Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asupan gizi yang kurang dalam makanan dapat menyebabkan kekurangan gizi,
permasalahan status kurang gizi pada balita dalam pembangunan manusia masih dianggap
masalah dalam tatanan masyarakat dunia.
World Health Organization (WHO) tahun 2013 menunjukan bahwa 49% dari 10,4
juta kematian di Negara berkembang berkaitan dengan kekurangan gizi. Tercatat sekitar 50%
balita di Asia, 30% di Afrika dan 20% di Amerika Latin menderita gizi buruk dan dari jumlah
tersebut 17,9% atau 4,7 juta balita menderita kurang gizi (Aziz dan Muzakkir, 2014).
Menurut data surveilans gizi Indonesia pada tahun 2017 kasus gizi kurang di
Indonesia sebesar 17,8% , dan menurut hasil dari Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas di
Indonesia pada tahun 2018 presentase gizi kurang sebesar 17,7%. Secara nasional, gizi
kurang pada anak balita di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
mendekati prevelensi tertinggi(Riskesdas, 2018).
Terdapat 4 provinsi dengan prevelensi status kurang gizi pada balita tertinggi pada
pada tahun 2016-2018, yaitu NTT dengan prevelensi 28,25%-29,50, Kalimantan Barat
dengan prevelensi 27,48-23,80, dan Provinsi Kalimantan Tengah dengan Prevelensi 24,74-
21,80. Provinsi NTT merupakan provinsi dengan prevelensi kurang gizi pada balita tertinggi
diantara 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2018.
Prevelensi status kurang gizi pada balita di Kota Kupang adalah…..
Masalah kuranng gizi dapat disebabkan oleh banyak factor yang saling berkaitan,
sehingga di butuhkan penanganan masalah gizi yang serius sejak dini bahkan dalam masa
periode 1000 hari pertama kehidupan. Kerangka kebijakan gerakan 1000 hari kehidupan
menegaskan peran dalam perbaikan gizi dari darii sector kesehatan 30% dan 70% dari sector
lainnya, seperti pertanian, pendidikan, kesejahteraan social. Oleh karena itu penanganan
masalah gizi harus dilakukan secara holistik dan terintegrasi antar sektor.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya perbaikan gizi masyarakat tertuang
dalam Undang-Undang nomor 36 tahun 2009. Bahwa upaya perbaikan gizi perorangan dan
masyarakat. Dalam rangka perbaikan gizi pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden
nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang focus pada
1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Hasil survey awal di Puskesmas….. hasil penelitian…..


Dari hasil survey pendahuluan tersebut peneliti ingin mengetahui apakah keadaan
tersebut mempengaruhi pengetahuan orang tua tentang status kurang gizi pada balita.
Agus (2008) menerangkan bahwa salah satu factor yang mempengaruhi status gizi
kurang pada balita adalah pengetahuan orang tua dalam memilih dan memberikan makan,
karena pengetahuan orang tua mempengaruhi bagaimana orang tua mampu memenuhi
persediaan makanan bagi balitanya, mengonsumsi makanan sesuai gizi yang benar, memilih
jenis makanan serta memprioritaskan makanan yang tengah di konsumsi keluarganya.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang “Gambaran Pengetahuan Orang tua Tentang Status Kurang Gizi Pada
Balita Usia 1-5 Tahun Di Puskesmas…”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Mengidentifikasi gambaran pengetahuan orang tua tentang status kurang gizi pada balita
usia 1-5 tahun di Puskesmas”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat poengetahuan orang tua
tentang status kurang gizi pada balita usia 1-5 tahun di Puskesmas
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tentang status kurang gizi pada
balita usia 1-5 tahun
2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tentang pola nutrisi balita
3. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tentang tanda dan gejala kurang
gizi
4. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tnetnang cara mencegah
kekurangan gizi pada anak
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Dari hasil penelitian ini diharapakan menjadi sumber informasi dan bahan masukan
untuk meningkatkan kualitas diri terutama mengenai pengetahuan orang tua tentang
status kurang gizi pada balita usia 1-5 tahun.
2. Bagi institusi
Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bahan referensi bagi kalangan yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut dengan topik yang berhubungan dengan judul penelitian di atas.
3. Bagi masyarakat
Memberikan gambaran pengetahuan kepada masyarakat mengenai gambaran
pengetahuan orang tua tentang status kurang gizi pada balita usia 1-5 tahun
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Definisi pengetahuan
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu
seseorang terhaadap sesuatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya. Panca indra
manusia guna pengindraan terhadap objek yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan perabaan. Pada waktu pengindraan untuk menghasilkan
pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar dipengaruhi melalui indra pendengaran
dan indra penglihatan(Notoatmodjo, 2014). Kedua aspeek ini akan menetukan sikap
seseorang. Semakin banyak asspek positif dan obyek yang diketahui, maka akan
menimbulkan sikap yang semakin positif terhadap objek tertentu(Notoatmodjo, 2014).
Tingkat pendidikan yang semakin tinggi pada seseorang akan semakin mudah orang
tersebut menerima informasi, sehingga umumnya memiliki pemahaman yang baik
tentang pentingnya perilaku perawatan diri dan memiliki keterampilan manejeman
diri untuk menggunakan informasi peduli diabetes yang diperoleh melalui berbagai
media dibandingkan denngan tingkat pendidikan rendah(Abbasi, et al., 2018).
Orang tua perlu memahami tentang pengetahuan status kurang gizi pada balitanya
seperti memahami pengetahuan makanan atau gizi seimbang sehingga dapat
mengaplikasikan dalam pola makan setiap hari. Orang tua juga perlu memahami
tentang perameter antropometri (umur, tinggi badan, berat badan), akibat dari kurang
gizi.
2.1.2 Tingkat pengetahuan
Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang telah dipejari
atau ransangan yang telah diterima. Tahu disini merupakan tingkatan yang paling
rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa
yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami suatu objek bukan hanya sekder tahu terhadap objek tersebut dan juga
tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan
secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang yang telah memahami objek
dan materi dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menarik kesimpulan,
meramalkan suatu objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau
penggenaan hokum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam situasi yang
lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan, lalu
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen dalam suatu objek atau
masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada
tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan,
mengelompokan, membuat bagan(diagram) terhadap pengetahuan objek tersebut.
5. Sintesis (Synthesis)
Merupakan kemampuan sseseorang dalam merangkum atau meletakan dalam
suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Dengan kata lain suatu kemempuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi yang sudah ada sebelumnya.
6. Evaluasi (Evaluation)
Merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
objek tertentu.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarak (2011) atau Gaol (2017), terdapat 7 faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar
dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada
akhirnya pengetahuan yang dimiliknya akan semakin banyak. Sebaliknya jika
seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat
perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai
yang baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan
psikologis (Mental). Secara gartis besar, pertumbahan fisik terdiri atas 4 kategori
perubahan yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnnya ciri-ciri lama,
dan tumbuhnya ciri-ciri baru. Perubahan ini terjadi karenan pematangan fungsi
organ. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang menjadi
semakin matang dan dewasa.
4. Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoaba dan menekuni suatu hal sehingga
seseorang meperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan
pengalaman yang kurang biak. Sebaliknya, jika pengalaman tersebut
menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat
mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaan seseorang. Pengalaman baik ini
akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
6. Kebudayaan lingkungan sekitar
Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap
seseorang. Kebudayaan lingkungan temapat kita hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam
suatu wilayah mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap selalu menjaga kebersihan
lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh suatu informasi dapat mepercepat seseorang
memperoleh pengetahuan yang baru.
2.1.4 Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2014).
Menurut Nurhasim (2013) pengukran pengetahuna dapat dilakukan dengan
wawancara atau anget yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan
tingkat pengetahuan responden yang meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran
pengetahuan secara umum dapat dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu pertanyaan
subejektif, misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan objektif, misalnya
pertanyaan pilihan ganda (Multiple choice), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan.
Cara mengukur pengetahuan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian
dilakukan penilaian 1 untuk jawaban benar dan jawaban nilai 0 untuk jawaban salah.
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor yang diharapkan
(Tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya presentase digolongkan menjadi 2
kategori yaitu kategori baik (76-100%), sedang atau cukup (56-75%) dan kurang
(<55%) (Arikunto, 2013).

2.2 Konsep Teori Status Gizi


2.2.1 Definisi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable
tertentu, atau pewrwujudan dari status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam
bentuk variabel tertentu. Jadi intinya terdapat suatu variabel yang diukur (misalnya,
berat badan dan tinggi badan) yang dapat digolongkan kedalam kategori gizi tertentu
(misalnya, baik, kurang, dan buruk). Staqtus gizi ditentukan oleh jumlah makanan
bergizi dalam kombinasi yang tepat sesuai dengan yang diperlukan tubuh untuk
tumbuh kembang dan fungsi bagi semua anggota badan. Oleh kerena, prinsipnya
status gizi ditentukan oleh dua hal berikut:
1. Terpenuhinya jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh
2. Peranan factor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan
pengguaan zat gizi tersebut (Supriasa, 2012).
Status gizi adalah keadaan pada tubuh manusia yang merupakan dampak dari
makanan dan penggunaan zat gizi yang dikonsumsi seseorang. Status gizi dapat
dibagi menjadi beberapa indikator, diantaranya ada indikator Berat Badan menurut
umur (BB/U) sehingga dapat dibedakan menjadi 4 kategori yaitu gizi buruk, gizi
kurang, gizi baik dan gizi lebih (Puspasari dan Andriani, 2017).
Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu, makanan yang dimakan dan
keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan seseorang tergantung pada
kandungan zat gizi makanan tersebut, aada tidaknya makanan tambahan dikeluarga,
daya beli keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan (Pramuditya
SW, 2010).
2.2.2 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi yang
diperoleh melalui penilaian antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik.
Informasi ini digunakan untuk menetapkan status kesehatan perorangan atau kelompok
penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilitas zat-zat gizi. System penilaian
status gizi dapat dilakukan dalam bnetk survey, surveilen, atau skrining (Almatsier,
2010).
Untuk penilian status gizi seseorang digunakan metode penilaian gizi, yaitu secara
langsung dan secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsunhg dibagi
menjadi 4 penilain, yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Sedangkan penilian status gizi tidak langsung dapat dibahi menjadi tiga, yaitu
konsumsi makanan, statistic vital, dan factor ekologi (Supariasa et al, 2016).
1. Penilaian langsung
a. Antropometri
Antropometri berasal dari anthopos dan metros, anthropos artinya tubuh dan
metos artinya ukuran. Jadi secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat uimur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi,
ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringangan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Berdasarkan
indeks dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi
Indikator Status gizi Ambang batas
BB/U Gizi lebih >2,0 SD
Gizi baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi kurang -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Gizi buruk <-3,0 SD
TB/U Sangat pendek <-3,0 SD
Pendek -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Normal ≥-2,0 SD
BB/TB Sangat kurus <-3,0 SD
Kurus -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gemuk >2,0 SD
Sumber: Kemenkes, 2010
b. Klinis dan Biofisik
Pemeriksaan klinis atau fisik dalah metode penilaian individu dan masyarakat.
Penilian status gizi secara klinis dilihat dari adanya perubahan fisik yang
diakibatkan atau yang berhubungan dengan asupan makanan yang kurang atau
berlebihan. Perubahan- perubahan tersebut dapat dilihat atau diraba atau juga
dirasakan pada jaringan epitel bagian atas terutam kulit, mata, rambut, dan
mulut atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid (Supriasa et al., 2016).
c. Biokimia
Penilian starus gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratorium yang digunakan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yuang digunakan antara lain darah, urine, tinja, dan juga
jaringan tubuh seperti hati dan otrot. Metode ini digunakan untuk suatu
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih
parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia
faal lebih banyak menolong urk menentukan diagnose atau kekurangan/
kelebihan gizi spesifik (Spesifik et al., 2016)
2. Penilaian tidak langsung
a. Survei konsumsi makanan
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan gizi secara tidak langsung
dengan melihat kebiasaan makanan atau gambaran tingkat kecukupan bahan
makanan dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data ini dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi bergabagai zat gizi pada masyarakt,
keluarga, dan individu. Pengumpulan konsumsi makanan menghasilkan dua
jenis data yaitu kulasitatif yang melingkupi frekuensi makanan, dietary history,
dan daftar makanan. Sedangkan darta kuantitatif yang mencakup metode recall
24 jam perkiraan makan, penimbangan makan, metode inventaris dan
pencatatan (Supriasa et al., 2016)
b. Faktor ekologi
Penilaian status gizi dengan mmeenggunakanfatr ekologi kerena masalah gizi
dapat terjadi kerena interaksi beberapa factor ekologi fisik, biologi, social dan
lingkungan budaya, keterbatasan ekonimi dan juga prioritas politik suatu
Negara (Aritonang, 2010).
c. Statistik vital
Pengukuran dengan menggunakan statistic vital adalah mengunakan analisa
data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat tertentu dan data lainya yang
berhubungan dengan gizi (Supriassa et al., 2016).

2.3 Konsep Teori Kurang Gizi


2.3.1 Definisi Kurang Gizi
Kurang gizi merupakan suatu keadaan dimana suatu kebutuhan nutrisi pada tubuh
tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu sehingga tubuh akan memecah cadangan
makanan yang berada dibawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh (Adiningsih,
2010).
Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu
yang cukup lama (Sodikin, 2013).
Balita dikategorikan mengalami gizi kurang apabila berat badannya berada pada
rentang Zscore ≥-2.0 sampai dengan Zscore ≤-3.0 (Nasution, 2012). Anak dengan
status gizi kurang ditandainya dengan tidak ada kenaikan berat badan setiap bulannya
atau mengalami penurunan berat badan sebanyak 2 kali selama 6 bulan (Depkes,
2012). Penurunan berat badan yang terjadi berkisar antara 20-30% dibawah berat
badan ideal. Kurang gizi dapat berkebang menjadi gizi buruk yaitu keadaan kurang
gizi yang berlangsung lama sehingga pemecahan cadangan lemak berlangsung terus-
menerus dan dampaknya terhadap kesehatan anak akan menjadi semakin kompleks,
terlebih lagi status gizi yang buruk dapat menyebabkan kematian (Adiningsing, 2010).

2.3.2 Faktor Resiko Kurang Gizi


Factor resiko pada balita menurut konferensi international tentang “At Risk Faktors
and Nutrition of Young Children” di Kairo mengelompokan menjadi tiga (Moejhi,
2009).
1. Faktor yang bersumber dari masyarakat
a. Ketahanan pangan
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya
(Waryono, 2010). Daya beli keluarga di pengaruhi oleh factor harga dan
pendapatan keluarga. Jika daya beli rendah maka akan berpengaruh pada
ketahanan pangan keluarga, sehingga konsumsi pangan juga barkurang yang
dampaknya bias kepada gangguan gizi.
b. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesahatan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan
mambantu dan meningkatkan derajat kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan
dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga (Waryono, 2010)
2. Faktor yang bersumber dari Keluarga
a. Tingkat pengetahuan
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan orang tua erat kaitannya dengan tingkat
pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, hygiene pemeriksaan kehamilan
dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan. Pengetahuan yang
diliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makan keluarga. Kurangnnya
pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman yang berkurang
(Septikasari dan Septiyaningsih, 2016). Keluarga akan lebih banyak membeli
barang karena pengaruh kebiasaan iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan
gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi
tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tingkat pendidikan ibu
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada bayi relatif tinggi bila pendidikan
gizi pada ibu tinggi (Kemenkes, 2013). Balita yang mengalami pertumbuhan
yang lambat atau balita dengan status gizi buruk juga beresiko 3 kali lebih
besar berasal dari ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
c. Tingkat pekerjaan
Ibu yang sudah memiliki pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan
perhatian penuh terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya.
Meskipun tidak semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi
kesibukan dan beban kerja yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya
perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya
(Septikasari, 2016).
d. Tingkat pendapatan
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuliatisa dan kuantitas
makanan, karena dengan pendapatan yang memadai dapat menyediakan semua
kebutuhan anak balita yang primer maupun sekunder. Pendapatan yang
miningkat akan menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran termasuk
pengeluaran untuk pangan (Paputungan, 2009)
e. Sanitasi lingkungan
Kesehatan lingkungan yang baik seperti penyediaan air bersih dan perilaku
hidup bersih serta sehat akan mengurangi resiko kejadian penyakit infeksi.
Sebaliknya, lingkungan yang buruk seperti air minum tidak bersih, tidak ada
penampungan saluran air limbah, tidak menggunakan air kloset yang baik dapat
menyebabkan penyebaran penyakit, penyakit inilah yang akan menyebabkan
infeksi, sehingga dapat mengakibatkan kurangnya napsu makan yang
menyebabkan asupan makanan menjadi rendah dan akhirnya menyebabkan
kurang gizi.
2.3.3 Etiologi
Kurang gizi merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-
negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang
rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status
gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein),
GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), AGB (Anemia Gizi Besi) (Almatsier,
2002).
Penyebab kurang gizi menurut Supariasa (2013) adalah:
1. Penyebab langsung
Makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi
2. Penyebab tidak langsung
Tidak cukup kesediaan makanan, pola asuh anak yang tidak memadai atau
pelayanan kesehatan tidak memadai dan sanitasi air bersih. Tiga hal tersebut
berkaitan dengan tingkat pendidikan pengetahuan dan keterampilan keluarga.
2.3.4 Dampak Kurang Gizi
Menurut Nenci dan Arifin (2008), bahwa beberap penelitian menjelaskan dampak
jangka pendek dari kasus kurang gizi adalah anak menjadi apatis, mengalami
gangguan bicara serta gangguan perkembangan yang lain, sedangkan dampak jangka
panjang dari kasus kurang gizi adalah penurunan IQ, penurunan perkembangan
kognitif, gangguan pemusatan perhatian, serta gangguan penurunan rasa percaya diri.
Oleh karena itu kasus kurang gizi apabila tidak ditangani dengan baik akan
mengancam jiwa dan dampak jangka panjang akan mengancam hilangnya generasi
penerus bangsa (Zulfita, 2013). Kurang gizi jika tidak segera ditangani di khawatirkan
akan berkembang menjadi gizi buruk (Dewi, 2013).
2.3.5 Patofisiologi
Kurang gizi pada balita terjadi sebagai dampak kumulatif dari berbagai factor baik
yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berpengaruh
langsung terhadap status gizi balita diantaranya asupan nutrisi yang tidak tercukupi dan
adanya infeksi. Asupan nutrisi sangat mempengaruhi status gizi apabila tubuh
memperoleh asupan nutrisi yang dibutuhkan secara optimal maka pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan akan berlangsung maksimal
sehingga status gizi pun akan optimal (Almatsier, 2015). Infeksi penyakit berkaitan
erat dengan perawatan dan pelayanan kesehatan. Infeksi penyakit seperti diare dan
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akan mengakibatkan proses penyerapan nutrisi
terganggu dan tidak optimal sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi
(Supariasa, 2016).
Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap status gizi balita diantaranya
factor tingkat pengetahuan orang tua mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi, factor
ekonomi, dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Tingkat pengetahuan yang kurang
serta tingkat ekonomi yang rendah akan mengakibatkan keluarga tidak menyediakan
makanan yang beragam setiap harinya sehingga terjadilah ketidakseimbangan antara
asupan nutrisi dengan kebutuhan metabolic tubuh. Sanitasi lingkungan yang kurang
menjadi factor pencetus terjadinya berbagai masalah kesehatan misalnya diare,
kecacingan dan infeksi saluran cerna (Marimbi, 2010).
Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak mapu memenuhi kebutuhan metabolic
tubuh serta adanya penyakit infeksi akan mengakibatkan absorpsi nutrient tidak
berlangasung seperti seharusnyasehingga akan berdampak terhadap keberlangsungan
system tubuh. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu tertentu maka
terjadilah penurunan berat badan, pucat pada kulit, membrane mukosa dan
konjungtiva, kehilangan rambut berlebihan, hingga kelemahan otot yang merupakan
tanda dan gejala deficit nutrisi.
2.3.6 Pencegahan Kurang Gizi
1. Timbang balita setiap bulan ke Posyandu untuk memantau BB anak (Mardiayah,
2008). Menunjukkan bahwa keluarga yang berada dalam kategori aktif ke
Posyandu memiliki presentase lebih besar memiliki Bali dengan status gizi baik.
2. Berikan ASI Ekslusif
Air susu ibu atau ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, ASI sangat di
butuhkan untuk kesehatan bayi danendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi
secara optimal. Bagi yang mendapatkan ASI Ekslusif akan terpenuhi kebutuhan
gizi secara maksimal sehingga dia akan lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi,
tidak mudah terkena alergi, dan lebih jarang sakit. Karena dengan pemberian ASI
Ekslusif status gizi bayi akan baik dan mencapai pertumbuhan sesuai dengan
usianya (Sulistioningsih, 2011)
3. Suplementasi Zat Gizi Makro
Pemberian vitamin A, zat besi, Iodium dan zink. Kekurangan zat gizi makro
merupakan penyebab timbulnyaasalah gizi dan kesehatan di sebagian besar
wilayah Indonesia.
4. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini maupun terlambat akan
menyebabkan bayi rentan mengalami penyakit infeksi, alergi, kekurangan gizi,
sehingga dapat menyebabkan malnutrisi, dan gangguan pertumbuhan (Hakim,
2014). Sehingga setelah bayi berusia lebih dari enam bulan maka diberikan MP-
ASI sesuai dengan umurnya.
2.4 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan orang tua Status gizi kurang


tentang status kurang gizi balita
1. Pendidikan
2. Umur
3. Pekerjaan
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu bertujuan untuk mengetahui Gambaran
Pengetahuan Orang tua tentang status kurang gizi pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja
Puskesmas.

3.2 Subjek Penelitian


Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan orang tua tentang status
kurang gizi pada balita usia 1-5 tahun di Puskesmas.
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti atau subyek yang memnuhi kriteria
yang ditetapakan (Nursalam, 2015).
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai balita dengan jumlah
50 orang yang berada di wilayah kerja Puskesmas.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah terdiri populasi yang diperguinakan sebagai subyek penelitian melalui
sampling. Sampling adalah proses dari menyeleksi proses dari populasi yang dapat
mewakili populasi yang ada. Sampel adalagh bagian dari karakteristik populasi dalam
penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai balita diwilayah kerja Puskesmas
Oesapa dengan jumlah 50 orang, maka keseluruhan populasi dijadikan sampel
penelitian karena jumlah populasi dibawah 100, sehingga penelitian ini dinamakan
penelitian populasi.
Subyek penelitian perlu dirumuskan kriteria inklusi dan eklusi.
1. Kriteria inklusi
Menurut Nursalam (2016) kriteria inklusi adalah kriteria umum subyek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau diteliti.
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:
a. Nama orang tua yang mempunyai balita
b. Balita yang mempunyai KMS
c. Orang tua balita yang bersedia menjadi responden
d. Balita sehat
2. Kriteria eklusi
Kriteria ekulsi adalah menghilagnakan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi
kriteria dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2016).
Kriteria eklusi dari penelitian ini yaitu:
a. Nama orang tua yang tidak mempunyai balita
b. Balita yang tidak mempunyai buku KMS
c. Orang tua balita yang tidak bersedia menjadi responden
d. Balita sakit

3.3 Fokus Studi


Fokus studi pada penelitian ini adalah Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Status Gizi
Kurang Pada Balita Usia 1-5 Tahun
3.4 Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skor Skala data
operasional
Pengetahuan orang Hasil tahu Kuesioner Baik : 80- Ordinal
tua tentang status yang diketahui 100%
kurang gizi balita orang tua Cukup : 60-
tentang status 79%
kurang gizi Kurang :
balita <60%

3.5 Instrumen Penelitian


Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data meliputi seperti
nama, umur, berat badan, tinggi badan, dan pengetahuan orang tua tentang status kurang gizi
pada balita dan melalui kuesioner.

3.6 Metode Pengumpulan Data


Peneliti menggunakan metode pengumuplan data menggunakan observasi

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi
Penelitian akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas …., kecamatan Kota Lama, tahun
2022
2. Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2022
3.8 Analisa Data dan Penyajian Data
Peneliti menarasikan data-data yang telah diperoleh dengan urutan analisis data
1. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil obervasi dan melalui pembagian kuesioner
2. Pengolahan data
a. Editing
Suatu kegiatan untuk memeriksa kembali segala kelengkapan dan kebenaran data
yang telah terkumpul. Peneliti memeriksa kembali isi jawaban kuesioner yang telah
diisi oleh responden.
b. Coding
Suatu kegiatan memberi tanda atau kode tertentu terhadap data yang telah di edit
dengan tujuan mempermudah pembuatan tabel. Peneliti memberi kode atas jawaban
yang telah diisi oleh responden.
c. Tabulating
Suatu kegiatan menyusun data kedalam tabel sehingga memudahkan untuk
menganalisanya. Peneliti memasukan data yang telah diberikan kode ke dalam tabel
Tingkat pengetahuan dikategorikan meliputi pengetahun baik : 80-100%, pengetahuan
cukup : 60-79% dan pengetahuan kurang : <60%
Utk penilaian dengan cara jumlah nilai benar dibagi dengan total skor kemudian
dikallikan 100

3.9 Etika Penelitian


1. Persetujuan (Informed Concent)
Merupakan bnetuk persetujuan antara peneliti dengan subjek studi kasus peneliti dengan
memberikan lembar persetujuan informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian
diberikan dengan memberikan lember persetujuan dengan menjadi subjek studi kasus.
Tujuan informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan. Jika subyek studi kasus tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak subyek studi kasus.
2. Tanpa nama (Anonimty)
Tanpa nama merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam subyek penelitian
dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama subyek studi kasus pada lembar
alat ukur atau hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang diisikan.
3. Kerahasiaan (Connfidentiality)
Kerahasiaan merupakan hasil penelitian baik informalis maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai