Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu

komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar

asam urat darah diatas normal disebut hiperurisemia. Hiperurisemia terjadi

jika kadar asam urat dalam serum pada laki-laki > 7,0 mg/dl dan pada

perempuan > 6,0 mg/dl. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan

metabolisme asam urat, penurunan pengeluaran asam urat atau gabungan

keduanya. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada

tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering

disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitannya. Penyakit

ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal dengan penyakit asam urat

(Risnanto & Insani, 2014).

Penyakit gout adalah penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang

ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang.

Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan kristal urat monohidrat

monosodium dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan

sendi, insiden penyakit gout sebesar 1-2%, terutama terjadi pada usia 30-40

tahun dan 20 kali lebih sering pada pria daripada wanita (Risnanto & Insani,

2014). Secara biokimiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat

di serum yang melewati ambang batasnya. Keadaan hiperurisemia akan

beresiko timbulnya artritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal.

1
2

Prevalensi hiperurisemia berbeda-beda pada setiap golongan umur dan

meningkat pada usia 30 tahun pada pria dan usia 50 tahun pada wanita (Liu et

al, 2011). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mc Adam - De Maro et al

(2013), dari 8.342 orang yang diteliti selama 9 tahun, insidensi kumulatifnya

adalah 4%, yakni 5% pada pria dan 3% pada pada wanita. Pada studi

hiperurisemia di rumah sakit akan ditemukan angka prevalensi yang lebih

tinggi antara 17-28% karena pengaruh penyakit dan obat-obatan yang

diminum penderita. Prevalensi hiperurisemia pada penduduk di Jawa Tengah

adalah sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada perempuan (Hensen dan

Putra, 2007).

WHO mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari

populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% nya cenderung

langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas. Angka

ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling tinggi menderita

gangguan sendi jika dibandingkan dengan negara di Asia lainnya seperti

Hongkong, Malaysia, Singapura dan Taiwan. Secara nasional berdasarkan

Riskesdas 2013 prevalensi penyakit sendi berdasarkan pernah didiagnosis

nakes di Indonesia 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala 24,7%.

Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%), diikuti

Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit

sendi berdasarkan diagnosis nakes atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara

Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat (32,1%), dan Bali (30%), dan untuk
3

wilayah Lampung prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes

sebesar 11,5% dan berdasarkan diagnosis nakes atau gejala sebesar 18,9%.

Untuk provinsi Lampung, prevalensi penyakit sendi berdasarkan pernah

didiagnosis nakes 11,5% dan berdasarkan diagnosis atau gejala 18,9%.

Sedangkan di Kabupaten Tulang Bawang Barat berdasarkan Profil Kesehatan

Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2015, prevalensi penyakit sendi

sejumlah 2.597 (8,14%) atau menduduki peringkat sembilan dari sepuluh

penyakit besar yang ada di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Dan di

Puskesmas Mulya Asri penyakit sendi menduduki urutan ke tiga dari 10

penyakit terbesar tahun 2016 yaitu sebanyak 537 kasus.

Hiperurisemia di sebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya

produksi asam urat dalam tubuh, hal ini di sebabkan karena sintesis atau

pembentukan asam urat yang berlebihan. Faktor yang kedua adalah

pengeluaran asam urat melalui ginjal kurang (gout renal), gout renal primer

disebabkan karena ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat, dan

gout renal sekunder di sebabkan ginjal yang rusak (Junaidi, 2006 dalam

Dianati, 2015).

Faktor risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat,

adalah genetik/riwayat keluarga, asupan senyawa purin berlebihan, konsumsi

alkohol berlebih, kegemukan (obesitas), hipertensi, gangguan fungsi ginjal

dan obat- obatan tertentu (terutama diuretika). Faktor- faktor tersebut di atas

dapat meningkatkan kadar asam urat, jika terjadi peningkatan kadar asam urat
4

serta di tandai linu pada sendi, terasa sakit, nyeri, merah dan bengkak keadaan

ini dikenal dengan gout.

Arthritis gout dapat menyebabkan nyeri khususnya pada sendi. Nyeri

tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak

nyamanan secara verbal maupun non verbal. Nyeri mengganggu kemampuan

seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan

(Suratun, 2008).

Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan

mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas

dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk

meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua

manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan

manajemen non farmakologi. Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada

pasien gout secara non farmakologi adalah diberikan kompres hangat pada

area nyeri. Sehingga Perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri

dengan kompres hangat dilakukan dengan cara yang aman (Brunner, 2012).

Perawat komunitas sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional yang

berhubungan langsung dengan klien dan keluarganya dalam hal ini penderita

atau resiko tinggi gout, memiliki peran penting terhadap prevalensi,

morbiditas dan mortalitas gout. Perawat komunitas memiliki tanggung jawab

terhadap derajat kesehatan komunitas dan mengimplementasikan peran dan

fungsinya melalui aktifitas promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Sehingga seorang perwat harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang


5

tepat dan kontrahensif yang meliputi pengkajian untuk menegagkkan diagnosa

masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai

mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah utama gout (Lukman

dkk, 2009).

Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk melakukan asuhan

keperawatan komprehensif pada keluarga dengan masalah utama gout artritis

dengan diagnosa keperawatan nyeri dan intervensi kompres hangat yang

dilakukan oleh penulis sebagai bahan studi kasus yang merupakan suatu syarat

dalam menyelesaikan studi Ners pada pendidikan Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan keluarga secara

komprehensif meliputi aspek biopsikososio dan spiritual pada klien

dengan gout artritis dengan pendekatan proses perawatan keluarga.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Konsep teori penyakit dan asuhan keperawatan keluarga pada klien

dengan gout artritis.

b. Pengkajian status kesehatan keluarga pada klien dengan gout artritis

secara komprehensif.

c. Analisa data hasil pengkajian keluarga pada klien dengan gout artritis.

d. Diagnosa keperawatan keluarga yang muncul pada klien dengan gout

artritis.
6

e. Rencana asuhan keperawatan keluarga sesuai dengan diagnosa yang

muncul pada klien dengan gout artritis.

f. Implementasi pada klien dengan gout artritis.

g. Evaluasi asuhan keperawatan keluarga pada klien dengan gout artritis.

h. Dokumentasi asuhan keperawatan keluarga pada klien dengan gout

artritis.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Teoritik

Dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi terjadinya Gout artritis.

2. Praktis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada keluarga dengan diagnose medis Gout artritis.


7

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Keluarga

2.1.1 Pengertian

Menurut Salvicion dan Ara Celis, keluarga adalah dua atau lebih individu

yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau

pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu

sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta

mempertahankan suatu budaya (Dion & Betan, 2013).

Depkes (2010) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem sosial yang

terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan karena hubungan darah,

hubungan perkawinan, hubungan adopsi dan tinggal bersama untuk menciptakan

suatu budaya tertentu (Widyanto, 2014). Dalam undang-undang No. 52 tahun

2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga

merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau

suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Berdasarkan kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

keluarga adalah:

a. Terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki ikatan atau persekutuan

berupa perkawinan atau persekutuan yang dibentuk.

b. Terdapat hubungan yang dibentuk melalui adanya hubungan darah, adopsi dan

kesepakatan yang dibuat.

7
8

c. Tinggal bersama di bawah satu atap atau antara satu anggota dengan yang lain

memiliki tempat tinggal yang berbeda karena sesuatu urusan tertentu akan

tetapi untuk sementara waktu.

d. Memiliki peran masing-masing dan bertanggung jawab terhadap tugs yang

diberikan.

e. Ada ikatan emosional yang sulit untuk ditinggalkan oleh setiap anggota

keluarga.

f. Antara anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi

(Dion & Betan, 2013).

2.1.2 Tipe Keluarga

Menurut Setiadi (2008) dalam (Dion & Betan, 2013) membagi keluarga

menjadi dua tipe, yaitu :

1. Secara Tradisional

a. Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah terdiri dari ayah, ibu, dan anak

yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-

nenek, paman-bibi).

2. Secara Modern

a. Tradisional Nuclear yaitu keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah

ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu

atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.


9

b. Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari kelurga inti

melalui perkawinan kembali.

c. Niddle Age / Aging Couple adalah suami sebagai pencari uang, istri di

rumah atau keduanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan

rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karir.

d. Dyanic Nuclear adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak

mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.

e. Single Parent adalah satu orangtua sebagai akibat perceraian atau

kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau

di luar rumah.

f. Dual Carrier adalah suami istri atau keduanya orang karir dan tanpa

anak.

g. Commuter Married adalah suami istri atau keduannya orang karir dan

tinggal terpisah pada jarak tertentu.

h. Single Adult adalah wanita atau pria yang tinggal sendiri dengan tidak

adanya keinginan untuk menikah.

i. Three Generation yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu

rumah.

j. Institusional yaitu anak-anak atau orang dewasa tinggal dalam suatu

panti.

k. Comunal yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang

monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan

fasilitas.
10

l. Group Marriage adalah satu perumahan terdiri dari orangtua dan

keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah

kawin dengan yang lain dan semua adalah orangtua dari anak-anak.

m. Unmaried Parent and Child yaitu ibu dan anak dimana perkawinan

tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.

n. Cohibing Coiple yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal

bersama tanpa kawin.

o. Gay and Lesbian Family yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan

yang berjenis kelamin sama.

2.1.3 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman dalam Dion & Betan (2013), adalah:

1. Fungsi afektif

Merupakan basis sentral bagi pembentukan dan keberlangsungan unit keluarga

yang dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikologis anggota

keluarga. Komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi afektif

adalah adanya saling asuh, menerima, menghormati dan mendukung antar

anggota keluarga, menaruh perhatian, cinta kasih dan kehangatan, membina

pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi

Merupakan fungsi yang mengembangkan dan tempat melatih anak untuk

kehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan

orang lain. Anggota keluarga belajar disiplin, norma-norma, budaya dan

perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam lingkup keluarganya sendiri.


11

3. Fungsi ekonomi

Kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga mencakup kebituhan makan,

pakaian, tempat berlindung yang aman dan nyaman (rumah). Yang dilakukan

keluarga dalam menjalani fungsinya adalah mencari sumber penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mengatur penggunaan penghasilan

keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi

keluarga di masa yang akan datang seperti pendidikan anak dan jaminan hari

tua.

4. Fungsi reproduksi

Keluarga memiliki fungsi menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk

keberlangsungan masyarakat. Komponen yang dilaksanakan keluarga dalam

melaksanakan dalam melaksanakan fungsinya adalah meneruskan keturunan,

memelihara dan membesarkan anak, memenuhi gizi keluarga, memelihara dan

merawat anggota keluarga.

5. Fungsi perawatan keluarga

Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar

tetap memiliki produktifitas yang tinggi. Apabila mengalami gangguan atau

masalah yang berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga

harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga

dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan untuk

memecahkan masalah yang dialami anggota kaluarganya, sehingga keluarga

dapat bebas dari segala macam penyakit.


12

2.1.4 Tahap perkembangan keluarga

Menurut Duvall dan Miller dalam Dion & Betan (2013), tahap dan tugas

perkembangan keluarga ada 8, yaitu:

1. Tahap I (pasangan keluarga baru/keluarga pemula)

Dimulai saat individu (pria dan wanita) membentuk keluarga melalui

perkawinan.

Tugas perkembangannya adalah:

a. Membina hubungan intim yang memuaskan kehidupan baru

Dua sumber digabungkan, peran berubah, fungsi baru diterima, belajar

hidup bersama sambil memenuhi setiap kebutuhan kepribadian yang

mendasar.

b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan lain-lain

Sikap saling simpati dan mendukung, berkomunikasi secara terbuka dan

spontan, berpisah dari keluarga asal, membina berbagai hubungan: orang

tua, sanak saudara, teman

c. Keluarga berencana

Mendiskusikan untuk mendapatkan anak dan jumlah anak yang diinginkan

serta menentukan saat yang tepat untuk hamil. Masalah kesehatan utama

yang muncul adalah penyeseuaian seksual dan peran perkawinan,

kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit kehmailan, keluarga

berencana, konseling prenatal dan komunikasi.


13

2. Tahap II (Keluarga anak pertama/Child bearing)

Tahap ini dimulai sejak anak pertama lahir sampai berusia kurang dari 30

bulan. Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan

menimbulkan krisis keluarga.

Tugas perkembangan keluarga tahap ini aantara lain adalah :

a. Adaptasi perubahan anggota keluarga (peran, interaksi, seksual dan

kegiatan).

b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

c. Membagi peran dan tanggung jawab (bagaimana peran orang tua terhadap

bayi dengan memberi sentuhan dan kehangatan).

d. Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.

e. Konseling KB post partum 6 minggu.

f. Menata ruang untuk anak.

g. Biaya/dana Child Bearing.

h. Memfasilitasi Role learing anggota keluarga.

i. Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

3. Tahap III (Keluarga dengan Anak Prasekolah)

Tahap ini dimulai dari anak pertama berusia 2.5 tahun sampai 5 tahun. Pada

tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, bergaul dengan

teman mengenal kehidupan sosialnya, bergaul dengan teman sebaya, sangat

sensitif terhadap pengaruh lingkungan, sangat rawan dalam masalah

kesehatan, karena tidak tahu mana kotor dan bersih.


14

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:

a. Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.

b. Membantu anak bersosialisasi.

c. Beradaptasi dengan baru anak baru lahir, anak yang lain juga terpenuhi.

d. Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga.

e. Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak.

f. Pembagian tanggung jawab.

g. Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak.

4. Tahap IV (Keluarga dengan Anak Sekolah)

Keluarga pada tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 6 tahun dan

mulai sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun dimana merupakan awal

masa remaja. Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:

a. Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan

lingkungan lebih luas.

b. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.

c. Menyediakan aktifitas untuk anak.

d. Menyesuaikan pada aktifitas komuniti dengan mengikutsertakan anak.

e. Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan

kesehatan anggota keluarga.

5. Tahap V (Keluarga dengan Anak Remaja)

Tahap ini dimulai sejak usia 13 tahun sampai dengan 20 tahun. Tahap ini

adalah tahap yang paling rawan karena anak akan mencari identitasnya dalam

membentuk kepribadiannya, menghendaki kebebasan, mengalami perubahan


15

kognitif dan biologi, menyita banyak perhatian buadaya orang muda, oleh

karena itu teladan dari kedua orang tua sangat dibutuhkan.

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:

a. Pengembangan terhadap remaja (memberikan kebebasan yang seimbang

dan bertanggung jawab mengingat remajaa adalah seorang yang dewasa

muda dan mulai memiliki otonomi).

b. Memelihara komunikasi terbuka (cegah gep komunikasi).

c. Memelihara hubungan intim dalam keluarga.

d. Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan anggota keluarga

untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.

6. Tahap VI (Keluarga dengan Anak Dewasa/Tahap pelepasan)

Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandidri

dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang

ada dalam keluarga, berperan sebagai suami istri, kakek dan nenek.

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

a. Memperluas kelurga inti menjadi keluarga besar.

b. Mempertahankan keintiman.

c. Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.

d. Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian

anaknya.

e. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.

f. Berperan suami-istri kakek dan nenek.


16

g. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-

anaknya.

7. Tahap VII (Keluarga Usia Pertengahan)

Tahap ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada

saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

a. Mempunyai lebih banyak dan waktu kebebasan dalam mengolah minat

sosial dan waktu santai.

b. Memulihkan hubungan antara generasi muda tua.

c. Keakraban dengan pasangan.

d. Memelihara hubungan/konyak dengan anak dan keluarga.

e. Persiapan masa tua/pensiun.

8. Tahap VIII (Keluarga Usia Lanjut)

Tahap ini dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa

pensiun sampai keduanya meninggal.

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

a. Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup.

b. Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.

c. Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.

d. Melakukan life review masa lalu.

2.1.5 Dimensi Struktur Keluarga

Menurut Friedman dalam Dion & Betan (2013), ada empat elemen

struktur keluarga:
17

1. Pola dan proses komunikasi

Adalah proses tukar menukar perasaan, keinginan, kebutuhan-kebutuhan dan

opini. Pola dan proses komunikasi ini akan menggambarkan bagaimana cara

dan komunikasi dalam keluarga diterapkan baik antar sesama orang tua

dengan anak, anak dengan anak dan anggota keluarga besar dengan keluarga

inti.

2. Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam

situasi sosial tertentu. Peran menunjukkan beberapa perilaku yang bersifat

homogen. Peran didasarkan pada deskripsi dan harapan terhadap individu-

individu dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri

dan orang lain. Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpesonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi

dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan

pola perilaku dari berbagai keluarga, kelompok dan masyarakat.

3. Struktur kekuatan

Kekuatan adalah kemampuan seseorang individu untuk mengontrol,

mempengaruhi dan mengubah tingkah laku seseorang. Struktur kekuatan

keluarga menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi

dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang

mendukung kesehatan.
18

4. Struktur nilai-nilai keluarga

Kebudayaan keluarga merupakan suatu sumber system nilai dan norma-norma

utama dari sebuah keluarga. Sebaliknya kelompok keluarga merupakan suatu

sumber utama system kepercayaan, nilai dan norma yang emnentukan

pemahaman individu terhadap sifat dsan makna dari dunia, tempat mereka

dalam kelompok keluarga dan bagaimana mencapai tujuan-tujuan dan

aspirasi-aspirasi mereka.

2.1.6 Peran Perawat Keluarga

Menurut Jhonson & Leny (2010), peran perawat dalam keluarga, terdiri

dari :

1. Pendidik

Perawat perlu memberikan pendidikan dalam kepada keluarga dengan tujuan

keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri

dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga.

2. Koordinator

Sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai

disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.

3. Pelaksana

Perawat dapat mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan yang

diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung

kepada anggota keluarga yang sakit.


19

4. Pengawas Kesehatan

Perawat tidak hanya melakukan kunjungan tetapi diharapkan ada tindak lanjut

dari kunjungan ini.

5. Konsultan

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan.

6. Kolaborasi

Sebagai perawat dikomunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan di

rumah sakit, puskesmas dan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai

tahap kesehatan keluarga yang optimal.

2.1.7 Tugas Kesehatan Keluarga

Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman dalam Dion & Betan (2013),

adalah sebagai berikut:

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

5. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan

masyarakat
20

2.2 Konsep dasar asuhan keperawatan keluarga

Menurut Dion & Betan (2013), Proses keperawatan keluarga merupakan

suatu proses yang kompleks dan bersifat dinamis, menggunakan pendekatan yang

sistematis pada keluarga dan anggota keluarga dengan menggunakan metode

ilmiah.

Dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga menurut Effendi

(2012) dengan melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga

yaitu dengan mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan

tujuan, serta minat untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan

keluarga, menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan –

kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina komunikasi dua arah

dengan keluarga.

Dion & Betan (2013) menjelakan proses asuhan keperawatan keluarga terdiri

dari lima langkah dasar meliputi:

2.2.1 Pengkajian

Menurut Dion & Betan (2013) pengkajian adalah suatu tahapan ketika

seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga

yang dibinanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan

keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai

dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa

yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana. Kegiatan yang dilakukan dalam

pengkajian meliputi pengumpulan informasi dengan cara sistematis dengan

menggunakan suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa.


21

1. Pengumpulan data

a. Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan 

tipe keluarga.

b. Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga

1) Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh

Keluarga. Untuk penderita stroke biasanya mengkonsumsi makanan

yang bayak menandung garam, zat pengawet, serta emosi yang tinggi.

2) Pemanfaatan fasilitas kesehatan

Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan

merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit stroke

fase rehabilitasi terutama ahli fisiotherapi.

3) Pengobatan tradisional

Karena penderita stroke memiliki kecenderungan tensi tinggi, keluarga

bisa memanfaatkan pengobatan tradisional dengan minum air ketimun

yang dijus sehari dua kali pagi dan sore.

c. Status Sosial Ekonomi

1) Pendidikan

Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam

mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula

terhadap pola pikir  dan kemampuan untuk mengambil keputusan

dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.

2) Pekerjaan dan Penghasilan


22

Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga

dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga

yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut

mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak

seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.

d. Tingkat perkembangandan riwayat keluarga

Menurut Friedmen (2009), Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini.

termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan

yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan

keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang

yang dapat mengakibatkan kecemasan.

e. Aktiftas

Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan

darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan

kegiatan fisik, seperti olah raga.

f. Data Lingkungan

1) Karakteristik rumah

Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah,

penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab

terjadinya cedera pada penderita stroke fase rehabilitasi.

2) Karakteristik Lingkungan
23

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan

lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali

pada hipertensi

g. Struktur Keluarga

1) Pola komunikasi

Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan

komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik

diman usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran

dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal

maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.

2) Struktur Kekuasaan

Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan,

kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang

mempengaruhi dalam tekanan darah pasien stroke.

3) Struktur peran

Anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang

dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak

ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat

diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan

ketegangan dalam keluarga.

h. Fungsi Keluarga

1) Fungsi afektif
24

Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita

hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita.

Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah

seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya partisipasi

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

2) Fungsi sosialisasi      .

Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang

menderita stroke dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila

keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan

mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini

mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.

3) Fungsi kesehatan

Fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial

sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain

diluar rumah.

i. Pola istirahat tidur

Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami

masalah yang belum terselesaikan.

j. Pemeriksaan fisik anggota keluarga

Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik

juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku untuk semua

anggota keluarga. Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik

lebih terfokuskan.
25

k. Koping keluarga

Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga

tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga.

2.2.2    Diagnosa keperawatan

Diagnosa  keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon

manusia atas perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat

secara legal dapat mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah

keperawatan. Kolaburasi dan koordinasi dengan anggota tim lain merupakan

keharusan untuk menghindari kebingungan anggota akan kurangnya pelayanan

kesehatan.

Dalam diagnosa  keperawatan meliputi sebagai berikut:

1. Problem atau masalah

Suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dialami

oleh keluarga aatau anggota keluarga.

2. Etiologi

Suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan mengacu kepada

lima tugas keluarga yaitu

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat.

e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.


26

Secara umum faktor-faktor  yang berhubungan atau etiologi dari diagnosis

keperawatan keluarga adalah :

a. Ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesalahan persepsi).

b. Ketidakmauan (sikap dan motivasi).

c. Dan ketidak mampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu prosedur

atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga baik finansial, fasilitas,

system pendukung, lingkungan fisik dan psikologis).

3. Symtom

Sekumpulan data subyektif dan objektif yang diperoleh perawatan dari

keluarga secara langsung atau tidak langsung.

Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok,

yaitu:

a. Diagnosis actual adalah masalah keperwatan yang sedang dialami oleh

keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.

b. Diagnosis resiko / resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum

terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat

terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.

c. Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika

keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai

sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan.

Prioritas Diagnosa Keperawatan

Proses scoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan

Maglaya, 1978 dalam Efendy (2012).


27

Tabel 2.1 Prioritas Diagnosa Keperawatan

No Kriteria Skor Bobot


1 Sifat masalah : 1
·         Tidak/kurang sehat. 3
·         Ancaman kesehatan. 2
·         Krisis atau keadaan sejahtera. 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah : 2
·         Dengan mudah. 2
·         Hanya sebagian. 1
·         Tidak dapat. 0
3 Potensial masalah untuk dicegah : 1
·         Tinggi. 3
·         Cukup. 2
·         Rendah. 1
4 Menonjolnya masalah : 1
·         Masalah  berat harus segera ditangani 2
·         Ada masalah, tetapi tidak perlu harus 1
segera ditangani
·         Masalah tidak dirasakan 0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnose keperawatan:

a. Tentukan skor untuk setiap criteria yang dibuat.

b. Selanjutnya dibagi dengan angka yang tertinggi dan dikalikan dengan bobot

c. Jumlah skor untuk semua kriteria (skor tertinngi sama dengan jumlah bobot,

yaitu 5).

2.2.3      Perencanaan Keperawatan  keluarga

Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan oleh

perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah kesehatan dan


28

keperawatan yang telah diidentifikasi dari masalah keperawatan yang sering

muncul. Langkah-langkah dalam rencana keperawatan keluarga adalah :

1. Menentukan sasaran atau goal

Sasaran adalah tujuan umum yang merupakan tujuan akhir yang akan dicapai

melalui segala upaya, dimana masalah (Problem) digunakan untuk

merumuskan tujuan akhir (TUM)

2. Menentukan tujuan atau objektif

Objektif merupakan pernyataan yang lebih spesifik atau lebih terperinci

tentang hasil yang diharapkan dari tindakan perawatan yang akan dilakukan,

dimana penyebab (Etiologi) digunakan untuk merumuskan tujuan (TUK).

3. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

Dalam memilih tindakan keperawatan sangat tergantung kepada sifat

masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk memecahkan masalah.

4. Menentukan kriteria dan standart criteria

Kriteria merupakan tanda atau indicator yang digunakan untuk mengukur

pencapaian tujuan, sedangkan standart menunjukkan tingkat performance

yang diinginkan untuk membandingkan bahwa perilaku yang menjadi tujuan

tindakan keperawatan telah tercapai.

Standart mengacu kepada lima tugas keluarga sedangkan kriteria mengacu kepada

3 hal, yaitu :

1. Pengetahuan (Kognitif)
29

Intervensi ini ditujukan untuk memberikan informasi, gagasan, motivasi, dan

saran kepada keluarga sebagai target asuhan keperawatan keluarga.

2. Sikap (Afektif)

Intervensi ini ditujukan untuk membantu keluarga dalam berespon emosional,

sehingga dalam keluarga terdapat sikap terhadap masalah yang dihadapi

3. Tindakan (Psikomotor)

Intervensi ini ditujukan untuk membantu anggota keluarga dalam perubahan

perilaku yang merugikan keperilaku yang menguntungkan.

Hal penting dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan adalah:

1. Tujuan hendaknya logis, sesuai masalah dan mempunyai jangka waktu yang

sesuai dengan kondisi klien.

2. Kriteria hasil hendaknya dapat diukur.

3. Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang dimiliki

oleh keluarga dan mengarah kepada kemandirian klien sehingga tingkat

ketergantungan dapat diminimalisasi.

4. Pelaksanaan.

Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan keluarga

dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat

keluarga untuk mendapatkan perbaikan ke arah perilaku hidup sehat.

Pelaksanaan tindakan keperawatn keluarga didasarkan kepada asuhan

keperawatan yang telah disusun.


30

5. Tahap Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil,

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilan bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian perlu disusun

rencana keperawatan yang baru.

Metode evaluasi keperawatan, yaitu :

1. Evaluasi formatif (proses)

Adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan

bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan

kegiatan yang dilakukan, system penulisan evaluasi formatif ini biasanya

ditulis dalam catatan kemajuan atau menggunakan system SOAP.

2. Evaluasi sumatif (hasil)

Adalah evaluasi akhir yang bertujuan untuk menilai secara keseluruhan,

sistem penulisan evaluasi sumatif ini dalam bentuk catatan naratif atau

laporan ringkasan.

2.3 Konsep Dasar Penyakit

2.3.1 Pengertian

Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang

ditandai dengan hiperurikemi dan serangan sinovitis akut berulang-ulang).

Penyakit ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai usia lanjut dan

wanita pasca menopause (Nurarif & Kusuma, 2015).


31

Kelebihan asam urat dalam darah akan menyebabkan pengkristalan pada

persendian dan pembuluh kapiler darah terutama yang dekat dengan persendian

dan akibatnya apabila persendian di gerakkan akan terjadi pergeseran antar

kristal-kristal tersebut sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penumpukan asam urat

yang kronis pada persendian menyebabkan cairan getah bening yang berfungsi

sebagai pelumas (lubrikan) sendi menjadi tidak berfungsi dan akibatnya

persendian tidak dapat di gerakkan. Demikian pula jika kristal asam urat

mengendap pada pembuluh kapiler darah, bila kita bergerak kristal-kristal asam

urat akan tertekan ke dinding pembuluh darah kapiler yang menimbulkan efek

nyeri, secara umum kadar asam urat darah yang normal untuk pria dewasa

berkisar antara 3,5 – 7,2 mg/dl dan untuk wanita antara 2,6- 6,0 mg/dl. Pada orang

tua nilai normal sedikit lebih tinggi (Junaidi, 2016 dalam Dianati, 2015).

2.3.2 Penyebab Asam Urat

Menurut Junaidi (2016 dalam Dianati, 2015), penyebab asam urat darah

tinggi (hiperurisemia) terjadi karena:

a. Pembentukan asam urat berlebihan (gout metabolik):

1) Gout primer metabolik terjadi karena sintesa atau pembentukan asam urat

yang berlebihan.

2) Gout sekunder metabolik terjadi karena pembentukan asam urat berlebihan

karena penyakit. Seperti leukemia, terutama yang di obati dengan

sitostatika, psoriasis, polisitemia vera, dan mielofibrosis.

b. Pengeluaran asam urat melalui ginjal kurang (gout renal):


32

1) Gout renal primer terjadi karena gangguan eksresi asam urat di tubuli

distal ginjal yang sehat.

2) Gout renal sekunder disebabkan oleh ginjal yang rusak, misalnya pada

glomerulonefritis kronik, kerusakan ginjal kronis (chronic renal failure).

c. Perombakan dalam usus yang berkurang. Serangan gout (arthritis gout akut)

secara mendadak, dapat dipicu oleh:

1) Luka ringan

2) Pembedahan

3) Konsumsi alkohol dalam jumlah besar atau makanan yang kaya akan

protein purin

4) Kelelahan

5) Stres secara emosional

6) Penyakit dan sejumlah obat yang menghambat sekresi asam urat, seperti

salisilat dosis kecil, hidroklorotiazid (diuretik), asam-asam keton hasil

pemecahan lemak sebagai akibat dari terlalu banyak mengkonsumsi lemak

7) Kedinginan

Kurang lebih 20-30% penderita gout terjadi akibat kelainan sintesa purin

dalam jumlah besar yang menyebabkan kelebihan asam urat dalam darah.

Kurang dari 75% pederita gout terjadi akibat kelebihan produksi asam urat,

tetapi pengeluarannya tidak sempurna.

Menurut Wortmann RL (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi:

1. Stress, menyebabkan kadar asam urat dalam serum meningkat.


33

2. Kontras radiologi menyebabkan kadar asam urat dalam serum menurun dan

kadar dalam urine meningkat.

3. Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam serum: alkhol,

asam askorbit, aspirin dosis rendah, kafein, cisplatin, diazoxide, diuretik,

epinefrin, ethambutol, levodopa, metal-dopa, asam nikotinat, fenotiazin, dan

theofilin.

4. Obat-obatan yang menurunkan kadar asam urat dalam serum: alopurinol,

aspirin dosis tinggi, azathioprin, clofibrat, kortikosteroid, estrogen, infuse

glucose, guafenisin, manitol, probenecid, dan warfarin.

5. Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urine: asam

askorbit, calcitonin, citrate, dicumarol, estrogen, steroid, iodine, gliceril

guaiacolat, fenolsulfonftalin, probenecid, salisilat, dan tetrasiklin kadaluarsa.

Gangguan metabolic dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini ditimbulkan

dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat (MSU, gout) dan kalsium

pirofosfat dihidrat (SPPD, pseudogout), dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi

degenerasi tulang rawan sendi (Nurafif & Kusuma, 2015).

2.3.3 Tahapan

Serangan ini umumnya terjadi tiba – tiba (acute attack) tanpa di sertai

dengan gejala sebelumnya, dan di mulai pada malam hari, dengan lokasi utama

pada sendi ibu jari kaki (big toe joint). Serangan ini bisa juga mengenai tumit,

lutut, pergelangan tangan dan kaki, siku dan jari tangan. Karena itu di kenal empat

tahap gout:

a. Asymptomatic (tanpa gejala).


34

Pada tahap ini terjadi kelebihan asam urat tetapi tidak menimbulkan gejala

klinik. Penderitan hiperurisemia ini harus di upayakan untuk menurunkan

kelebihan urat tersebut dengan mengubah pola makan atau gaya hidup.

b. Gout Akut

Pada tahap ini gejalanya muncul tiba – tiba dan biasanya menyerang satu atau

beberapa persendian. Sakit yang di rasakan penderita sering di mulai di malam

hari, dan rasanya berdenyut – denyut atau nyeri seperti di tusuk jarum.

Persendian yang terserang meradang, merah, terasa panas dan bengkak. Rasa

sakit pada persendian tersebut mungkin dapat berkurang dalam beberapa hari,

tapi bisa muncul kembali pada interval yang tidak menentu. Serangan susulan

biasanya berlangsung lebih lama, pada beberapa penderita berlanjut menjadi

artritis gout yang kronis, sedang di lain pihak banyak pula yang tidak akan

mengalaminya lagi.

c. Interkritikal

Pada tahap ini penderita mengalami serangan asam urat yang berulang – ulang

tapi waktunya tidak menentu.

d. Kronis

Pada tahap ini masa kristal asam urat (tofi) menumpuk di berbagai wilayah

jaringan lunak tubuh penderitanya. Penumpukan asam urat yang berakibat

peradangan sendi tersebut bisa juga di cetuskan oleh cidera ringan akibat

memakai sepatu yang tidak sesuai ukuran kaki, selain terlalu banyak makan

yang mengandung senyawa purin (misal jeroan), konsumsi alkohol, tekanan


35

batin (stress), karena infeksi atau efek samping penggunaan obat – obat tertentu

(diuretik) (Junaidi, 2006 dalam Dianati, 2015).

2.3.4 Klasifikasi Gout

1. Gout primer.

Gout primer dipengaruhi oleh faktor genetik atau herediter, terdapat

produksi atau sekresi asam urat yang berlebihan atau akibat penurunan

ekskresi asam urat dan tidak diketahui penyebabnya. Terutama mengenai

pria usia lanjut, sepertiga penderita menunjukkan peningkatan produksi

asam urat yang disebabkan karena pemecahan purin bertambah. Sepertiga

lagi menunjukkan ekskresi asam urat oleh ginjal berkurang, sedangkan

sisanya menunjukkan gejala campuran, yaitu disamping produksi asam

urat meningkat, ekskresi asam urat juga berkurang.

2. Gout sekunder.

Gout sekunder dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :

1. Produksi asam urat yang berlebihan, misalnya pada :

1) Kelainan mieloproliferatif (polisitemia, leukemia, mieloma

retikularis)

2) Sindrom Lesch-Nyhan yaitu suatu kelainan akibat defisiensi

hipoxantin guanin fosfori bosil transferase yang terjadi pada anak-

anak dan pada sebagian orang dewasa

3) Gangguan penyimpanan glikogen


36

4) Penatalaksanaan anemia pernisiosa karena maturasi sel

megablastik menstimulasi pengeluaran asam urat

2. Sekresi asam urat yang berkurang, misalnya pada gagal ginjal kronis,

pemakaian obat-obat salsilat, tiazid, beberapa macam diuretik dan

sulfonamid, atau keadaan alkoholik, asidosis laktat,

hiperparatiroidisme, dan pada miksedema.

2.3.5 Patofisiologi Asam Urat (Uric acid)

Jumlah urat di dalam tubuh sangat tergantung pada keseimbangan antara

asupan makanan, sintesis, dan laju ekskresi. Hiperurisemia terjadi karena urat

diproduksi berlebihan (10%), penurunan ekskresi (90%), atau sering merupakan

kombinasi keduanya. Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil

keseimbangan atara produksi dan sekresi. Ketika terjadi ketidakseimbangan kedua

proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan

hipersaturasi asam urat, yaitu kelarutan asam urat pada serum melewati ambang

batas, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama

monosodium urat di berbagai tempat/jaringan.

Patogenesis gout dimulai ketika terjadi kristalisasi urat pada persendian,

bursa, atau tendon. Selanjutnya mengakibatkan terjadinya peradangan yang

dengan cepat mengakibatkan munculnya rasa sakit, bengkak, dan panas. Pada

jaringan, pembentukan kristal monosodium urat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, terutama ditentukan oleh konsentrasi urat di tempat pembentukan kristal

tersebut. Kelarutan urat pada cairan sendi tergantung pada keadaan hidrasi

persendian, temperatur, pH, konsentrasi kation, dan adanya protein matriks


37

ekstraselular seperti proteoglikan, kolagen, dan kondroitin sulfat. Temperatur

yang lebih rendah pada persendian perifer (tangan dan kaki) menurunkan

kelarutan sodium urat. Hal tersebut dapat menjelaskan kenapa kristal monosodium

urat mudah diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi pengendapan

kristal monosodium urat adalah pada metatarsofalangeal-1 berhubungan dengan

trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Penurunan jumlah cairan

pada persendian, misalnya dehidrasi yang terjadi pada malam hari, mengakibatkan

serangan gout akut (Krinaerawan, 2010). Ada beberapa faktor yang dapat

meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan merupakan faktor resiko

terjadinya hiperurisemia. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi

tiga mekanisme yaitu:

a. Peningkatan Produksi Asam Urat (uric acid)

Hal ini bisa terjadi karena faktor idiopatik primer, makanan yang

kaya purin (banyak mengandung protein), obesitas, alkohol, polisitemia vera,

paget’s disease, proses hemolitik dan psoriasis.

b. Penurunan Ekskresi Asam Urat (uric acid)

Penurunan ekskresi asam urat (uric acid) merupakan sebagian besar

penyebab hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain adalah

idiopatik primer, insufisiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes insipidus,

hipertensi, asidosis, toksik pada kehamilan, penggunaan obat-obatan seperti

salisilat < 2 gram/hari, diuretik, alkohol, levodopa, etambutol dan

pyrazinamid.

c. Kombinasi Antara Kedua Mekanisme


38

Dapat terjadi pada defisiensi 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-fosfat

aldosa, konsumsi alkohol dan shock. Kadar asam urat (uric acid) dapat

meningkat jika kadarnya ≥ 420 μmol/L (7,0 mg/dL) dan terdapat indikasi

peningkatan total kadar asam urat (uric acid) dalam tubuh.


39

2.3.6 Gejala Gout

Biasanya, serangan gout pertama hanya menyerang satu sendi dan

berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang secara

bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala sehingga

terjadi serangan berikutnya. Namun, gout cenderung akan semakin memburuk,

dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung lebih lama, lebih sering, dan

menyerang beberapa sendi. Alhasil, sendi yang terserang bisa mengalami

kerusakan permanen (Dianati, 2015).

Lazimnya, serangan gout terjadi di kaki (monoarthritis). Namun, 3-14%

serangan juga bisa terjadi di banyak sendi (poliarthritis). Biasanya, urutan sendi

yang terkena serangan gout (poliarthritis) berulang adalah: ibu jari kaki (podogra),

sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakan, pergelangan tangan, lutut,

dan bursa elekranon pada siku (Dianati, 2015).

Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita gout pada suatu atau beberapa

sendi. Umumnya, serangan terjadi pada malam hari. Biasanya, hari sebelum

serangan gout terjadi, penderita tampak segar bugar tanpa gejala atau keluhan,

tetapi, tiba-tiba, tepatnya pada tengah malam menjelang pagi, ia terbangun karena

merasakan sakit yang sangat hebatserta nyeri yang semakin memburuk dan tak

tertahankan. Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit di atasnya
40

akan berwarna merah atau keunguan, kencang dan licin, serta terasa hangat dan

nyeri jika digerakkan, dan muncul benjolan pada sendi (yang disebut tofus).

Jika sudah agak lama (hari ke lima), kulit di atasnya akan berwarna merah

kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainnya adalah muncul tofus di helix

telinga atau pinggir sendi / tendon. Menyentuh kulit di atas sendi yang terserang

gout bisa memicu rasa nyeri yang luar biasa. Rasa nyeri ini akan berlangsung

selama beberapa hari hingga sekitar satu minggu, lalu menghilang (Dianati,

2015).

Kristal dapat terbentuk di sendi-sendi perifer karena persendian tersebut

lebih dingin dibandingkan persendian di tubuh lainnya, karena asam urat

cenderung membeku pada suhu dingin. Kristal urat juga terbentuk di telinga dan

jaringan lainnya yang relatif dingin. Gout jarang terjadi pada tulang belakang,

tulang panggul, atau bahu (Dianati, 2015).

Gejala lain dari arthritis gout akut adalah demam, mengigil, tidak enak

badan, dan denyut jantung yang berdetak dengan cepat. Gejala asam urat atau

serangan gout akan cenderung lebih berat pada penderita yang berusia di bawah

30 tahun. Biasanya, gout menyerang pria usia pertengahan dan wanita pasca

menopause. Gout bisa menahun dan berat, yang menyebabkan terjadinya

kelainan bentuk sendi. Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus

berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi.

Benjolan keras dari kristal urat (tofi) diendapkan di bawah kulit sekitar sendi. Tofi

juga  bisa berbentuk di dalam ginjal dan organ tubuh lainnya, di bawah kulit
41

telinga atau sekitar siku. Jika tidak diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa pecah

dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai kapur (Dianati, 2015).

2.3.7 Gambaran Klinik Hiperurisemia

1. Hiperurisemia Asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan kadar asam urat serum tinggi

tanpa adanya manifestasi klinik gout (Hidayat, 2009). Pada kondisi ini

pasien tidak membutuhkan pengobatan. Dalam beberapa hal,

hiperurisemia dapat ditemukan beberapa tahun sebelum serangan (Depkes,

2006). Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut athritis gout

dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik.

Terdapat 10-40% subyek dengan gout mengalami sekali atau serangan

kolik renal, sebelum adanya serangan arthritis.

2. Arthritis Gout akut

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki,

dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan

bentuk tidak lazim arthitis gout, yang mungkin merupakan manifestasi

adanya gangguan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan

siklosporin. Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler

dengan predileksi MTP-1 yang biasa disebut podagra (Hidayat 2009).

Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut dan

timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Serangan timbul secara tiba-tiba

pada malam hari selama 2-10 hari. Pasien tidur tanpa gejala apapun,

kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.
42

Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai

keluhan sistemik berupa demam, mengigil dan merasa lelah, disertai

lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Sedangkan gambaran

radiologis hanya didapat pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler.

Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi

sekalipun.

Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama tanpa terapi yang adekuat,

serangan dapat mengenai sendi-sendi lain seperti pergelangan tangan/kaki,

jari tangan/kaki, lutut dan siku. Serangan menjadi lebih lama durasinya,

dengan interval serangan yang lebih singkat, dan masa penyembuhan yang

lama. Kelainan pada sendi metatarsofalangeal terjadi pada 50-70% dari

serangan pertama dan sebagian kecil mengenai sendi besar (panggul dan

bahu) serta sendi-sendi lainnya.

Gambar 3. Sendi yang Menjadi Sasaran Utama Arthritis Pirai

Berdasarkan penegakan diagnosa arthritis gout akut, dapat digunakan

kriteria dari ACR (American College of Rheumatology ) tahun1977

(Hidayat, 2009):
43

1. Ditemukannya kristal urat dicairan sendi

2. Adanya tofus yang berisi kristal urat

3. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis yaitu:

a) Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut

b) Inflasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari

c) Arthritis monoartikuler

d) Kemerahan pada sendi

e) Bengkak dan nyeri pada MTP-1

f) Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-1

g) Arthritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal

h) Kecurigaan adanya tofus

i) Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)

j) Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

k) Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

Gambar 4. Struktur Sendi Yang Terkena Deposisi Kristal Asam Urat


44

Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi

purin, kelelahan fisik, tindakan operasi, pemakaian obat deuretik atau

penurunan dan peningkatan asam urat. Penurunan darah secara mendadak

dengan alpurinol atau obat urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan.

3. Arthritis Gout Interkritikal

Merupakan kelanjutan stadium akut, dimana secara klinik tidak muncul

tanda-tanda radang akut, meskipun pada aspirasi cairan sendi masih

ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang

terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun

sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Tanpa tatalaksana yang adekuat

akan berlanjut ke stadium gout kronik atau menahun dengan pembentukan

tofi.

4. Arthritis Gout Kronis

Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri (self

medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada

dokter. Arthritis gout kronis biassanya ditandai dengan adanya tofi dan

terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, oleh

kranon, tendon Achilles dari jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan

nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan menyebabkan

destruksi yang progresif pada sendi serta menimbulkan deformitas. Selain

itu tofi juga sering pecah atau sulit sembuh, serta terjadi infeksi sekunder.
45

Gambar 5. Tofi Pada Cuping Telinga

Kecepatan pembentukkan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya

hiperurisemia, dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan

penggunaan deuretik. Pada beberapa studi didapatkan studi didapatkan

data bahwa durasi dari serangan akut pertama kali sampai masuk stadium

gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun. Pada stadium

ini sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun atau

gagal ginjal kronik. Timbunan tofi bisa ditemukan juga pada miokardium,

katub jantung, system konduksi, beberapa struktur di organ mata terutama

sklera, dan laring. Jika tidak diobati tofi pada tangan dan kaki bisa pecah

dan mengeluarkan kristal yang menyerupai kapur (Dianati, 2015). Pada

tahap ini, penyakit ini dapat mengakibatkan kerusakan sendi yang

permanen dan kadang juga ginjal. Dengan pengobatan yang benar,

kebanyakan pasien dengan gout tidak sampai ketahap ini.


46

Gambar 6. Arthritis Gout Kronik Tanpa Pengobatan

2.3.8 Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, imunologi dan cairan sendi

umumnya tidak tidak ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai

peradangan. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan penyempitan rongga

sendi disertai sklerosis tepi persendian. Mungkin terjadi deformitas,

osteofitosis, atau pembentukan kista juksta artikular. Kadang-kadang

tampak gambaran taji (spur formation), liping pda tepi-tepi tulang, dan

adanya tulang-tulang yang lepas (Manjoer dkk, 1999).

2.3.9 Sasaran Utama Asam Urat.

Sasaran utama asam urat terjadi terdapat pada:

1. Ujung jari.

Kristal asam urat (tofi) menyukai daerah yang bersuhu dingin seperti

ujung jari tangan dan kaki.

2. Ibu jari.
47

Hampir 90 % serangan pertama asam urat adalah pada sendi ibu jari

(jempol), terutama pada kaki.

3. Sendi lutut dan pergelangan kaki.

4. Daun telinga.

Kristal asam urat sering mengendap di daun telinga, membentuk

benjolan putih yang mirip jerawat.

5. Retina mata.

Pengendapan asam urat menyebabkan gangguan penglihatan.

6. Saluran cerna.

Asupan makanan tinggi purin menjadi penyebab utama dari serangan

asam urat.

7. Ginjal.

Dua pertiga dari asam urat di buang melalui ginjal. Bila terjadi

gangguan pada ginjal, maka kristal asam urat dapat mengendap pada

ginjal dengan akibat terjadinya batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal.

8. Jantung.

Kristal asam urat dapat pula mengendap di jantung dengan akibat

gangguan fungsi jantung.

2.3.10 Komplikasi

Komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative arthritis,

infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin,
48

protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga

berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis

kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal monosodium urat

dapat mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1, merangsang

sintesis nitric oxide dan matriks metaloproteinase yang nantinya

menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat mengaktivasi

osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik

yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.

Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko

terjadinya batu ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk batu

ginjal karena urin memiliki pH rendah yang mendukung terjadinya asam

urat yang tidak terlarut. Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan pada

urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid nephrolithiasis

yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan kandungan asam

urat dalam urin), rendahnya pH (yang mana menurunkan kelarutan asam

urat), dan rendahnya volume urin (menyebabkan peningkatan konsentrasi

asam urat pada urin) (Widyanto, 2014).

2.3.11 Pencegahan.

Gout tidak dapat dicegah, tetapi beberapa factor pencetusnya bida

dihindari, misalnya cedera, konsumsi alcohol, konsumsi makanan yang

kaya protein. Untuk mencegah kekambuhan, dianjurkan untuk minum

banyak air, menghindari minuman beralkohol dan mengurangi makanan

yang kaya akan protein. Banyak penderita yang memiliki kelebihan berat
49

badan, jika berat badan mereka dikurangi, maka kadar asam urat dalam

darah seringkali kembali ke normal atau mendekati normal.

Beberapa penderita (terutama yang mengalami serangan berulang

yang hebat) mulai menjalani pengobatan jangka panjang pada saat gejala

telah menghilang dan pengobatan dilanjutkan sampai diantara serangan.

Kolkisin dosis rendah diminum setiap hari dan bisa mencegah serangan

atau paling tidak mengurangi frekuensi serangan.

Mengkonsumsi obat anti peradangan non-steroid secara rutin juga

bisa mencegah terjadinya serangan. Kadang kolkisin dan obat anti

peradangan non-steroid diberikan dalam waktu yang bersamaan. Tetapi

kombinasi kedua obat ini tidak mencegah maupun memperbaiki kerusakan

sendi karena pengendapan kristal dan memiliki resiko bagi penderita yang

memiliki penyakit ginjal atau hati (Junaidi, 2006 dalam Dianati, 2015).

2.3.12 Tatalaksana

Langkah pertama untuk mengurangi nyeri adalah mengendalikan

peradangan, baik dengan obat-obatan maupun dengan mengistirahatkan

sendi yang sedang meradang (Dianati, 2015):

1. Terapi Obat Asam Urat

Pengobatan tradisional untuk gout adalah dengan kolkosin.

Biasanya, nyeri sendi mulai berkurang dalam kurun waktu 12-24 jam

setelah pemberian kolkisin, dan akan menghilang dalam kurun waktu

48-72 jam. Kolkisin diberikan dalam bentuk tablet, tetapi jika hal itu

menyebabkan gangguan pencernaan, dapat diberikan dengan cara


50

disuntik (intravena). Kolkisin kerap kali menyebabkan diare, dan bisa

menyebabkan efek samping yang lebih serius, termasuk kerusakan

sumsum tulang belakang.

Obat-obat lain, seperti probenesid atau sulfinpirazon, berfungsi

menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan jalan meningkatkan

pembuangan asam urat ke dalam air kemih. Aspirin menghambat efek

probenesid dan sulfinpirazon, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada

saat yang bersamaan. Jika diperlukan obat pereda nyeri, lebih baik

diberikan asetaminofen atau obat antiperadangan non-steroid lainnya,

seperti ibuprofen. Jika pembuangan asam urat meningkat, dianjurkan

untuk minum banyak air (minimal 2 liter/hari) untuk membantu

mengurangi risiko kerusakan ginjal.

Allopurinol adalah obat yang menghambat pembentukan asam urat

di dalam tubuh. Obat ini terutama diberikan kepada penderita yang

memiliki kadar asam urat yang tinggi dan batu ginjal atau mengalami

kerusakan ginjal. Pemberian allopurinol bisa mencegah pembentukan

batu ginjal.

Pengobatan radang sendi (gout) meliputi pengobatan fase akut dan

pengobatan jangka panjang. Untuk pengobatan fase akut digunakan

obat anti radang, seperti kolkisin, indometasin, obat anti-inflamasi non

steroid (misalnya naproksen), dan golongan steroid. Sementara itu,

untuk terapi jangka panjang digunakan obat-obat yang dapat

menurunkan asam urat, seperti urikosurik atau allopurinol. Allopurinol


51

bisa menyebabkan gangguan pencernaan, memicu munculnya ruam di

kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih, dan kerusakan hati.

Sebagian besar rofi di telinga, tangan atau kaki akan mengecil

secara perlahan jika kadar asam urat dalam darah berkurang. Namun,

jika tofi dangat besar, maka, besar kemungkinan, ia harus diangkat

melalui pembedahan.  Terkadang, orang yang memiliki kadar asam urat

tinggi tetapi tidak menunjukan gejala-gejala gout diberikan obat untuk

menurunkan kadar asam uratnya. Namun, karena obat tersebut

memiliki efek samping, penggunaannya akan di tunda, kecuali jika

asam urat dalam air kemihnya sangat tinggi.

2.4 Nyeri

The International Association for the Study of Pain (1979) dalam Kozier

(2000) mendefiniskan nyeri sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang

tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, baik aktual

maupun potensial atau dilukiskan dalam istilah seperti kerusakan.

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat

sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala

atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2004)

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale) adalah yang paling

efektif. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan


52

patokan 10 point. Pengukuran tingkat nyeri dapat dilakukan dengan wawancara

tentang nyeri pada pasien. Perawat bertanya pada pasien tentang bagaimana nyeri

yang dirasakan dengan bantuan Skala Bourbonais.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

tidak nyeri nyeri ringan Nyeri sedang nyeri berat sangat nyeri &
tidak terkontrol

Penjelasan tentang intensitas nyeri sebagai berikut:

1. Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri

2. Intensitas nyeri ringan pada skala 1 sampai 3

3. Intensitas nyeri sedang pada skala 4 sampai 6

4. Intensitas nyeri berat pada skala 7 sampai 9 dengan intensitas nyeri seperti :

terbakar, ditusuk, tertekan, tergesek, kram, kaku, perih, mulas, melilit, gatal

nyut- nyutan.

5. Intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri tidak terkontrol (Latifin &

Kusuma, 2014).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Asam Urat

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan data yang perlu dikaji pada proses perawatan keluarga

dengan masalah Asam Urat menurut Friedman (2010) meliputi data dasar

keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi keluarga, stress dan

koping keluarga dan fungsi perawatan kesehatan.

1. Data dasar keluarga, data yang perlu dikaji antara lain: nama keluarga, alamat

dan nomor telepon, komposisi keluarga, tipe keluarga, latar belakang budaya
53

(etnis), identifikasi religi, status kelas keluarga, aktivitas rekreasi dan waktu

senggang keluarga.

2. Data lingkungan keluarga, data yang perlu dikaji antara lain: karakteristik

rumah, karakteristik dan lingkungan sekitar dan komunitas yang lebih besar,

mobilitas geografi keluarga, perkumpulan dan interaksi keluarga dengan

masyarakat, serta sistem-sistem pendukung keluarga.

3. Struktur keluarga yang terdiri dari:

a. Pola komunikasi keluarga: data yang harus dikaji adalah observasi seluruh

anggota keluarga dalam berhubungan satu sama lain, apakah komunikasi

dalam keluarga berfungsi atau tidak, seberapa baik setiap anggota keluarga

menjadi pendengar, jelas dalam penyampaian, perasaan terhadap

komunikasi dan interaksi, apakah keluarga melibatkan emosi atau tidak

dalam penyampaian pesan.

b. Struktur kekuatan keluarga: yang perlu dikaji antara lain: siapa yang

mengambil keputusan dalam keluarga, siapa yang mengambil keputusan

penting seperti anggaran keluarga, pindah kerja, tempat tinggal, mengatur

disiplin dan aktivitas anak serta proses dalam pengambilan keputusan

dengan concerisus tawar-menawar dan sebagainya.

c. Struktur peran keluarga: data yang dapat dikaji dalam peran formal adalah

peran dan posisi formal setiap anggota keluarga tidak ada konflik dalam

peran, bagaimana perasaan terhadap perannya. Jika dibutuhkan dapatkah

peran berlaku fleksibel. Jika ada masalah dalam peran siapa yang

mempengaruhi anggota keluarga, siapa yang memberikan mereka


54

penilaian tentang pertumbuhan, pengalaman baru, peran dan tekhnik

komunikasi.

d. Peran informal: peran informal dan peran yang tidak jelas apa yang ada di

dalam keluarga. Bagaimana anggota keluarga melaksanakan perannya,

apakah sudah sesuai posisi keluarga dengan peran yang dilaksanakannya,

apabila peran tidak terlaksana tanyakan siapa yang biasanya melaksanakan

peran tersebut sebelumnya dan apa pengaruhnya.

e. Nilai dan budaya, data yang dapat dikaji adalah nilai-nilai yang dominan

yang dianut oleh keluarga, nilai keluarga seperti siapayang berperan dalam

mencari nafkah, kemauan dan penguasaan lingkungan, orientasi masa

depan, kegemaran-kegemaran keluarga, apakah ada kesesuaian antara

nilai-nilai keluarga dan komunitas yang lebih luas, apakah ada kesesuaian

antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai sub sistem keluarga, bagaimana

pentingnya nilai-nilai terhadap keluarga, apakah keluarga menganut nilai-

nilai keluarga secara sadar atau tidak, apakah ada konflik nilai yang

menonjol dalam keluarga itu sendiri, bagaimana nilai-nilai mempengaruhi

kesehatan keluarga.

4. Fungsi keluarga

a. Fungsi afektif, atau yang dapat dikaji antara lain: pola kebutuhan keluarga

dan respon, apakah anggota keluarga merasakan keutuhan individu lain

dalam keluarga, apakah orang tua/pasangan mampu menggambarkan

kebutuhan persoalan lain dan anggota yang lain, bagaimana sensitifnya

anggota keluarga dengan melihat tanda-tanda yang berhubungan dengan


55

perasaan dan kebutuhan orang lain, apakah anggota keluarga mempunyai

orang yang dapat dipercayainya saling memperhatikan, sejauh mana

anggota keluarga memberikan perhatian satu sama lain, bagaimana mereka

sating mendukung, apakah terdapat perasaan akrab dan intim diantara

lingkungan hubungan keluarga, sebaik apa hubungan anggota keluarga

dengan anggota yang lain, apakah ada kedekatan khusus anggota keluarga

dengan anggota keluargayang lain, keterpisahan dan keterikatan,

bagaimana keluarga menanamkan perasaan kebersamaan dengan anggota

keluarga, apakah sudah sesuai perpisahan yang terjadi di keluarga dengan

tahap perkembangan di keluarga.

b. Fungsi sosial, data yang perlu dikaji adalah: bagaimana keluarga

membesarkan anak dan keluarga dalam area orang: kontrol perilaku,

disiplin, penghargaan, hukuman, otonomi dan ketergantungan, memberi

dan menerima cinta serta latihan perilaku sesuai dengan usia, siapa yang

menerima tanggung jawab.

c. Fungsi sosialisasi atau peran membesarkan anak/fungsi anak, apakah

fungsi tersebut dipikul bersama, bagaimana cara pengaturannya,

bagaimana anak-anak dihargai oleh keluarga kebudayaan yang dianut

dalam membesarkan anak, apakah keluarga merupakan resiko tinggi

mendapat masalah dalam membesarkan anak, faktor resiko apa yang

memungkinkan, apakah lingkungan memberikan dukungan dalam

perkembangan anak seperti tempat bermain dan istirahat (kamar tidur

sendiri).
56

d. Fungsi reproduksi, data yang perlu dikaji, berapa jumlah anak, bagaimana

keluarga merencanakan jumlah anak, metode apa yang digunakan keluarga

dalam pengendalian jumlah anak.

5. Stress dan koping keluarga hal yang perlu dikaji, stressor jangka pendek dan

jangka panjang, kemampuan keluarga berespon dalammasalah, strategi koping

yang digunakan, strategi adaptasi difungsional dan pemeriksaan fisik

dilakukan secara head to head.

6. Fungsi perawatan kesehatan dalam melaksanakan lima tugas kesehatan

keluarga, hal yang perlu dikaji meliputi :

a. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, data yang perlu dikaji,

pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan asam urat yang meliputi

pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala dan persepsi keluarga

terhadap masalah.

b. Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan yang tepat

untuk mengatasi masalah asam urat, hal yang perlu dikaji adalah

kemampuan keluarga tentang pengertian, sifat dan luasnya masalah asam

urat, apakah masalah dirasakan keluarga. apakah keluarga pasrah terhadap

masalah, apakah keluarga akut dan akibat tindakan penyakitnya, apakah

keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan, apakah

ada informasi yang salah terhadap tindakan dalam menghadapi masalah.

c. Untuk mengetahui kemampuan keluarga merawat anggota keluarga

dengan asam urat, data yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga

mengetahui keadaan penyakit, bagaimana sifat dan perkembangan


57

perawatan yang dibutuhkan, bagaimana pengetahuan keluarga tentang

fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, apakah keluarga mengetahui

sumber-sumber yang ada, sikap keluarga terhadap sakit.

d. Kemampuan keluarga untuk memelihara lingkungan rumah yang sehat, hal

yang perlu dikaji adalah pengetahuan keluarga tentang sumber-sumber

yang dimiliki keluarga, bagaimana keluarga melihat keuntungan atau

manfaat pemeliharaan lingkungan, sejauh mana keluarga mengetahui

pentingnya hygiene sanitasi, keluarga mengetahui upaya pencegahan

penyakit, bagaimana sikap atau pandangan keluarga terhadap hygiene

sanitasi, sejauh mana kekompakan keluarga.

e. Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan, hal yang

perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas

kesehatan, keuntungan-keuntungan dari fasilitas kesehatan, tingkat

kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan atau fasilitas kesehatan,

ada pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan, fasilitas

kesehatan yang terjangkau oleh keluarga,

2.4.2 Fokus Intervensi

Menurut Friedman (2010) dan NANDA (2006), antara lain:

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dalam merawat anggota keluarga dengan masalah asam urat.

Tujuan : setelah dilakukan pertemuan selama 3 kali tatap muka diharapkan

masalah mobilitas fisik dapat dimimalkan dengan kriteria hasil: keluarga dan

penderita mampu merawat anggota keluarga dengan masalah asam urat.


58

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah asam urat.

1) Menjelaskan pada keluarga mengenai asam urat.

2) Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab asam urat.

3) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan pada keluarga.

4) Beri reinforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan masalah asam

urat.

1) Diskusikan dengan keluarga dalam mengambil keputusan dengan

tindakan masalah asam urat.

2) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengenai masalah

asam urat.

3) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah

asam urat.

1) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan anggota keluarga dengan

masalah asam urat.

2) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

3) Beri reinforcement jika jawaban benar.

d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk anggota

keluarga dengan masalah asam urat.

1) Diskusikan dengan keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman bagi

penderita asam urat.

2) Modifikasi lingkungan keluarga untuk penderita asam urat.


59

3) Motivasi kembali agar keluarga menerangkan kembali penjelasan yang

telah disampaikan.

e. Ketidakmampuan keluarga menfaatkan fasilitas kesehatan.

1) Diskusikan dengan keluarga tempat – tempat pelayanan kesehatan

yang ada.

2) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan

serta menyarankan supaya datang ke pelayanan kesehatan yang ada.

3) Evaluasi kembali tentang penjelasan yang telah diberikan tentang

manfaat fasilitas kesehatan.

4) Beri reinforcement positif jika jawaban benar

2. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal anggota

keluarga dengan masalah asam urat.

Tujuan : setelah dilakukan pertemuan selam 3 kali tatap muka diharapkan

masalah nyeri akut dapat dimimalkan dengan kriteria hasil: keluarga dan

penderita mampu merawat anggota keluarga dengan masalah asam urat.

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah asam urat (nyeri akut).

1) Menjelaskan pada keluarga mengenai asam urat.

2) Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab asam urat.

3) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan pada keluarga.

4) Beri reinforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan masalah asam

urat (nyeri akut).


60

1) Diskusikan dengan keluarga dalam mengambil keputusan dengan

tindakan masalah asam urat (nyeri akut).

2) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengai masalah asam

urat.

3) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah

asam urat (nyeri akut).

1) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan anggota keluarga dengan

masalah asam urat (perubahan perfusi jaringan).

2) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

3) Beri reinforcement jika jawaban benar.

d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk anggota

keluarga dengan masalah asam urat (nyeri akut).

1) Diskusikan dengan keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman bagi

penderita asam urat.

2) Modifikasi lingkungan keluarga untuk penderita asam urat.

3) Motivasi kembali agar keluarga menerangkan kembali penjelasan yang

telah disampaikan.

4) Beri reinforcement positif jika jawaban benar.

e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.

1) Diskusikan dengan keluarga tempat – tempat pelayanan kesehatan

yang ada.
61

2) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan serta

menyarankan supaya datang ke pelayanan

3) kesehatan yang ada.

4) Evaluasi kembali tentang penjelasan yang telah diberikan tentang

manfaat fasilitas kesehatan.

3. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah kesehatan asam urat.

Tujuan : setelah dilakukan pertemuan selam 30 menit tatap muka diharapkan

masalah dapat dimimalkan dengan kriteria hasil : keluarga dan penderita

mampu mengenal anggota keluarga dengan masalah asam urat.

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah asam urat (kurang

pengetahuan).

1) Menjelaskan pada keluarga mengenai asam urat.

2) Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab asam urat.

3) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan pada keluarga.

4) Beri reinforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan masalah asam

urat (kurang pengetahuan).

1) Diskusikan dengan keluarga dalam mengambil keputusan dengan

tindakan masalah asam urat (kurang pengetahuan).

2) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengenai masalah

asam urat.

3) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.


62

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah

asam urat (kurang pengetahuan).

1) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan anggota keluarga dengan

masalah asam urat (kurang pengetahuan).

2) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

3) Beri reinforcement jika jawaban benar.

d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk anggota

keluarga dengan masalah asam urat (kurang pengetahuan).

1) Diskusikan dengan keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman bagi

penderita asam urat.

2) Modifikasi lingkungan keluarga untuk penderita asam urat.

3) Motivasi kembali agar keluarga menerangkan kembali penjelasan yang

telah disampaikan.

4) Beri reinforcement positif jika jawaban benar.

e. Ketidakmampuan keluarga menfaatkan fasilitas kesehatan.

1) Diskusikan dengan keluarga tempat – tempat pelayanan kesehatan

yang ada.

2) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan

serta menyarankan supaya datang ke pelayanan kesehatan yang ada.

3) Evaluasi kembali tentang penjelasan yang telah diberikan tentang

manfaat fasilitas kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai