Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 3 memuat

tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan

sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya

masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan

bersama masyarakat dalam penyelengaran pembangunan kesehatan, guna

memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat

dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan

angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

Program posyandu dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat, maka

diharapkan masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan,

memanfaatkan dan mengembangkan Posyandu sebaik-baiknya. Kelangsungan

Posyandu tergantung dari partisipasi masyarakat itu sendiri. Adapun

penyelenggara Posyandu adalah kader-kader dan ibu-ibu PKK dari desa

tersebut (Budiono, 2002).

Kesadaran dan kemauan ibu berpartisipasi membawa balitanya ke

Posyandu secara teratur sangat penting, manfaat yang didapat ibu apabila aktif
2

membawa anaknya ke posyandu yaitu: 1) mengetahui/mendeteksi dini

gangguan pertumbuhan anak; 2) mendapat penyuluhan gizi; 3) mendapatkan

pemberian makanan tambahan (PMT); 4) mendapat vitamin A setiap bulan

januari dan agustus; 5) memperoleh imunisasi dasar lengkap; 6) mendapat

penyuluhan tentang pencegahan diare. Posyandu merupakan tempat yang

sangat berperan dalam pemantauan pertumbuhan, status kesehatan dan gizi

anak balita (Depkes RI, 2006).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Green,

yaitu: Faktor Predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaaan, keyakinan, nilai,

umur dan jenis kelamin), Faktor pemungkin (sikap dan perilaku kesehatan

orang lain, teman dekat, orang tua, pemerintah, pekerja kesehatan dan

sebagainya), faktor penguat (kamampuan sumber daya kesehatan,

aksesibilitas, peralatan, peraturan dan hukum). Faktor-faktor tersebut

berhubungan dengan perilaku ibu membawa balita ke posyandu secara teratur.

Kunjungan balita ke posyandu untuk Kabupaten Pesawaran belum

memenuhi target nasional ditentukan yaitu 70%. Dimana pada tahun 2008,

balita yang ditimbang dibanding jumlah total balita (D/S) berjumlah 47,9%,

tahun 2009 nilai D/S adalah 33,8%, pada tahun 2010 nilai D/S adalah 51,2%,

dan pada 2011 nilai D/S adalah 46,7%. Cakupan tersebut masih jauh dari

target Standar Penilaian Minimum (SPM) yang ditentukan (Dinkes Kabupaten

Pesawaran, 2011).

Di Desa Banding Agung, pemanfaatan pelayanan kesehatan khususnya

posyandu masih kurang hal ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran
3

ibu atas manfaat yang didapat dari membawa anak balita ke posyandu.

Kunjungan balita ke Posyandu di Desa Banding Agung juga belum memenuhi

target yang ditentukan, yaitu 70%, dimana pada tahun 2009 nilai D/S 52,2%,

tahun 2010 nilai D/S 55,7% dan pada pertengahan tahun 2011 bila D/S baru

mencapai 50,2%.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui

hubungan keaktifan kader dan dukungan keluarga dengan perilaku ibu

membawa anak balita ke Posyandu di Desa Banding Agung Wilayah Kerja

Puskesmas Pedada Kabupaten Pesawaran Tahun 2012.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah

penelitian yaitu “Adakah hubungan keaktifan kader dan dukungan keluarga

dengan perilaku ibu membawa anak balita ke Posyandu di Desa Banding

Agung Wilayah Kerja Puskesmas Pedada Kabupaten Pesawaran Tahun

2012?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan keaktifan kader dan dukungan keluarga

dengan perilaku ibu membawa anak balita ke Posyandu di Desa Banding

Agung Wilayah Kerja Puskesmas Pedada Kabupaten Pesawaran Tahun

2012
4

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi keaktifan kader

b. Diketahui distribusi frekuensi dukungan keluarga

c. Diketahui distribusi frekuensi perilaku ibu membawa anak balita ke

Posyandu

d. Diketahui hubungan keaktifan kader dengan perilaku ibu membawa

anak balita ke Posyandu

e. Diketahui hubungan dukungan keluarga dengan perilaku ibu

membawa anak balita ke Posyandu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman tentang hubungan keaktifan kader dan dukungan keluarga

dengan perilaku ibu membawa anak balita ke Posyandu sehingga dapat

meningkatkan cakupan kunjungan ke posyandu.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Untuk mengetahui dengan jelas mengenai hubungan keaktifan kader dan

dukungan keluarga dengan perilaku ibu membawa anak balita ke

Posyandu. Sehingga dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross

sectional yang meneliti hubungan keaktifan kader dan dukungan keluarga


5

dengan perilaku ibu membawa anak balita ke Posyandu, subjek penelitian

adalah semua ibu yang memiliki anak balita (1-5 tahun) di Desa Banding

Agung Wilayah Kerja Puskesmas Pedada Kabupaten Pesawaran pada bulan

Maret tahun 2012.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Konsep Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan

atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku pada

hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo,

2007). Oleh sebab itu perilaku mempunyai batasan yang luas meliputi:

berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain lain. Bahkan kegiatan

internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga

merupakan perilaku.

Perilaku dan gejala perilaku yang nampak pada kegiatan organisme

dipengaruhi oleh faktor genetic (keturunan) dan lingkungan. Secara umum

dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan ini

merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk perilaku

manusia. Faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal

untuk pengembangan perilaku mahluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan

lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Suatu

mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka

terbentuknya perilaku disebut “proses belajar” (Notoatmodjo, 2007).

2. Determinan Perilaku

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan

seperti: pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,


7

sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitanya sulit dibedakan

atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang.

Gejala perilaku dapat ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor,

diantaranya faktor pengalaman, keyakinan, sarana, fisik, sosial budaya

masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

3. Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep

yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku.

Bentuk perubahan perilaku menurut WHO yang dikutip Notoatmodjo

(2007) dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

a. Perubahan Alamiah

Perubahan manusia selalu berubah, dimana sebagian perubahan itu

disebabkan oleh karena kejadian alamiah

b. Perubahan terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri

oleh subjek

c. Kesediaan untuk berubah

Setiap orang mempunyai kesediaan berubah yang berbeda-beda

meskipun kondisi yang dihadapinya sama.

B. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku dilakukan atau dibentuk oleh tiga

faktor, yaitu: 1) Faktor Predisposing yang merupakan faktor internal yang ada

pada diri ndividu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang mempermudah


8

individu untuk berperilaku antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaaan,

tradisi, nilai dan pendidikan; 2) Faktor enabling yang merupakan faktor yang

memungkinkan individu untuk berperilaku seperti tersedianya sumber daya,

keterjangkauan, rujukan dan keterampilan; 3) Faktor reinforcing yaitu faktor

yang menguatkan perilaku, seperti sikap, dukungan keluarga dan keteramplan

petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan referensi dari perilaku

masyarakat.

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Adalah faktor pencetus timbulnya perilaku seperti:

a. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang

lain. Knowledge (pengetahuan) terjadi bila individu (ataupun suatu unit

perbuatan keputusan lainnya) diekspos terhadap eksistensi inovasi dan

memperoleh pemahamannya.

b. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek .

Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain

yang paling dekat. Sikap membuat seorang mendekati atau menjauhi

orang lain atau objek lain.

c. Kepercayaan

Kepercayaan sering di peroleh dari orangtua, kakek atau nenek,

dimana seseorang itu menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan

dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.


9

2. Faktor Penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan yang positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh/acuan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Faktor ini disebut juga sebagai faktor penguat:

a. Dukungan Keluarga

1) Pengertian Dukungan Keluarga

Menurut Cohen dan Syme (1996) dalam Setiadi (2008), dukungan

keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang

diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang

akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai

dan mencintainya. Dukungan sosial keluarga adalah sebagai proses

hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman,

1998 dalam Setiadi, 2008).

2) Fungsi dukungan keluarga

Friedman (1998) dalam Setiadi (2008), menjelaskan bahwa

keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:

a) Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator

(penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang

pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan

mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini


10

adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena

informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti

yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini

adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian

informasi.

b) Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai

sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya

memberikan support, penghargaan, perhatian.

c) Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan

konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan

makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari

kelelahan.

d) Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat

dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang

diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,

perhatian, mendengarkan dan didengarkan.


11

3) Sumber dukungan keluarga

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang

dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat

diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak

digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan

bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa

dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri

atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial

b. Peran Kader

1) Pengertian Peran

Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan

individu dalam masyarakat sebagai organisasi, peran juga dapat

diartikan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat (Soekanto, 2000).

Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan

seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang yang

bersangkutan menjalankan suatu peranan (Yasyin, 2005).

Peran adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang

atau lembaga dalam suatu peristiwa. Peran menunjuk pada

organisasi tindakan dalam suatu tipe hubungan interaksi khusus.

Dua dimensi peran adalah: kewajiban dan hak. Tindakan yang


12

diharapkan akan dilaksanakan oleh seseorang merupakan

kewajiban suatu peran, tindakan atau respon orang lain merupakan

hak. Konsep peran dihubungkan dengan konsep status. Dalam

pengunaan ini status hanya menunjuk pada posisi seseorang dalam

suatu hubungan interaksi, bukan pada prestise yang terdapat pada

seseorang. Sehingga peran-status adalah satuan struktural yang

paling mendasar sebagai syarat fungsional yang harus dipenuhi

(Sofyan Cholid, 2009). Dari beberapa pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa peran adalah suatu rangkaian tugas yang

dilakukan seseorang berdasarkan kedudukannya di dalam

masyarakat. Peran serta merupakan suatu bentuk perilaku nyata.

Oleh karena itu kajian mengenai faktor yang mempengaruhi peran

sama dengan faktor yang mempengaruhi perilaku.

2) Pengertian Kader Posyandu

Kader adalah istilah umum yang dipergunakan untuk tenaga-tenaga

yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja

bersama masyarakat dan untuk masyarakat secara sukarela

(Zulkifli, 2003). Kader posyandu adalah seorang yang karena

kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih dan atau

ditunjuk untuk memimpin pengembangan posyandu disuatu tempat

atau desa (Depkes, 2006). Setiap warga kelurahan setempat laki-

laki maupun perempuan yang bisa membaca dan menulis huruf

latin, mempunyai waktu luang, memiliki kemampuan dan mau


13

bekerja sukarela dengan tulus ikhlas bisa menjadi kader (Rahayu,

2005).

3) Peran Kader Posyandu

Kader posyandu bertanggung jawab terhadap masyarakat

setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat

pelayanan kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan

petunjuk yang diberikan oleh para pembimbing dalam jalinan

kerjasama dari sebuah tim kesehatan (Heru, 2005).

Peran serta atau keikutsertaan kader Pos Pelayanan Terpadu

melalui berbagai organisasi dalam upaya mewujudkan dan

meningkatkan pembangunan kesehatan masyarakat desa harus

dapat terorganisir dan terencana dengan tepat dan jelas. Beberapa

hal yang dapat atau perlu dipersiapkan oleh kader seharusnya

sudah dimengerti dan dipahami sejak awal oleh kader posyandu.

Karena disadari atau tidak keberadaan posyandu adalah sebuah

usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya

posyandu yang telah ada dan telah berjalan selama ini mampu lebih

ditingkatkan dan dilestarikan (Rachman, 2005).

Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada

umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya

membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya

pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun

jenis pelayanan.
14

Peranan kader dalam kegiatan posyandu sangat besar. Menurut

Depkes RI (2006) ada dua tugas dan tanggung jawab kader yaitu:

a) Pada hari buka posyandu, antara lain:

(1) Menyiapkan tempat pelaksanaan, peralatan, sarana dan

prasarana Posyandu termasuk menyiapkan dan memberikan

makanan tambahan.

(2) Melaksanakan pendaftaran pengunjung Posyandu.

(3) Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yag

berkunjung ke Posyandu.

(4) Mencatat hasil penimbangan di KMS atau buku KIA dan

mengisi buku register Posyandu.

(5) Memberikan pelayanan kesehatan dan KB sesuai dengan

kewenangannya. Misalnya memberikan Vitamin A,

pemberian tabelt zat besi, oralit, pil KB, Kondom. Apabila

pada hari buka tenaga kesehatan Puskesmas datang

berkunjung, penyelenggaraan pelayanan dan KB ini

dilakukan bersama petugas kesehatan.

(6) Setelah pelayanan Posyandu selesai, kader bersama petugas

melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan tindak

lanjut

b) Diluar hari buka posyandu, antara lain:

(1) Mengadakan pemutakhiran data sasaran Posyandu: Bayi,

Anak Balita, Ibu Hamil, dan Ibu Menyusui


15

(2) Membuat grafik SKDN, yaitu: jumlah semua balita yang

bertempat tingal diwilayah kerja Posyandu (S), jumlah

balita yang mempunya Kartu MenujuSehat atau buku KIA

(K). jumlah balita yang datang dan ditimbang pada hari

buka Posyandu (D), jumlah balita yang ditimbang berat

badannya dan berat badannya naik(N).

(3) Melakukan tindak lanjut terhadap:

(a) Sasaran yang tidak datang

(b) Sasaran yang memerlukan penyuluhan lebih lanjut

seperti: Berat badan turun atau tetap dua bulan berturut-

turut, anggota keluarga sering terkena penyakit

menular.

(4) Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar

berkunjung ke Posyandu pada hari buka

(5) Melakukan kunjungan tatap muka ketokoh masyarakat, dan

menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau

organisasi keagamaan.

Kader posyandu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang

tertutup, namun mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang

pelaku dari sebuah sistem kesehatan, karena itulah mereka harus

dibina, dituntun serta didukung oleh para pembimbing yang lebih

terampil dan berpengalaman (WHO, 2005).


16

Hal ini bertujuan agar kader posyandu dapat melakukan

fungsinya dengan baik. Kader posyandu seyogyanya membantu

pemerintah daerah setempat dan masyarakat setempat untuk

mengambil inisiatif dan harus memperlihatkan adanya kemauan

untuk setiap kegiatan yang berkaitan dengan upaya membangun

masyarakat. Seyogyanya para kader kesehatan posyandu itu selalu

mempertimbangkan tentang apa yang dapat diselesaikan di wilayah

tersebut dengan menggunakan sumber daya lokal milik masyarakat

setempat, dan tentu saja dalam batas biaya yang masih dapat

dicapai oleh masyarakat setempat pula (Heru, 2005).

4) Keaktifan Kader Posyandu

Keaktifan kader adalah keterlibatan kader didalam kegiatan

kemasyarakatan yang merupakan pencerminan akan usahanya

untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang dirasakan dan

pengabdian terhadap pekerjaannya sebagai kader. Keaktifan kader

Posyandu tersebut dari ada atau tidaknya dilaksanakannya

kegiatan-kegiatan Posyandu sebagai tugas yang diembankan

kepadanya. Kegiatan ini akan berjalan dengan baik jika didukung

dengan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang disediakan

hendaknya harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang

harus dilaksanakan serta ada tersedianya waktu, tempat yang tepat,

sesuai dan layak untuk menunjang kegiatan Posyandu. Kader


17

dikatakan aktif jika ia melaksanakan tugas-tugas pokok yang

diberikan padanya (Depkes RI, 2006).

4. Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana/fasilitas bagi masyarakat

misalnya puskesmas, rumah sakit, polindes, dokter atau bidan swasta, dan

lain-lain. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung terwujudnya perilaku

kesehatan maka disebut juga faktor pendukung.

a. Ketersediaan sarana kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun kesadaran dan pengetahuan

masyarakat tinggi tentang kesehatan, namun fasilitas kesehatan yang

tidak mendukung maka tindakan tentang kesehatan tidak akan

terwujud. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran yang tinggi

harus diikuti dengan ketersediaan sarana kesehatan yang baik sehingga

terwujud perilaku hidup sehat.

b. Jarak ke sarana kesehatan

Rachman (2004) menyatakan bahwa keterjangkauan/jarak merupakan

salah satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

C. Posyandu

1. Pengertian Posyandu

Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya

masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk

dan bersama masyarakat dalam penyelengaran pembangunan kesehatan,


18

guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada

masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

Adapun pengertian mengenai posyandu banyak para ahli

mengemukakan sangat berpariasi tergantung dari sudut mana

memandangnya. Secara sederhana yang di maksud dengan posyandu adalah:

“Pusat kegiatan dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan

Kb-kesehatan”. Dari aspek prosesnya maka pengertiannya adalah sebagai

berikut: “merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam

pembangunan, khususnya kesehatan dengan menciptakan kemampuan untuk

hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan

masyarakat yang optimal” (Fitri, 2008).

Posyandu apabila dipandang dari hirarki sistem upaya pelayanan

kesehatan, adalah: “forum yang menjembatani ahli teknologi dan ahli kelola

untuk upaya-upaya kesehatan yang propesional kepada masyarakat sebagai

upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat hidup sehat”

(Fitri, 2008).

Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi

dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari

masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan

pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga.

berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber

daya manusia sejak dini (Fitri, 2008).


19

Posyandu merupakan salah satu pelayanan kesehatan di desa untuk

memudahkan masyarakat untuk mengetahui atau memeriksakan kesehatan

terutama untuk ibu hamil dan anak balita. Keaktifan ibu pada setiap kegiatan

posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya.

Karena salah satunya tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status

gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil. Agar tercapai itu semua

maka ibu yang memiliki anak balita hendaknya aktif dalam kegiatan

posyandu agar status gizi balitanya terpantau (Fitri, 2008).

2. Perkembangan Posyandu

Latar belakang istilah posyandu adalah bermula dengan

dikeluarkannya konsep keterpaduan KB-kesehatan, dimana sebelum adanya

posyandu tidak ada keterpaduan baik lintas program maupun lintas sektoral

yang menyangkut pelayanan KB-kesehatan di masyarakat. Gagasan ini

muncul pertama kali dari dir.Jen Binkesmas dan pada saat itu lebih dikenal

dengan gagasan bapak Dr. Soyono Yahya, MPH yang disebut dengan

posyandu (http://www.menkokesra.go.id).

Pada prinsipnya konsep ini sangat sederhana, mudah pelaksanaan dan

dapat meningkatkan efisiensi pelayanan seta besar menfaatnya. Dalam

pelaksanaanya diperlukan kerja sama lintas sektoral dan lintas program,

untuk itu pada tahun 1985 dikelurkan instruksi bersama antara Mendagri,

Menkes dan Kepala BKKBN (http://www.menkokesra.go.id).


20

Saat ini Posyandu Purnama dan Mandiri di Provinsi Lampung baru

mencapai 45%, ini artinya masih 55% di strata pratama dan madya (Profil

Dinkes Provinsi Lampung, 2011).

3. Dasar Pelaksanaan

Surat Keputusan Bersama: Mendagri/Menkes/BKKBN. Masing-masing

No.23 tahun 1985. 21/Men.Kes/Inst.B./IV 1985, 1I2/HK-011/ A/1985

tentang penyelenggaraan Posyandu yaitu :

a. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral untuk menyelenggarakan

Posyandu dalam lingkup LKMD dan PKK.

b. Mengembangkan peran serta masyarakat dalarn meningkatkan fungsi

Posyandu serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam program –

program pembangunan masyarakat desa

c. Meningkatkan fungsi dan peranan LKMD PKK dan mengutamakan

peranan kader pembangunan.

d. Melaksanakan pembentukan Posyandu di wilayah/di daerah masing-

masing dari melaksanakan pelayanan paripurna sesuai petunjuk Depkes

dan BKKBN.

e. Undang-undang no. 23 tahun 1992 pasal 66 , dana sehat sebagai cara

penyelenggaraan dan pengelolaan pemeliharaan kesehatan secara

paripurna.
21

4. Tujuan penyelenggaraan Posyandu

Menurut Depkes tujuan diselenggarakan Posyandu adalah untuk:

a. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu

Hamil, melahirkan dan nifas)

b. Membudayakan NKKBS.

c. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk

mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB Berta kegiatan lainnya

yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.

d. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera,

Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

5. Penyelenggaraan Posyandu

Posyandu dapat dikembangkan dari pos penimbangan, pos imunisasi, pos

KB desa, pos kesehatan ataupun pembentukan yang baru. Satu posyandu

sebaiknya melayani seratus (100) balita/700 penduduk atau disesuaikan

dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat, geografis, jarak antara

rumah, jumlah kepala keluarga dalam kelompok dan sebagainya.

Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh

masyarakat dan ditentukan sendiri. Dengan demikian kegiatan posyandu

dapat dilaksanakan dipos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai

desa, tempat pertemuan RK/RT atau ditempat khusus dibangun masyarakat.

a. Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh LKMD,

Kader, Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan


22

dari KB. Pada hari buka Posyandu dilakukan pelayanan masyarakat

dengan sistem 5 (lima) meja yaitu :

Meja I : Pendaftaran.

Meja II : Penimbangan

Meja III : Pengisian KMS

Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS.

Meja V : Pelayanan KB Kes : pelayanan KIA, KB, Imunisasi dan

pengobatan, serta pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan

Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat

dan petugas KB).

5. Sasaran Posyandu :

a. Bayi/Balita.

b. Ibu hamil/ibu menyusui.

c. WUS dan PUS.

Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi :

a. Kesehatan ibu dan anak :

1) Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)

2) Pemberian vitamin A dosis tinggi ( bulan

vitamin A pada bulan Februari dan Agustus)

3) PMT

4) lmunisasi.
23

5) Penimbangan balita rutin perbulan sebagai

pemantau kesehatan balita melalui pertambahan berat badan setiap

bulan. Keberhasilan program terlihat melalui grafik pada kartu

KMS setiap bulan.

b. Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.

c. Pemberian Oralit dan pengobatan.

d. Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai

permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan

materi dasar dari KMS balita dan ibu hamil. Keberhasilan Posyandu

tergambar melalui cakupan SKDN

S : Semua baita diwilayah kerja Posyandu.

K : Semua balita yang memiliki KMS.

D : Balita yang ditimbang.

N : Balita yang naik berat badannya.

Dana.

Dana pelaksanaan Posyandu berasal dari swadaya masyarakat melalui

gotong royong dengan kegiatan jimpitan beras dan hasil potensi desa

lainnya serta sumbangan dari donatur yang tidak mengikat yang

dihimpunan melalui kegiatan Dana Sehat.

6. Kunjungan Balita

Kunjungan adalah hal atau perbuatan berkunjung ke suatu tempat.

Kunjungan balita ke Posyandu adalah datangnya balita ke posyandu untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan misalnya penimbangan, imunisasi,


24

penyuluhan gizi, dan lain sebagainya. Kunjungan balita ke posyandu yang

paling baik adalah teratur setiap bulan atau 12 kali pertahun. Untuk ini

kunjungan balita diberi batasan 8 kali pertahun.

Posyandu yang frekuensi penimbangan atau kunjungan balitanya

kurang dari 8 kali pertahun dianggap masih rawan, sedangkan bila

frekuensi penimbangan sudah 8 kali atau lebih dalam kurun waktu satu

tahun dianggap sudah cukup baik, tetapi frekuensi penimbangan

tergantung dari jenis posyandunya (Depkes RI, 2006).

D. Faktor Yang Mempengaruhi Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu

Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal

(dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri manusia)

sedangkan faktor internal terdiri faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor

eksternal terdiri dari berbagai faktor, antara lain sosial, budaya masyarakat,

lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya (Notoatmodjo,

2007).

Demikian halnya juga faktor yang memengaruhi perilaku seseorang

kader dibagi dalam 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan

faktor pendorong (Notoatmodjo, 2007).

1. Faktor Internal

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor-faktor dari dalam diri

sesorang itu sendiri terdiri dari:

a. Pendidikan
25

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar perserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan pengendalian diri kepribadian, kecerdasan ahlak

mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara (UU Sisdiknas no 20 tahun 2003). Hal ini selaras juga

dengan pendapat Notoatmodjo (2007) Pendidikan adalah segala upaya

yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu

maupun secara kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Hal ini senada juga seperti yang disampaikan oleh Suwarno (1992)

dalam Nursalam (2001) Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu

cita-cita tertentu. Lebih jauh Notoatmodjo (2007) bahwa Promosi

(pendidikan) kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan

pengetahuan, sikap, dan praktik kesehatan saja, tetapi juga

meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun

nonfisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan

mereka. Jadi pendidikan dapat diartikan menuntun atau membawa

seseorang untuk berbuat serta mengisi kehidupannya guna mencapai

kebahagiannya. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk mendapatkan

informasi masalah atau hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup.


26

Menurut Matra (1995) dalam Notoatmodjo (2007) bahwa:

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan, maka semakin bertambah pula kecakapannya baik secara

intelektual dan emosionalnya.

Hal yang sama seperti yang di sampaikan oleh Kuncoroningrat

(1997) dalam Nursalam (2001) bahwa makin tinggi tingkat

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga

makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan

yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Seorang kader yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup

padat juga akan mempengaruhi ketidak hadiran dalam pelaksanaan

posyandu pada umumnya Kader tidak mempunyai waktu luang,

sehingga semakin tinggi aktivitas pekerjaan kader makin rendah peran

kader dalam pelaksanaan posyandu.

c. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus/rangsangan dan objek. Notoatmodjo,

(2007). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan

tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Pengalaman


27

yang kurang baik dapat menimbulkan sikap seseorang menjauhi objek

demikian pula sebaliknya. Jadi sikap menentukan peran serta untuk

aktif tidaknya dalam kegiatan pelaksanaan posyandu. Sedangkan

bentuk respons terhadap rangsangan dapat dibedakan menjadi dua

yakni perlaku tertutup (covert behaviour) dan perilaku terbuka (overt

behaviour), dan faktor yang membedakan respons terhadap stimulus

yang berbeda dapat dibedakan menjadi dua, menurut Notoatmodjo,

(2007) bahwa terdiri dari:

1) Faktor Internal

Yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given

atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis

kelamin dan sebagainya.

2) Faktor Eksternal

Yakni lingkungan, baik lingkungan fisik. Social, budaya, ekonomi,

politik dan sebagainya. Factor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominant yang mewarnai perilaku seseorang.

Pengalaman yang baik atau kurang baik dapat menimbulkan sikap

seseorang respons terhadap obyek demikian pula sebaliknya. Kader

menentukan aktif atau tidaknya dalam kegiatan pelaksanaan

posyandu tergantung terhadap stimulus atau rangsangannya.

d. Motivasi

Sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidaknya

suatu tindakan yang hendak dilakukan, senada yang disampaikan oleh


28

Cratty (1983) dalam Harsono (2002) ”Motivation consists of finding

ways to get people to do things they might not want to do on their

own” lebih jauh Harsono (2002). Hal ini yang menjadi salah satu

sebab mengapa sukar sekali orang mengukur motivasi secara realibel,

terutama apabila pengukuran ini tergantung dari kata hati (mood),

perasaan, atau verbilisasi orang. Menurut Notoatmodjo (2007) motif

adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan

orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai

suatu tujuan. Seorang kader yang mempunyai motivasi dalam dirinya

akan membantu program kesehatan serta menentukan ketidak

aktifannya dalam kegiatan pelaksanaan posyandu.

4. Faktor Eksternal

a. Sosial Budaya

Kebudayaan dalam tatanan masyarakat khususnya di wilayah Madura

merupakan suatu sistem atau aturan yang dipegang teguh oleh

masyarakat tidak ada sanksi hukum yang tegas bagi yang

melanggarnya, hanya berupa teguran dan sanksi moral berupa

dikucilkan. Karena terlalu kuatnya kebudayaan di suatu daerah

sehingga sulit menerima hal yang baru, masyarakat yang menganggap

seperti kegiatan posyandu belum terasa manfaatnya secara langsung.

Selain dari pada itu kader harus senantiasa menggerakan dan

memotivasi ibu-ibu atau masyarakat agar mau memanfaatkan

pelayanan di posyandu dengan cara: melakukan kunjungan rumah,


29

pendekatan dengan tokoh masyarakat, membuat acara/kegiatan yang

menarik di posyandu (Depkes RI, 2006). Sehingga keaktifan bagi

seorang kader dalam pelaksanaan posyandu tidak hanya melakukan

kegiatan pada saat pelaksanaan posyandu melainkan harus selalu

tanggap dan peduli dengan masalah kesehatan ibu dan anak di

lingkungannya (Depkes RI, 2006).

b. Dukungan Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat merupakan orang-orang yang sangat berpengaruh

dalam masyarakat. Apabila tokoh masyarakat ikut berperan dalam

memberikan motivasi pada kader, maka diharapkan kader akan aktif

dalam kegiatan pelaksanaan posyandu

c. Peran Petugas Kesehatan

Peran petugas kesehatan profesional mempunyai peran sebagai

fasilitator Posyandu dan pemberi pelayanan kesehatan pada kegiatan

yang tidak bisa dilakukan oleh seorang non profesional. Yang

dimaksud dengan tenaga kesehatan profesional antara lain: dokter,

perawat, bidan, jurim, dan ahli gizi. Keberadaan tenaga kesehatan di

Posyandu memberi arahan yang tepat dalam upaya mencapai tujuan

dari kegiatan pelaksanaan Posyandu. Tanpa juru imunisasi (Jurim)

maka kegiatan imunisasi tidak bisa dilaksanakan. Demikian juga

halnya dengan pemeriksaan ibu hamil maka keberadaan bidan bisa

dilaksanakan. Selain melaksanakan tugas dimaksud sesuai dengan

tugasnya masing–masing tenaga kesehatan, kehadirannya masing-


30

masing petugas memberi pengaruh pada kegiatan pelaksanaan

Posyandu. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh petugas,

maka kualitas pelaksanaan Posyandu akan semakin baik.

d. Pengaruh Keluarga

Pengertian keluarga menurut Duvall (1977) dalam Yupi Supartini

(2004) keluarga adalah sekumpulan orang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, dan kelahiran, yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan

fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota.

Tujuan membentuk keluarga adalah untuk meningkatkan,

mempertahankan, dan menciptakan keluarga yang harmonis, apabila

kondisi ini dicapai, dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut dapat

beradaptasi dengan positif terhadap perubahan yang dialami keluarga

dapat dikatakan sebagai keluarga yang terbuka dengan perubahan yang

ada. Dan sebaliknya. Yupi Supartini (2004). Dalam menciptakan

keluarga yang harmonis peranan anggota keluaga sangat besar

pengaruhnya dalam mempengaruhi anggota yang lainnya.

e. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan posyandu selama

ini cukup memberikan motivasi baik kepada Kader, petugas dan

sasaran posyandu itu sendiri, hal ini telah di lakukan dengan berupa

diberikannya berupa transport kepada kader, hal ini bertujuan untuk

merangsang agar aktif dalam kegiatan pelaksanaan posyandu.


31

E. Penelitian Terkait

Penelitian Purnamasari (2010) yang berjudul ”Faktor yang mempengaruhi

kunjungan balita ke Posyandu (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Keboan,

Ngusikan, Jombang)” menunjukkan bahwa pengetahuan, dukungan keluarga

berhubungan dengan kunjungan balita ke Posyandu.

Penelitian Yayan (2008) yang berjudul “Pengaruh peran kader terhadap

kunjungan balita dalam pelaksanaan Posyandu di Desa Prancak Kecamatan

Pasongsongan Kabupaten Sumenep” dengan hasil peran kader yang kurang

aktif sebanyak 59,3%.

Penelitian Mimpor (2008) yang berjudul “Beberapa Faktor yang

berhubungan dengan praktik ibu dalam berkunjung ke Posyandu di Wilayah

Puskesmas Tanjung Puri Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat

menunjukkan dukungan keluarga dalam posyandu baik (54,50%).

F. Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi perilaku, dengan mengikuti teori yang dikemukkan oleh Green

(2005) pembentuk perilaku spesifik dipengaruhi oleh faktor pemungkin

(Enabling factor), faktor penguat (Reinforcing factor), dan faktor predisposisi

(Predisposing factor). Berdasarkan telaah pustaka diatas maka dapat disusun

kerangka teori sebagai berikut:


32

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Faktor predisposing:
- Pengetahuan
- Sikap Genetik
Secara langsung - Kepercayaan
Komunikasi
dengan - Nilai
Masyarakat, klien - Persepsi

Faktor Reinforcing:
Secara tidak - Sikap dan prilaku
Komponen Lansung kesehatan orang
program komunikasi lain, teman dekat, Prilaku Individu,
promosi Melalui staf orang tua, kelompok atau
kesehatan pelatihan, komunitas
supervise,
pemerintah
konsultasi. pekerja kesehatan
Umpan balik dan sebagainya.

Faktor Enabling:
- Faktor kemampuan
sumber daya
kesehatan
- Aksesibilitas Faktor lingkungan :
- Peraturan dan - Fisik
Kebijakan Pelatihan; hukum - Sosial
peraturan Organisasi - Keahlian - Ekonomi
organisasi
Kemasyarakatan, - peralatan
Pedoman,
alokasi sumber

Sumber: Green (2005).

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang
33

akan dilakukan. Pada penelitian ini peneliti ingin mengukur hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen


Keaktifan kader

Perilaku Ibu membawa


anak balita Ke Posyandu

Dukungan keluarga

H. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari penelitian yang

kebenarannya masih harus diteliti lebih lanjut (Arikunto, 2002). Berdasarkan

kerangka konsep diatas penulis mengajukan hipotesis yaitu:

1. Ada hubungan keaktifan kader dengan perilaku ibu membawa anak balita

ke Posyandu di Desa Banding Agung Wilayah Kerja Puskesmas Pedada

Kabupaten Pesawaran Tahun 2012

2. Ada hubungan dukungan keluarga dengan perilaku ibu membawa anak

balita ke Posyandu di Desa Banding Agung Wilayah Kerja Puskesmas

Pedada Kabupaten Pesawaran Tahun 2012


34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei analitik yaitu penelitian yang mencoba

menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi

(Notoatmodjo, 2007).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret Tahun 2012 di Desa Banding Agung

Wilayah Kerja Puskesmas Pedada Kabupaten Pesawaran.

C. Rancangan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui hubungan keaktifan

kader dan dukungan keluarga dengan perilaku ibu membawa anak balita ke

Posyandu maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan “cross

sectional” yaitu penelusuran dilakukan sesaat, artinya subjek diamati hanya

satu kali dan tidak ada perlakuan terhadap responden (Hastono, 2001).

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen

Variabel dependen/terikat pada penelitian ini adalah perilaku ibu

membawa balita.
35

2. Variabel Independen
34
Variabel independent/bebas pada penelitian ini adalah keaktifan kader, dan

dukungan keluarga

E. Populasi dan Sampel

1. Batasan Populasi

Populasi penelitian adalah ibu yang memiliki anak balita (usia 1-5 tahun)

di Desa Banding Agung Wilayah Kerja Puskesmas Pedada Kabupaten

Pesawaran sebanyak 78 orang.

2. Besar Sampel

Sampel adalah keseluruhan obyek yang akan diteliti atau dianggap

mewakili seluruh populasi dengan kriteria inklusi sebagai Karakteristik

yang dapat dimasukkan dan layak diteliti (Aziz, 2003). Menurut Arikunto

(2006) apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya

sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi, jika subjeknya besar

dapat diambil 10-15 % atau 20-25% atau lebih. Karena dalam penelitian

ini populasi yang diperoleh adalah 78 orang sehingga sample yang

digunakan merupakan total populasi yaitu sebanyak 78 orang.

Kriteria sampel:

1. Ibu dengan anak balita (1 – 5 tahun)

2. Bisa membaca dan menulis

3. Bersedia menjadi responden


36

F. Definisi Operasional

Untuk lebih memahami dan menyamakan pengertian maka pada penelitian ini

perlu disusun beberapa definisi operasional seperti berikut:

Alat Cara Kategori/ Skala


No Variabel Definisi Operasional
Ukur Ukur Hasil Ukur Ukur
1 Keaktifan Keterlibatan kader Kuesio Wawan 0. Tidak aktif (Jika jawaban Ordinal
kader didalam kegiatan ner cara ”Ya” 0-5)
dalam kegiatan 1. Kurang Aktif (Jika
posyandu yang jawaban ”Ya” 6-10)
dipersepsikan oleh 2. Aktif (Jika jawaban ”Ya”
ibu 11-15)
2 Dukungan Dukungan keluarga Wawan Kuesion 0. Kurang Mendukung (jika Ordinal
keluarga yag mencakup cara er skore 15-29)
dukungan meliputi 1. Mendukung (jika skore
dukungan informasi, 30-44)
penelaian, 2. Sangat Mendukung (Jika
instrumental, skore 45-60)
emosional
berdasarkan persepsi
ibu
3 Perilaku ibu Keaktifan ibu dalam Lembar Observa 0. Tidak aktif (jika Ordinal
Ke Posyandu mengikuti kegiatan observa si KMS kehadiran ibu kurang
posyandu asi dari 8 kali dalam satu
tahun)
1. Aktif (Jika ibu hadir
setiap bulan ke posyandu
minimal 8 kali dalam
satu tahun)

G. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara dengan

responden dengan menggunakan kuesioner meliputi variabel keaktifan kader

dan dukungan keluarga. Sedangkan untuk variabel perilaku ke posyandu

digunakan lembar observasi.

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti melakukan uji validitas dan uji

reliabilitas di Desa Baturaja, pemilihan wilayah tersebut dikarenakan

kesamaan karakteristik penduduknya.


37

1. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau

Kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006). Sebuah instrumen dikatakan

valid jika instrumen itu benar-benar dapat dijadikan alat untuk mengukur

sesuatu yang akan diukur. Uji validitas dengan menggunakan tehnik

korelasi product moment. Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung > r

tabel.

Hasil uji validitas untuk kuesioner keaktifan kader didapat r hitung 0,487

s.d 0,940 dan kuesioner dukungan keluarga didapat r hitung 0,417 s.d

0,883. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan valid karena

lebih dari r tabel (0,361).

2. Uji reliabilitas

Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara one shot atau diukur sekali

saja. Pengukuran reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih

dahulu. Jadi jika sebuah pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut

dibuang. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid kemudian baru secara

bersama diukur reliabilitasnya.

Uji reabilitas kuesioner keaktifan kader didapatkan nilai r hitung 0,914 dan

dukungan keluarga r hitung 0,911 lebih besar dari nilai r tabel (0,361)

yang berarti seluruh pertanyaan kuesioner dikatakan reliabel.

H. Pengolahan Data
38

Pengolahan data dilakukan dengan:

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah:

a. Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya

b. Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya sudah cukup jelas terbaca

c. Relevan: Jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya

d. Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi

jawabannya konsisten.

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Untuk mempermudah pada saat analisis data

dan juga mempercepat pada saat entry data.

3. Proccessing

Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-Entry data dari kuesioner

ke paket program komputer.

4. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di–Entry

apakah ada kesalahan atau tidak.

I. Analisa Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisa secara:

1. Analisa Univariat
39

Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel

dependen dan variabel independent. Data yang terkumpul dalam penelitian

ini akan diolah dengan menggunakan komputer. Pada data kategorik

peringkasan data hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran

persentase atau proporsi (Hastono, 2001).

2. Analisis Bivariat

Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square diolah dengan

menggunakan program komputer.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dapat dilihat kemaknaan hubungan

antara 2 variabel, yaitu:

a. Jika probabilitas (p value) ≤ 0.05 maka bermakna/signifikan, berarti

ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen atau hipotesis (Ho) ditolak

b. Jika probabilitas (p value) > 0.05 maka tidak bermakna/signifikan,

berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen, atau hipotesis (Ho) diterima.

Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan Odds ratio

(OR) digunakan untuk jenis penelitian cross sectional dan case control.

Penelitian ini menggunakan OR karena merupakan jenis penelitian Cross

sectional. Nilai OR terdapat pada baris Odds Ratio. OR untuk

membandingkan Odds pada kelompok terekspose dengan Odds kelompok

tidak terekspose.
40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

1. Geografi

Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran

memiliki wilayah kerja 1.070 Ha.

Adapun batas wilayah adalah:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Umbul Limus Kecamatan

Punduh Pedada

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukajaya Kecamatan Punduh

Pedada

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rusaba Kecamatan Punduh

Pedada

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Baturaja Kecamatan Punduh

Pedada

2. Demografi

Jumlah penduduk di Desa Banding Agung adalah sebanyak 888 jiwa yang

terdiri dari 425 penduduk laki-laki dan 463 penduduk perempuan.


41

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Umur Ibu

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Variabel Mean Std. Min- CI 95%


Median Deviasi Max
Umur 26,01 4,53 17-34 24,99-27,03
25,5

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata umur responden

adalah 26,01 tahun dengan nilai tengah 25,5 tahun, usia termuda

adalah 17 dan tertua 34 tahun, dengan tingkat kepercayaan 95%

diyakini usia responden dalam rentang 24,99 tahun hingga 27,03

tahun.

b. Pendidikan

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Pendidikan Jumlah Persentase


Tamat SD 20 25.6
Tamat SMP 35 44.9
Tamat SMA 23 29.5
Jumlah 78 100.0

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar responden

merupakan tamatan SMP yaitu sebanyak 35 responden (44,9%).


42

c. Pekerjaan

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Pekerjaan Jumlah Persentase


IRT 65 83.3
Swasta 9 11.5
Dagang 4 5.1
Jumlah 78 100.0

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden

merupakan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 65 responden (83,3%).

2. Analisa Univariat

a. Keaktifan Kader

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keaktifan Kader
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Keaktifan Kader Jumlah Persentase


Tidak Aktif 2 2,6
Kurang Aktif 43 55,1
Aktif 33 42,3
Jumlah 78 100.0

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar responden

kurang aktif yaitu sebanyak 43 responden (55,1%).


43

b. Dukungan Keluarga

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Dukungan Keluarga Jumlah Persentase


Kurang Mendukung 27 34.6
Mendukung 48 61.5
Sangat Mendukung 3 3.8
Jumlah 78 100.0

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar responden

mendukung yaitu sebanyak 48 responden (61,5%).

c. Perilaku Ibu Membawa Balita ke Posyandu

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Perilaku Ibu Membawa Balita ke Posyandu
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Perilaku Ibu Membawa Jumlah Persentase


Balita ke Posyandu
Tidak Aktif 47 60.3
Aktif 31 39.7
Jumlah 78 100.0

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar responden

tidak aktif membawa balita ke posyandu yaitu sebanyak 47 responden

(60,3%).

3. Analisis Bivariat

Setelah diketahui karakteristik masing–masing variabel dapat

diteruskan analisis lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan


44

antara dua variabel, maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk

mengetahui hubungan dua variabel tersebut biasanya digunakan pengujian

statistik. Jenis uji statistik yang digunakan sangat tergantung jenis

data/variabel yang dihubungkan. Pada penelitian ini analisis bivariat yang

digunakan adalah uji Chi Square karena kedua variabel merupakan data

kategorik (Sutanto, 2001).

a. Hubungan Keaktifan Kader dengan Perilaku Ibu ke Posyandu

Tabel 4.7
Hubungan Keaktifan Kader dengan Perilaku Ibu ke Posyandu
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Perilaku Ibu
Keaktifan
Tidak Aktif Aktif Total P Value OR
Kader
n % n %
Tidak Aktif 2 100 0 0 2 0,016 3,732
Kurang Aktif 31 72.1 12 27.9 43 (1,435-
Aktif 14 42.4 19 57.6 33 9,705)
Total 47 60.3 31 39.7 78

Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 2 responden dengan kader tidak

aktif sebanyak 2 responden (100,0%) tidak aktif ke Posyandu, dari 43

responden yang kurang aktif, sebanyak 31 responden (72,1%) tidak aktif ke

Posyandu, sedangkan dari 33 responden dengan peran kader aktif sebanyak 14

responden (42,4%) tidak aktif ke Posyandu.

Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,016, artinya lebih kecil

dibandingkan dengan nilai alpha (0,016 < 0,05). Dengan demikian dapat

disimpulkan secara statistik dengan derajat kepercayaan 95%, diyakini

terdapat hubungan yang signifikan antara keaktifan kader dengan perilaku ibu

membawa anak ke Posyandu.


45

Berdasarkan hasil Dummy Variabel, nilai OR yang tertinggi adalah hasil

antara kategori tidak aktif dan aktif dengan perilaku tidak aktif dan aktif. Hasil

Odd Ratio (OR) diperoleh nilai 3,732 (CI 95% 1,435-9,705) artinya responden

dengan kader aktif berpeluang untuk aktif dalam kegiatan posyandu sebesar

3,732 dibandingkan dengan kader yang tidak aktif.

b. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Ibu ke Posyandu

Tabel 4.8
Hubungan Keaktifan Kader dengan Perilaku Ibu ke Posyandu
di Desa Banding Agung Kecamatan Punduh Pedada Tahun 2012

Perilaku Ibu
Dukungan Keluarga Tidak Aktif Aktif Total P Value OR
n % n %
Kurang Mendukung 23 85.2 4 14.8 27 0,004 6,469
Mendukung 22 45.8 26 54.2 48 (1,957-
Sangat Mendukung 2 66.7 1 33.3 3 21,385)
Total 47 60.3 31 39.7 78

Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 27 responden dengan keluarga

kurang mendukung sebanyak 23 responden (85,2%) tidak aktif ke Posyandu,

dari 48 responden yang mendukung, sebanyak 22 responden (45,8%) tidak

aktif ke Posyandu, sedangkan dari 3 responden yang sangat mendukung

sebanyak 2 responden (66,7%) tidak aktif ke Posyandu.

Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,004, artinya lebih kecil

dibandingkan dengan nilai alpha (0,004 < 0,05). Dengan demikian dapat

disimpulkan secara statistik dengan derajat kepercayaan 95%, diyakini

terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan perilaku

ibu membawa anak ke Posyandu.


46

Berdasarkan hasil Dummy Variabel, nilai OR yang tertinggi adalah hasil

antara kategori kurang mendukung dan mendukung dengan perilaku tidak

aktif dan aktif. Hasil Odd Ratio (OR) diperoleh nilai 6,469 (CI 95% 1,957-

21,385) artinya responden dengan keluarga mendukung berpeluang untuk

aktif dalam kegiatan posyandu sebesar 6,469 dibandingkan dengan keluarga

tidak mendukung.

C. Pembahasan

1. Keaktifan Kader

Berdasarkan hasil pengumpulan data berdasarkan keaktifan kader

menunjukan bahwa kurang aktif yaitu sebanyak 43 responden (55,1%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yayan (2008) yang

berjudul “Pengaruh peran kader terhadap kunjungan balita dalam

pelaksanaan Posyandu di Desa Prancak Kecamatan Pasongsongan

Kabupaten Sumenep” dengan hasil peran kader yang kurang aktif

sebanyak 59,3%.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar kader tidak aktif,

hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu diantaranya tidak adanya

reward berupa transport kepada kader padahal hal tersebut dapat

merangsang kader untuk aktif dalam kegiatan pelaksanaan posyandu.

Insentif kader adalah upah atau gaji yang diberikan kepada kader. Insentif

berupa uang memberikan motivasi tersendiri bagi kader. Hasil penelitian

Heri Sutadi, dkk (2006) mengemukakan bahwa kader Posyandu juga

menharapkan ada honor untuk setiap pertemuan karena kegiatan kader


47

pantas diimbali jasa. Berhubung kader tidak di bayar, kader minta

pelayanan keluarga berencana untuk mereka digratiskan.

Menurut Kopelmen bahwa imbalan akan berpengaruh untuk

meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan

meningkatkan kerja individu. (Yaslis Ilyas, 2001). Imbalan yang baik

adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota, memelihara

dan mempekerjakan orang dengan berbagai sikap perilaku positif dan

produktif bagi kepentingan organisasi misalnya pergerakan, kemampuan,

pengetahuan, keterampilan, dan waktu tenaga para pekerja (Siagian,

2001).

Kader adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat yang

mendapat kepercayaan dari masyarakat setempat dan telah mendapat

latihan serta merasa terpanggil untuk melaksanakan, memelihara, dan

mengembangkan kegiatan Posyandu, untuk itu perlu pembinaan, serta

penghargaan. Sejalan dengan fungsi dan tugas berat kader, sudah

selayaknya pemerintah lebih menghargai peran kader Posyandu dengan

memberikan insentif finansial yang memadai.

2. Dukungan Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mendukung yaitu sebanyak 48 responden (61,5%).

Penelitian ini didukung oleh penelitian Mimpor (2008) yang

berjudul “Beberapa Faktor yang berhubungan dengan praktik ibu dalam

berkunjung ke Posyandu di Wilayah Puskesmas Tanjung Puri Kabupaten


48

Sintang Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan dukungan keluarga

dalam posyandu baik (54,50%).

Dukungan suami sangat mempengaruhi dalam memotivasi ibu

balita untuk datang ke Posyandu, dimana dukungan suami meliputi:

Perhatian, dimana perhatian yang diberikan sangat membantu dan

memotivasi ibu balita untuk datang ke posyandu, perhatian suami yaitu

mngantar ibu balita untuk datang ke Posyandu. Informasi, dimana suami

yang selalu mendukung akan memberikan informasi tentang posyandu

pada ibu balita, suami akan mencari informasi tentang posyandu, baik

lewat TV maupun majalah dan koran. Finansial, suami akan menyediakan

dana atau uang untuk keperluan ke posyandu, misalkan biaya transport

ataupun kebutuhan dalam kegiatan posyandu. Emosional, dimana suami

mengingatkan atau memberikan saran pada ibu balita untuk selalu rutin

datang ke posyandu Dukungan suami merupakan dorongan, motivasi

terhadap ibu balita, baik secara moral maupun material, dimana dukungan

suami dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres

dan konsekuensi negatifnya. Dukungan sosial suami dapat berfungsi

sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dan konsekuensi

negatifnya (Friedman, 1998 dalam Setiadi 2008).

Dukungan keluarga yang umumnya diberikan pada ibu adalah

dengan mengingatkan jadwal Posyandu, mengantar ibu untuk datang ke

Posyandu dan mendiskusikan masalah yang ditemukan saat mengikuti


49

kegiatan posyandu seperti hasil diskusi dengan tenaga kesehatan dan lain-

lain.

Tingginya dukungan yang diberikan pada keluarga pada ibu

disebabkan karena keluarga telah mengerti manfaat dari kegiatan

posyandu, terutama jika balita belum mendapatkan imunisasi karena

melakukan imunisasi di Posyandu tidak dipungut biaya, selain hal tersebut

dalam kegiatan posyandu sering diberikan makanan tambahan untuk balita

sehingga mereka merasakan manfaat nyata dari kegiatan posyandu

tersebut.

3. Perilaku Ibu ke Posyandu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

tidak aktif membawa balita ke posyandu yaitu sebanyak 47 responden

(60,3%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mimpor (2008) yang

berjudul “Beberapa Faktor yang berhubungan dengan praktik ibu dalam

berkunjung ke Posyandu di Wilayah Puskesmas Tanjung Puri Kabupaten

Sintang Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan keaktifan reponden

dalam kegiatan posyandu tidak aktif (64,40%).

Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh LawrenceGreen

dalam Notoatmodjo (2003) bahwa faktor lingkungan fisikatau letak

geografis berpengaruh terhadap perilaku seseorangatau masyarakat

terhadap masyarakat. Ibu balita tidak datang keposyandu disebabkan


50

karena rumah ibu balita tersebut jauhdengan posyandu sehingga ibu balita

tersebut tidak datang untukmengikuti kegiatan dalam posyandu.

Berdasarkan hasil pengumpulan data tersebut di atas menunjukan

bahwa pelaksanaan posyandu secara keseluruhan belum berjalan dengan

baik. Rendahnya pendidikan masyarakat di pedesaan dan kurangnya

pemahaman dari masyarakat itu sendiri akan pentingnya kesehatan juga

mempengaruhi tingkat kehadiran balita. Sedangkan cara mengajak

masyarakat untuk datang menghadiri posyandu dapat dilakukan dengan

cara memaksa serta cara melakukan pendekatan dan pemberian

pemahaman tentang pentingnya kegiatan posyandu, agar kesadaran

masyarakat untuk datang ke posyandu secara berkesinambungan dilakukan

dengan cara memberi pemahaman dan pengetahuan tentang pentingnya

posyandu. Selain itu petugas Puskesmas perlu melakukan pendekatan yang

dipakai adalah pembinaan pembangunan kesehatan masyarakat desa, serta

perencanaan terpadu. Sedangkan dari masyarakat perlu melakukan

kegiatan swadaya masyarakat yang diharapkan adanya kader yang

memahami tugas dan fungsinya guna lebih melancarkan tugas yang ada di

sistem lima meja, hal ini bisa berjalan apabila mendapat dukungan dari

lintas sektoral guna perencanaan, pelaksanaan bahkan penilaian dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat baik dalam segi

motivasi maupun teknis dari elemen yang ada.

4. Hubungan Keaktifan Kader dengan Perilaku Ibu ke Posyandu


51

Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,016, ada hubungan

yang signifikan antara keaktifan kader dengan perilaku ibu membawa anak

ke Posyandu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yayan (2008) yang

berjudul “Pengaruh peran kader terhadap kunjungan balita dalam

pelaksanaan Posyandu di Desa Prancak Kecamatan Pasongsongan

Kabupaten Sumenep” dengan hasil uji statistik Exact Fisher menunjukan

bahwa signifikan p = 0,067 lebih kecil dari α = 0,10 yang berarti ada

pengaruh peran kader terhadap kunjungan balita.

Perilaku terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan berlangsung

dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Di dalam pembentukan

perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu; faktor internal dan eksternal

faktor internal berupa: kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan

sebagainya. Sedangkan faktor eksternal berupa: obyek, orang, kelompok,

dan hasil kebudayaan yang menjadi sasaran dalam membentuk perilaku

seseorang. Kedua faktor itu dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras

dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh

lingkungannya. Oleh sebab itu faktor lingkungan merupakan peranan yang

sangat dominan dalam peran kader untuk memenuhi target sasaran

kegiatan. Selain dari pada itu faktor pengetahuan, sikap dan motivasi juga

banyak mempengaruhi kader dalam pelaksanaan posyandu.

Peran adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau

lembaga dalam suatu peristiwa. Peran menunjuk pada organisasi tindakan


52

dalam suatu tipe hubungan interaksi khusus. Dua dimensi peran adalah:

kewajiban dan hak. Tindakan yang diharapkan akan dilaksanakan oleh

seseorang merupakan kewajiban suatu peran, tindakan atau respon orang

lain merupakan hak. Konsep peran dihubungkan dengan konsep status.

Dalam pengunaan ini status hanya menunjuk pada posisi seseorang dalam

suatu hubungan interaksi, bukan pada prestise yang terdapat pada

seseorang. Sehingga peran-status adalah satuan struktural yang paling

mendasar sebagai syarat fungsional yang harus dipenuhi (Sofyan Cholid,

2009).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peran

adalah suatu rangkaian tugas yang dilakukan seseorang berdasarkan

kedudukannya di dalam masyarakat. Peran serta merupakan suatu bentuk

perilaku nyata. Oleh karena itu kajian mengenai faktor yang

mempengaruhi peran sama dengan faktor yang mempengaruhi perilaku.

Keaktifan kader adalah keterlibatan kader didalam kegiatan

kemasyarakatan yang merupakan pencerminan akan usahanya untuk

memenuhi berbagai kebutuhan yang dirasakan dan pengabdian terhadap

pekerjaannya sebagai kader. Keaktifan kader Posyandu tersebut dari ada

atau tidaknya dilaksanakannya kegiatan-kegiatan Posyandu sebagai tugas

yang diembankan kepadanya. Kegiatan ini akan berjalan dengan baik jika

didukung dengan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang disediakan

hendaknya harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang harus
53

dilaksanakan serta ada tersedianya waktu, tempat yang tepat, sesuai dan

layak untuk menunjang kegiatan Posyandu. (Depkes RI, 2006).

Peran kader untuk meningkatkan perilaku ibu dalam kegiatan

Posyandu yang menonjol dalam penelitian ini adalah kader selalu

mengingatkan ibu-ibu tentang jadwal kegiatan posyandu terutama pagi

hari saat akan dilakukan kegiatan posyandu, bentuk dari upaya kader

tersebut seperti membuat pengumuman melalui masjid terdekat sehingga

dapat didengar oleh seluruh masyarakat.

Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 42,4% responden yang

menyatakan bahwa peran kader aktif namun ibu tidak aktif membawa

balita ke Posyandu, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain

yang tidak diteliti dalam penelitian ini antara lain pengetahuan, seperti

diketahui bahwa sebagian besar ibu berpendidikan rendah (SD 25,6% dan

SMP 44,9%), sehingga sangatlah dimungkinkan bagi mereka memiliki

keterbatasan informasi maupun keterbatasan kemampuan dalam menerima

informasi.

5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Ibu ke Posyandu

Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,004, artinya ada

hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan perilaku ibu

membawa anak ke Posyandu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mimpor (2008) yang

berjudul “Beberapa Faktor yang berhubungan dengan praktik ibu dalam

berkunjung ke Posyandu di Wilayah Puskesmas Tanjung Puri Kabupaten


54

Sintang Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan Ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan praktik (p.value=0,011).

Menurut Cohen dan Syme (1996) dalam Setiadi (2008), dukungan

keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang

diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan

tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan

mencintainya. Dukungan sosial keluarga adalah sebagai proses hubungan

antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998 dalam Setiadi,

2008).

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang

dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan

untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial

keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan

dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial.

Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 66.7% ibu yang

mendapatkan dukungan keluarga namun tidak aktif mengikuti kegiatan

Posyandu, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu status

pekerjaan ibu, dimana ibu yang mendapatkan dukungan namun tidak aktif

adalah mereka yang bekerja sebagai pedagang. Sehingga mereka tidak

dapat mengikuti kegiatan Posyandu yang umumnya dilakukan saat pagi

hari.
55

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Distribusi frekuensi responden dengan kader kurang aktif yaitu sebanyak

43 responden (55,1%)..

2. Distribusi frekuensi responden mendukung yaitu sebanyak 48 responden

(61,5%)

3. Distribusi frekuensi responden tidak aktif membawa balita ke posyandu

yaitu sebanyak 47 responden (60,3%).

4. Ada hubungan yang signifikan antara keaktifan kader dengan perilaku ibu

membawa anak ke Posyandu (p value 0,016, OR 3,732).

5. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan perilaku

ibu membawa anak ke Posyandu. (p value 0,004, OR 6,469).

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Membawa balita ke Posyandu sesuai dengan jadwal terpantau tumbuh

kembang balita. Untuk keluarga lebih meningkatkan dukungan kepada ibu

sehingga dapat meningkatkan perilaku ibu untuk ke Posyandu


56

2. Bagi Petugas Kesehatan

Meningkatkan pemberian informasi pada masyarakat melalui penyuluhan

baik secara langsung maupun tidak langsung yang disesuaikan dengan

kebijakan pemerintah.

3. Bagi Kader

Meningkatkan motivasi guna meningkatkan keaktifannya dalam kegiatan

Posyandu.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Melakukan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan penelitian ini

dengan menggunakan variabel berbeda seperti model untuk peningkatan

pemanfaatan posyandu melalui pemberdayaan masyarakat (empowerment)

masyarakat dalam hal ini keluarga.

Anda mungkin juga menyukai