Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal,

yang pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Arah kebijaksanan

pembangunan bidang kesehatan adalah untuk mempertinggi derajat kesehatan, termasuk di

dalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup serta

kecerdasan dan kesejahteraan pada umumnya (Suhardjo 2003).

Salah satu golongan umur yang rawan akan masalah gizi adalah anak balita. Gizi

pada balita sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, sehingga perlu

pemantauan dan pemenuhan gizi yang baik. Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan

masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan

pengadaan pangan.

Kurangnya gizi pada balita dapat disebabkan sikap atau perilaku ibu yang menjadi

faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan makanan, tersedianya

jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan

kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita (Mardiana, 2005).

Dampak yang lebih serius dari kekurangan gizi adalah timbulnya kecacatan, tinggi

angka kesakitan dan terjadinya percepatan kematian (premature death). Pada usia balita

sekitar 7,5 anak(36%) menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau mengalami

penghambatan pertumbuhan yang ditunjukan oleh berat badan lebih rendah dari standar
menurut usia (Wenesti, 2009). Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi status gizi

balita yaitu; pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi balita, pendapatan keluarga dan ASI

Eksklusif (Marimbi,2010).

Berdasarkan data tahun 2010 memperlihatkan 4 juta balita di Indonesia kekurangan

gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Pada tahun 2011 angka kekurangan gizi

tercatat 28%, sedangkan di provinsi Jawa Tengah angka kejadian kurang gizi pada anak

cukup tinggi yaitu berkisar 65,5%, sedangkan di Provinsi Aceh tahun 2012 angka kurang gizi

pada balita mencapai 72%, hal ini disebabkan karena bencana tsunami yang melanda banda

aceh. Hingga pada tahun 2013 angka kurang gizi pada balita menjadi meningkat yaitu 76%

(Djaja,2011). Di Provinsi Riau tepatnya di Kota Pekanbaru dari 20 Puskesmas yang ada,

tercatat jumlah balita yang mengalami gizi kurang pada tahun 2014 berkisar 2.476 orang

balita. sedangkan balita yang mengalami gizi buruk tercatat 3 orang balita. Balita yang

memiliki gizi baik berkisar 3.210 orang, dan9% bayi mengalami obesitas.

Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua, khususnya ibu

merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Keadaan sosial

ekonomi dan kebudayaan banyak mempengaruhi pola makan di daerah pedesaan. Terdapat

pantangan makan pada balita misalnya anak kecil tidak diberikan ikan karena dapat

menyebabkan cacingan, kacang-kacangan juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan

sakit perut atau kembung (Baliwati, 2004).

Seorang ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang kurang akan sangat

berpengaruh terhadap status gizi balitanya dan akan sukar untuk memilih makanan yang

bergizi untuk anaknya dan keluarganya. Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang, artinya

asupan zat gizi harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gizi kurang pada anak di usia balita
membawa dampak pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan terganggu, hal ini disebabkan

karena kurangnya produksi protein dan kurangnya energi yang diperoleh dari makanan dan

pengetahuan juga sikap ibu sangat penting untuk mencegah terjadinya angka gizi kurang pada

balita. Untuk itu perlu diukur dari pengetahuan dan status gizi balita melalui tahapan

wawancara/kuisioner. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut apakah ada hubungan tingkat

pengetahuan ibu dengan status gizi pada anak di wilayah sidomulyo barat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumus masalah adalah apakah ada hubungan

tingkat pengetahun ibu dengan status gizi pada anak di wilayah sidomulyo barat

1.3Tujuan Penelitian

A. Tujuan Umum.

Menganalisis hubungan tingat pengetahuan ibu dengan status gizi pada anak balita

diwilayah sidomulyo barat

B. Tujuan khusus

1. Menganalisis tingkat pengetahuan ibu tentang gizi pada anak balita

2. Menganalisis status gizi pada balita di wilayah sidomulyo barat

1.4 Manfaat Peneliti

1.4.1 Bagi peneliti

Menambah wawasan dan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian tentang

pengetahuan orang tua dengan status gizi pada anak balita

1.4.3 Bagi masyarakat


Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang status gizi pada anak balita di

wilayah sidomulyo barat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tau yang terjadi setelah orang melakukan

pengindraan melalui panca indera manusia yakni : indera penglihatan, indera pendegaran,

indera penciuman, indera rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga

2.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo(2010) pengetahuan terbagi dalam 6 tingkatan,yaitu:

1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang di

pelajari.

3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunan hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang lain.


4. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi tersebut. Dan masih ada kaitanya satu sama lain. kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja yang dapat menggambarkan (membuat

bagan) membedakan memisahkan, menglompokan dan sebagainya.

5. Sintesis (syinthesis) menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk menerangkan atau

meletakan dalam satu hubungan yang logis dari kompnen-komponen pegetahuan yang

di miliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membauat atau

meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah di baca

atau didengarkan dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah di baca.

6. Evaluasi (Evaluation), hal berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Misalnya: dapat

membandingkan anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kekurangan gizi.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

1. Faktor Internal

a. Pendidikan, berarti bimbingan yang telah diberikan seseorang terhadap perkembangan

orang lain menuju kearah cita-cita yang menetukan manusia untuk berbuat dan

mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Menurut YB

Mantra yang dikutip Notoadmojo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk

sikap.
b. Pekerjaan, Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursala (2003), pekerjaan adalah

keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menjaga kehidupannya dan

kehidupan keluarga. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita

waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

c. Umur. Menurut huclok semangkin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

2. Faktor Ekternal

Faktor lingkungan, Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari nursalam lingkungan

merupakan kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan prilaku orang atau kelo mpok.

2.4 Status Gizi

2.5 Pengertian Status Gizi

Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal

melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi

normal dari organ-organ, seperti menghasilkan energi. Keadaan gizi terlihat dari

keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut,

atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, dkk,

2002).

Status gizi seseorang dinilai dengan mengumpulkan informasi mengenai pasien dari

beberapa sumber. Skrinning nutrisi, riwayat kesehatan pasein, temuan pemeriksaan fisik, dan

hasil laboratorium dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan kemungkinan

faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pasien (A.C Ross, dkk, 2014).
2.6 Penilaian Status Gizi

Untuk menilai status gizi digunakan dua metode penilaian status gizi, yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi

empat penilaian, yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan

untuk penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu survei

konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, dkk, 2002).

a. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

1). Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan

melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan

dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga,

dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa,

dkk, 2002).

2). Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa

kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya

dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi

masyarakat (Supariasa, dkk, 2002).

3). Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis,

dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat bergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat

penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk

melakukan program intervensi gizi (Supariasa, dkk, 2002).

b. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

1). Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial

tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk surveiklinis

secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum

dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui

tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau

riwayat penyakit (Supariasa, dkk, 2002).

2). Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara

laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

digunakan antara lain, darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan

otot. Metode ini digunakan untuk mendeteksi kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi

yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal

dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa,

dkk, 2002).

3). Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penetuan status gizi dengan melihat

kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan

dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (epidemic of night blindness)

(Supariasa, dkk, 2002).

4). Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka

antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk

melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada

pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam

tubuh (Supariasa, dkk, 2002).

c.Pengertian Antropometri

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur

beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur,

berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul

dan tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, dkk, 2002).

d. Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi dari

beberapa parameter disebut Indeks Antropometri (Supariasa, dkk, 2002). Status gizi

merupakan bagian dari pertumbuhan anak. Untuk menilai pertumbuhan fisik anak sering

digunakan ukuran-ukuran antropometri yang dibedakan menjadi 2 kelompok yang meliputi :

a) Tergantung umur

(1). Umur

Umur merupakan parameter yang sangat penting dalam penentuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur akan menyababkan kesalahan pada interpretasi status gizi. Hasil
penimbangan berat badan dan tinggi badan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan

penentuan umur yang tepat. Perhitungan umur dihitung dalam bulan penuh. Ketentuannya 1

tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari (Depkes 2004 dalam Lestari, 2013)

(2). Berat Badan

Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada

pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh, dan lain-lainnya. Berat badan

dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan

tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan

dapat diulangi lagi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak

memerlukan banyak waktu (Soetjiningsih, 1995).

(3). Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, keadaan

kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat

badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal,

terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih

lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat

badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat

karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi

seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa, dkk,2002).

(4). Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri kedua yang terpenting.

Keistimewaannya adalah bahwa ukuran tinggi badan pada masa pertumbuhan meningkat

terus sampai tinggi maksimal dicapai. Walaupun kenaikan tinggi badan ini berfluktuasi,
tinggi badan meningkat pesat pada masa bayi, kemudian melambat, dan menjadi pesat

kembali (pacu tumbuh adolesen), selanjutnya melambat lagi dan akhirnya berhenti pada umur

18-20 tahun. Keuntungan indikator TB ini adalah pengukurannya objektif dan dapat diulang,

alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, merupakan indikator yang baik untuk

gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting), sebagai perbandingan terhadap

perubahan-perubahan relatif, seperti terhadap berat badan (BB) dan lingkar lengan atas

(LLA). Disamping itu, dibutuhkan 2 macam teknik pengukuran, pada anak-anak umur kurang

dari 2 tahun dengan posisi tidur terlentang (posisi supinasi) dan pada umur lebih dari 2 tahun

dengan posisi berdiri. Panjang supinasi umumnya 1 cm lebih panjang daripada tinggi berdiri

pada anak yang sama meski diukur dengan teknik pengukuran yang terbaik dan secara cermat

(Soetjiningsih, 1995)

(5). Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan

skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah

kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi teerhadap tinggi

badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan Beaton dan Bengoa (1973)

menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau,

juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi (Supariasa, dkk,2002).

(6). Lingkar Lengan Atas (LLA)

Lingkar lengan atas (LLA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang

tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. LLA

dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/tumbuh kembang pada kelompok anak prasekolah.

Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16 cm pada umur satu tahun.
Selanjutnya tidak banyak berubah selama 1-3 tahun. Keuntungan penggunaan LLA ini adalah

alatnya murah, bisa dibuat sendiri, mudah dibawa, cepat penggunaannya, dan dapat

digunakan oleh tenaga yang tidak terdidik. Sedangkan kerugiannya adalah LLA hanya untuk

identifikasi anak dengan gangguan gizi/pertumbuhan yang berat, sukar menentukan

pertengahan LLA tanpa menekan jaringan, dan hanya untuk anak umur 1-3 tahun, walaupun

ada yang mengatakan dapat untuk anak mulai umur 6 bulan s.d 5 atau 6 tahun (Soetjiningsih,

1995).

(7). Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)

Lingkar lengan atas (LLA) berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Lingkar

lengan atas seperti berat badan merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan

cepat. Oleh karena itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi saat kini. Namun,

indeks lingkar lengan atas sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak. Pada usia 2

sampai 5 tahun perubahannya tidak nampak secara nyata, oleh karena itu lingkar lengan atas

banyak digunakan dengan tujuan skrining individu, tetapi dapat juga digunakan untuk

pengukuran status gizi. Penggunaan lingkar lengan atas sebagai indikator status gizi,

disamping digunakan secara tunggal, juga dalam bentuk kombinasi dengan parameter lainnya

seperti LLA/U dan LLA/TB yang sering disebut Quack Stick (Supariasa, dkk,2002).

(8). Lingkar Kepala

Lingkar kepala mencerminkan volume intrakranial. Dipakai untuk menaksir pertumbuhan

otak. Apabila tidak tumbuh normal maka kepala akan kecil. Sehingga pada lingkar kepala

(LK) yang lebih kecil dari normal (mikrosefali), maka menunjukkan adanya retardasi mental.

Sebaliknya kalau ada penyumbatan pada aliran cairan serebrospinal pada hidrosefalus akan

meningkatkan volume kepala, sehingga LK lebih besar dari normal. Sampai saat ini yang

dipakai sebagai acuan untuk LK ini adalah kurve LK dari Nellhaus yang diperoleh dari 14
penelitian di dunia, tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap suku bangsa, ras,

maupun secara geografi. Sehingga kurva LK Nellhaus (1968) tersebut dapat digunakan juga

di Indonesia (Soetjiningsih, 1995).

b) Tidak tergantung umur

(1). Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan

kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk

mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai

status gizi saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur

(Supariasa, dkk,2002).

(2). Lingkar Lengan Atas Terhadap Tinggi Badan (LLA/TB)

Lingkar Lengan Atas Terhadap Tinggi Badan (LLA/TB) disebut juga QUAC Stick (Quacker

Arm Circumference measuring stick) (Soetjiningsih, 1995).

e.Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang disebut

reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di lndonesia adalah WHO-NCHS.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita

tahun 1999 menggunakan baku rujukan World Health Organization- National Centre for

Health Statistics (WHO-NCHS). Pada Loka Karya Antropometri tahun 1975 telah

diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah

direkomendasikan penggunaan baku rujukan WHO-NCHS (Supariasa dkk,2002).

Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu

a) Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas


b) Gizi baik untuk well nourished

c) Gizi kurang untuk underweight yang mencakup mild dan moderate PCM(protein

Calori Malnutrition)

d) Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan

kwashiorkor.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa klasifikasi yang umum digunakan adalah sebagai

berikut :

Klasifikasi Gomez (1956)

Baku yang digunakan oleh Gomez adalahbaku rujukan Harvard. Indeks yang

digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U). Sebagai baku patokan digunakan

persentil 50. Gomez mengklasifikasikan status gizi atau KEP yaitu normal, ringan, sedang

dan berat.

Tabel 1.1. Klasifikasi KEP Menurut Gomez

Kategori (Derajat KEP) BB/U (%) *)

0= Normal >90%

1= Ringan 75-89%

2= Sedang 60-74%

3= Berat <60%

*) Baku = persentil 50 Harvard

Klasifikasi Kualitatif Menurut Wellcome Trust

Penentuan klasifikasi menurut Wellcome Trust dapat dilakukan dengan mudah. Hal

ini dikarenakan tidak memerlukan pemeriksaan klinis maupun laboratorium. Penentuan dapat
dilakukan oleh tenaga medis setelah diberi latihan yang cukup. Baku yang digunakan adalah

baku Harvard.

Tabel 1.2. Klasifikasi status Gizi Menurut Wellcome Trust

Berat badan % Edema

dari baku *) Tidak Ada Ada

>60% Gizi Kurang Kwashiorkor

<60% Marasmus Marasmus- Kwashiorkor

*) Baku = persentil 50 Harvard

Klasifikasi Menurut Waterlow

Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis. Beliau

berpendapat bahwa penurunan berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan

gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering). Penurunan yang signifikan

menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat yang

ditimbulkan adalah anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya.

Tabel 1.3. Klasifikasi status Gizi Menurut Waterlow

Kategori Stunting Wasting

(Tinggi menurut umur) (Berat menurut tinggi)

0 >95% >90%

1 90-95% 80-90%

2 85-89% 70-80%

3 <85% <70%

Klasifikasi Jelliffe
Indeks yang digunakan oleh Jelliffe adalah berat badan menurut umur.

Pengkategoriannya adalah kategori I,II,III, dan IV.

Tabel 1.4. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe

Kategori BB/U (% baku)

KEP I 80-90

KEP II 70-80

KEP III 60-70

KEP IV <60

Klasifikasi Bengoa

Bengoa mengklasifikasikan KEP menjadi tiga kategori, yaitu KEP I, KEP II, KEP III.

Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur.

Tabel 1.5. Klasifikasi KEP menurut Bengoa

Kategori BB/U (% baku)

KEP I 76-90

KEP II 61-75

KEP III Semua penderita dengan edema

Klasifikasi Status Gizi menurut Rekomendasi Lokakarya Antropometri, 1975 serta

Puslitbang Gizi, 1978

Dalam rekomendasi tersebut digunakan lima macam indeks yaitu : BB/U, TB/U,

LLA/U, BB/TB dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard. Garis baku adalah

persentil 50 baku Harvard.

Tabel 1.6. Klasifikasi Status Gizi menurut Rekomendasi Lokakarya Antropometri, 1975

serta Puslitbang Gizi, 1978


Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/TB*) LLA/TB

Baik 80-100 95-100 85-100 90-100 85-100

Kurang 60- <80 85- <95 70- <85 70- <90 75- <85

Buruk**) <60 <85 <70 <70 <75

*) garis baku adalah persentil 50 baku Harvard

**) Kategori gizi buruk termasuk marasmus, marasmik-kwashiorkor, kwashiorkor

Klasifikasi Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999

Dalam buku petunjuk teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999,

klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi sedang,

gizi kurang, dan gizi buruk. Buku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan

indeks berat badan menurut umur.

Tabel 1.7. Klasifikasi Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999

Kategori Cut of point *)

Gizi lebih >120% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi baik 80%-120% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi sedang 70%-79,9% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi kurang 60%-69,9% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi buruk <60% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

*) Laki-laki dan perempuan sama

Klasifikasi Cara WHO


Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan cara Waterlow. Indikator yang

digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U. Standar yang digunakan adalah NCHS

(National Centre of Health Statistic, USA).

Tabel 1.8. Klasifikasi menurut cara WHO

BB/TB BB/U TB/U Status Gizi

Normal Rendah Rendah Baik, pernah kurang

Normal Normal Normal Baik

Normal Tinggi Tinggi Jangkung,masih baik

Rendah Rendah Tinggi Buruk

Rendah Rendah Normal Buruk, kurang

Rendah Normal Tinggi Kurang

Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas

Tinggi Tinggi Normal Lebih, tidak obesitas

Tinggi Normal Rendah Lebih,pernah kurang


2.7 Kerangka teori

Asupan makanan

Tingkat komsumsi
Pengetahuan ibu energi Status gizi

Tingkat komsumsi protein

Ketersediaan pangan

2.8 Krangka konsep

Pengetahuan ibu
tentang gizi pada Status gizi
balita
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rencana Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat. Pengumpulan data dilaksanakan pada

Januari-Juni tahun 2019.

3.1.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini mengunakan metode analitik kuantitatif dengan desain penelitian

cross sectional, di mana variabel dipenden dan independennya diamati dalam waktu

bersamaan untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi pada balita di

wilayah sidomulyo barat dengan mengunakan kuesioner

3.1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penlitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas sidomulyo barat, pada

bulan okteber 2019

3.1.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu- ibu yang tingal diwilayah kerja puskesmas

sidomulyo barat

3.1.3 Sampel dan Cara pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah balita yang pada saat penelitian dalam keadaan sehat,
yang bertempat tinggal di Kelurahan Sidomulyo Barat Kecamatan Sidomulyo, Untuk
menentukan sampel yang akan diteliti, maka akan digunakan purposive sampling.
Berdasarkan hal tersebut, maka didapat sampel dari data puskesmas adalah seluruh balita yang
mengalami gizi buruk dan kurang, yaitu sebanyak 31 balita.
3.1.4 kriteria Inklusi dan Ekslusi

1) Kriteria inklusi

o Ibu- ibu yang bersedia menjadi responden

o Ibu dan anak yang tinggal di kecamatan sidomulyo barat

o Ibu-ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun

o Ibu- ibu yang bias baca tulis

o Sehat jasmani dan rohani

2) Kriteria eksklusi

o Ibu-ibu selain kriteria inklusi

o Ibu yang tidak tinggal di kecamatan sidomulyo barat

o Ibu- ibu yang mempunyai anak usia lebih dari 5 tahun


3.2 Definisi Oprasional

Table 3.1 Definisi Oprasional Variabel

Variable Definisi oprasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Tingkat Segala sesuatu yang Kuesioner Tinggi Nominal

pengetahuan diketahui oleh ibu-ibu >50%-

ibu tentang gizi kurang 100%

yaitu : Rendah

Pegertian Penyebab < 50%

terjadinyagizi kurang ,

tanda dan gejala gizi

kurang pada anak,

Status Gizi Status Gizi Balita adalah Timbangan Gizi baik : Nominal
dacin,
keadaan kesehatan anak Microtoise > - 2 SD.
dan KMS
yang diukur Gizi kurang :

menggunakan ≤ - 2 SD.

indeks BB/U, TB/U dan

BB/TB dengan baku

WHO 2005

Anda mungkin juga menyukai