Anda di halaman 1dari 109

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN

KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS


RAJABASA INDAH KOTA BANDAR LAMPUNG
MEI TAHUN 2020

OLEH:
IMRONAH
NIP: 196504271987032006

UPT PUSKESMAS RAJABASA INDAH


KOTA BANDAR LAMPUNG
MEI 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

ii
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD
Pada Akseptor KB Di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung
Mei Tahun 2020

ABSTRAK

Cakupan Peserta KB aktif di provinsi Lampung tahun 2015 mencapai 71,14%, dengan
cakupan Peserta KB aktif terendah di Kota Bandar Lampung yaitu 68.18%,
Puskesmas Rajabasa memiliki pencapaian KB aktif sebayak 3.570 akseptor, dengan
penggunaan IUD 709 (19,85%). Tujuan penelitian adalah diketahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di Puskesmas
Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Mei Tahun 2020.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan desain case control


atau retrospective study. Populasi pada penelitian ini adalah akseptor KB IUD di
Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Periode Januari - Maret 2020.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 kasus dan 40 kontrol atau
sebanyak 80 responden. Analisis bivariate menggunakan uji Chi Square.

Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi responden yang berumur ≤ 35 tahun


58,8%, berpendidikan SD/SMP 53,8%, sosial ekonomi rendah 57,5%, paritas ≤ 2
orang 55,0%, pengetahuan tidak baik 67,5%, persepsi tidak baik 70,0%, dukungan
suami tidak baik 58,8%, dukungan nakes tidak baik 56,2%. Ada hubungan umur (p
value 0,023. OR 3,2), pendidikan (p value 0,007. OR 3,9), sosial ekonomi (p value
0,001. OR 5,7), paritas (p value 0,001 OR 4,4 ), pengetahuan (p value 0,002. OR 5,7),
persepsi (p value 0,002 OR 3,48 ), dukungan suami (p value 0,002. OR 3,22),
dukungan tenaga kesehatan (p value 0,024. OR 3,2) dengan pemilihan kontrasepsi IUD
pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020.
Saran bagi perbaikan adalah dengan meningkatkan informasi tentang kontrasepsi IUD
sehingga responden mampu memilih alat kontrasepsi yang efektif dan sesuai dengan
kondisinya.

Kata Kunci : Faktor, IUD


Kepustakaan : 32 (2002 - 2017)

iii
KATA PENGANTAR

iv
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul..................................................................................................... i
Halaman Persetujuan .......................................................................................... ii
Abstrak................................................................................................................. iii
Kata Pengantar..................................................................................................... iv
Daftar Isi.............................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 7
1. Tujuan Umum ........................................................................................ 7
2. Tujuan Khusus......................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian........................................................................................ 8
E. Ruang Lingkup.............................................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Intra Uterine Device (IUD)........................................................................... 10
B. Perilaku ........................................................................................................ 25
C. Umur ............................................................................................................ 27
D. Pendidikan..................................................................................................... 30
E. Sosial Ekonomi............................................................................................. 30
F. Paritas............................................................................................................ 33
G. Persepsi......................................................................................................... 33
H. Pengetahuan.................................................................................................. 37
I. Dukungan Keluarga...................................................................................... 42
J. Dukungan petugas kesehatan........................................................................ 44
K. Kerangka Teori.............................................................................................. 45
L. Kerangka Konsep.......................................................................................... 47
M. Hipotesis........................................................................................................ 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian.............................................................................................. 49
B. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 49
C. Rancangan Penelitian.................................................................................... 49
D. Subjek Penelitian........................................................................................... 50
E. Variabel Penelitian........................................................................................ 51
F. Definisi Operasional...................................................................................... 51
G. Pengumpulan Data........................................................................................ 52
H. Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................................................... 52

v
I. Pengolahan Data............................................................................................ 53
J. Analisis Data................................................................................................. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian............................................................................................. 56
B. Pembahasan................................................................................................... 66

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


A.Simpulan ......................................................................................................... 91
B. Saran............................................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah

besar. Lebih dari 220 juta wanita di dunia ingin merencanakan keluarga dan

masa depan mereka tetapi tidak menggunakan metode kontrasepsi modern.

Memenuhi kebutuhan mereka akan kontrasepsi dapat menurunkan tingkat

kehamilan yang tidak diinginkan, kematian ibu (perempuan meninggal karena

hamil/melahirkan) dan kematian bayi – semuanya adalah target yang tercakup

dalam Sustainable Development Goals (SDGs) (ICFP, 2016).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada tahun 2015

tercatat ada 305 ibu meninggal per 100 ribu orang. Rata-rata kematian ini

turun dibanding hasil SDKI 2012 yang mencapai 359 per 100 ribu (SDKI,

2012). Tujuan Pembangunan Millenium (Millenuim Development Goals)

2000-2015 dan sekarang dilanjutkan dengan SDGs 2015-2030 berkomitmen

untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi

(AKB). SDGs mempunyai 17 tujuan dan 169 target, tujuan pertama, kedua

dan ketiga berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan tujuan yang

berhubungan dengan penurunan AKI adalah tujuan yang ketiga yaitu dengan

target penurunan AKI sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup (KH), AKB 12

per 1.000 KH. Terlebih bila dibandingkan dengan AKI di negara-negara

ASEAN, AKI di Indonesia 3-6 kali lipat jumlahnya. Sedangkan bila

1
2

dibandingkan dengan AKI di Negara maju, jumlah AKI di Indonesia 50 kali

lipatnya (Kemenkes RI, 2017).

Hasil pertemuan International Conference Family Planning (ICFP) pada

tahun 2016 telah menetapkan kebijakan dan strategi antara lain mendorong

pemerintah daerah untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi Keluarga

Berencana, serta menjadikan Keluarga Berencana sebagai program prioritas di

tiap Kota/Kabupaten di seluruh Tanah Air, dan para ibu semakin bijak dan

berdaya untuk menentukan kapan mereka akan mempunyai anak, juga

kelahiran yang aman sehingga ibu dan bayi mempunyai kesempatan terbaik

untuk hidup sehat.

Pemerintah Republik Indonesia melakukan berbagai upaya untuk

mempercepat pencapaian SDGs tahun 2030 khususnya menurunkan angka

kematian ibu dan bayi, dimulai tanggal 1 Maret 2015 Kementerian Kesehatan

meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat

(JKN-KIS). Maksud dan tujuan program ini adalah untuk meningkatkan

cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas

ibu oleh tenaga kesehatan, meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir

oleh tenaga kesehatan, meningkatkan program perencanaan persalinan dan

pencegahan komplikasi (P4K) pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru

lahir, serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif,

transparan, dan akuntabel, meningkatkan cakupan pelayanan kontrasepsi

pasca persalinan (JKN-KIS, 2014).


3

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga

Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga menyebutkan bahwa program

keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan

usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan,

dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang

berkualitas. Dalam pelaksanaannya, sasaran pelaksanaan program KB yaitu

Pasangan Usia Subur (PUS). Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan

suami-istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, yang istrinya berumur

antara 15 sampai dengan 49 tahun (Kemenkes RI, 2017).

Program KB memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu

melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta

menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan Usia Subur

(PUS). Sesuai dengan tuntutan perkembangan program, maka program KB

telah berkembang menjadi gerakan KB Nasional yang mencakup gerakan

masyarakat. Gerakan KB Nasional disiapkan untuk membangun keluarga

sejahtera dalam rangka membangun sumber daya manusia yang optimal,

dengan ciri semakin meningkatnya peran serta masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB.

Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2014-2019

adalah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)


4

seperti IUD (Intra Uterine Device), implant (susuk) dan sterilisasi. IUD

merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi non hormonal dan termasuk alat

kontrasepsi jangka panjang yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan.

Keuntungan pemakaian IUD yakni hanya memerlukan satu kali pemasangan

untuk jangka waktu yang lama dengan biaya yang relatif murah, aman karena

tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke seluruh tubuh, tidak

mempengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah IUD

dilepas (RPJM, 2015).

Berbagai Usaha di bidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok

pembangunan keluarga sejahtera telah di lakukan baik oleh pemerintah,

swasta, maupun masyarakat sendiri. Salah satunya dengan Menyosialisasikan

metode kontrasepsi terkini IUD oleh BKKBN (BKKBN, 2017).

Hasil prevalensi KB di Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia

Tahun 2016 mencapai angka 74.8%. Tiga provinsi yang memiliki persentase

tertinggi yaitu Maluku Utara sebesar 87,03%, Kepulauan Bangka Belitung

sebesar 83,92%, dan Sulawesi Utara sebesar 83,84%. Sedangkan capaian

terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 63,24%, Sumatera

Barat sebesar 63,73%, dan DKI Jakarta sebesar 67,46%. Dengan metode KB

yang didominasi oleh peserta KB suntikan (47.96%), pil KB (22,81%),

Implant (11,2%), IUD (10,61%), Kondom (3,23%) MOW (3.54%) dan MOP

(0,64%). Dengan metode kontrasepsi terpilih IUD (6.55%), Implant (13.3%),

MOW/MOP (0,98%), Suntik (34.35%), Pil (38.44%) dan Kondom (6.38%).


5

Sedangkan untuk provinsi Lampung cakupan Peserta KB aktif tahun 2015

mencapai 71,14%, lebih rendah dibandingkan dengan cakupan nasional.

Dengan cakupan Peserta KB aktif terendah di Kota Bandar Lampung yaitu

68.18%, disusul Kabupaten Tulang Bawang Barat 68,3% dan Kabupaten Way

Kanan 70,4%, sedangkan cakupan tertinggi di Kabupaten Pringsewu 74,71%

(Dinkes Provinsi Lampung, 2018).

Peserta KB aktif di Kota Bandar Lampung tahun 2019 sebesar 75.155.

Dengan Metode Kontrasepsi yang terbanyak adalah pil sebanyak 37.713

(51,1%), suntik sebanyak 29.659 (40,9%), IUD 1.551 (2,14%), implant 1.311

(1,8%), MOP/MOW 241 (0,33%), kondom 1.881 (2,61%), dan untuk

pencapaian penggunaan kontrasepsi di Kecamatan Rajabasa mencapai 8.693

dengan metode kontrasepsi terpilih IUD 613 (7,1%), MOP/MOA 7 (0.09%),

Implan 30 (0.38%), suntik 2.651 (33.6%), Pil 4.879 (61.83%), Kondom 265

(3.36%).

Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD tidak

terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Teori

Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012) adalah

faktor predisposisi atau predisposing (pengetahuan, pendidikan, paritas,

kepercayaan, nilai dan sikap), faktor pemungkin atau enabling factors

(ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan,

keterjangkauan sumber daya kesehatan) dan faktor pendorong atau


6

reinforcing factors (dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat,

tokoh agama, juga peran petugas kesehatan).

Pertimbangan akseptor dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi tidak

hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga kurangnya

pengetahuan tentang kesesuaian alat kontrasepsi dengan tujuan

penggunaannya (kebutuhan), persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi

tersebut, tempat pelayanan dan kontraindikasi dan alat kontrasepsi yang

bersangkutan. Pemahaman keluarga tentang kesehatan reproduksi termasuk

pemilihan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh pendidikan, pendapatan,

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, akses informasi dan ketersediaan

pelayanan kesehatan, serta tingkat pemahaman kesehatan reproduksi

(Indrawati, 2011)

Melalui penelitian Nawirah, Ikhsan dan Rahma (2012) menunjukkan ada

hubungan umur dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p=0,000< a=0,05), ada

hubungan tingkat pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi IUD(p=0,000<

a=0,05), dan efek samping dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p=0,000 <

a=0,05) sedangkan jumlah anak tidak berhubungan dengan pemilihan

kontrasepsi IUD (p=0,248>a=0,05). Selain itu penelitian Liando, Runkat dan

Manueke (2013) menunjukkan ada hubungan antara pendidikan, dan

dukungan suami dengan penggunaan AKDR di Kelurahan Pangolombian

Kecamatan Tomohon Selatan, Tidak ada hubungan antara paritas dengan

penggunaan AKDR di Kelurahan Pangolombian Kecamatan Tomohon


7

Selatan, dan penelitian Saragih (2014) menunjukkan 84.2% responden tidak

memiliki keinginan untuk menggunakan IUD dan 15.8% responden ada

keinginan. Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi

pemilihan IUD adalah sosial budaya (p = 0.012) dan rasa aman (p = 0.022).

Uji regresi logistik menunjukkan faktor dominan mempengaruhi pemilihan

IUD ialah rasa aman dengan nilai p = 0.009 (OR = 3.905 dan 1.373).

Hasil wawancara pada 10 ibu bersalin memperlihatkan bahwa 8 ibu tidak

menggunakan IUD karena belum mengetahui tentang IUD dan suami tidak

mengijinkan untuk menggunakan IUD, 2 ibu sudah mengetahui tentang IUD

dan sudah pernah memakai IUD.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: “faktor-faktor apa sajakah yang

berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di

Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Mei Tahun 2020?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi

IUD pada akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar

Lampung Mei Tahun 2020.


8

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi umur, pendidikan, sosial ekonomi,

paritas, tingkat pengetahuan, persepsi, dukungan suami, dukungan

petugas kesehatan dan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di

Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Mei Tahun 2020.

b. Diketahui hubungan umur, pendidikan, sosial ekonomi, paritas, tingkat

pengetahuan, persepsi, dukungan suami, dan dukungan petugas

kesehatan dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di

Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Mei Tahun 2020

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritik

Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan masukan untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya khususnya tentang pemilihan

kontrasepsi IUD pada akseptor KB.

2. Aplikatif

a. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan dapat menjadi masukan dalam memberikan informasi

tentang pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB, sehingga dapat

memberikan masukan yang tepat bagi pasangan usia subur dalam

menggunakan alat kontrasepsi.


9

b. Bagi Stakeholder

1) Sebagai bahan informasi untuk menyusun strategi operasional serta

pemasaran sosial dalam upaya mengembangkan program keluarga

berencana.

2) Sebagai program prosedur tindakan pelayanan dan promosi

kesehatan tentang keluarga berencana.

3) Sebagai bahan masukan dan evaluasi guna meningkatkan

pelayanan kontrasepsi IUD demi terciptanya metode kontrasepsi

efektif dan berjangka panjang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan case control dengan objek

penelitian ini adalah pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB. Sasaran

dalam penelitian ini adalah akseptor KB. Lokasi penelitian ini dilakukan di

Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung dan penelitian ini

dilakukan bulan pada bulan Mei 2020. Variabel independen yang diteliti

adalah umur, pendidikan, sosial ekonomi, paritas, tingkat pengetahuan,

persepsi, dukungan suami, dan dukungan petugas kesehatan sedangkan

variabel dependennya yaitu pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB.


10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Intra Uterine Device (IUD)

1. Pengertian

IUD (Intra Uterine Device) adalah atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR) merupakan alat kontrasepsi terbuat dari plastik yang flesibel

dipasang dalam rahim. Kontrasepsi yang paling ideal untuk ibu pasca

persalinan dan menyusui adalah tidak menekan produksi ASI yakni Alat

Kontarsepsi Dalam rahim (AKDR)/Intra Uterine Device (IUD), suntikan

KB yang 3 bulan, minipil dan kondom (BKKBN, 2014).

Ibu perlu ikut KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi

(minimal 3-5 tahun) dan punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak

dan keluarga. Kontrasepsi yang dapat digunakan pada pasca persalinan

dan paling potensi untuk mencegah mis opportunity berKB adalah Alat

Kontrasepsi Dalam rahim (AKDR) atau IUD pasca plasenta, yakni

pemasangan dalam 10 menit pertama sampai 48 jam setelah plasenta lahir

(atau sebelum pengecilan uterus/rahim pada pasca persalinan dan pasca

keguguran di fasilitas kesehatan, dari ANC sampai dengan persalinan terus

diberikan penyuluhan pemilihan metode kontrasepsi. Sehingga ibu yang

setelah bersalin atau keguguran, pulang ke rumah sudah menggunakan

salah satu kontrasepsi (BKKBN, 2014).

10
11

2. Jenis-jenis IUD

Menurut Arum (2011) jenis-jenis Intra Uterine Device (IUD) adalah

sebagai berikut:

a. IUD CuT-380 A

Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf

T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

b. IUD lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)

Menurut Hartanto (2008) IUD yang banyak dipakai di Indonesia

dewasa ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis

Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.

4) Lippes Loop

IUD Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral,

pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang

menjadikannya radio opaque pada pemeriksaan dengan sinar-X.

Menurut Proverawati (2010) IUD Lippes Loop bentuknya seperti

spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan

dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis

yang berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari

Lippes Loops adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Jenis dan Ukuran Lippes Loops

Macam Loop Panjang Berat Warna Benang


LL A 22,5 cm 290 mgr Hitam
LL B 27,5 cm 526 mgr Biru
LL C 30,0 cm 615 mgr Kuning
LL D 30,0 cm 709 mgr Putih
12

IUD jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang rendah.

Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang

menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari

bahan plastik (Proverawati, 2010).

5) Cu T 380 A

IUD Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T

dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang

tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian

tengahnya masing-masing mengandung 68,7 mg tembaga, dengan

luas permukaan 380 ± 23m2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan

bagian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian

ujung bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai

kontrol dan untuk mengeluarkan IUD.

6) Multiload 375

IUD Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan

mempunyai luas permukaan 250 mm2 atau panjang 375 mm2 kawat

halus tembaga yang membalut batang vertikalnya untuk menambah

efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small,

dan mini. Bagian lengannya didesain sedemikian rupa sehingga

lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.


13

7) Nova – T

IUD Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan

bagian lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak

menimbulkan luka pada jaringan setempat pada saat dipasang.

8) Cooper-7

IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan

pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal

32 mm2 dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang

mempunyai luas permukaan 200 mm2 fungsinya sama seperti

halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T (Proverawati,

2010).

Gambar 2.1. Jenis-Jenis IUD

Jenis kontrasepsi IUD pasca salin aman dengan menggunakan IUD

Cu T (copper T), sedangkan jenis non copper memerlukan

penundaan sampai 6 minggu sehingga tidak cocok untuk pasca

salin (BKKBN, 2014).


14

Menurut Suparyanto (2011) IUD terdiri dari IUD hormonal dan non

hormonal.

a. IUD Non-hormonal

Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-

puluh macam IUD telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama

yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik

(polietilen) baik yang ditambah obat atau tidak.

1) Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi 2:

a) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT,

Cu-7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.

b) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon,

dan Graten ber-ring.

2) Menurut Tambahan atau Metal

a) Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T

220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T

380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun),

ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD

angka yang tertera di belakang IUD menunjukkan luasnya

kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220

berarti tembaga adalah 220 mm2. Cara insersi: Withdrawal.

b) Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T

Coil, Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes

Loop dapat dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai


15

menopause, sepanjang tidak ada keluhan persoalan bagi

akseptornya. IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini

dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis

Medicated Cu T, Cu-7, Multiload dan Nova-T.

b. IUD yang mengandung hormonal

1) Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan

dilakukan dengan teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).

a) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor

warna hitam.

b) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan

65 µg progesteron setiap hari.

c) Tabung insersinya berbentuk lengkung.

2) Mirena

Mirena adalah IUD yang terbuat dari plastik, berukuran kecil,

lembut, fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel

dalam rahim. Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32 mm

berbentuk T yang diresapi dengan barium sulfat yang membuat

mirena dapat terdeteksi dalam pemeriksaan rontgen. Mirena berisi

sebuah reservoir silindris, melilit batang vertikal, berisi 52 mg

levonorgestrel (LNG). Setelah penempatan dalam rahim, LNG

dilepaskan dalam dosis kecil (20 g/hari pada awalnya dan

menurun menjadi sekitar 10 g/hari setelah 5 tahun) melalui

membrane polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan


16

hormon yang rendah menyebabkan efek sampingnya rendah.

Keunggulan dari IUD ini adalah efektivitasnya tinggi, dengan

tingkat kesakitan lebih pendek dan lebih ringan. Mirena merupakan

sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita yang tidak dapat

mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya. Mengurangi frekuensi

ovulasi (Rosa, 2012).

Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir

serviks. Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat

perjalanan sperma untuk bertemu sel telur. Menipiskan

endometrium, lapisan dinding rahim yang dapat mengurangi

kemungkinan implantasi embrio pada endometrium. Setelah

mirena dipasang 3 sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin

menjadi tidak teratur. Mirena dapat dilepas dan fertilitas dapat

kembali dengan segera (Rosa, 2012)

3. Keuntungan IUD

Keuntungan menggunakan IUD adalah sebagai berikut (Proverawati,

2010):

a. Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi

b. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun

pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

c. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

d. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak

perlu diganti)
17

e. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat

f. Tidak memengaruhi hubungan seksual

g. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil

h. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD (CuT-380 A).

i. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI

j. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus

(apabila tidak terjadi infeksi).

k. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid

terakhir)

l. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan

m. Mencegah kehamilan ektopik

4. Kerugian IUD

Kerugian penggunaan alat kontrasepsi IUD adalah sebagai berikut:

(Proverawati dkk, 2010)

a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan

berkurang setelah 3 bulan)

b. Haid lebih lama dan banyak

c. Perdarahan (spotting antar menstruasi)

d. Saat haid lebih sedikit

5. Indikasi/Persyaratan Pemakaian IUD

Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan IUD adalah sebagai

berikut:
18

a. Usia reproduktif

b. Keadaan multipara

c. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang

d. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi

e. Tidak menyusui bayinya

f. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi

g. Risiko rendah dari IMS

h. Tidak menghendaki metode hormonal

i. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari

6. Waktu Pemasangan IUD

IUD pasca plasenta aman dan efektif, tetapi tingkat ekspulsinya lebih

tinggi dibandingkan ekspulsi ≥4 minggu pasca persalinan. Eskpulsi dapat

diturunkan dengan cara melakukan insersi IUD dalam 10 menit setelah

ekspulsi plasenta, memastikan insersi mencapai fundus uteri, dan

dikerjakan oleh tenaga medis dan paramedis yang terlatih dan

berpengalaman. Jika 48 jam pasca persalinan telah lewat, insersi IUD

ditunda sampai 4 minggu atau lebih pasca persalinan. IUD 4 minggu pasca

persalinan aman dengan menggunakan IUD copper T, sedangkan jenis non

copper memerlukan penundaan sampai 6 minggu pasca persalinan.

Pelayanan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh bidan, mengacu pada

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang ijin dan

penyelenggaraan praktik bidan:


19

Pasal 18

Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan

untuk memberikan:

a. pelayanan kesehatan ibu;

b. pelayanan kesehatan anak; dan

c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 19

(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf

a diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan,

masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.

(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

pelayanan:

a. konseling pada masa sebelum hamil;

b. antenatal pada kehamilan normal;

c. persalinan normal;

d. ibu nifas normal;

e. ibu menyusui; dan

f. konseling pada masa antara dua kehamilan.

(3) Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), Bidan berwenang melakukan:

a. episiotomi;

b. pertolongan persalinan normal;

c. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;


20

d. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

e. pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil;

f. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

g. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu

eksklusif;

h. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

postpartum;

i. penyuluhan dan konseling;

j. bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan

k. pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.

7. Cara Kerja IUD

Mekanisme kerja yang pasti dari kontrasepsi IUD belum diketahui. Ada

beberapa mekanisme kerja kontrasepsi IUD yang telah diajukan :

a. Timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri

sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping

itu, dengan munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant

cells, sel mononuklear dan sel plasma yang dapat mengakibatkan lisis

dari spermatozoa atau ovum dan blastokista.

b. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan

terhambatnya implantasi.

c. Gangguan atau terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di

dalam endometrium.

d. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.


21

e. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri (Hartanto, 2013).

Menurut Saifuddin, dkk (2012) cara kerja pemasangan IUD adalah

sebagai berikut:

d. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falofii.

e. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

f. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun

IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi

perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.

g. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

8. Pemasangan IUD

IUD dapat dipasang dalam keadaan berikut:

a. Sewaktu haid sedang berlangsung

Dilakukan pada hari-hari pertama atau pada hari-hari terakhir haid.

Keuntungan IUD pada waktu ini antara lain ialah :

1) Pemasangan lebih mudah oleh karena serviks pada waktu itu agak

terbuka dan lembek.

2) Rasa nyeri tidak seberapa keras.

3) Perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa

dirasakan.

4) Kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil

tidak ada.
22

Kerugian IUD pada waktu haid sedang berlangsung antara lain :

1) Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila pemasangan dilakukan saat

haid.

2) Dilatasi canalis cervikal adalah sama pada saat haid maupun pada

saat mid -siklus (Hartanto, 2013).

b. Sewaktu pasca salin

Bila pemasangan IUD tidak dilakukan dalam waktu seminggu setelah

bersalin, sebaiknya IUD ditangguhkan sampai 6-8 minggu postpartum

oleh karena jika pemasangan IUD dilakukan antara minggu kedua dan

minggu keenam setelah partus, bahaya perforasi atau ekspulsi lebih

besar.

c. Sewaktu post abortum

Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi

fisiologi dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Tetapi, septic

abortion merupakan kontraindikasi.

d. Beberapa hari setelah haid terakhir

Dalam hal yang terakhir ini wanita yang bersangkutan dilarang untuk

bersenggama sebelum IUD dipasang. Sebelum pemasangan IUD

dilakukan, sebaiknya diperlihatkan kepada akseptor bentuk IUD yang

dipasang, dan bagaimana IUD tersebut terletak dalam uterus setelah

terpasang. Dijelaskan bahwa kemungkinan terjadinya efek samping

seperti perdarahan, rasa sakit, IUD keluar sendiri (Sarwono, 2015).


23

Adapun langkah-langkah pemasangan IUD Copper T 380 A, adalah:

g. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan

klien mengajukan pertanyaan. Sampaikan kepada klien kemungkinan

akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan

dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut

dan pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya

h. Periksa genitalia eksterna, untuk mengetahui adanya ulkus,

pembengkakan pada kelenjar Bartolin dan kelenjar skene, lalu lakukan

pemeriksaan spekulum dan panggul.

i. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi

j. Masukkan lengan IUD Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya

k. Masukkan spekulum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan

antiseptik dan gunakan tenakulum untuk menjepit serviks

l. Masukkan sonde uterus

m. Lakukan pemasangan IUD Copper T 380 A

n. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi sebelum melepas sarung

tangan dan bersihkan permukaan yang terkontaminasi

o. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera

setelah selesai dipakai.

p. Mengajarkan kepada klien bagaimana memeriksa benang IUD (dengan

menggunakan model yang tersedia.

q. Menyarankan klien agar menunggu selama 15-30 menit setelah

pemasangan IUD.
24

9. Pencabutan IUD

Menurut Saifuddin (2006) langkah-langkah pencabutan IUD sebagai

berikut:

a. Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan

mempersilahkan klien untuk bertanya.

b. Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang IUD

c. Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali

d. Mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan.

Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas panjang, dan

memberitahu mungkin timbul rasa sakit.

1) Pencabutan normal

Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau

lengkung yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan

tarik benang pelan-pelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR

biasanya dapat dicabut dengan mudah. Untuk mencegah

benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR

dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik, maka jepit

ujung AKDR tersebut dan tarik keluar.

2) Pencabutan sulit

Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis

dengan menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak

ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem atau alat

pencabut AKDR ke dalam kavum uteri untuk menjepit benang


25

AKDR itu sendiri. Bila sebagian AKDR sudah ditarik keluar tetapi

kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis

servikalis, putar klem pelan-pelan sambil tetap menarik selama

klien tidak mengeluh sakit. Bila dari pemeriksaan bimanual

didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis servikal sangat

tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan

tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelan-pelan dan hati-hati,

sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga yang besar.

B. Perilaku

1. Konsep Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku pada hakekatnya

adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2012). Oleh

sebab itu perilaku mempunyai batangan yang luas meliputi: berjalan,

berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain lain. Bahkan kegiatan internal

(internal activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan

perilaku.

Perilaku dan gejala perilaku yang nampak pada kegiatan organisme

dipengaruhi oleh faktor genetic (keturunan) dan lingkungan. Secara umum

dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan ini merupakan

penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk perilaku manusia. Faktor

keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk

pengembangan perilaku mahluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan


26

lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Suatu

mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka

terbentuknya perilaku disebut “proses belajar” (Notoatmodjo, 2012).

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku

Menurut L. Green (2005) dalam Notoatmodjo (2012) perilaku dilakukan

atau dibentuk oleh tiga faktor, yaitu:

a. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Adalah faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan motivasi

atau perilaku yang meliputi: pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi yang

berhubungan dengan motivasi individu untuk berprilaku. Faktor yang lain

adalah variabel demografi seperti status social, ekonomi, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga.

b. Faktor pemungkin (enabling factor)

Adalah faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga motivasi dan

pikiran menjadi kenyataan. Wujud dari faktor pendukung ini adalah seperti

lingkungan dan sumber-sumber yang ada di masyarakat, seperti:

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat.

c. Faktor Penguat (reinforcing factor)

Adalah faktor yang mendukung timbulnya perilaku yang berasal dari

orang lain, seperti keluarga, teman sebaya, guru dan petugas kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan


27

diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyakat, tokoh agama

dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Untuk perilaku

sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan

sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan di perlukan perilaku

contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas

lebih-lebih para petugas kesehatan. Oleh sebab itu, intervensi pendidikan

(promosi) dimulai dengan mendiagnosis tiga factor tersebut. Pendekatan

ini disebut Precede, yaitu Predisposing, Reinforcing and Enabling cause

in educational dioagnosis and evaluation.

Apabila konsep belum menjelaskan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi

oleh keempat faktor yaitu lingkungan, perlaku, pelayanan kesehatan dan

keturunan (herediter), maka promosi kesehatan adalah sebuah intervensi

terhadap faktor perilaku, maka kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan

sebagai hubungan status kesehatan perilaku dan pendidikan atau promosi

kesehatan.

C. Umur

Menurut Hartanto (2013), ada beberapa fase umur yang sebaiknya

menggunakan alat kontrasepsi adalah sebagai berikut:

1. Fase Menunda Perkawinan/kehamilan

Fase menunda kehamilan bagi Pasangan Usia Subur (PUS) dengan usia

istri kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilan. Alasan

menunda/mencegah kehamilan:
28

a. Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai

anak dahulu karena berbagai alasan

b. Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral, karena peserta masih muda

c. Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda

masih tinggi frekuensi bersenggamanya, sehingga akan mempunyai

kegagalan tinggi

d. Penggunaan IUD mini bagi yang belum mempunyai anak pada masa

ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan kontraindikasi

terhadap pil oral

Prioritas kontrasepsi yang dipakai:

a. Pil

b. AKDR

c. Cara sederhana (kondom, spermisida)

2. Fase Menjarangkan Kehamilan

Periode usia istri antara 20-30/35 tahun merupakan periode usia paling

baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara

kelahiran adalah 2-4 tahun. Alasan menjarangkan kehamilan:

a. Umur antara 20-30 tahun merupakan usia yang terbaik untuk

mengandung dan melahirkan.

b. Segera setelah anak pertama lahir maka dianjurkan untuk memakai

IUD sebagai pilihan utama.


29

c. Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi namun disini

tidak/kurang berbahaya karena yang bersangkutan berada pada usia

mengandung dan melahirkan yang baik.

d. Disini kegagalan kontrasepsi bukanlah kegagalan program.

Prioritas kontrasepsi yang dipakai:

a. AKDR

b. Suntikan

c. Mini pil

d. Pil

e. Cara sederhana

f. Norplant

g. Kontap (jika > 30 tahun)

3. Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan

Periode umur istri diatas 30 tahun terutama diatas 35 tahun, sebaiknya

mengakhiri kesuburan setelah 2 orang anak. Alasan mengakhiri

kesuburan:

a. Ibu-ibu dengan usia diatas 30 tahun dianjurkan untuk tidak hamil/tidak

punya anak lagi karena alasan medis dan alasan lainnya.

b. Pilihan utama kontrasepsi mantap.

c. Pil oral kurang dianjurkan karena usia ibu yang relatif tua dan

mempunyai kemungkinan timbulnya akibat sampingan dan

komplikasi.

Prioritas kontrasepsi yang dipakai:


30

a. Kontap

b. AKDR

c. Norplant

d. Suntikan

e. Mini pil

f. Pil

g. Cara sederhana

D. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang meningkat. Tingkat pendidikan berpengaruh

terhadap keinginan seseorang dan pasangan untuk menentukan jumlah anak

(Saskara, Ida, & Marhaeni, 2015). Tingkat pendidikan masyarakat sebagai

landasan utama dalam memahami masalah keluarga berencana dan alat

kontrasepsi sangat menentukan keberhasilan program BKKBN. Pendidikan

merupakan sarana utama dan suksesnya tujuan pelaksanaan keluarga

berencana. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan

kualitas hidup. Ushie, (2011) dalam Saskara, Ida, & Marhaeni (2015)

menyatakan, bahwa wanita berpendidikan tinggi berkeinginan memiliki

sedikit anak dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.

E. Sosial Ekonomi
31

Menurut Tjitoherijanto (2008) dalam Wulandari F.I. (2013), Pendapatan

adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak

lain maupun dari hasil sendiri. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah

pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Pendapatan

dapat terbagi dalam 3 jenis, yaitu:

1. Upper class (Tingkat Atas)

Mereka yang berada pada lapisan ini umumnya tingkat pendapatannya

tinggi, mereka juga memiliki benda-benda berharga seperti uang, tanah

luas, mobil dan sebagainya. Pekerjaannya seperti wiraswasta, manager,

banker, dan sebagainya. Berdasarkan penetapan Upah Minimum

Kabupaten (UMK) Kota Bandar Lampung Tahun 2020 sebesar

Rp 2.263.390,87 tiap bulannya sehingga besarnya pendapatan lapisan

ekonomi kelas atas 3x diatas UMK.

2. Middle class (Menegah)

Keluarga pada lapisan ini tingkat pendapatannya cukup untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi kepemilikan barang-barang berharga

hanya sebagai tabungan. Pekerjaannya berupa perdagangan, pegawai,

negri dan sebagainya. Pada lapisan ekonomi tingkat menengah besar

pendapatan perbulannya 2x diatas Upah Minimum Kabupaten (UMK).

3. Lower class (Tingkat bawah)

Keluarga pada lapisan ini tingkat pendapatannya rendah dan tidak tetap

karena pekerjaan mereka juga tidak tetap. Pekerjaannya meliputi buruh,

pedagang kecil dan sebagainya. Pada lapisan ekonomi tingkat bawah,


32

besar pendapatan perbulannya kurang atau sama dengan Upah Minimum

Kabupaten (UMK).

Tingkat pendapatan keluarga berpengaruh terhadap penggunaan alat

kontrasepsi, ibu dengan tingkat penghasilan yang tinggi akan cenderung

menyisihkan sebagian penghasilannya untuk melakukan KB yang notabene

masih berbayar. Sedangkan ibu yang berpenghasilan rendah akan memilih alat

kontrasepsi yang lebih ekonomis bahkan ada yang tidak melakukan KB karena

terkendala biaya.

Hasil penelitian oleh Wulandari & Hastuti (2013) terdapat hubungan

yang signifikan tingkat pendapatan keluarga dengan pemilihan jenis alat

kontrasepsi suntik di BPM Puji Utomo Desa Kedung Jeruk, Kecamatan

Mojogedang Kabupaten Karanganyar. Wulandari & Hastuti (2013)

Menyatakan, bahwa penggunaan alat kontrasepsi memerlukan sejumlah biaya

untuk memperoleh dan menggunakannya. Pengguna alat kontrasepsi yang

efektif mengurangi ketidakpastian tentang kapan melahirkan anak dan

memberi kesempatan untuk memanfaatkan waktu dan tenaga pada peran

ekonomi dalam keluarga. Besarnya biaya untuk mendapatkan alat atau cara

KB berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi pendapatan keluarga. Untuk

memenuhi kebutuhan ber-KB keluarga akan menyesuaikan dalam memilih

alat atau cara KB sesuai dengan tingkat kemampuannya. Besar biaya, selain

terkait erat dengan kemampuan ekonomi suatu keluarga, juga berhubungan

dengan jenis tempat memperoleh alat/cara KB salah satunya alat kontrasepsi

suntik yang lebih ekonomis (BKKBN, 2013).


33

F. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu. Paritas

sangat berpengaruh sekali terhadap penerimaan seseorang terhadap

pengetahuan, dimana semakin banyak pengalaman seorang ibu maka

penerimaan akan semakin mudah (Nursalam, 2013). Menurut penelitian

sebelumnya dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan

pemilihan kontrasepsi hormonal pada WUS. Penelitian lain juga mengatakan

bahwa dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara variabel jumlah anak hidup dengan variabel pemakaian

kontrasepsi hormonal (Nintyasari & Kumalasari, 2014; Musdalifah, 2013) .

G. Persepsi

1. Definisi Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses

pengideraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu

melalui alat indera atau juga proses sensoris. Namun proses itu tidak

berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses

selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito, 2002). Sedangkan

menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan melampirkan pesan.


34

Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan

menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna

kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan

seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006).

Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh

setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik

lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman

(Thoha, 2011).

2. Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

Menurut Siagian (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

persepsi yaitu:

a. Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh

adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan,

minat, pengalaman dan harapan.

b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang,

benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi

persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi

persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan

lain-lain dari sasaran persepsi.

c. Faktor situasi, dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara

kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul.

Sementara menurut Walgito (2002) dalam persepsi individu

mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus mempunyai arti


35

individu yang bersangkutan dimana stimulus merupakan salah satu factor

yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan hal itu faktor-faktor yang

berperan dalam persepsi yaitu:

a. Adanya objek yang diamati

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor

stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera

(reseptor), dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai

syaraf penerima (sensori) yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera atau reseptor

Alat indera (reseptor) merupakan alat untuk menerima stimulus.

Disamping itu harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan

stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai

pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respon

diperlukan syaraf sensori.

c. Adanya perhatian

Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam

suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk persepsi.

Menurut Notoatmodjo (2012), ada banyak faktor yang akan menyebabkan

stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi

menjadi dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor

internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan

stimulus tersebut.
36

3. Pengukuran Persepsi

Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun

materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi

dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam sistem

angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode Self Report dan

pengukuran Involuntary Behavior.

a. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan

dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah

bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak

dapat mengetahui pendapat atau sikapnya.

b. Involuntary Behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat

dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran

sikap dipengaruhi kerelaan responden (Azzahy, 2008).

Jika merujuk pada pernyataan diatas, bahwa mengukur persepsi hampir

sama dengan mengukur sikap, maka skala sikap dapat dipakai atau

dimodifikasi untuk mengungkap persepsi sehingga dapat diketahui apakah

persepsi seseorang positif, atau negatif terhadap suatu hal atau obyek.

Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden

menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan

memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan empat

pilihan skala, yaitu untuk respon pernyataan positif nilai 1. Sangat tidak

setuju (STS), 2. Tidak setuju (TS), 3. Setuju (S), 4. Sangat setuju (SS)
37

sedangkan untuk respon negatif nilai 4. Sangat tidak setuju (STS), 3. Tidak

setuju (TS), 2. Setuju (S), 1. Sangat setuju (SS).

Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik

tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat skala

pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang

memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan "netral" tak

tersedia. Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan rumus standard

skala Likert t-test. Rumusnya adalah (Azwar, 2012):

Keterangan:

X = Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T

= Mean skor kelompok

s = Deviasi standar kelompok

Setelah dihitung dengan menggunakan rumus di atas, selanjutnya

diklasifikasikan menjadi: Favourable (positif) : jika hasil skor T ≥ 50 dan

Unfavourable (negatif) : jika hasil skor T < 50.

H. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh


38

melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).

Pengetahuan yang ada pada manusia tersebut bertujuan untuk dapat menjawab

permasalahan kehidupan manusia yang dihadapi sehari – hari dan digunakan

untuk kemudahan – kemudahan tertentu (Notoatmodjo, 2012).

1. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) penetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pemgetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,


39

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum–hukum,

rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen–komponen, tatapi masih didalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemapuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan

sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian–bagian didalam suatu bentuk kempuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi yang ada. Misalnya,

dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan–

rumusan yang telah ada.


40

f. Evaluasi (evaluasi)

Evaluasi berkaitan dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau

penilain terhadap suatu materi atau objek yang didasarkan pada suatu

keriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria

yang telah ada.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan

seseorang.

b. Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akab

mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan

seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun menurun dan tanpa adanya

pembuktuan terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi

pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu bersufat fositif maupun

negatif.
41

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan

buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang, namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia

akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber

informasi.

f. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat

alat tes/kuesioner tentang object pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya

dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing

pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian dilakukan

dengan cara menggunakan rumus persentase (Arikunto, 2006). Selanjutnya

prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan

sebagai berikut:

1. Baik : Nilai = 56-100%

2. Kurang : Nilai = 0-55%


42

I. Dukungan Keluarga

Menurut Dwi (2011), peran dan partisipasi suami/isteri dalam Keluarga

Berencana (KB) antara lain menyangkut:

1. Pemakaian alat kontrasepsi.

2. Tempat mendapatkan pelayanan.

3. Lama pemakaian

4. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi.

5. Siapa yang menggunakan kontrasepsi.

Dalam hal komunikasi, peran suami/isteri antara lain:

1. Suami/isteri memakai kontrasepsi.

2. Suami/isteri memakai kontrasepsi, tapi dibicarakan dengan suami.

3. Suami/isteri tidak memakai kontrasepsi, tapi tidak dibicarakan dengan

suami/isteri.

Dukungan keluarga dalam KB merupakan bentuk nyata dari kepedulian dan

tanggung jawab para pria. Dalam hal ini suami dalam mendukung dan

memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau

metode KB, dengan cara:

1. Bersama istri berupaya memperoleh informasi tentang KB atau

membicarakan alat kontrasepsi.

2. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan

keinginan dan kondisi istrinya.

3. Memahami petunjuk dokter/bidan/petugas kesehatan dalam pemakaian alat

kontrasepsi.
43

4. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar.

5. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau

rujukan.

6. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun

komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.

7. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti

tidak memuaskan.

8. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode

pantang berkala menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan tidak

memungkinkan.

9. Membiayai pengeluaran untuk kontrasepsi.

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penguat yang dapat

mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Aspek- aspek dukungan dari

keluarga (suami), yaitu: dukungan emosional, informasi, instrumental, dan

penghargaan (Friedman, 2010) serta dorongan terhadap ibu secara moral

maupun material, dimana dukungan suami mempengaruhi ibu untuk menjadi

akseptor Keluarga Berencana (KB). Friedman (1998) dalam Prasetyawati

(2011) cit Sulastri S & Nirmasari C, (2014) dukungan suami terdiri dari 4

bentuk, yaitu dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional.

Pada dukungan informasional suami ikut serta dalam mencarkan informasi

terkait KB. Pada dukungan penilaian suami ikut serta dalam berkonsultasi dan

memilih alat kontrasepsi yang digunakan. Pada dukungan instrumental suami

bersedia untuk mengantarkan ke tempat pelayanan untuk pemasangan dan


44

membiayainya. Pada dukungan emosional suami bersedia untuk membantu

istri dalam mencari pertolongan saat ada komplikasi. Selain itu, dukungan

emosional yang lain seperti mendorong adanya ungkapan perasaan,

memberikan nasehat atau informasi terkait alat kontrasepsi, dan menanyakan

kondisi setelah menggunakan alat kontrasepsi (Rafidah dan Wibowo, 2012)

Menurut Hartanto (2013), metode-metode kontrasepsi tertentu tidak dapat

dipakai tanpa kerja sama pihak suami, misalnya coitus interruptus, kondom,

spermisid. Metode Fertility Awareness atau metode “kesadaran akan fertilitas”

membutuhkan kerja sama dan saling percaya mempercayai antara pasangan

suami istri. Dilain pihak, IUD, pil-oral, suntikan kadang-kadang digunakan

oleh pihak istri tanpa sepengetahuan/dukungan suami.

J. Dukungan petugas kesehatan

Peran tenaga kesehatan yaitu memberikan informasi tentang KB, manfaat dan

pentingnya KB serta memberikan KIE yang jelas pada ibu dan keluarga dalam

melaksanakan pelayanan KB. Berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan

bahwa perilaku pelayanan AKDR berhubungan dengan pengetahuan bidan,

motivasi bidan, dan ketersediaan sumber daya. Ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan bidan dengan perilaku pelayanan AKDR, semakin baik

pengetahuan bidan maka semakin tinggi berpengaruh dengan perilaku

pelayanan kontrasepsi IUD (Kusumastuti, dkk. 2013) .


45

K. Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi perilaku, dengan mengikuti teori yang dikemukkan oleh Green

(2005) pembentuk perilaku spesifik dipengaruhi oleh faktor pendorong

(Predisposing factor). faktor pemungkin (Enabling factor), dan faktor

penguat (Reinforcing factor). Berdasarkan telaah pustaka diatas maka dapat

disusun kerangka teori sebagai berikut:


46

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Predisposing
Direc
Factors:
communication
Knowledge
to public,
Attitude
patients, Genetics
Beliefs
students,
Values
employees
Perceptions

Health Education
components of health Indirec
program communication Reinforcing
trough staff, Factors: Behavior
training, Attitudes and (actions) of
supervision, behavior of health individual groups
communication and other of communites
feedback personnel, peers,
parents, employers,
etc

Policy
Training Enabling Factors: Enviromental
Regulation community, Availability of factors:
organitation, Resource, - Physical
Organization enforcement, - Social
Accessibility,
guidelines, - Economic
Referrals, Rule of
allocation of Laws, Skills,
resources Engineering
Sumber: Green (2005)
47

L. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan kerangka teori diatas maka

kerangka konsep yang akan peneliti buat adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Umur
2. Pendidikan
3. Sosial ekonomi Pemilihan kontrasepsi
4. Paritas IUD Post Plasenta
5. Persepsi
6. Tingkat pengetahuan
7. Dukungan suami
8. Dukungan petugas kesehatan Indikasi:
1. Usia reproduksi
2. Nulipara
3. Menginginkan kontrasepsi jangka
panjang
4. Menyusui
5. Setelah abortus dan tidak ada tanda
infeksi
6. Tidak menginginkan kontrasepsi
hormonal

M. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari peneliti yang

kebenarannya masih harus diteliti lebih lanjut (Arikunto, 2010). Berdasarkan

kerangka kerja diatas penulis mengajukan hipotesis yaitu:


48

Hipotesis Alternatif (Ha):

1. Ada hubungan umur dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB

di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

2. Ada hubungan pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada

akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun

2020

3. Ada hubungan sosial ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada

akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun

2020

4. Ada hubungan paritas dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor

KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

5. Ada hubungan persepsi dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor

KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

6. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi IUD

pada akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung

Tahun 2020

7. Ada hubungan dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada

akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun

2020

8. Ada hubungan dukungan petugas kesehatan dengan pemilihan kontrasepsi

IUD pada akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar

Lampung Tahun 2020


49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif

merupakan suatu penelitian yang analisisnya secara umum memakai analisis

statistik (Notoatmodjo, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2020 di Puskesmas Rajabasa Indah Kota

Bandar Lampung.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah survey analitik dengan menggunakan pendekatan

“case control”. Case control adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

membandingkan antara dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok

kontrol (Notoatmodjo, 2010). Studi kasus kontrol dilakukan dengan

mengindentifikasi kelompok kasus dan kelompok kontrol, kemudian secara

retrospektif diteliti faktor-faktor resiko yang mungkin dapat menerangkan

apakah kasus dan kontrol dapat terkena paparan atau tidak. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah

Kota Bandar Lampung Tahun 2020.

49
50

D. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi kasus pada penelitian ini adalah akseptor KB IUD di Puskesmas

Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Periode Januari - Maret 2020

sebanyak 80 akseptor IUD. Sedangkan populasi kontrol adalah akseptor

KB non IUD di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun

2020.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek peneliti yang

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam

penelitian ini adalah ibu-ibu yang menggunakan kontrasepsi IUD baik post

plasenta maupun bukan post plasenta dengan menggunakan perbandingan

1:1 yaitu 40 kasus dan 40 kontrol, dengan kriteria sebagai berikut:

Kelompok Inklusi Eksklusi

Kasus 1) Ibu yang menggunakan 1) Ibu yang menggunakan MKJP jenis


kontrasepsi IUD lain (implant, tubectomi)
2) Bertempat tinggal di Wilayah 2) Merupakan pendatang (tidak
Kerja Puskesmas Rajabasa berdomisili di Wilayah Kerja
Puskesmas Rajabasa
Kontrol 1) Ibu yang menggunakan 1) Ibu menggunakan kontrasepsi non
Kontrsepsi jenis lain MKJP
2) Bertempat tinggal di Wilayah 2) Ibu sedang hamil
Kerja Puskesmas Rajabasa 3) Ibu belum memiliki anak
4) Ibu merencanakan hamil dalam
waktu dekat

3. Tehnik Sampling

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan

total populasi sejumlah 80.


51

E. Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, sosial

ekonomi, paritas, persepsi, tingkat pengetahuan, dukungan suami, dukungan

petugas kesehatan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah

pemilihan kontrasepsi IUD.

F. Definisi Operasional

Untuk lebih memahami dan menyamakan pengertian maka pada penelitian ini

perlu disusun beberapa definisi operasional seperti berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Alat Cara Kategori/ Skala


Variabel Definisi Operasional
Ukur Ukur Hasil Ukur Ukur
Pemilihan Jenis kontrasepsi Kuesioner Wawan- 0: Ya (Jika Ordinal
kontrasepsi yang digunakan oleh cara pertanyaan
IUD responden berupa dijawab
IUD yang dipasang “Ya”)
berdasarkan 1: Tidak (Jika
penjelasan responden. terdapat satu
atau lebih
pertanyaan
dijawab
“Tidak”)

Umur Lama hidup Kuesioner Wawan- 0: ≥ 35 Tahun Numerik


responden yang cara 1: < 35 Tahun
diukur berdasarkan
ulang tahun terakhir

Pendidikan Jenjang pendidikan Kuesioner Wawan- 0: Tinggi Ordinal


formal tertinggi yang cara (SMA/ PT)
ditamatkan responden 1: Rendah (SD/
SMP)

Sosial ekonomi Besar pendapatan Kuesioner Wawan- 0: Tinggi (≥ Ordinal


yang diperoleh cara UMR Rp.
keluarga dalam satu 2.263.390,87)
bulan 1: Rendah (<
UMR Rp.
2.263.390,87)

Paritas Jumlah anak yang Kuesioner Wawan- 0: Tinggi (≥2) Ordinal


dilahirkan baik dalam cara 1: Rendah (< 2)
keadaan hidup
52

maupun mati

Alat Cara Kategori/ Skala


Variabel Definisi Operasional
Ukur Ukur Hasil Ukur Ukur
Persepsi Persepsi ibu terhadap Kuesioner Wawan- 0 : Baik (skor T Ordinal
kontrasepsi IUD cara ≥ 50)
1: Tidak baik
(skor T < 50)

Pengetahuan Kemampuan Kuesioner Wawan- 0: Baik (skor Ordinal


responden untuk cara 56-100%)
menjawab pertanyaan 1: Tidak baik
tentang kontrasepsi (skor 0-55%)
IUD

Dukungan Dukungan yang Kuesioner Wawan- 0 : Baik (skor T Ordinal


suami diberikan suami cara ≥ 50)
untuk responden 1: Tidak baik
dalam penggunaan (skor T < 50)
kontrasepsi IUD

Dukungan Peran dan Dukungan Kuesioner Wawan- 0 : Baik (skor T Ordinal


petugas yang diberikan cara ≥ 50)
kesehatan petugas kesehatan 1: Tidak baik
untuk responden (skor T < 50)
dalam penggunaan
kontrasepsi IUD

G. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum kuesioner diberikan kepada responden terlebih dahulu dilakukan uji

instrument yaitu uji validitas dan uji reliabilitas terhadap 30 Responden di

Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung.

1. Uji Validitas

Menurut Notoatmodjo (2012), Uji validitas digunakan untuk mengukur

sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat apa yang diinginkan. Sebuah

instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan

dan dapat mengungkapkan data dari yang diteliti secara tepat.


53

Hasil uji validitas untuk variabel pengetahuan menunjukkan nilai r hitung

0,422-0,818, variabel persepsi r hitung 0,598 – 0,929, variabel dukungan

suami r hitung 0,417-895, dan variabel dukungan tenaga kesehatan r

hitung 0,412-0,874 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan

valid karena > 0,361.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah

baik (Arikunto, 2014). Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan

sesuatu, artinya dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Instrument harus

variabel mengandung arti bahwa instrument tersebut cukup baik sehingga

mampu mengungkap data yang bisa dipercaya.

Hasil uji reliabilitas untuk variabel pengetahuan menunjukkan nilai

Cronbach’a alpha 0,914, variabel persepsi nilai Cronbach’a alpha 0,962,

variabel dukungan suami nilai Cronbach’a alpha 0,964, dan variabel

dukungan tenaga kesehatan nilai Cronbach’a alpha 0,935 sehingga dapat

disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan valid karena nilai Cronbach’a

alpha > 0,6.

I. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan:

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir apakah

sudah lengkap.
54

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Untuk mempermudah pada saat analisis data

dan juga mempercepat pada saat entry data.

3. Proccessing

Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-Entry data dari tabulasi ke

paket program komputer untuk variabel independen dan dependen.

4. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di–Entry

apakah ada kesalahan atau tidak baik.

J. Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS.

Data dianalisis dalam tiga tahap yaitu univariat, bivariat, dan multivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat, menyajikan, dan

mendeskripsikan karakteristik data variabel dependen. Data yang diolah disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hubungan

yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen. Karena

rancangan penelitian ini adalah case control maka hubungan antara variabel
55

independen dengan variabel dependen ditentukan menggunakan uji statistik Chi

Square dengan rumus:

DF = (k-1)(b-1)

Keterangan:

X2 = chi square

O = nilai observasi

E = nilai ekspektasi

k = jumlah kolom

b = jumlah baris

Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p dimana dalam

penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05. Berdasarkan hasil uji

tersebut di atas ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika nilai p ≤ 0,05 maka Ho ditolak, berarti ada hubungan bermakna antara

variabel dependen dengan independen.

b. Jika nilai p > 0,05 maka Ho gagal ditolak, berarti tidak ada hubungan

bermakna antara variabel dependen dengan independen.


56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Umur

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Umur Jumlah Persentase


> 35 Tahun 33 41.3
≤ 35 Tahun 47 58.8
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berumur ≤ 35 Tahun sebanyak 47 responden

(58,8%).

b. Pendidikan

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Pendidikan Jumlah Persentase


SMA/PT 37 46.3
SD/SMP 43 53.8
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berpendidikan SD/SMP yaitu sebanyak 43

responden (53,8%).
57

c. Sosial ekonomi

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sosial ekonomi
di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Sosial ekonomi Jumlah Persentase


Tinggi 34 42.5
Rendah 46 57.5
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar bersosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 46

responden (57,5%).

d. Paritas

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas
di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Paritas Jumlah Persentase


> 2 Orang 36 45.0
≤ 2 Orang 44 55.0
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berparitas ≤ 2 orang yaitu sebanyak 44

responden (55,0%).

e. Pengetahuan

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Pengetahuan Jumlah Persentase


58

Baik 26 32.5
Tidak Baik 54 67.5
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berpengetahuan tidak baik yaitu sebanyak 54

responden (67,5%).

f. Persepsi

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi
di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Persepsi Jumlah Persentase


Baik 24 30.0
Tidak Baik 56 70.0
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berpersepsi tidak baik yaitu sebanyak 56

responden (70,0%).

g. Dukungan Suami

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami
di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Dukungan Suami Jumlah Persentase


Baik 33 41.2
Tidak Baik 47 58.8
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar mendapatkan dukungan suami tidak baik yaitu

sebanyak 47 responden (58,8%).


59

h. Dukungan Petugas Kesehatan

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas
Kesehatan di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung
Tahun 2020

Dukungan nakes Jumlah Persentase


Baik 35 43.8
Tidak Baik 45 56.2
Jumlah 80 100,0

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar mendapatkan dukungan nakes tidak baik yaitu

sebanyak 45 responden (56,2%).

2. Analisis Bivariat

Setelah diketahui karakteristik masing–masing variabel dapat diteruskan

analisis lebih lanjut. apabila diinginkan analisis hubungan antara dua variabel,

maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan

dua variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik

yang digunakan sangat tergantung jenis data/variabel yang dihubungkan. Pada

penelitian ini analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi Square karena

kedua variabel merupakan data kategorik.

a. Hubungan Umur Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Tabel 4.9
Hubungan Umur Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada Akseptor
KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Umur Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


Ya Tidak Total value
60

n % n % n %
> 35 Tahun 22 55.0 11 27.5 33 41.3 0,023 3,2
≤ 35 Tahun 18 45.0 29 72.5 47 58.8 (1,3-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 8,2)
Berdasarkan tabel 4.9, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 22 responden (55,0%) berusia >

35 Tahun. Sedangkan dari 40 responden yang tidak menggunakan

kontrasepsi IUD terdapat 11 responden (27,5%) berusia > 35 Tahun. Hasil

uji statistik diperoleh nilai p value 0,023 maka dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan umur dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB

di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil

analisis diperoleh pula nilai OR 3,2 yang berarti bahwa responden yang

berusia > 35 Tahun berpeluang 3,2 kali lebih besar untuk menggunakan

kontrasepsi IUD dibandingkan yang berusia ≤ 35 Tahun.

b. Hubungan Pendidikan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Tabel 4.10
Hubungan Pendidikan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada
Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung
Tahun 2020

Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


Pendidikan Ya Tidak Total value
n % n % n %
SMA/PT 25 62.5 12 30.0 37 46.3 0,007 3,9
SD/SMP 15 37.5 28 70.0 43 53.8 (1,5-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 9,9)

Berdasarkan tabel 4.10, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 25 responden (62,5%)

berpendidikan SMA/PT. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 12 responden (30,0%)

berpendidikan SD/SMP. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,007


61

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pendidikan dengan

pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa

Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula

nilai OR 3,9 yang berarti bahwa responden yang berpendidikan SMA/PT

berpeluang 3,9 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi IUD

dibandingkan yang berpendidikan SD/SMP.

c. Hubungan Sosial ekonomi Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Tabel 4.11
Hubungan Sosial ekonomi Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada
Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung
Tahun 2020

Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


Sosial
Ya Tidak Total value
ekonomi
n % n % n %
Tinggi 25 62.5 9 22.5 34 42.5 0,001 5,7
Rendah 15 37.5 31 77.5 46 57.5 (2,2-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 15,3)

Berdasarkan tabel 4.11, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 25 responden (62,5%) dengan

sosial ekonomi tinggi. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 9 responden (22,5%) dengan

sosial ekonomi rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,001

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan sosial ekonomi dengan

pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa

Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula

nilai OR 5,7 yang berarti bahwa responden yang bersosial ekonomi tinggi
62

berpeluang 5,7 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi IUD

dibandingkan yang bersosial ekonomi rendah.

d. Hubungan Paritas Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Tabel 4.12
Hubungan Paritas Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada Akseptor
KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


Paritas Ya Tidak Total value
n % n % n %
> 2 Orang 25 62.5 11 27.5 36 45.0 0,003 4,4
< 2 Orang 15 37.5 29 72.5 44 55.0 (1,7-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 11,3)

Berdasarkan tabel 4.12, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 25 responden (62,5%) dengan

paritas tinggi. Sedangkan dari 40 responden yang tidak menggunakan

kontrasepsi IUD terdapat 9 responden (22,5%) dengan paritas rendah.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,001 maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan paritas dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada

Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun

2020. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 4,4 yang berarti bahwa

responden yang berparitas tinggi berpeluang 4,4 kali lebih besar untuk

menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang berparitas rendah.

e. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Tabel 4.13
Hubungan Pengetahuan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada
Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung
Tahun 2020

Pengetahuan Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


63

Ya Tidak Total value


n % n % n %
Baik 20 50.0 6 15.0 26 32.5 0,002 5,7
Tidak Baik 20 50.0 34 85.0 54 67.5 (1,9-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 16,5)

Berdasarkan tabel 4.13, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 20 responden (50,0%) dengan

pengetahuan baik. Sedangkan dari 40 responden yang tidak menggunakan

kontrasepsi IUD terdapat 6 responden (15,0%) dengan pengetahuan tidak

baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,002 maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan pemilihan

kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota

Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 5,7

yang berarti bahwa responden yang berpengetahuan baik berpeluang 5,7

kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang

berpengetahuan tidak baik.

f. Hubungan Persepsi dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Tabel 4.14
Hubungan Persepsi dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada
Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung
Tahun 2020

Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


Persepsi Ya Tidak Total value
n % n % n %
Baik 17 42.5 7 17.5 24 30.0 0,028 3,48
Tidak Baik 23 57.5 33 82.5 56 70.0 (1,3-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 9,7)

Berdasarkan tabel 4.14, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 17 responden (42,5%) dengan

persepsi baik. Sedangkan dari 40 responden yang tidak menggunakan


64

kontrasepsi IUD terdapat 7 responden (17,5%) dengan persepsi tidak baik.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,002 maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan persepsi dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada

Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun

2020. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 3,48 yang berarti bahwa

responden yang berpersepsi baik berpeluang 3,48 kali lebih besar untuk

menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang berpersepsi tidak baik.

g. Hubungan Dukungan suami dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Tabel 4.15
Hubungan Dukungan suami dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada
Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung
Tahun 2020

Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


Dukungan
Ya Tidak Total value
suami
n % n % n %
Baik 22 55.0 11 27.5 33 41.3 0,023 3,2
Tidak Baik 18 45.0 29 72.5 47 58.8 (1,3-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 8,2)

Berdasarkan tabel 4.15, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 22 responden (55,0%) dengan

dukungan suami baik. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 11 responden (27,5%) dengan

dukungan suami tidak baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,002

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan dukungan suami dengan

pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa

Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula

nilai OR 3,22 yang berarti bahwa responden yang mendapat dukungan


65

suami baik berpeluang 3,22 kali lebih besar untuk menggunakan

kontrasepsi IUD dibandingkan yang dukungan suami tidak baik.

h. Hubungan Dukungan tenaga kesehatan dengan Pemilihan


Kontrasepsi IUD

Tabel 4.16
Hubungan Dukungan tenaga kesehatan dengan Pemilihan
Kontrasepsi IUD Pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa
Kota Bandar Lampung Tahun 2020

Dukungan Pemilihan Kontrasepsi IUD P OR


tenaga Ya Tidak Total value
kesehatan n % n % n %
Baik 23 57.5 12 30.0 35 43.8 0,024 3,2
Tidak Baik 17 42.5 28 70.0 45 56.3 (1,3-
Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 7,9)

Berdasarkan tabel 4.16, diketahui bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 23 responden (57,5%) dengan

dukungan tenaga kesehatan baik. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 12 responden (30,0%) dengan

dukungan tenaga kesehatan tidak baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p

value 0,024 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan dukungan

tenaga kesehatan dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di

Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil

analisis diperoleh pula nilai OR 3,2 yang berarti bahwa responden yang

mendapat dukungan tenaga kesehatan baik berpeluang 3,2 kali lebih besar

untuk menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang dukungan tenaga

kesehatan tidak baik.


66

C. Pembahasan

1. Univariat

a. Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berumur ≤ 35 Tahun sebanyak 47 responden

(58,8%).

Umur seseorang dapat mempengaruhi kecocokan dan aksesbilitas

metode-metode kontrasepsi tertentu. Masa reproduksi merupakan masa

aktif digunakan untuk kebutuhan seksual, sehingga mereka

memerlukan metode yang efektif yang digunakan untuk menunda

kehamilan, mengatur kehamilan dan menjarangkannya (Finer &

Philbin, 2012).

Penelitian Nasution (2011) berpendapat bahwa perempuan berusia

lebih dari 30 tahun lebih banyak memilih menggunakan AKDR. Usia

berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi, semakin bertambah

usia istri maka pemilihan alat kontrasepsi yang memiliki tingkat

efektifitas lebih tinggi yaitu menggunakan metode kontrasepsi jangka

panjang. Jenis kontrasepsi harus mempertimbangkan usia akseptor, bila

usia lebih dari 35 tahun memiliki peluang 10 kali lebih besar


67

menggunakan MKJP termasuk IUD dibanding wanita yang berusia 15-

19 tahun.

b. Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berpendidikan SD/SMP yaitu sebanyak 43

responden (53,8%).

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang

bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Oleh

karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima

gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan pola

perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta

peningkatan kesejahteraan keluarga (Manuaba, 2010).

Faktor pendidikan berhubungan dengan kemampuan memahami

karakteristik alat kontrasepsi yang digunakan. IUD merupakan jenis

alat kontrasepsi yang memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh

penggunanya, seperti bentuk, cara pemasangan, jangka waktu

penggunaan, waktu kontrol, efek samping serta perbedaannya dengan

alat kontrasepsi lain (Siswosudarmo, dkk: 2007). Dengan demikian

dapat dipahami jika penelitian ini menemukan bahwa responden yang

menggunakan alat kontrasepsi ini pada umumnya (60%) memiliki

tingkat pendidikan SMP-SMA. Maryatun (2009) menjelaskan bahwa


68

tingkatpendidikan juga berpengaruh terhadap keinginan individu dan

pasangan untuk menentukan jumlah anak Bebagai penelitian telah

menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan penggunaan alat

kontrasepsi.

c. Sosial ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar bersosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 46

responden (57,5%).

Menurut Haig yang dikutip oleh Markus dan Wijana (2013)

menyebutkan bahwa penghasilan adalah nilai berupa uang dari

tambahan kemampuan ekonomis seseorang antara dua titik waktu.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi adalah

status sosio ekonomi. Semakin tinggi status ekonomi seseorang maka

semakin mudah untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Tingginya peminat KB non MKJP dikarenakan banyak responden

yang beranggapan bahwa pemasangan KB MKJP seperti IUD atau post

plasenta sakit dan biaya untuk pemasangannya pun tinggi. Responden

banyak memilih KB non MKJP karena harganya murah dan mudah

dijangkau oleh responden. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan

masyarakat atau calon akseptor lebih memilih alat kontrasepsi yang

mempunyai efek samping rendah dan mempunyai keefektifitasan yang

tinggi meskipun alat kontrasepsi itu tidak sesuai dengan usia dan

paritas mereka saat ini, seperti pada paritas multipara yang seharusnya
69

dianjurkan untuk menggunakan KB IUD atau post plasenta akan tetapi

pada kenyataannya mereka lebih memilih KB suntik atau pil.

d. Paritas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berparitas ≤ 2 orang yaitu sebanyak 44

responden (55,0%).

Jumlah anak, terkait dengan jumlah anak, penggunaan alat

kontrasepsi IUD diharapkan dapat membatasi jumlah anak, sebab masa

penggunaan sampai 8 tahun. Penelitian ini menemukan bahwa 55%

responden memiliki anak lebih dari 2 orang, dapat saja mereka

menggunakan IUD karena khawatir bertambahnya jumlah anak

disebabkan ketidaktepatan memilih alat kontrasepsi. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Rosyatuti (dalam Maryatun, 2009) menyebutkan

bahwa terdapat hubungan paritas dengan pemakaian metode

kontrasepsi IUD baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut peneliti semakin tinggi jumlah anak yang pernah

dilahirkan maka akan memberikan peluang lebih banyak keinginan ibu

untuk membatasi kelahiran. Kondisi ini akan mendorong responden

untuk menggunakan IUD sesuai dengan keinginannya.

e. Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berpengetahuan tidak baik yaitu sebanyak 54

responden (67,5%).
70

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mendasari

terjadinya perilaku kesehatan pada seseorang. Pengetahuan merupakan

hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2011).

Pengetahuan tentang pengendalian kelahiran dan keluarga

berencana merupakan prasyarat dari penggunaan metode kontrasepsi

yang tepat dengan cara yang efektif dan efisien. Melalui pengetahuan

yang baik tentang kontrasepsi, tentu dapat memberikan peluang untuk

dapat memilih kontrasepsi dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan

ber-KB (BKKBN, 2015).

Penelitian Arini (2015) di Puskesmas Polokarto Kabupaten

Sukoharjo mendapatkan hasil bahwa mayoritas responden memiliki

pengetahuan kurang tentang IUD yaitu sebanyak 32 orang (61,5%).

Pengetahuan tentang perlunya keluarga berencana serta pengetahuan

tentang alat kontrasepsi yang digunakan turut berpengaruh pada

penggunaan alat kontrasepsi. Seseorang akan tertarik pada sesuatu

obyek apabila orang tersebut mengetahui obyek tersebut, demikian

pula dengan penggunaan alat kontrasepsi.

Pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD perlu dimiliki oleh

pasangan suami isteri, mengingat alat kontrasepsi ini memiliki

karakteristik khusus, seperti bentuknya, cara memasang, keuntungan

dan kerugian, waktu kontrol, dan waktu pemasangan, serta efek

samping (Siswosudarmo, dkk: 2007).


71

Menurut peneliti banyak pasangan usia subur tidak mau

menggunakan IUD disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang

alat kontrasepsi ini, padahal berdasarkan hasil evaluasi lebih dari dua

dasawarsa membuktikan bahwa IUD merupakan alat kontrasepsi yang

aman, efektif murah, mudah dan dapat diterima. Keefektifannya sedikit

lebih rendah dibandingkan KB suntik dan pil oral, tetapi karena ia tidak

user dependent, continuation ratenya lebih tinggi, dan angka kegagalan

penggunaannya sama dengan angka kegagalan secara teoritis.

f. Persepsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar berpersepsi tidak baik yaitu sebanyak 56

responden (70,0%).

Belum terbiasanya masyarakat setempat dalam penggunaan

kontrasepsi IUD bisa terjadi akibat salah persepsi atau pandangan-

pandangan subyektif seperti IUD dapat mempengaruhi keamanan dan

kenyamanan dalam hubungan seksual. Sikap dan pandangan negatif

masyarakat juga berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan

seseorang (Erfandi, 2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fitriani (2015)

di Desa Wonokupang Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa

sebagian besar responden mempunyai persepsi negatif tentang IUD

yaitu sebanyak 22 orang (61,1%).

g. Dukungan Suami
72

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar mendapatkan dukungan suami tidak baik yaitu

sebanyak 47 responden (58,8%).

Dukungan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya yang

sangat berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi bagi istri.

Budaya patrilineal menjadikan pria sebagai pengambil keputusan

dalam tindakan pasangan atau wanita (Dewi, 2013).

Samira (2013) dalam penelitiannya tentang akseptor kontrasepsi di

Desa Peunyerat Kecamatan Raya Banda Aceh sebanyak 66,7% suami

memberikan dukungan dalam pemilihan kontrasepsi. Hal ini

menunjukkan bahwa dukungan suami mempengaruhi pemilihan

metode kontrasepsi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imbarwati

(2009) bahwa Faktor pengetahuan suami sebagai pasangan dari peserta

KB juga berkontribusi cukup besar sebagai pendukung sekaligus

penganjur istri dalam menjatuhkan pilihan kontrasepsi. Suami yang

memiliki pengetahuan cukup tentang IUD akan cenderung

menganjurkan dan mengijinkan istrinya menggunakan alat kontrasepsi

jangka panjang tersebut. Seperti tampak pada hasil wawancara

mendalam dengan salah seorang suami peserta KB non IUD, yang

sesungguhnya memberi dukungan dan ijin jika istri memiliki keinginan

memakai IUD. Akan tetapi hal tersebut tidaklah cukup untuk membuat

klien memilih IUD sebagai pilihan, karena mereka selalu menyerahkan

semua keputusan kepada istri, yang diakuinya sebagai pihak yang


73

menjalani kontrasepsi. Dukungan suami adalah pemberian motivasi

dan kebebasan pada isteri untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Apabila suami memberikan motivasi dan kebebasan pada isteri untuk

menggunakan alat kontrasepsi tertentu, berarti suami akan menerima

berbagai resiko yang ditimbulkan oleh penggunaan alat kontrasepsi

tersebut.

Hal ini menjadi penting, sebab akan terkait dengan kebahagiaan

dalam rumah tangga. Perlunya dukungan suami dalam penggunaan alat

kontrasepsi IUD oleh isteri karena penggunaan alat kontrasepsi ini

sering menimbulkan efek samping, yang apabila tidak dipahami oleh

suami tentu akan menimbulkan persoalan lebih lanjut. Menurut

Suratun, dkk (2008) efek samping pemasangan IUD adalah:

perdarahan, keputihan, ekspulsi, nyeri, infeksi, dan translokasi. Bila

dikaji efek samping memang cukup berarti, oleh sebab itu penggunaan

IUD sebagai alat kontrasepsi membutuhkan dukungan suami. Di

samping itu penggunaan alat kontrasepsi ini memerlukan kesediaan

dari pihak isteri. Efek samping ini pula yang sering membuat klien

menghentikan pemakaian IUD.

h. Dukungan Petugas Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 80 responden yang

diteliti, sebagian besar dengan dukungan petugas kesehatan tidak baik

yaitu sebanyak 45 responden (56,2%).

Menurut Notoadmodjo (2007), bahwa sikap dan prilaku tenaga

kesehatan dan para tenaga lain merupakan pendorong atau penguat


74

prilaku sehat pada masyarakat untuk mencapai kesehatan, maka tenaga

kesehatan harus memperoleh pendidikan pelatihan khusus tentang

kesehatan atau pendidikan kesehatan dan ilmu prilaku.

Mendidik individu dan pasangan mengenai ragam metode yang

tersedia serta memberikan informasi tentang keamanan dan cara

pemakaian metode-metode tertentu merupakan bagian penting setiap

program KB. Aktivitas informasi, edukasi, dan komunikasi (IEK) di

tingkat lokal, termasuk konseling, berperan penting dalam keberhasilan

suatu program dan sangat berkaitan dengan penyediaan pilihan metode-

metode yang sesuai. Penekanan pada usaha IEK di tingkat nasional

atau regional juga menimbulkan dampak besar pada pemakaian strategi

pendidikan yang sesuai di tingkat lokal, dan akibatnya pada

penerimaan metode dan pemakaiannya yang tepat.

Menurut peneliti hingga saat ini pelayanan KB seperti komunikasi,

informasi dan edukasi masih kurang berkualitas terbukti dari peserta

KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan efek

samping, kesehatan dan kegagalan pemakaian. Dengan memberikan

pelayanan yang berkualitas khususnya informasi tentang KB IUD dapat

mempengaruhi seseorang untuk menggunakan KB tersebut. Dukungan

tenaga kesehatan, dapat berupa ketersediaan alat kontrasespsi dan

ketersediaan tenaga terlatih.

2. Bivariat

a. Hubungan Umur Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD


75

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 22 responden (55,0%) berusia

> 35 Tahun. Sedangkan dari 40 responden yang tidak menggunakan

kontrasepsi IUD terdapat 11 responden (27,5%) berusia > 35 Tahun.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,023 maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan umur dengan pemilihan kontrasepsi

IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar

Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 3,2 yang

berarti bahwa responden yang berusia > 35 Tahun berpeluang 3,2 kali

lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang

berusia ≤ 35 Tahun.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan responden yang berusia

20-35 tahun cenderung menggunakan kontrasepsi IUD yaitu sebanyak

25,81%. Hal ini menunjukkan bahwa usia produktif bertujuan untuk

mengatur jarak kehamilan. Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa

usia sangat erat hubungannya dengan pengetahuan seseorang karena

dengan semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak juga

pengetahuannya.

Hasil penelitian ini ibu akan lebih berperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan

persiapan demi suksesnya upaya penyesuaian diri menuju usia tua,

selain itu orang usia muda akan lebih banyak menggunakan banyak

waktu untuk membaca dan bersosialisasi sehingga pengetahuan

tentang penggunaan IUD lebih banyak. Hasil penelitian ini sejalan


76

dengan penelitian oleh Marikar, Kundre dan Bataha (2015)

menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan penggunaan

kontrasepsi IUD. Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa usia sangat

erat hubungannya dengan pengetahuan seseorang karena dengan

semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak juga

pengetahuannya. Dimana untuk Pasangan Usia Subur (PUS) yang

berusia 20-35 tahun dianjurkan mengatur jarak kehamilan dengan

menggunakan suntik, susuk, IUD. PUS yang berusia diatas 35 tahun

atau pada fase mengakhiri kesuburan dianjurkan menggunakan

kontrasepsi mantap (Wiknjosastro, 2006).

Efektifitas pemasangan IUD sangat tinggi tiap tahunnya 3-8

wanita mengalami kehamilan dari 1000 wanita yang menggunakan

IUD jenis Copper T 380A. Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan

pada pasca insersi IUD sebanyak 2,0-2,8 per 100 akseptor pada 1

tahun setelah pemasangan. Pada usia muda, individu akan lebih

berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih

banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya penyesuaian diri

menuju usia tua, selain itu orang usia muda akan lebih banyak

menggunakan banyak waktu untuk membaca dan bersosialisasi

sehingga pengetahuan tentang penggunaan IUD lebih banyak.

Menurut Sulistyawati (2011) perencanaan keluarga menuju

keluarga kecil bahagia dan sejahtera perlu dibuat dalam rangka

menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak

kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua.


77

b. Hubungan Pendidikan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 25 responden (62,5%)

berpendidikan SMA/PT. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 12 responden (30,0%)

berpendidikan SD/SMP. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value

0,007 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pendidikan

dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas

Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis

diperoleh pula nilai OR 3,9 yang berarti bahwa responden yang

berpendidikan SMA/PT berpeluang 3,9 kali lebih besar untuk

menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang berpendidikan

SD/SMP.

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan

sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Tingkat

pendidikan berpengaruh terhadap keinginan seseorang dan pasangan

untuk menentukan jumlah anak (Saskara, Ida & Marhaeni, 2015).

Tingkat pendidikan masyarakat sebagai landasan utama dalam

memahami masalah keluarga berencana dan alat kontrasepsi sangat

menentukan keberhasilan program BKKBN. Pendidikan merupakan

sarana utama dan suksesnya tujuan pelaksanaan keluarga berencana.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal

yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kesehatan


78

dan kualitas hidup. Ushie, (2011) dalam Saskara, Ida, & Marhaeni

(2015) menyatakan, bahwa wanita berpendidikan tinggi berkeinginan

memiliki sedikit anak dibandingkan dengan yang berpendidikan

rendah.

Berdasarkan hasil penelitian Putri (2011) menunjukkan bahwa

ada hubungan pendidikan dengan pemilihan alat kontrasepsi dalam

rahim pada akseptor keluarga berencana. Pendidikan adalah suatu

usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam

dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima

informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung

mendapatkan banyak pengetahuan dan informasi. Dimana diharapkan

seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Dalam penelitian ini yang

memiliki pendidikan tinggi sebanyak 13 responden (5,1%) sehingga

penggunaan IUD lebih sedikit daripada yang tidak menggunakan.

Menurut penelitian Jurisman, Ariadi, Kurniati (2014) ada

hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan pemilihan

kontrasepsi dengan nilai p value 0,000. Seseorang dengan tingkat

pendidikan tinggi cenderung memilih kontrasepsi IUD. Pendidikan

seorang ibu akan menentukan pola penerimaan dan pengambilan

keputusan, semakin berpendidikan seorang ibu maka keputusan yang

akan diambil akan lebih baik.


79

Menurut peneliti terdapat 30% responden yang memiliki

pendidikan SMA/PT namun tidak menggunakan kontrasepsi IUD hal

ini disebabkan karena pendidikan formal tidak selalu sejalan dengan

pengetahuan responden, pengetahuan tentang IUD tergantung pada

paparan terhadap informasi baik dari media massa atau dari petugas

kesehatan. Hal yang lain yang turut mempengaruhi adalah ibu masih

merasa tidak nyaman untuk langsung menggunakan IUD setelah

melahirkan karena takut akan efek samping yang dirasakan, seperti

nyeri.

c. Hubungan Sosial ekonomi Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 25 responden (62,5%) dengan

sosial ekonomi tinggi. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 9 responden (22,5%) dengan

sosial ekonomi rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,001

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan sosial ekonomi dengan

pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa

Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh

pula nilai OR 5,7 yang berarti bahwa responden yang bersosial

ekonomi tinggi berpeluang 5,7 kali lebih besar untuk menggunakan

kontrasepsi IUD dibandingkan yang bersosial ekonomi rendah.


80

Menurut Tjitoherijanto (2008) dalam Wulandari F.I. (2013),

Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun

barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Sedangkan

pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh

anggota keluarga yang bekerja.

Tingkat pendapatan keluarga berpengaruh terhadap penggunaan

alat kontrasepsi, ibu dengan tingkat penghasilan yang tinggi akan

cenderung menyisihkan sebagian penghasilannya untuk melakukan

KB yang notabene masih berbayar. Sedangkan ibu yang

berpenghasilan rendah akan memilih alat kontrasepsi yang lebih

ekonomis bahkan ada yang tidak melakukan KB karena terkendala

biaya.

Hasil penelitian oleh Wulandari & Hastuti (2013) terdapat

hubungan yang signifikan tingkat pendapatan keluarga dengan

pemilihan jenis alat kontrasepsi suntik di BPM Puji Utomo Desa

Kedung Jeruk, Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar.

Wulandari & Hastuti (2013) Menyatakan, bahwa penggunaan alat

kontrasepsi memerlukan sejumlah biaya untuk memperoleh dan

menggunakannya. Pengguna alat kontrasepsi yang efektif mengurangi

ketidakpastian tentang kapan melahirkan anak dan memberi

kesempatan untuk memanfaatkan waktu dan tenaga pada peran

ekonomi dalam keluarga. Besarnya biaya untuk mendapatkan alat atau

cara KB berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi pendapatan

keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan ber-KB keluarga akan


81

menyesuaikan dalam memilih alat atau cara KB sesuai dengan tingkat

kemampuannya. Besar biaya, selain terkait erat dengan kemampuan

ekonomi suatu keluarga, juga berhubungan dengan jenis tempat

memperoleh alat/cara KB salah satunya alat kontrasepsi suntik yang

lebih ekonomis (BKKBN, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 15 responden (37,5%) dengan

sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan karena penggunaan KB

IUD merupakan bagian dari program Jampersal sehingga pada ibu-ibu

yang melahirkan dengan menggunakan jampersal langsung dilakukan

pemasangan IUD tanpa dikenai biaya tambahan.

d. Hubungan Paritas Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 25 responden (62,5%) dengan

paritas tinggi. Sedangkan dari 40 responden yang tidak menggunakan

kontrasepsi IUD terdapat 9 responden (22,5%) dengan paritas rendah.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,001 maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan paritas dengan pemilihan

kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah

Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula nilai

OR 4,4 yang berarti bahwa responden yang berparitas tinggi

berpeluang 4,4 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi IUD

dibandingkan yang berparitas rendah.


82

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang

ibu. Paritas sangat berpengaruh sekali terhadap penerimaan seseorang

terhadap pengetahuan, dimana semakin banyak pengalaman seorang

ibu maka penerimaan akan semakin mudah (Nursalam, 2013).

Menurut penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara jumlah anak dengan pemilihan kontrasepsi hormonal pada

WUS. Penelitian lain juga mengatakan bahwa dari hasil analisis data

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

variabel jumlah anak hidup dengan variabel pemakaian kontrasepsi

hormonal (Nintyasari & Kumalasari, 2014; Musdalifah, 2013).

Paritas juga dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih alat

kontrasepsi yang efektif dan mantap yang sesuai dengan kondisi

dirinya agar tidak terjadi kehamilan resiko tinggi yang dapat

mengakibatkan kematian ibu dan bayi. Salah satu faktor yang

menentukan keikutsertaan pasangan suami istri dalam gerakan

Keluarga Berencana adalah banyaknya anak yang dimilikinya.

Diharapkan pada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak,

kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan

daripada pasangan yang mempunyai anak lebih sedikit. karena salah

satu misi dari program KB adalah terciptanya keluarga dengan jumlah

anak yang ideal yakni dua anak dalam satu keluarga, laki-laki maupun

perempuan sama saja. Menurut Leli dan Hadriah (2009) ibu dengan

jumlah anak yang lebih banyak akan mempertimbangkan

menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang karena prioritas


83

utama alat kontrasepsi yang dipakai ibu dengan jumlah paritas lebih

dari dua adalah metode kontrasepsi jangka panjang. Dalam penelitian

ini paritas multipara lebih banyak menggunakan IUD dibandingkan

dengan paritas primipara dan grande multipara karena memiliki

kegagalan lebih rendah dibandingkan dengan alat kontrasepsi yang

lain.

Menuut peneliti adanya responden dengan paritas < 2 tahun

namun menggunakan IUD sebanyak 15 responden (37,5%) disebabkan

karena adanya rencana untuk tidak menambah anak dalam jangka

waktu dekat, sehingga setelah mendapatkan penjelasan dari petugas

kesehatan bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk

kontrasepsi jangka panjang adalah IUD maka responden memilih

metode tersebut.

e. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 20 responden (50,0%) dengan

pengetahuan baik. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 6 responden (15,0%) dengan

pengetahuan tidak baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,002

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan

pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa

Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh

pula nilai OR 5,7 yang berarti bahwa responden yang berpengetahuan


84

baik berpeluang 5,7 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi

IUD dibandingkan yang berpengetahuan tidak baik.

Menurut Notoatmodjo (2007) dijelaskan bahwa “pengetahuan

seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: sosial

ekonomi, pendidikan, pengalaman, usia, dan informasi”. Dengan

demikian, semakin tinggi tingkat pengetahuan responden tentang alat

kontrasepsi akan mempengaruhi sikap responden yang bersangkutan

dalam pemilihan kontrasepsi. Seperti kita ketahui pengetahuan sangat

erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa

dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti

seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah

pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua

aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan

menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek

yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap

objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010).

Hasil penelitian diperoleh sebagian responden yang memiliki

pengetahuan kurang memilih kontrasepsi Post plasenta, hal ini

disebabkan karena responden atau pengguna Post plasenta tersebut

mau menggunakan Post plasenta karena melihat pengalaman keluarga

terdekat dan teman sekitarnya, adanya dukungan dari sang suami,

karena sering lupa konsumsi pil, sering lupa jadwal suntik dan merasa

lebih nyaman menggunakan Post plasenta di bandingkan alat


85

kontrasepsi lainnya. Hal tersebut sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa

paparan informasi (media massa) dapat mempengaruhi pengetahuan

dalam diri seseorang. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan

formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan.

Tingkat pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi

penerimaan program KB di masyarakat. Studi yang dilakukan oleh

Anne R Pebley dan James W Breckett (1999) menemukan bahwa

”Sekali wanita mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi, perbedaan

jarak dan waktu bukanlah hal yang penting dalam menggunakan

kontrasepsi, dan mempunyai hubungan yang signifikan anatara

pengetahuan tentang tempat pelayanan dan metode kontrasepsi yang

digunakan. Wanita yang mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi

lebih sedikit menggunakan metode kontrasepsi tradisional.”

Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang

berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan

masyarakat dalam program KB. Pengetahuan dapat diperoleh melalui

pendidikan formal misalnya melalui sekolah, selain itu pengetahuan

juga dapat didapat dari pengalaman. Pengetahuan juga sangat erat

kaitannya dengan pendidikan, diharapkan dengan adanya seseorang

yang berpendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di


86

sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke

dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi

karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon

sebagai pengetahuan oleh setiap individu (Notoatmodjo, 2007).

f. Hubungan Persepsi dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 17 responden (42,5%) dengan

persepsi baik. Sedangkan dari 40 responden yang tidak menggunakan

kontrasepsi IUD terdapat 7 responden (17,5%) dengan persepsi tidak

baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,002 maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan persepsi dengan pemilihan

kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah

Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula nilai

OR 3,48 yang berarti bahwa responden yang berpersepsi baik

berpeluang 3,48 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi IUD

dibandingkan yang berpersepsi tidak baik.

Persepsi dapat terjadi saat rangsangan mengaktifkan indera atau

pada situasi dimana terjadi ketidakseimbangan pengetahuan dengan

objek atau symbol sehingga membuat kesalahan persepsi. Persepsi

akan mempengerahui sikap dan perilaku manusia (Hidayat, 2009).

Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Hal menyatakan

bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah

untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi suami dan


87

dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk

perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.

Hal ini mengandung makna bahwa melalui persepsi terhadap

suatu obyek (entah persepsi yang benar atau salah, baik atau buruk,

positif atau negatif) maka timbul respon pada seseorang sehingga

menjadi dasar dalam menentukan sikap (sikap positif atau negatif)

dalam hal ini adalah pemilihan alat kontrasepsi keluarga berencana.

Hal ini akan berpengaruh pada motivasi ibu sesuai persepsi yang telah

dimiliki. Artinya ketika obyek yang dipersepsi sesuai dengan

kebutuhan atau keinginannya maka akan menimbulkan motivasi untuk

bertindak.

g. Hubungan Dukungan suami dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 22 responden (55,0%) dengan

dukungan suami baik. Sedangkan dari 40 responden yang tidak

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 11 responden (27,5%) dengan

dukungan suami tidak baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value

0,002 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan dukungan suami

dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada Akseptor KB di Puskesmas

Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2020. Hasil analisis

diperoleh pula nilai OR 3,22 yang berarti bahwa responden yang

mendapat dukungan suami baik berpeluang 3,22 kali lebih besar untuk
88

menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang dukungan suami

tidak baik.

Menurut Hartanto (2013), metode-metode kontrasepsi tertentu

tidak dapat dipakai tanpa kerja sama pihak suami, misalnya coitus

interruptus, kondom, spermisid. Metode Fertility Awareness atau

metode “kesadaran akan fertilitas” membutuhkan kerja sama dan

saling percaya mempercayai antara pasangan suami istri. Dilain pihak,

IUD, pil-oral, suntikan kadang-kadang digunakan oleh pihak istri

tanpa sepengetahuan/dukungan suami.

Menurut Sulastri S & Nirmasari C, (2014) dukungan suami

terdiri dari 4 bentuk, yaitu dukungan informasional, penilaian,

instrumental dan emosional. Pada dukungan informasional suami ikut

serta dalam mencarkan informasi terkait KB. Pada dukungan penilaian

suami ikut serta dalam berkonsultasi dan memilih alat kontrasepsi

yang digunakan. Pada dukungan instrumental suami bersedia untuk

mengantarkan ke tempat pelayanan untuk pemasangan dan

membiayainya. Pada dukungan emosional suami bersedia untuk

membantu istri dalam mencari pertolongan saat ada komplikasi. Selain

itu, dukungan emosional yang lain seperti mendorong adanya

ungkapan perasaan, memberikan nasehat atau informasi terkait alat

kontrasepsi, dan menanyakan kondisi setelah menggunakan alat

kontrasepsi.

Menurut peneliti dukungan keluarga merupakan salah satu faktor

penguat yang dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.


89

Aspek- aspek dukungan dari keluarga (suami), yaitu: dukungan

emosional, informasi, instrumental, dan penghargaan (Friedman, 2010)

serta dorongan terhadap ibu secara moral maupun material, dimana

dukungan suami mempengaruhi ibu untuk menjadi akseptor Keluarga

Berencana (KB).

h. Hubungan Dukungan tenaga kesehatan dengan Pemilihan


Kontrasepsi IUD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden yang

menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 23 responden (57,5%) dengan

dukungan tenaga kesehatan baik. Sedangkan dari 40 responden yang

tidak menggunakan kontrasepsi IUD terdapat 12 responden (30,0%)

dengan dukungan tenaga kesehatan tidak baik. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p value 0,024 maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan pemilihan kontrasepsi

IUD pada Akseptor KB di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar

Lampung Tahun 2020. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 3,2 yang

berarti bahwa responden yang mendapat dukungan tenaga kesehatan

baik berpeluang 3,2 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi

IUD dibandingkan yang dukungan tenaga kesehatan tidak baik.

Peran tenaga kesehatan yaitu memberikan informasi tentang KB,

manfaat dan pentingnya KB serta memberikan KIE yang jelas pada

ibu dan keluarga dalam melaksanakan pelayanan KB. Berdasarkan

penelitian sebelumnya menyatakan bahwa perilaku pelayanan AKDR

berhubungan dengan pengetahuan bidan, motivasi bidan, dan


90

ketersediaan sumber daya. Ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan bidan dengan perilaku pelayanan AKDR, semakin baik

pengetahuan bidan maka semakin tinggi berpengaruh dengan perilaku

pelayanan kontrasepsi IUD (Kusumastuti, dkk. 2013).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Metrilita (2012), di wilayah kerja Puskesmas Teluk Belitung

Kabupaten Kepulauan Meranti, bahwa ada hubungan yang signifikan

antara peran tenaga kesehatan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim dengan p value = 0,017.

Menurut peneliti dukungan petugas kesehatan sangat menentukan

penggunaan kontrasepsi IUD, hal ini dikarenakan dengan dukungan

petugas kesehatan melalui KIE dapat meningkatkan pengetahuan ibu

maupun pasangannya sehingga juga turut meningkatkan dukungan

suami terhadap penggunaan IUD.


91

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Distribusi frekuensi responden yang berumur ≤ 35 Tahun sebanyak 47

responden (58,8%), pendidikan SD/SMP (53,8%), sosial ekonomi rendah

(57,5%), paritas ≤ 2 orang (55,0%), pengetahuan tidak baik (67,5%),

persepsi tidak baik (70,0%), dukungan suami tidak baik (58,8%),

dukungan tenaga kesehatan tidak baik (56,2%).

2. Ada hubungan umur dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p value 0,023.

OR 3,2), pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p value 0,007.

OR 3,9), sosial ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p value

0,001. OR 5,7), paritas dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p value 0,001

OR 4,4 ), pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p value 0,002.

OR 5,7), persepsi dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p value 0,002 OR

3,48 ), dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p value 0,002.


92

OR 3,22), dukungan tenaga kesehatan dengan pemilihan kontrasepsi IUD

(p value 0,024. OR 3,2).

B. Saran

Dari hasil pembahasan maka secara prioritas saran-saran yang dapat

disampaikan antara lain :

1. Ibu bersalin

Diharapkan untuk dapat menggali informasi tentang kontrasepsi IUD saat

melakukan pemeriksaan kehamilan dengan menanyakan secara langsung

kepada petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan, sehingga dapat

menentukan untuk memilih alat kontrasepsi


91 dengan tepat.

2. Tenaga kesehatan atau pihak terkait untuk dapat meningkatkan informasi

tentang kontrasepsi IUD pada saat ibu hamil melakukan ANC, sehingga

ibu bersalin mampu memilih alat kontrasepsi yang efektif dan sesuai

dengan kondisinya. Serta melakukan upaya peningkatan keterampilan

terhadap pemasangan IUD, melalui pelatihan yang diadakan oleh pihak

terkait.

3. Bagi institusi pendidikan dapat menambah bahan bacaan di perpustakaan

tentang alat kontrasepsi IUD serta dapat bekerja sama dengan melakukan

promosi kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan keluarga

berencana.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya.

Agar melakukan penelitian tidak hanya terhadap PUS namun juga

terhadap tenaga kesehatan terhadap kesiapannya melakukan pemasangan

IUD,mulai dari kesiapan akseptor hingga kesiapan sumber dayanya.


93
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta

Arum dan Sujiyatini. (2011). Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.


Jokjakarta: Nuha Medika

BKKBN. (2010). Profil hasil pendataan keluarga. Jakarta: Badan Koordinasi


Keluarga Berencana Nasional [online] diakses melalui http://bkkbn.go.id

BKKBN. (2014). Rencana Aksi Naisonal Pelayanan keluarga Berencana 2014-


2015. Jakarta: BKKBN.

Dinkes Provinsi Lampung (2015). Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun


2015.

Erfandi. (2008). Metode AKDR / IUD. Diakses melalui http://puskesmas-oke.com


tanggal 28 Januari 2019.

Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan


Praktek. Edisi ke-5. Jakarta: EGC

Green, W, Lawrence.et.al, (2005). Health Education Planing A Diagnostik


Approach. The. Johns Hapkins University: Mayfield Publishing Company.

Hartanto. (2008). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar.

ICFP (2016). Pemimpin Dunia Menyepakati Aksi Keluarga Berencana untuk


Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
http://fpconference.org/2016/wp-content/uploads/2016/01/Siaran-Pers-
ICFP-26-Januari-2016.pdf.

Liando, Runkat dan Manueke (2013) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Penggunaan Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) di Kelurahan
Pangolombian Kota Tomohon Tahun 2013.
https://www.neliti.com/id/publications/91578.

Maryatun, (2009) Kajian Penggunaan Metode Kontrasepsi IUD Dalam Program


Keluarga Berencana di Kabupaten Sukoharjo.
https://media.neliti.com/.../132538-ID-kajlan-penggunaan-metode-
kontrasepsi-iud.pdf

Musdalifah (2013). Faktor Yang Berhubungan denganPemilihan Kontrasepsi.


Hormonal Pasutri di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa Kecamatan
Duampanua kabupaten Pinrang 2013. Jurnal Universitas Hasanuddin.

Nawirah, Ikhsan dan Rahma (2012) Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan


Kontrasepsi IUD Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonomulyo Kecamatan
Wonomulyo Kabupaten Polman. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/
handle/123456789/10707/NAWIRAH%20K11112605.pdf?sequence=1.

Nintyasari & Kumalasari, (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wanita


Usia Subur (Wus) Dalam Pemilihan Kontrasepsi Hormonal Di Desa
Batursari Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta

Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka


Cipta.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017. Izin dan Penyelenggaraan


Praktik Bidan.

Proverawati, A. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Rafidah, Ida & Arief Wibowo. (2012). Pengaruh Dukungan Suami Terhadap
Kepatuhan Akseptor Melakukan KB Suntik. Jurnal Biometrika Dan
Kependudukan, I (1): 73. Surabaya: Departemen Biostatistika dan
Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Iniversitas Airlangga

Rakhmat, Jalaludin. (2004). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Rosdakarya

Rizkiani dkk, (2017). Penggunaan Kontrasepsi pada Remaja Perempuan Kawin


di Indonesia (Analisis Riskesdas 2013).
ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/download/7369/5437

Robbins, Stephen. (2006). Perilaku Organisasi. Prentice Hall, edisi kesepuluh.

RPJM. (2015). Rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019.


www.social-protection.org/gimi/gess/RessourcePDF.

Saskara, A.G.D. Ida & Marhaeni A.I.N. (2015). Pengaruh faktor sosial, ekonomi,
dan demografi terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Denpasar.Vol. 8
no 2 Agustus 2015. Jurnal Ekonomi Kuantitatif

Saifudin. AB (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

Siagian, S. (2006). Manajemen Strategic. Jakarta : Bina Aksara.

Siswosudarmo dkk. (2007). Teknologi Kontrasepsi. Gadjah Mada University Press

Suparyanto (2011). Konsep Suami dalam Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba.


Medika.
Walgito. (2002). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.

Wulandari & Hastuti (2013) Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan


Pemilihan Alat Kontrasepsi Suntik.
https://www.apikescm.ac.id/ejurnalinfokes/index.php/infokes/article/
view/113
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN
KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS
RAJABASA INDAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2020

I. Identitas Responden
1. No. Responden : .....................
2. Nama responden : .....................
3. Jumlah anak : ...................... (orang)
4. Pendidikan : ......................
5. Umur :....................... (tahun)
6. Sosial ekonomi :
Jumlah pendapatan keluarga dalam satu bulan:Rp......................................

II. Pengetahuan
Petunjuk : Berilah tanda cheklis (√) pada Jawaban yang Anda Anggap Benar
pada Jawab Telah Disediakan.

1. Apa yang ibu ketahui tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) ?
a. Alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik dan tembaga yang
ditempatkan dibawah kulit.
b. Alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik dan tembaga yang
ditempatkan didalam rahim
c. Alat kontrasepsi yang mengandung hormon yang dapat menghambat
pembuahan di dalam rahim

2. Menurut ibu dimana AKDR di pasang ?


a. Rahim
b. Bokong
c. Alat kemaluan

3. Menurut ibu apa keunggulan alat kontrasepsi AKDR dari kontrasepsi lainya.?
a. Waktu penggunaannya yang lama sejak dari pemasangan
b. Peluang gagal lebih kecil dibading dengan kontrsepsi lain
c. Tidak memiliki efek samping

4. Pemasangan AKDR sebagai alat kontrasepsi digunakan untuk jangka waktu


berapa tahun?
a. 1- 10 tahun
b. 11 – 15 tahun
c. Lebih dari 15 tahun

5. Menurut ibu, apa kekurangan alat kontrsepsi AKDR dari alat Kontrasepsi lain?
a. Tidak dapat mencegah keluarnya sel telur pada wanita
b. Tidak dapat digunakan oleh wanita yang belum pernah melahirkan
c. Tidak dapat mencegah penyakit menular seksual (HIV/AIDS)
6. Menurut ibu, kapan AKDR dapat dipasang?
a. Setelah persalinan dan dalam masa nifas
b. Sedang menderita infeksi alat genitalia
c. Setelah keguguran, mengalami kurang darah (anemia)

7. Apa saja efek samping kontrasepsi AKDR yang ibu ketahui?


a. Perdarahan yang bukan perdarahan haid
b. Berpengaruh terhadap hubungan suami istri
c. Merusak dinding uterus

8. Ibu yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi AKDR ?


a. Ibu yang memiliki riwayat infeksi panggul
b. Setelah abortus yang tidak aman
c. Tidak dalam masa haid

9. Menurut ibu, kapan alat kontrasepsi AKDR dapat dilepas ?


a. Ketidak harmonisan rumah tangga
b. Berat badan yang tidak bertambah
c. Mengalami perdarahan

10. Setelah ibu memakai AKDR kapan ibu harus melakukan kunjungan ulang ?
a. Seminggu setelah pemasangan atau bila ada keluhan
b. Dua minggu setelah pemasangan atau bila ada keluhan
c. Tiga minggu setelah pemasangan atau bila ada keluhan

III. Persepsi
Petunjuk : Berilah tanda check list (√) pada kolom SS, S, TS, STS sesuai dengan
pilihan Ibu.
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS
1 AKDR adalah alat kontrasepsi dalam rahim yang
tidak mengganggu produksi ASI
2 AKDR adalah alat kontrasepsi yang paling baik
diantara kontrasepsi yang lain
3 AKDR dapat dibuka sendiri oleh ibu
4 AKDR dapat menimbulkan perdarahan yang
membahayakan ibu
5 AKDR boleh dipasang oleh ibu kader Posyandu
6 AKDR dapat dibuka kapan saja
7 Saat AKDR dicabut maka kesuburan ibu dapat
kembali pulih dengan cepat
8 AKDR kontrasepsi yang masih asing atau tabu bagi
aseptor
9 AKDR kontrasepsi yang banyak diminati oleh
akseptor
10 AKDR tidak menimbulkan cacat pada bayi apabila
ibu hamil
11 AKDR merupakan alat kontrasepsi jangka panjang
12 AKDR adalah alat kontrasepsi yang aman dan
efektif
13 AKDR bekerja langsung efektif setelah
pemasangan
14 Tidak ada rasa sakit saat pemasangan AKDR
15 AKDR adalah alat kontrasepsi yang harganya
terjangkau oleh masyarakat

IV. Dukungan Suami


A. Petunjuk pengisian Kuesioner
1. Bacalah dengan teliti setiap pernyataan. Kemudian jawablah sesuai dengan
keadaan anda yang sesungguhnya. Apabila terdapat pernyataan yang tidak
di mengerti dapat menanyakannya kepada pihak kami.
2. Jawablah 1 (satu) pernyataan yang tersedia dan berilah tanda centang ( )
pada kolom yang telah disediakan.
3. Kuesioner ini tidak terdapat penilaian benar atau salah, sehingga tidak ada
jawaban yang di anggap salah. Semua jawaban di anggap benar jika anda
memberikan jawaban sesuai dengan keadaan anda yang sebenarnya.

Arti dari jawaban :


1. Selalu: Dukungan yang diberikan oleh suami setiap hari dan selalu
dilakukan.
2. Sering: Dukungan yang diberikan suami lebih banyak muncul tetapi
pernah tidak muncul.
3. Kadang-kadang : Dukungan yang diberikan suami pernah muncul tetapi
lebih banyak tidak muncul.
4. Tidak Pernah: Dukungan yang diberikan oleh suami tidak pernah muncul
sama sekali.

No Pernyataan Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang Pernah
Dukungan Informasional
1 Suami memberikan pendapat tentang
pentingnya menggunakan kontrasepsi
IUD
2 Suami menganjurkan untuk
menggunakan kontrasepsi IUD
3 Saya mendapat teguran dari suami jika
saya tidak menggunakan IUD
4 Suami melarang saya menggunakan IUD
5 Suami mengingatkan saya untuk
menggunakan kontrasepsi IUD
6 Suami membiarkan saya untuk
mencari sendiri informasi tentang
kontrasepsi IUD
Dukungan Penilaian
7 Suami memberikan pujian kepada saya
setelah saya menggunakan KB IUD
8 Suami menganggap hal yang wajar
ketika saya tidak menggunakan KB
9 Suami senang ketika saya membahas
mengenai kontrasepsi IUD
10 Suami menenangkan saya, saat saya
dalam kondisi sedih atau takut pada saat
akan melakukan pemasangan
kontrasepsi IUD
11 Suami menganggap bahwa penggunaan
Kontrasepsi merupakan hal yang tidak
penting untuk saya
Dukungan Instrumental
12 Suami memberikan uang ketika saya
membutuhkan untuk menggunakan alat
kontrasepsi
13 Suami membiarkan saya pergi sendiri
untuk melakukan pemasangan
kontrasepsi IUD
14 Suami menyediakan kendaraan ketika
saya ingin melakukan pemasangan IUD
15 Suami menyediakan asuransi BPJS agar
saya bisa melakukan pemasangan IUD
16 Suami meluangkan waktunya untuk
mengantar atau mendampingi saya
ketika saya ingin memasang IUD
Dukungan Emosional
17 Suami memberikan kepercayaan kepada
saya untuk melakukan pemasangan
kontrasepsi IUD
18 Suami peduli saat saya melakukan
Pemasangan kontrasepsi IUD
19 Suami memperhatikan kondisi kesehatan
saya walaupun saya tidak menggunakan
alat kontrasepsi IUD
20 Suami senang ketika saya ingin
menggunakan alat kontrasepsi IUD
21 Saya sangat nyaman ketika suami
Mendampingi saat melakukan
pemasangan IUD
22 Suami melarang saya menggunakan
kontrasepsi IUD
23 Suami tidak menanyakan keluhan saya
ketika saya selesai dilakukan
pemasangan alat kontrasepsi IUD

V. Dukungan Petugas Kesehatan


Petunjuk : Berilah Tanda Cheklis (√) pada Jawaban yang Anda Anggap
Benar pada Kolom Telah Disediakan

No Pernyataan Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang Pernah
Dukungan Informasional
1 Bidan memberikan pendapat tentang
pentingnya menggunakan kontrasepsi
IUD
2 Bidan menganjurkan untuk
menggunakan kontrasepsi IUD
3 Bidan mengingatkan saya untuk
menggunakan IUD setelah melahirkan
4 Bidan membiarkan saya untuk
mencari sendiri informasi tentang
kontrasepsi IUD
Dukungan Penilaian
5 Bidan memberikan pujian kepada saya
setelah saya menggunakan IUD
6 Bidan menganggap hal yang wajar
ketika saya tidak menggunakan KB IUD
7 Bidan senang ketika saya membahas
mengenai kontrasepsi IUD
8 Bidan menenangkan saya, saat saya
dalam kondisi sedih atau takut pada saat
akan melakukan pemasangan
kontrasepsi IUD
9 Bidan menganggap bahwa penggunaan
Kontrasepsi merupakan hal yang tidak
penting untuk saya
Dukungan Instrumental
10 Bidan menyarankan saya mengunakan
fasilitas BPJS untuk menggunakan alat
kontrasepsi
11 Bidan menyediakan alat kontrasepsi
IUD yang akan saya gunakan
Dukungan Emosional
12 Bidan memberikan kepercayaan kepada
saya untuk memilih kontrasepsi IUD
13 Bidan mendengarkan keluhan saya saat
melakukan Pemasangan kontrasepsi IUD
14 Bidan memperhatikan kondisi kesehatan
saya saat akan menggunakan alat
kontrasepsi IUD
15 Bidan senang ketika saya ingin
menggunakan alat kontrasepsi IUD
16 Bidan membiaran suami mendampingi
saya saat melakukan pemasangan IUD
17 Bidan tidak menanyakan keluhan saya
ketika saya selesai dilakukan
pemasangan alat kontrasepsi IUD

VI. Penggunaan AKDR


1. Apakah saat ini ibu menggunakan alat kontrasepsi IUD?
a. Ya
b. Tidak

Anda mungkin juga menyukai