PENDAHULUAN
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal,
yang pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Arah kebijaksanan
dalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup serta
Salah satu golongan umur yang rawan akan masalah gizi adalah anak balita. Gizi
pada balita sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, sehingga perlu
pemantauan dan pemenuhan gizi yang baik. Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan
masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan
pengadaan pangan.
Kurangnya gizi pada balita dapat disebabkan sikap atau perilaku ibu yang menjadi
faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan makanan, tersedianya
jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan
Dampak yang lebih serius dari kekurangan gizi adalah timbulnya kecacatan, tinggi
angka kesakitan dan terjadinya percepatan kematian (premature death). Pada usia balita
sekitar 7,5 anak(36%) menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau mengalami
penghambatan pertumbuhan yang ditunjukan oleh berat badan lebih rendah dari standar
menurut usia (Wenesti, 2009). Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi status gizi
balita yaitu; pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi balita, pendapatan keluarga dan ASI
Eksklusif (Marimbi,2010).
gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Pada tahun 2011 angka kekurangan gizi
tercatat 28%, sedangkan di provinsi Jawa Tengah angka kejadian kurang gizi pada anak
cukup tinggi yaitu berkisar 65,5%, sedangkan di Provinsi Aceh tahun 2012 angka kurang gizi
pada balita mencapai 72%, hal ini disebabkan karena bencana tsunami yang melanda banda
aceh. Hingga pada tahun 2013 angka kurang gizi pada balita menjadi meningkat yaitu 76%
(Djaja,2011). Di Provinsi Riau tepatnya di Kota Pekanbaru dari 20 Puskesmas yang ada,
tercatat jumlah balita yang mengalami gizi kurang pada tahun 2014 berkisar 2.476 orang
balita. sedangkan balita yang mengalami gizi buruk tercatat 3 orang balita. Balita yang
memiliki gizi baik berkisar 3.210 orang, dan9% bayi mengalami obesitas.
Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua, khususnya ibu
merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Keadaan sosial
ekonomi dan kebudayaan banyak mempengaruhi pola makan di daerah pedesaan. Terdapat
pantangan makan pada balita misalnya anak kecil tidak diberikan ikan karena dapat
Seorang ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang kurang akan sangat
berpengaruh terhadap status gizi balitanya dan akan sukar untuk memilih makanan yang
bergizi untuk anaknya dan keluarganya. Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang, artinya
asupan zat gizi harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gizi kurang pada anak di usia balita
membawa dampak pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan terganggu, hal ini disebabkan
karena kurangnya produksi protein dan kurangnya energi yang diperoleh dari makanan dan
pengetahuan juga sikap ibu sangat penting untuk mencegah terjadinya angka gizi kurang pada
balita. Untuk itu perlu diukur dari pengetahuan dan status gizi balita melalui tahapan
wawancara/kuisioner. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut apakah ada hubungan tingkat
pengetahuan ibu dengan status gizi pada anak di wilayah sidomulyo barat.
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumus masalah adalah apakah ada hubungan
tingkat pengetahun ibu dengan status gizi pada anak di wilayah sidomulyo barat
1.3Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum.
Menganalisis hubungan tingat pengetahuan ibu dengan status gizi pada anak balita
B. Tujuan khusus
TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan adalah merupakan hasil tau yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan melalui panca indera manusia yakni : indera penglihatan, indera pendegaran,
indera penciuman, indera rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
pelajari.
telah dipelajari pada situasi dan kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
organisasi tersebut. Dan masih ada kaitanya satu sama lain. kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja yang dapat menggambarkan (membuat
meletakan dalam satu hubungan yang logis dari kompnen-komponen pegetahuan yang
di miliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membauat atau
meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah di baca
atau didengarkan dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah di baca.
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria yang
membandingkan anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kekurangan gizi.
1. Faktor Internal
orang lain menuju kearah cita-cita yang menetukan manusia untuk berbuat dan
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk
sikap.
b. Pekerjaan, Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursala (2003), pekerjaan adalah
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
c. Umur. Menurut huclok semangkin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
2. Faktor Ekternal
Faktor lingkungan, Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari nursalam lingkungan
merupakan kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat
Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, seperti menghasilkan energi. Keadaan gizi terlihat dari
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut,
atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, dkk,
2002).
Status gizi seseorang dinilai dengan mengumpulkan informasi mengenai pasien dari
beberapa sumber. Skrinning nutrisi, riwayat kesehatan pasein, temuan pemeriksaan fisik, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pasien (A.C Ross, dkk, 2014).
2.6 Penilaian Status Gizi
Untuk menilai status gizi digunakan dua metode penilaian status gizi, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian, yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan
untuk penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu survei
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, dkk, 2002).
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan
dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga,
dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa,
dkk, 2002).
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis,
dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat bergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat
penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk surveiklinis
secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum
dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau
2). Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain, darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot. Metode ini digunakan untuk mendeteksi kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi
yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal
dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa,
dkk, 2002).
3). Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penetuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (epidemic of night blindness)
4). Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka
antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam
c.Pengertian Antropometri
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur,
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul
d. Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi dari
beberapa parameter disebut Indeks Antropometri (Supariasa, dkk, 2002). Status gizi
merupakan bagian dari pertumbuhan anak. Untuk menilai pertumbuhan fisik anak sering
a) Tergantung umur
(1). Umur
Umur merupakan parameter yang sangat penting dalam penentuan status gizi.
Kesalahan penentuan umur akan menyababkan kesalahan pada interpretasi status gizi. Hasil
penimbangan berat badan dan tinggi badan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat. Perhitungan umur dihitung dalam bulan penuh. Ketentuannya 1
tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari (Depkes 2004 dalam Lestari, 2013)
Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada
pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh, dan lain-lainnya. Berat badan
dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan
tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan
dapat diulangi lagi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak
Berat badan adalah antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, keadaan
kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat
terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih
lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat
badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat
karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
Keistimewaannya adalah bahwa ukuran tinggi badan pada masa pertumbuhan meningkat
terus sampai tinggi maksimal dicapai. Walaupun kenaikan tinggi badan ini berfluktuasi,
tinggi badan meningkat pesat pada masa bayi, kemudian melambat, dan menjadi pesat
kembali (pacu tumbuh adolesen), selanjutnya melambat lagi dan akhirnya berhenti pada umur
18-20 tahun. Keuntungan indikator TB ini adalah pengukurannya objektif dan dapat diulang,
alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, merupakan indikator yang baik untuk
gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting), sebagai perbandingan terhadap
perubahan-perubahan relatif, seperti terhadap berat badan (BB) dan lingkar lengan atas
(LLA). Disamping itu, dibutuhkan 2 macam teknik pengukuran, pada anak-anak umur kurang
dari 2 tahun dengan posisi tidur terlentang (posisi supinasi) dan pada umur lebih dari 2 tahun
dengan posisi berdiri. Panjang supinasi umumnya 1 cm lebih panjang daripada tinggi berdiri
pada anak yang sama meski diukur dengan teknik pengukuran yang terbaik dan secara cermat
(Soetjiningsih, 1995)
skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi teerhadap tinggi
badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan Beaton dan Bengoa (1973)
menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau,
Lingkar lengan atas (LLA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang
tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. LLA
dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/tumbuh kembang pada kelompok anak prasekolah.
Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16 cm pada umur satu tahun.
Selanjutnya tidak banyak berubah selama 1-3 tahun. Keuntungan penggunaan LLA ini adalah
alatnya murah, bisa dibuat sendiri, mudah dibawa, cepat penggunaannya, dan dapat
digunakan oleh tenaga yang tidak terdidik. Sedangkan kerugiannya adalah LLA hanya untuk
pertengahan LLA tanpa menekan jaringan, dan hanya untuk anak umur 1-3 tahun, walaupun
ada yang mengatakan dapat untuk anak mulai umur 6 bulan s.d 5 atau 6 tahun (Soetjiningsih,
1995).
Lingkar lengan atas (LLA) berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Lingkar
lengan atas seperti berat badan merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan
cepat. Oleh karena itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi saat kini. Namun,
indeks lingkar lengan atas sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak. Pada usia 2
sampai 5 tahun perubahannya tidak nampak secara nyata, oleh karena itu lingkar lengan atas
banyak digunakan dengan tujuan skrining individu, tetapi dapat juga digunakan untuk
pengukuran status gizi. Penggunaan lingkar lengan atas sebagai indikator status gizi,
disamping digunakan secara tunggal, juga dalam bentuk kombinasi dengan parameter lainnya
seperti LLA/U dan LLA/TB yang sering disebut Quack Stick (Supariasa, dkk,2002).
otak. Apabila tidak tumbuh normal maka kepala akan kecil. Sehingga pada lingkar kepala
(LK) yang lebih kecil dari normal (mikrosefali), maka menunjukkan adanya retardasi mental.
Sebaliknya kalau ada penyumbatan pada aliran cairan serebrospinal pada hidrosefalus akan
meningkatkan volume kepala, sehingga LK lebih besar dari normal. Sampai saat ini yang
dipakai sebagai acuan untuk LK ini adalah kurve LK dari Nellhaus yang diperoleh dari 14
penelitian di dunia, tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap suku bangsa, ras,
maupun secara geografi. Sehingga kurva LK Nellhaus (1968) tersebut dapat digunakan juga
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk
mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai
status gizi saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur
(Supariasa, dkk,2002).
Lingkar Lengan Atas Terhadap Tinggi Badan (LLA/TB) disebut juga QUAC Stick (Quacker
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang disebut
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita
tahun 1999 menggunakan baku rujukan World Health Organization- National Centre for
Health Statistics (WHO-NCHS). Pada Loka Karya Antropometri tahun 1975 telah
diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah
Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu
c) Gizi kurang untuk underweight yang mencakup mild dan moderate PCM(protein
Calori Malnutrition)
kwashiorkor.
Dibawah ini akan diuraikan beberapa klasifikasi yang umum digunakan adalah sebagai
berikut :
Baku yang digunakan oleh Gomez adalahbaku rujukan Harvard. Indeks yang
digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U). Sebagai baku patokan digunakan
persentil 50. Gomez mengklasifikasikan status gizi atau KEP yaitu normal, ringan, sedang
dan berat.
0= Normal >90%
1= Ringan 75-89%
2= Sedang 60-74%
3= Berat <60%
Penentuan klasifikasi menurut Wellcome Trust dapat dilakukan dengan mudah. Hal
ini dikarenakan tidak memerlukan pemeriksaan klinis maupun laboratorium. Penentuan dapat
dilakukan oleh tenaga medis setelah diberi latihan yang cukup. Baku yang digunakan adalah
baku Harvard.
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis. Beliau
berpendapat bahwa penurunan berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan
gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering). Penurunan yang signifikan
menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat yang
0 >95% >90%
1 90-95% 80-90%
2 85-89% 70-80%
3 <85% <70%
Klasifikasi Jelliffe
Indeks yang digunakan oleh Jelliffe adalah berat badan menurut umur.
KEP I 80-90
KEP II 70-80
KEP IV <60
Klasifikasi Bengoa
Bengoa mengklasifikasikan KEP menjadi tiga kategori, yaitu KEP I, KEP II, KEP III.
KEP I 76-90
KEP II 61-75
Dalam rekomendasi tersebut digunakan lima macam indeks yaitu : BB/U, TB/U,
LLA/U, BB/TB dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard. Garis baku adalah
Tabel 1.6. Klasifikasi Status Gizi menurut Rekomendasi Lokakarya Antropometri, 1975
Kurang 60- <80 85- <95 70- <85 70- <90 75- <85
Dalam buku petunjuk teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999,
klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi sedang,
gizi kurang, dan gizi buruk. Buku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan
Tabel 1.7. Klasifikasi Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999
digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U. Standar yang digunakan adalah NCHS
Asupan makanan
Tingkat komsumsi
Pengetahuan ibu energi Status gizi
Ketersediaan pangan
Pengetahuan ibu
tentang gizi pada Status gizi
balita
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat. Pengumpulan data dilaksanakan pada
Jenis penelitian ini mengunakan metode analitik kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional, di mana variabel dipenden dan independennya diamati dalam waktu
bersamaan untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi pada balita di
Penlitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas sidomulyo barat, pada
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu- ibu yang tingal diwilayah kerja puskesmas
sidomulyo barat
Sampel dalam penelitian ini adalah balita yang pada saat penelitian dalam keadaan sehat,
yang bertempat tinggal di Kelurahan Sidomulyo Barat Kecamatan Sidomulyo, Untuk
menentukan sampel yang akan diteliti, maka akan digunakan purposive sampling.
Berdasarkan hal tersebut, maka didapat sampel dari data puskesmas adalah seluruh balita yang
mengalami gizi buruk dan kurang, yaitu sebanyak 31 balita.
3.1.4 kriteria Inklusi dan Ekslusi
1) Kriteria inklusi
2) Kriteria eksklusi
yaitu : Rendah
terjadinyagizi kurang ,
Status Gizi Status Gizi Balita adalah Timbangan Gizi baik : Nominal
dacin,
keadaan kesehatan anak Microtoise > - 2 SD.
dan KMS
yang diukur Gizi kurang :
menggunakan ≤ - 2 SD.
WHO 2005