetapi memiliki dampak berbeda.Mutu berdampak pada

lebih kuat pada dua landasan lainnya. Mutu dapat dicapai jika layanan yang

terjangkau dapat diberikan dengan cara yang pantas, effisien, dan hemat

biaya. Perlayanan yang bermutu adalah layanan yang berorientasi pelanggan

(customer-oriented), tersedia (available), mudah di dapat (accessible),

memadai (Acceptable), terjangkau (affordable) dan mudah di kelola

(controllable). Mutu tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan

terpenuhi. Dalam pelayanan kesehatan pasien merupakan pelanggan yang

sangat penting. Dan untuk mengevaluasi pelayanan yang diberikan kepada

pasien yaitu dengan cara melihat tingkat kepuasan yang dirasakan pasien

terhadap pelayanan tersebut (Al-Assaf, 1993)

Menurut Kotler, (2006) terdapat 5 penentu kualitas dalam jasa yang

dapat menilai tingkat kepuasaan pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang

diterima meliputi Tangibles (bukti langsung), Reliability (kehandalan),

Responsiveness (ketanggapan), Assurance (jaminan) dan Empathy

(kepedulian).

Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan sebagai

tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang


3

dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari

perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja

dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai

harapan, maka pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi

harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk

oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan

informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama,

kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang

perusahaan tersebut.n

Diketahui dari hasil penelitian tingkat kepuasan pasien dilakukan oleh

Departemen Kesehatan RI (1997) yang melibatkan 1200 Pasien di 3

puskesmas yang berada di kawasan Jawa Timur, hasilnya 6,8% menyatakan

tidak puas. Penelitian Tristanto, (2002) di balai pengobatan Puskesmas

Lampung Utara tahun 2002 dengan jumlah responden keseluruhan adalah

378 orang, 194 orang (51,3 %) menyatakan puas sedangkan 184 orang

(48,7%) menyatakan tidak puas atas pelayanan yang diberikan.

Elemen kepuasan konsumen sebenarnya merupakan hal yang

terpenting. Jika konsumen (pasien) tidak puas dengan pelayanan yang

diberikan, maka pasien tidak akan mencari pelayanan itu atau menerimanya,

walaupun pelayanan itu tersedia, mudah didapat dan dijangkau. Oleh karena

itu mutu pelayan yang ditawarkan merupakan hal yang penting dalam

memberikan pelayanan kesehatan (Al-Assaf, 1993)


4

Pelayanan kesehatan tidak hanya dilakukan di rumah sakit saja tetapi

juga di instansi Puskesmas sebagai pemberi pelayanan primer, yang

mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang

melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan

terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang telah

ditentukan secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun

tidak mencakup aspek pembiayaan.

Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada

paling dekat ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau

dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta

maupun Negeri). Fungsi Puskesmas adalah mengembangkan pelayanan

kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan

tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive

Health Care Service yang meliputi aspek promotive, preventif, curative, dan

rehabilitatif, hal ini sesuai dengan tujuan umum pelaksanana program

jaminan kesehatan masyarakat Jamkesmas di Puskesmas dan jaringannya.

Pada kenyataannya pelaksanan pelayanan kesehatan masyarakat yang

diselenggarakan puskesmas, terkadang menimbulkan keluhan pasien yang

berhubungan dengan ketidaksesuaian harapan sehingga pasien merasa tidak

puas dengan pelayanan yang diberikan. Keluhan pasien antara lain petugas

kesehatan yang datang terlambat melebihi jam aktif berkerja sehingga pasien

lama menunggu, petugas kurang ramah, petugas kurang berkomunikasi

sehingga pasien kurang mendapatkan informasi tentang penyakit yang


5

diderita dan dosis obat yang akan dikonsumsi, pelaksanaan tindakan

pelayanan yang cenderung lambat. Adanya perbedaan pelayanan yang

diberikan pada pasien umum dan pasien peserta jamkesmas. Menurut

Murdiyanto dalam Rakyat Lampung (2010), menyesalkan sikap aparatur

yang bisa-bisanya bersikap tidak ramah terhadap pasien, dan menyarankan

agar tidak membeda-bedakan pasien serta melayani pasien peserta

jamkesmas dengan pelayanan yang baik.

Dari survei pendahuluan di berbagai Puskesmas yang ada di

Lampung. Masih banyak Puskesmas yang belum memiliki kotak saran yang

berguna untuk menampung saran dan kritik dari pasien, Hal ini

menyebabkan keluhan-keluhan pasien tidak tersalurkan dengan baik, justru

terkadang pasien memberikan opininya melalui media cetak (Rakyat

Lampung, Mei 2010), media internet (Bee My Blog, Januari 2009) dan

keluhan berupa tulisan tangan dibangku tunggu antrian pasien di puskesmas

yang berada di kecamatan Gunung Sugih. Selain itu data yang diperoleh

adalah angka kunjungan pasien Jamkesda di puskesmas yang berada

diwilayah Kecamatan Gunung Sugih belum sesuai dengan target visit rate

15% perbulan. Rata-rata kunjungan pasien Jamkesda yang datang di

Puskesmas Gunung Sugih 2,01%. Sedangkan rata-rata persentase kunjungan

pasien umum/bayar dibandingkan dengan jumlah pasien rawat jalan yaitu di

Puskesmas Gunung Sugih 68,4%.

Dari prinsip Service Quality, ditambah dengan penelitian di Provinsi

Jawa Tengah mengenai indikator kepuasan pasien rawat inap di rumah sakit
6

yang dilakukan UNDIP tahun 2006, menyampaikan bahwa dalam

pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering

diungkapkan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas kesehatan,

antara lain keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui,

perawat kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses masuk rawat

inap, tutur kata, keacuhan serta ketertiban dan kebersihan di lingkungan.

Sikap, perilaku, tutur kata, keramahan petugas serta kemudahan

mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat tertinggi

dalam persepsi kepuasan pasien. Tidak jarang walaupun pasien merasa

outcome tak sesuai dengan harapannya, tetapi mereka cukup puas jika

dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya.

Agar pasien mendapatkan pelayanan yang sesuai harapannya tanpa

membedakan dalam pemberian pelayanan sehingga pasien merasakan

kepuasan dengan jasa yg diberikan yang akan mempengaruhi peningkatan

kunjungan pasien untuk hal ini perlu dilakukan peningkatan kualitas

pelayanan puskesmas dengan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan

dengan kepuasan pasien, Karena salah satu dari 6 indikator keberhasilan

program Jamkesda yaitu tingkat kepuasan konsumen minimal 70%.

1.2 Identifikasi Masalah

Kecamatan Gunung Sugih merupakan salah satu daerah yang

berkembang pesat di Kabupaten Lampung Tengah, namun hal ini berbanding

terbalik dengan perkembangan taraf hidup masyarakatnya. Jumlah penduduk

miskin dan tidak mampu di kecamatan Gunung Sugih masih sangat banyak.
7

Masyarakat miskin dan tidak mampu banyak yang belum dapat menikmati

pelayanan kesehatan dengan bebas biaya. Sedangkan masyarakat yang telah

mendapatkan kartu jamkesmas banyak belum memanfaatkannya. Sejauh ini

penelitian kepuasan pasien peserta jamkesmas di puskesmas yang berada

diwilayah kabupaten Gunung Sugih belum pernah dilakukan. sehingga

beberapa kali muncul berbagai keluhan oleh masyarakat yang menyatakan

ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan. Keadaan ini dapat

ditunjukan dengan rendahnya kunjungan pasien peserta jamkesmas rata-rata

di Puskesmas Gunung Sugih 2,01%.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis

merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada hubungan perilaku

petugas pemberi pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien Jamkesda di

Puskesmas Gunung Sugih Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung

Tengah Tahun 2012?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahui hubungan perilaku petugas pemberi pelayanan dengan

tingkat kepuasan pasien Jamkesda di Puskesmas Gunung Sugih Kecamatan

Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui karakteristik responden di Puskesmas Gunung Sugih

Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012


8

2. Diketahui perilaku petugas pemberi pelayanan di Puskesmas Gunung

Sugih Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Tahun

2012

3. Diketahui tingkat kepuasan pasien Jamkesda di Puskesmas Gunung Sugih

Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012

4. Diketahui hubungan perilaku petugas pemberi pelayanan dengan tingkat

kepuasan pasien Jamkesda di Puskesmas Gunung Sugih Kecamatan

Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam

mengaji tentang hubungan perilaku petugas pemberi pelayanan dengan

tingkat kepuasan pasien Jamkesda di Puskesmas Gunung Sugih Kecamatan

Gunung Sugih Lampung Tengah.

1.5.2 Bagi Puskesmas


Sebagai masukan yang dapat digunakan pengelola Puskesmas

Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah dalam menentukan

upaya peningkatan Kualitas pelayanan guna memenuhi kepuasan pasien

1.5.3 Bagi Pihak Lain


Sebagai bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang sama

pada masa mendatang


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Pasien

2.1.1 Pengertian Kepuasan

Menurut kotler, 1997 (dalam Rangkuti, 2008) Perasaan senang atau

kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara persepsi atau

produk yang dirasakan dan diharapkannya. Pada dasarnya pengertian

kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan

kinerja atau hasil yang dirasakan.

Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan

sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil

yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi

dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja

dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai

harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi

harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan. Pelanggan yang puas

akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar

yang baik tentang perusahaan tersebut.

Kepuasan pelanggan adalah respon terhadap ketidaksesuaian antara

tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah

pemakaian (Rangkuti, 2008)

9
10

2.1.2 Dimensi Kepuasan Pasien

Menurut Azwar, (1996) dimensi kepuasan pasien dibedakan

menjadi atas 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta

penerapan standar pelayanan profesi yang meliputi :

a. Hubungan dokter dengan pasien ( Doctor-Patien relationship)

b. Kenyamana pelayanan (Amenities)

c. Kebebasan Melakukan pilihan (Choice)

d. Pengetahuan dan kompetensi (Scientific knowledge and

technical skill)

e. Efektifitas pelayanan (Effectiveness)

f. Keamana tindakan (Safety)

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan kesehatan, meliputi :

a. Ketersedian pelayanan kesehatan (Available)

b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate)

c. Kesinambungan pelayan kesehatan ( Continue)

d. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Acceptable)

e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Acceptable)

f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable)

g. Efisiensi pelayanan kesehatan (Efficien)

h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality)


11

2.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepuasan

Menurut Tjiptono (2006) tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan rawat jalan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan

dan status perkawinan. Faktor internal meliputi sarana fisik, jam

praktek yang tepat, tempat pelayanan, kualitas pelayanan petugas,

adanya sistem rujukan, waktu tunggu yang pendek, tarif yang

terjangkau, kualitas pelayanan petugas, kecepatan ketepatan dan

keramahan.

Berdasarkan konsep dari Lawrence Green (1980) dalam

Notoatmodjo (2003), untuk karakteristik pasien ada tiga kategori

utama yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam memperoleh dan

memilih pelayanan kesehatan yaitu karakteristik predisposisi

(predisposing), pemungkin (enabeling) dan penguat (reinforcing).

Karakteristik predisposisi meliputi pengetahuan, sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tardisi, umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat

sosial (golongan dan jabatan). Karakteristik pemungkin antara lain :

ketersediaan sarana dan prasarana dalam fasilitas pelayanan

kesehatan, sedangkan karakteristik penguat meliputi faktor sikap dan

perilaku tokoh masyarakat, agama juga termasuk petugas kesehatan.

Afiansyah (2000) mengemukakan, kepuasan pasien

berhubungan dengan keramahan dokter dan pemenuhan harapan

pasien tantang pengobatan dan penjelasan penyakitnya, dukungan dan


12

kebaikan perawat, persepsi kemampuan perawat, respon yang cepat

terhadap keluhan pasien dan jawaban yang jelas bila pasien

mengajukan pertanyaan.

2.1.4 Pengukuran Kepuasaan Pasien

Philip Kotler (1994) dalam Supranto (2006) telah melakukan

penelitian dan mengidentifikasi lima kriteria penentu kualitas jasa

pelayanan yang digunakan untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan

dalam bidang jasa yaitu:

1. Keandalan
- Ketepatan Tingkat
- Pelayanan yang ramah Kepentingan
2. Keresponsifan/ketanggapan
- Cepat tanggap
3. Keyakinan/Jaminan
- Pengetahuan dan kecakapan staf
- Komunikasi yang efektif Tingkat Tanggapan
4. Empati pelayanan pelanggan
- Perhatian penuh pada pelanggan
- Tanggung jawab
5. Berwujud/Bukti Langsung
- Kebersihan dan kerapihan Kepuasan
- Penataan eksterior dan interior Pelanggan

2.2 Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Pengertian pelayanan kesehatan

Menurut Levey dan Loomba (1973) yang dikutip oleh Azrul Azwar

(1996), yang dimaksud pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan


13

penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga maupun

masyarakat.

Sedangkan menurut Williams A. Reinke (1994), mengartikan

pelayanan kesehatan sebagai pemberi perhatian kepada masyarakat yang

menyangkut atau berhubungan dengan kesehatan berupa sarana dan

prasarana kesehatan termasuk tenaga kesehatan agar masyarakat merasa

aman dan terjamin dalam pemeriksaan kesehatannya. Herawaty pada tahun

2007 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap bentuk dan

upaya yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun

lembaga yang berhubungan dengan kesehatan berupa sarana dan prasarana

kesehatan termasuk tenaga kesehatan dengan tujuan memelihara dan

meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, serta sosial seseorang di dalam

menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

2.2.2 Pelaksana pelayanan kesehatan

Menurut Notoatmodjo (1997), bentuk pelayanan kesehatan terbagi

menjadi tiga, yakni:

a. Primary Health Care

Pelayanan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan

masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka. Pelayanan

yang diperlukan bersifat pelayanan kesehatan standar (basic health

service) atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer. Bentuk


14

pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu,

Puskesmas keliling dan balai kesehatan masyarakat.

b. Secondary Health Service

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang

memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh

pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan kesehatan ini misalnya

rumah sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga spesialis.

c. Tertiary Health Services

Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau

pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan

sekunder. Pelayanan sudah komplek dan memerlukan tenaga-tenaga

super spesialis. Contoh di Indonesia adalah rumah sakit tipe A dan B.

Pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama secara fungsional

bersifat sama dengan Puskesmas.

2.3 Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)

2.3.1 Pengertian Jamkesda

Program Jamkesda adalah program pemberian layanan kesehatan bagi

masyarakat yang anggarannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) Kabupaten
15

2.3.2 Tujuan Penyelenggaraan Jamkesda

2.3.2.1 Tujuan Umum Penyelenggaraan Jamkesda

Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh

masyarakat di Kabupaten agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang

optimal secara efisien dan efektif.

2.3.2.2 Tujuan Khusus

1. Terselenggaranya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit serta

Puskesmas dan jaringannya termasuk pertolongan persalinan

2. Terselenggaranya pengendalian rujukan kasus

3. Terkendalinya biaya dan mutu dalam penyelenggaraan pelayanan

kesehatan

4. Terselenggaranya manajemen pengelolaan keuangan yang transparan

dan akuntabel

2.3.3 Kelembagaan

a. Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) adalah salah satu bentuk

perlindungan social untuk menjamin seluruh penduduk Kabupaten agar

dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak (dalam hal ini

kebutuhan akan hidup sehat).

Penyelenggaraan Jamkesda mengacu pada prinsip-prinsip :

a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan semata-mata untuk

peningkatan derajat kesehatan masyarakat


16

b. menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medic

yang cost effective dan rasional.

c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas

d. Transparan dan akuntabel

2.3.4 Kepesertaan

Seluruh penduduk Kabupaten, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan

kesehatan lainnya (Askes sosial / komersial, Jamsostek dan asuransi

swasta). Kriteria Peserta Jamkesda :

1. Peserta Program Jamkesda adalah setiap orang yang terdaftar dan memiliki

Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kabupaten dan berhak mendapatkan pelayanan

kesehatan setelah terdaftar sebagai peserta Jamkesda yang dibuktikan dengan

kepemilikan kartu JPK Mandiri. KTP sementara tidak diperbolehkan lagi

kecuali dalam keadaan/kondisi tidak tersedianya blangko KTP maka yang

menandatangani adalah pihak Kantor Kecamatan setempat (Sekretaris

Kecamatan) sedangkan penerbitan KTP sementara dari Kepala Desa

dinyatakan tidak berlaku.

2. Peserta dalam kartu JPK Mandiri adalah terdiri dari keluarga inti (suami, istri

dan anak-anaknya) dan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya, setiap

KK hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) Nomor Peserta Jaminan Kesehatan

Daerah.
17

3. Bagi bayi yang terlahir dari keluarga peserta Jamkesda langsung menjadi

peserta baru sebaliknya bagi peserta yang meninggal dunia langsung hilang

hak kepesertaannya.

4. Anak didik (santri) di Pondok Pesantren berhak menjadi peserta Jamkesda dan

akan diberikan kartu peserta secara kolektif.

5. Anggota TNI/POLRI dan karyawan BUMN/BUMD dibenarkan ikut program

Jaminan Kesehatan Daerah dengan pembayaran premi ditanggung oleh yang

bersangkutan dan besarannya sesuai ketentuan yang berlaku.

6. Bagi anggota PNS yang memiliki anggota keluarga yang tidak tertanggung

(tidak memiliki jaminan kesehatan) berhak untuk ikut program Jaminan

Kesehatan Daerah.

7. Peserta JPK Mandiri tidak dibenarkan memiliki 2 (dua) jenis kepesertaan JPK

yakni untuk Kartu Jamkesmas, Kartu Askes Wajib/Askes Sukarela, Kartu

Jamsostek.

2.3.5 Manfaat

1. Setiap peserta Jamkesda mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan

dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap, serta

pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap

tingkat lanjutan (RITL), pertolongan persalinan dan pelayanan gawat darurat.

2. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan

jaringannya, pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di Rumah Sakit.


18

Demikian pula dengan rawat inap. Pelayanan rawat inap tingkat pertama

diberikan di Puskesmas Perawatan, pelayanan rawat inap lanjutan diberikan di

Rumah Sakit Umum, RSU Kabupaten lain dan RSU/RSJ Propinsi. Dinas

Kesehatan melalui UPTD BLU Jamkesda membuat ikatan kerja sama dengan

Rumah Sakit yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan meliputi berbagai

aspek pengaturan.

3. Rumah Sakit melaksanakan pelayanan kesehatan rujukan dan biayanya dapat

diklaimkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) atau oleh peserta yang

bersangkutan ke UPTD BLU Jamkesda.

4. Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit dengan

ketentuan sebagai berikut :

a. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Puskesmas dan

jaringannya akan disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten melalui

Gudang Farmasi Kabupaten.

b. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah Sakit,

Instalasi Farmasi/Apotik Rumah sakit bertanggung jawab menyediakan

obat dan bahan habis pakai yang diperlukan.

c. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir b di atas

maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui

koordinasi dengan pihak-pihak terkait.


19

d. Apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana butir b di atas

maka peserta berkewajiban menanggung selisih harga tersebut.

e. Verifikasi pelayanan di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan di

Rumah Sakit dilakukan oleh UPTD BLU Jamkesda.

Ruang lingkup Program Jamkesda di Rumah Sakit dan Puskesmas meliputi :

1. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Primer/Pertama

Pelayanan rawat jalan tingkat primer yang dimaksud adalah pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas dan jaringannya termasuk UKBM

(Puskesmas Keliling, Poskesdes, Posyandu, dll) di wilayah tersebut

mencakup:

a. Pemeriksaan kesehatan dan konsultasi kesehatan

b. Pelayanan pengobatan umum dan gigi

c. Penanganan gawat darurat

d. Tindakan medis

e. Pelayanan kesehatan ibu dan anak (pemeriksaan ibu hamil, ibu nifas dan

neonatus)

f. Imunisasi dasar

g. Pelayanan laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya sepanjang

reagensia disediakan oleh Pemerintah Kab.HSS (Gudang Farmasi Kab.)


20

h. Pemberian obat-obatan

i. Rujukan

2. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Tingkat Primer/Pertama

Pada kondisi pasien rawat jalan perlu dilakukan perawatan maka untuk

perawatan lanjutan dilakukan rawat inap di Puskesmas Perawatan sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki. Ruang lingkup pelayanan pada Puskesmas

Perawatan meliputi :

a. Penanganan gawat darurat

b. Perawatan pasien rawat inap termasuk akomodasi dan penyediaan makan

bagi pasien (Rp.15.000,- per hari rawat).

c. Perawatan persalinan

d. Penanganan rujukan balik dari Rumah Sakit

e. Tindakan medis yang diperlukan

f. Pemberian obat-obatan di mana untuk pembelian obat, reagensia dan

bahan alat kesehatan habis pakai (BAKHP) dibenarkan sepanjang tidak

disediakan oleh Pemerintah Kabupaten (Gudang Farmasi Kabupaten).

Ketentuan mengenai tarif dan besaran harga obat mengacu pada ketentuan

yang berlaku di RSUD

g. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang medis lainnya sepanjang

reagensia disediakan oleh Pemerintah Kabupaten (Gudang Farmasi Kab.)


21

h. Rujukan

3. Pelayanan Pertolongan Persalinan

Pelayanan pertolongan persalinan yang dapat dilakukan di Puskesmas dan

jaringannya termasuk Poskesdes/Polindes adalah pertolongan persalinan

normal kecuali Puskesmas dengan fasilitas PONED dapat melakukan

pertolongan dengan penyulit per vaginam sesuai kompetensinya. Pelayanan

pertolongan persalinan tersebut mencakup:

a. Observasi proses persalinan

b. Pertolongan persalinan normal

c. Pertolongan persalinan dengan penyulit (Puskesmas dengan Fasilitas

PONED)

d. Penanganan gawat darurat persalinan

e. Pemberian obat-obatan

f. Rujukan

4. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan

Peserta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan

di RS maksimal 2 kali dalam bulan yang sama. Ruang lingkup pelayanan

meliputi:

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan pada poli

spesialis
22

b. Rehabilitasi medik

c. Penunjang diagnostik : laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik

d. Tindakan medis kecil dan sedang

e. Pemberian obat sepanjang disediakan oleh RSUD.

f. Pemeriksaaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan

g. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit

h. RJTL hanya berlaku di RSUD.

5. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Tingkat Lanjutan

Peserta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan

di RS maksimal 1 kali dalam bulan yang sama. Ruang lingkup pelayanan

meliputi :

a. Akomodasi rawat inap

b. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

c. Penunjang diagnostik : laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik

d. Tindakan medis

e. Operasi sedang dan besar

f. Pelayanan rehabilitasi medis

g. Perawatan intensif (ICU, PICU, NICU)


23

h. Pemberian obat sepanjang disediakan oleh RS

i. Bahan dan alat kesehatan habis pakai

j. Persalinan dengan resiko tinggi dan penyulit (PONEK)

6. Pelayanan Kesehatan Rujukan

Rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang kecuali pada

keadaan / kondisi gawat darurat. Apabila dokter spesialis tidak berada

ditempat atau pada kondisi gawat darurat atau diperlukan tindakan medis lebih

lanjut, RSU dapat merujuk ke RSU Kabupaten terdekat atau ke RSU/RSJ

Propinsi.

7. Pelayanan Yang Tidak Di Jamin

a. General Check Up/Medical Check Up

b. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika

c. Kacamata, Contact Lens, Intra Ocular Lens

d. Semua jenis alat/obat/tindakan untuk kontrasepsi

e. Prothesa Gigi

f. Pelayanan alat bantu dengar dan alat bantu gerak

g. Pelayanan penunjang diagnostik canggih yang tidak tersedia di RSUD.

Apabila dikemudian hari tersedia pelayanan canggih, maka akan dibuat

ketentuan tambahan yang mengatur tatacara penjaminannya.


24

h. Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan

pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah

i. Penyalahgunaan obat dan segala akibat yang menyertainya

j. Segala tindakan yang bertujuan untuk mengakhiri hidup

k. Keur Kesehatan, otopsi jenazah, Visum Et Repertum, Circumsisi tanpa

indikasi medis

l. Pelayanan kesehatan pada masa wabah (KLB), tanggap darurat bencana

m. Pelayanan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial seperti sunatan

massal, operasi katarak, operasi bibir sumbing, dll.

n. Pelayanan kesehatan terhadap penyalahgunaan narkoba, miras, kecelakaan

akibat kebut-kebutan dan akibat yang ditimbulkan

o. Kecelakaan lalu lintas yang dijamin oleh pihak ketiga (PT. Jasa Raharja).

p. Segala tindakan yang bertujuan untuk mengakhiri hidup

q. Pengobatan penyakit cacat bawaan.

r. Pengobatan penyakit tertentu yang diprogramkan di Puskesmas (TB Paru

Dewasa, dll)

s. Tidak mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku

t. Pelayanan kesehatan lainnya atas permintaan peserta


25

2.4 Puskesmas
2.4.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota

yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu

wilayah kerja (Kemenkes 128/2004)

2.4.2 Fungsi Puskesmas

Menurut Sudayasa (2010), ada tiga fungsi utama yang diemban

Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (PKD) kepada

seluruh target sasaran masyarakat di wilayah kerjanya, yakni sebagai

berikut:

2.4.2.1 Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

a. Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah

kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan

kesehatan,

b. Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya

2.4.2.2 Pusat Pemberdayaan Masyarakat

Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan

masyarakat :

a. Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri

dan masyarakat untuk hidup sehat


26

b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk

pembiayaan

c. Ikut Menetapkan menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan

program kesehatan

d. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka

meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat

e. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan

dalam rangka menolong dirinya sendiri.

f. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali

dan menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.

2.4.2.3 Pusat pelayanan Kesehatan Strata pertama

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)

secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup :

a. Pelayanan kesehatan perorangan

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

2.4.3 Program Puskesmas

Program Puskesmas merupakan wujud dari pelaksanakaan ketiga

fungsi Puskesmas. Yang di kelompokan menjadi:

a. Promosi kesehatan

b. Kesehatan lingkungan

c. Kesehatan ibu dan anak (KIA) termasuk KB

d. Perbaikan Gizi

e. Pemberantasan Penyakit Menular


27

f. Pengobatan

2.5 Perilaku

2.5.1 Konsep Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku pada hakekatnya

adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2003). Oleh

sebab itu perilaku mempunyai batangan yang luas meliputi: berjalan,

berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain lain. Bahkan kegiatan internal

(internal activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan

perilaku.

Perilaku dan gejala perilaku yang nampak pada kegiatan organisme

dipengaruhi oleh faktor genetic (keturunan) dan lingkungan. Secara umum

dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan ini merupakan

penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk perilaku manusia. Faktor

keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk

pengembangan perilaku mahluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan

lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Suatu

mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka

terbentuknya perilaku disebut “proses belajar” (Notoatmodjo, 2003).


28

2.5.2 Determinan Perilaku

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti:

pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan

sebagainya. Namun demikian pada realitanya sulit dibedakan atau dideteksi

gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Gejala perilaku dapat

ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor

pengalaman, keyakinan, sarana, fisik, sosial budaya masyarakat dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut WHO yang dikutip Notoatmodjo (2003), tim kerja menganalisa

bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku atau tidak berperilaku

tertentu karena ada 4 alasan, yaitu:

2.5.2.1 Pemikiran dan perasaan

Yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan

penilaian seseorang terhadap objek

1. Pengetahuan :

Diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain

2. Sikap :

Menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek,

sikap ini sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang

lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang untuk dekat atau
29

menjauhi objek. Sikap positif tidak selalu terwujud dalam suatu

tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan antara

lain:

a. Sikap terwujud dalam suatu tindakan tergantung situasi pada

saat itu

b. Sikap diikuti atau tidak diikuti dengan tindakan mengacu pada

pengalaman orang lain

c. Sikap diikuti atau tidak diikuti dengan tindakan berdasarkan

pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2.5.2.2 Orang penting sebagai referensi

Perilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap

penting untuknya, maka apa yang dikatakan atau diperbuat orang yang

akan dianggap penting, akan cenderung dianggap sebagai contoh.

2.5.2.3 Sumber daya

Sumber daya disini mencakup: fasilitas – fasilitas, uang, waktu, tenaga

dan sebagainya. Hal ini semua berpengaruh terhadap perilaku, dapat

positif atau negatif.

2.5.2.4 Kebudayaan

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber

didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang

umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu

yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat.


30

Kebudayaan selalu berubah, baik lambat atau cepat sesuai dengan

peradaban manusia. Perilaku normal adalah salah satu aspek dari

kebudayaan, selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh kuat

terhadap perilaku.

2.5.3 Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang

digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Bentuk

perubahan perilaku menurut WHO yang dikutip Notoatmodjo (2003)

dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

2.5.3.1 Perubahan Alamiah

Perubahan manusia selalu berubah, dimana sebagian perubahan itu

disebabkan oleh karena kejadian alamiah

2.5.3.2 Perubahan terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri

oleh subjek

2.5.3.3 Kesediaan untuk berubah

Setiap orang mempunyai kesediaan berubah yang berbeda-beda

meskipun kondisi yang dihadapinya sama.

2.5.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku


Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku dilakukan atau dibentuk oleh tiga

faktor, yaitu:
31

2.5.4.1 Faktor predisposisi (predisposing factor)

Adalah faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan motivasi

atau perilaku yang meliputi: pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi yang

berhubungan dengan motivasi individu untuk berprilaku. Faktor yang lain

adalah variabel demografi seperti status social, ekonomi, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga.

2.5.4.2 Faktor pemungkin (enabling factor)

Adalah faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga motivasi dan

pikiran menjadi kenyataan. Wujud dari faktor pendukung ini adalah seperti

lingkungan dan sumber-sumber yang ada di masyarakat, seperti:

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

2.5.4.3 Faktor Penguat (reinforcing factor)


Adalah faktor yang mendukung timbulnya perilaku yang berasal dari

orang lain, seperti keluarga, teman sebaya, guru dan petugas kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyakat, tokoh agama

dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan.

2.5.5 Bentuk Perilaku


32

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme

atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.

Respon ini berbentuk dua macam, yakni (Notoatmodjo, 2003):

1. Bentuk pasif (covert behavior) adalah respon internal, yaitu yang terjadi

di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang

lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin, dan pengetahuan.

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk

tindakan nyata, maka disebut “overt behavior.”

2.6 Penelitian Terkait

Penelitian Rusminarni, (2010) tentang Kepuasan pasien di balai

pengobatan Puskesmas di Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung,

antara lainnya tentang persepsi kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan

dan tenaga kesehatan, dengan jumlah responden sebanyak 371 orang adalah

172 (46,4%) pasien memiliki persepsi yang kurang baik terhadap kualitas

pelayanan kesehatan yang diterimanya, sedangkan persepsi pasien terhadap

tenaga kesehatan adalah sebanyak 162 (43,7%) pasien memiliki persepsi yang

kurang baik.
33

2.7 Kerangka teori

Karakteristik
Pasien Kualitas Pelayanan

Umur Keramahan

Jenis Kelamin Komunikasi

Pendidikan Tindakan pelayanan

Pekerjaan
Pasien
Kepuasan
Peserta jamkesda
Pasien
yang berkunjung di
puskesmas Gunung
Puas
Sugih
Tidak Puas

Tenaga Dimensi Kualitas


Kesehatan layanan

Dokter Tangibles

Perawat Reliabillity

Responsiveness

Assurance

Emphaty
Sumber : Anderson, R, Joanna K, 1998 (A Behaviour Model for Families Use of

Health Services)
34

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Kerja

Gambar 3.1

Kerangka Kerja

Varibel Independen Variabel Dependen

Perilaku petugas pemberi Kepuasan Pasien


pelayanan:

1. Keramahan

2. Komunikasi Karakteristik
Pasien
3. Tindakan Pelayanan
Umur

Jenis Kelamin

Pendidikan

Perkawinan
- - - - : Tidak diteliti

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel Independen

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah perilaku petugas pemberi

pelayanan.
35

3.2.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien

3.3 Definisi Operasional

Untuk lebih memahami dan menyamakan pengertian maka pada penelitian ini

perlu disusun beberapa definisi operasional seperti berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur

Perilaku Tanggapan pasien Wawancara kuesioner 0 = kurang, (jika Ordinal


petugas terhadap pelaksanaan skor jawaban
pemberi pelayanan yang ≤ mean)
pelayanan diberikan petugas
kesehatan di balai 1 = baik, (jika
pengobatan Puskesmas skor jawaban
> dari mean)

Kepuasan Respon emosional wawancara kuesioner 0 = tidak puas, Ordinal


pasien terhadap jika skor
pelayanan yang telah jawaban ≤
diterima dari petugas mean
kesehatan di puskesmas
Gunung Sugih 1 = puas , jika
skor jawaban
Meliputi : > mean

1. Tangible (fisik/bukti
langsung)

2. Reliability
(kemampuan)

3. Responsiveness
(daya tanggap)

4. Assurance (jaminan)

5. Empahaty
(kepedulian)
36

3.4 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari penelitian yang

kebenarannya masih harus diteliti lebih lanjut (Arikunto, 2002). Berdasarkan

kerangka kerja diatas penulis mengajukan hipotesis yaitu:

Ada hubungan perilaku petugas pemberi pelayanan dengan tingkat kepuasan

pasien Jamkesda di Puskesmas Gunung Sugih Kecamatan Gunung Sugih

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012


37

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, untuk melihat hubungan

perilaku petugas pemberi pelayanan dengan kepuasaan pasien jamkesda di

Puskesmas Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan satuan analisis yang merupakan sasaran

penelitian (Gulo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien

peserta jamkesda yang berkunjung ke Puskesmas Gunung Sugih. Dengan

rata-rata kunjungan sebanyak 15 pasien perhari. Dari perolehan data

tersebut maka dapat disimpulkan jumlah populasi pada sepanjang 1 bulan

sebanyak 375 pasien

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi yang diteliti (Sugiono, 2006). Sampel yang digunakan dalam

31
38

penelitian ini adalah pasien peserta Jamkesda yang berkunjung ke

Puskesmas Gunung Sugih di Bulan Maret 2012. Cara pengambilan sampel

dengan menggunakan tekhik non random sampling (Quota Sampling).

Menurut Notoatmodjo (2005), Populasi kecil atau lebih kecil dari

10.000 dapat menggunakan rumus estimasi proporsi menurut solvin sebagai

berikut :

Rumus

Keterangan :

n = Banyaknya unit sampel

N = Banyaknya unit populasi

d = Taraf nyata 0.05

1 = Bilangan konstan

Berdasarkan hasil survey sebelumnya bahwa pasien jamkesda yang

datang di Puskesmas Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah rata-rata

15 pasien perhari

Sehingga didapatkan sampel sebanyak:


n = 375 = 194
1+ 375 (0,05 2 )
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan misalnya sampel drof

out maka jumlah sampel ditambahkan 10% sehingga jumlah sampel yang

sesungguhnya adalah 194 responden ditambah 19 menjadi 213 responden.


39

4.3 Pengumpulan Data

4.3.1 Sumber Data

Pengumpulan data (primer) dari responden menggunakan instrumen

kuesioner dan melalui wawancara langsung dengan enomerator puskesmas.

Responden untuk kepuasan pasien adalah pasien peserta jaminan kesehatan

daerah (Jamkesda) yang berkunjung di Puskesmas Gunung Sugih,

Kabupaten Lampung Tengah dengan kriteria bukan pasien baru, pasien TB

paru, dan pasien dengan usia 18 tahun kebawah tidak diikutsertakan karena

dianggap belum bisa memberikan jawaban yang tepat dalam menilai

kepuasan.

4.3.2 Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner

sebagai pedoman wawancara.

Kuesioner yang digunakan merupakan hasil modifikasi yang dikembangkan

Rusminarni (2010). Pertanyaan terdiri dari 4 (Empat) bagian yaitu, Persepsi

responden terhadap kualitas pelayanan kesehatan, Persepsi pasien terhadap

tenaga kesehatan, Penilaian pengalaman responden terhadap pelayanan yg

dibutuhkan, penilaian harapan responden terhadap pelayanan kesehatan

yang diberikan.

4.4 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpulkan akan di olah secara manual kemudian

dilanjutkan dengan menggunakan program komputer

Tahap-tahap pengolahan data adalah sebagai berikut :


40

4.4.1 Editing Data

Tahap ini dilakukan untuk pembersihan data yang terkumpul seperti

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi setiap

jawaban dari setiap kuesioner

4.4.2 Pengkodean Data

Dimaksud untuk mempermudah pengolahan data yaitu dengan

pemberian kode pada setiap variabelnya

4.4.3 Entry Data

Data yang sudah melalui proses pengkodean selanjutnya dimasukan

ke dalam Program Statistical Product and Service Solutions (SPSS)

untuk di lakukan analisa

4.4.4 Cleaning Data

Cleaning data adalah kegiatan membersihkan data dari hal-hal yang

tidak perlu atau diperkirakan dapat mengacaukan analisa data

4.6 Analisa Data


Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisa secara
4.6.1 Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variable

dependen dan variable independent. Data yang terkumpul dalam penelitian

ini akan diolah dengan menggunakan computer. Untuk data numerik

digunakan nilai mean (rata-rata), median, standar deviasi dan inter kuartil

range, minimal dan maksimal. Pada data kategorik peringkasan data hanya
41

menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi

(Hastono, 2001).

4.6.2 Analisis Bivariat

Yaitu analisis data yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan pengujian statistik dengan χ²/Chi Square

(Hastono, 2001):

Keputusan Uji Statistik

- Jika hasil perhitungan menghasilkan nilai p value ≤ nilai alpha (0,05), maka

ada hubungan antara variabel independen dengan dependen.

- Jika hasil perhitungan menghasilkan nilai p value > nilai alpha (0,05), maka

tidak ada hubungan antara variabel independen dengan dependen.


42

Anda mungkin juga menyukai