Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak prasekolah merupakan salah satu masa yang rawan terhadap

berbagai macam penyakit. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan tubuhnya

belum benar-benar terbentuk, salah satu penyakit yang sering terjadi pada

anak prasekolah adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), ISPA lebih

dominan menyerang anak prasekolah karena daya tahan tubuh anak

prasekolah yang masih lemah. ISPA dapat ditularkan melalui polusi udara

seperti asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana

transportasi dan industri, kebakaran hutan dan lain- lain (WHO, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2016 jumlah

penderita ISPA adalah 59.417 Anak dan memperkiran di Negara

berkembangan berkisar 40-80 kali lebih tinggi dari Negara maju. WHO

menyatakan tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang pertahun, dan

diproyeksikan membunuh 10 juta sampai tahun 2020.dari jumlah itu 70 persen

korban berasal dari Negara berkembangan (Safarina,2015).

Menurut Kemenkes (2014) ISPA merupakan radang akut saluran

pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik

bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru-paru.

Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan (Dinkes)

secara umum mencapai 25,0 % hasil riset kesehatan dasar bahwa di Indonesia

balita ISPA sebesar 25,8 %. Pengetahuan ibu tentang ISPA pada Balita sangat
2

ditunjang oleh umur, dan pendidikan, diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan kesehatan terutama pelayanan penyakit ISPA pada balita tentang

tata cara perawatan dan penanganan yang baik dan benar sesuai dengan MTBS

.(rani ,Hasnia 2017)

(suryanti; dkki,2019) berjumlah kota batam 2017 sebanyak 58,147

dengan prevalensi sebesar 4,4%, dan pada tahun 2018 jumlah kasus ISPA

sebanyak 63,929 dengan prevalensi sebesar 5,2% yang merupakan jumlah

total keseluruhan umur kasus ISPA belum tersedia jumlah keseluruhan untuk

tahun 2019 dikarenakan masih terdapat beberapa puskesmas yang belum

melaporkan jumlah kasus ISPA.

Provinsi papua berdasarkan data yang didapatkan penyakit ISPA yaitu

(31,1%) yang dideteksi berdasarkan diagnosa nmenunjukan jumlah penderita

ISPA pada baita berjumlah 556,8 Jiwa.(Riskesdas,2013).

Selain dari pada itu menurut data puskesmas Sentani kelurahan

hinekombe presevalensi ISPA pada balita di Tahun 2021- 2022 dari 4 April

2021 sampai 6 February 2022 yang peneliti survey mencapai 1.316 juta balita

terinfeksi ISPA ,dan oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Gambaran pengetahuan orang tua pada balita dengan

penyakit ISPA di Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Bagaimana Gambaran pengetahuan orang tua pada

balita dengan penyakit ISPA di Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura”.

1.2 Rumusan Masalah


3

Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas, maka didapatkan

rumusan masalahnya“Bagaimana Gambaran pengetahuan orang tua pada

balita dengan penyakit ISPA di Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui pengetahuan orang tua pada balita dengan penyakit ISPA

di Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui Karakteristik pendidikan orangtua pada balita dengan

Penyakit ISPA di Puskesmas Kabupaten Jayapura.

2. Mengetahui Karakteristik usia pendidikan orangtua pada balita dengan

Penyakit ISPA di Puskesmas Kabupaten Jayapura.

3. Mengetahui pengetahuan orang tua pada balita dengan penyakit ISPA

di Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura.

2.1 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

dan informasi bagi orangtua dan keluarga tentang pencegahan dan

tentang penyakit malaria dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya

pencegahan terhadap penyakit.

1.4.2 Bagi Peneliti


4

Untuk menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan

peneliti serta sebagai bahan acuan dalam melaksanakan penelitian lebih

lanjut dalam bidang keperawatan.

1.4.3 Bagi Institusi

Sebagai referensi dan informasi untuk suatu bahan tambahan

wawasan ilmu pengetahuan khususnya di bidang promosi kesehatan dan

mengenai Pengetahuan masyarakat dalam menerapkan pencegahan ISPA.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1. Pengertian

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil rasa keingintahuan

manusia terhadap sesuatu dan hasrat untuk meningkatkan harkat

hidup sehingga kehidupan menjadi lebih baik dan nyaman yang

berkembang sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia baik

dimasa sekarang maupun dimasa depan (Ariani, 2014).

Menurut Wawan (2010) dalam Ariani (2014), pengetahuan

adalah merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap

objek terjadi melalui panca indra seperti penglihatan, penciuman,

pendengaran, perasa dan peraba dengan sendiri.

2.1.2. Tingkat Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang


5
6

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.

c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk

mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi

masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

2.1.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Ariani (2014), berbagai

macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah dikelompokkan menjadi dua, yaitu

cara tradisional atau non ilmiah, yaitu tanpa melalui penelitian ilmiah
7

dan cara modern atau cara ilmiah, yaitu melalui proses penelitian

sebagai berikut:

a. Cara Memperoleh Kebenaran Non Ilmiah

1) Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,

bahkan sebelum adanya peradaban. Jika seseorang

menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya

dilakukan dengan coba-coba saja. Bila percobaan pertama

gagal, dilakukan percobaan yang kedua dan seterusnya

sampai masalah tersebut terpecahkan.

2) Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi

dikarenakan secara kebetulan terjadi dikarenakan tidak

disengaja oleh orang yang bersangkutan.

3) Cara Kekuasaan atau Otoriter

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kebiasaan

dan tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau tidak. Kebiasaan

ini biasanya diwariskan turun temurun. Sumber pengetahuan

dapat berupa pemimpin masyarakat baik formal maupun

informal.

4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi


8

Pengalaman adalah guru terbaik demikian bunyi

pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman

merupakan sumber pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi. Apabila dengan

cara yang digunakan orang tersebut dapat memecahkan

masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah

lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara

tersebut.

5) Cara Akal Sehat (Common Sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat

menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan

berkembang, orang tua pada zaman dahulu menggunakan

cara hukuman fisik agar anaknya mau menuruti nasehat

orang tuanya. Ternyata cara ini berkembang menjadi teori,

bahwa hukuman adalah metode bagi pendidikan anak.

6) Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan

diyakini oleh pengikut agama yang bersangkutan, terlepas

dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.

7) Kebenaran Secara Intuitif


9

Kebenaran ini secara intuitif diperoleh manusia secara

cepat sekali melalui proses di luar kesadaran tanpa melalui

proses penalaran atau berpikir.

8) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan, cara

berpikir manusia ikut berkembang. Manusia mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan individu

menggunakan jalan pikirnya, baik melalui induksi maupun

deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara

melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui

pernyataan yang dikemukakan, lalu dicari hubungannya

sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.

9) Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang

dimulai dari pernyataan khusus ke pernyataan umum.

Kemudian disimpulkan ke dalam konsep yang memungkinkan

seseorang untuk memahami suatu gejala.

10) Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-

pernyataan umum kepernyataan yang khusus.

2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


10

Pengetahuan baik yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya faktor internal dan faktor eksternal yaitu

(Ariani, 2014):

a. Faktor Internal

1) Umur

Umur merupakan rentang waktu seseorang yang

dimulai sejak dia dilahirkan hingga berulang tahun. Jika

seseorang itu memiliki umur yang cukup maka akan

memiliki pola pikir dan pengalaman yang matang pula.

Umur akan sangat berpengaruh terhadap daya tangkap

sehingga pengetahuan diperolehnya akan semakin baik.

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi

pengetahuan salah satunya adalah adanya perbedaan tingkat

kesadaran antara laki-laki dan perempuan. Pada umumnya

perempuan memiliki kesadaran yang baik dalam mencari

tahu informasi dari pada laki-laki itu secara formal maupun

informal.

3) Pendidikan

Pendidikan merupakan seluruh proses kehidupan yang

dimiliki oleh setiap individu berupa interaksi individu dengan

lingkungannya, baik secara formal maupun informal yang

melibatkan perilaku individu maupun kelompok. Pendidikan


11

berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada

perkembangan orang lain untuk mengisi kehidupan sehingga

dapat mencapai kebahagian.

Makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah

orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan yang

tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan

informasi baik dari orang lain maupun media massa.

Pengetahuan erat hubungannya dengan pendidikan, seseorang

dengan pendidikan yang tinggi maka semakin luas pula

pengetahuan yang dimiliki.

Kriteria pendidikan menurut Arikunto (2010) yaitu:

a) Pendidikan rendah (SD-SMP)

b) Pendidikan tinggi (SMA- Perguruan tinggi)

2.2 Konsep ISPA

2.2.1. Pengertian ISPA

ISPA merupakan kepanjangan dari infeksi saluran pernafasan akut

dan mulai di perkenalkan pada tahun 1984 setelah di bahas dalam

lokakarya Nasional ISPA dicipanas jawa barat.Istilah ini merupakan

padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).

(Suyudi, 2012).

Infeksi saluran penapasan akut yang biasa disebut ISPA adalah

penyakit menular yang menginfeksi saluran pada pernapasan atas maupun


12

bawah yang mana diinfeksi oleh bakteri atau virus.bakteri yang paling

umum dijumpai dan mudah ditularkan adalah streptococcus pneumonia

yang akan mengalami pneumonia.penyakit ini biasanya menyerang pada

anak-anak meskipun dapat di temukan pada orang dewasa

(WHO,2007;sinulingga,2017).

2.2.2. Etilogi

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti

bakteri, virus dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh

virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus

dan mycloplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri

umumnya mempunyai manifestasi klinik yang berat sehingga

menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab

ISPA antara lain adalah Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,

Strepcoccus aureus, Haemophilus Influenza dan lain-lain.Virus penyebab

ISPA antara lain adalah golongan Influenza, Adenovirus (Sinuraya, L.D.

2017).

Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia atau

protozoa. Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovius,

koronavitus, adenavirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsial

pernapasan. Virus yang ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau

dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza, virus sinsial dan rino

virus (Sinuraya, L.D. 2017)

2.2.3. Klasifikasi ISPA pada balita


13

Menurut Program Pemberantasan Penyakit ISPA terdapat 2

golongan klasifikasi penyakit ISPA yaitu pneumonia dan bukan

pneumonia. Berdasarkan derajat beratnya penyakit, pneumonia itu sendiri

dibagi lagi menjadi pneumonia berat dan pneumonia tidak berat

(Saputri,I.W. 2016) Secara lebih jelasnya ISPA diklasifikasikan kedalam

beberapa kelompok sebagai berikut (Kunoli,F.J. 2013):

a. Untuk kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun, dibedakan dalam 3

klasifikasi, antara lain:

1) Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar

bernafas, serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam

(chest indrawing)

2) Pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas,

nafas cepat sebanyak 50 kali atau lebih/menit untuk usia 2 bulan

sampai < 1 tahun, 40 kali atau lebih/menit untuk usia 1 sampai < 5

tahun.

3) Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar

bernafas, tidak ada nafas cepat serta tidak adanya `tarikan dinding

dada bagian bawah kedalam.

b. Untuk usia < 2 bulan, klasifikasi terdiri dari:

1) Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar

bernafas, nafas cepat 60 kali atau lebih/menit atau tarikan kuat

dinding dada bagian bawah kedalam.


14

2) Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar

bernafas, tidak adanya nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding

dada bagian bawah kedalam

2.2.4. Tanda dan Gejala ISPA

Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat yaitu

dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit ISPA pada balita

dapat menimbulkan bermacam - macam tanda dan gejala. Tanda dan

gejala ISPA seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,

sakit telinga, dan demam (Rosana,E.N. 2016).

Gejala ISPA adalah sebagai berikut (Masriadi,2017)

a. Gejala dari ISPA ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara perau pada waktu mengeluarkan suara

(missal pada waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak

diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang

1) Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur

kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak

yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernapasan


15

ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit

dengan menggerakkan tangan.

2) Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer).

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak.

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

7) Pernapasan berbunyi seperti menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala

ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai

berikut

1) Bibir atau kulit membiru.

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar ) pada waktu

bernapas.

3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4) Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak

gelisah.

5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

7) Tenggorokan berwarna merah


16

2.2.5. Patofisilogi

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas.

Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi

bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi

udara, inspirasi dirongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis,

pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan

tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme system

pertahanan tersebut, akibatnya terjadi invasi didaerah-daerah saluran

pernapasan atas maupun bawah.

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah

tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, oleh

karena itu, maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.

Penularan melalui udara dimagsudkan adalah cara penularan yang terjadi

tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.

Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak

langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya

adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau

mikroorganisme penyebab (Masriadi,2017).

ISPA dapat menular melalui beberapa cara, yaitu(Rosana,E.N. 2016) :

a. Tranmisi Droplet
17

Droplet berasal dari orang (sumber) yang telah terinfeksi atau yang

telah menderita ISPA. Droplet dapat keluar selama terjadinya batuk,

bersin dan berbicara. Penularan terjadi bila droplet yang mengandung

mikroorganisme ini tersembur dalam jarak dekat (<1m) melalui udara

dan terdeposit di mukosa mata, mulut, hidung, tenggorokan, atau

faring orang lain. Karena droplet tidak terus melayang di udara

b. Kontak langsung

Yaitu kontak langsung atau bersentuhan dengan bagian tubuh yang

terdapat pathogen, sehingga pathogen berpindah ke tubuh yang

bersentuhan.

2.2.6. Penatalaksanaan

Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut ‘bayi

muda’ yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan

frekuensi pernapasannya secara normal sering melebihi 50 kali permenit.

Infeksi bakteri pada kelompok usia tersebut dapat hanya menampakkan

tanda klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan pneumonia

dari sepsis dan meningitis.

Infeksi tersebut dapat cepat fatal pada bayi muda yang telah diobati

dengan sebaik-baiknya di rumah sakit dengan antibiotik parenteral. Cara

yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia

adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya

penyediaan antibiotik yang tepat secara teratur melalui fasilitas perawatan

tingkat pertama dokter praktik umum. Langkah selanjutnya untuk


18

mengurangi angka kematian karena pneumonia dapat dicapai dengan

menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami ISPA berat

memerlukan oksigen, antibiotik lini II serta keahlian klinis yang lebih

hebat (Masriadi,2017).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk

standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi

penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta

mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat

2.2.7. Cara Perawatan balita denagn masalah ISPA

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA, adalah

a. Mengatasi panas (Demam)

Demam diatasi dengan memberikan obat penurun panas golongan

parasetamol.

b. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi dan memperbanyak jumlahnya

setelah sembuh

c. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih) lebih banyak dari biasanya.

Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d. Berikan kenyamanan pada anak

Bila anak tersumbat hidungnya oleh ingus maka bersihkanlah hidung

yang tersumbat tersebut agar anak dapat bernapas dengan lancar.


19

Suruhlah anak beristirahat/berbaring di tempat tidur, pertahankan suhu

tubuh

e. Perhatikan apakah ada tanda-tanda bahaya ISPA ringan/ ISPA berat

yang memerlukan bantuan khusus petugas kesehatan

2.2.8. Pencegahan Penyakit ISPA

Penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan

pengobatan penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif

masyarakat terutama kader, dengan dukungan pelayanan kesehatan dan

rujukan secara terpadu disarana kesehatan yang terkai

a. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat

dianggap sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden)

pneumonia. Strategi tersebut adalah

1) Penyuluhan,dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini

diharapkan dapat mengubah sikap dan prilaku masyarakat terhadap

hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyebab ISPA,

penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan

anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.

2) Imunisasi yang merupakan strategi spesifik untuk dapat

mengurangi angka kesakitan (insiden) pneumonia

3) Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, devisiensi

vitamin A.
20

4) Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan

lahir rendah.

5) Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang

menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah

b. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention

Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan

sedini mungkin. Upaya pengobatan yang di lakukan dibedakan atas

klasifikasi ISPA yaitu:

1) Kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi:

a) Pneumonia berat: rawat di rumah sakit, beri oksigen (jika anak

mengalami sianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat

penarikan dinding dada yang hebat), terapi antibiotik dengan

memberikan benzil penisilin dan gentamisin atau kanamisin.

b) Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan,

nasehati ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi

ASI secara sering, dan bersihkan sumbatan pada hidung jika

sumbatan itu mengganggu saat memberi makan.

2) Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, pengobatannya meliputi:

a) Pneumonia sangat berat: rawat di rumah sakit, berikan

oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan

kloramfenikol secara intramuskuler setiap 6 jam. Apabila

pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5 hari),


21

pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati

demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan

pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

b) Pneumonia berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen,

terapi antibiotic dengan memberikan benzil penesilin secara

intramuscular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari,

obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati

pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.

c) Pneumonia: diobati di rumah, terapi antibiotik dengan

memberikan kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau

suntikan penisilin prokain intramuscular per hari, nasehati

ibu untuk memberikan perawatan di rumah, obati demam,

obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.

d) Bukan pneumonia (batuk atau pilek): obati di ruma, terapi

antibiotic sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain

(untuk batuk dan pilek), obati demam, nasehati ibu untuk

memberikan perawatan di rumah.


22

2.4 Kerangka Teori

Kerangkat teori berguna sebagai landasan pembuatan kerangka

konsep penelitian karena disusun berdasarkan teori yang ditemukan

teoritis.

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Pengetahuan ISPA

Faktor yang 1. Pengertian


mempengaruhi 2. Etilogi
1. Faktor Internal 3. Klasifikasi
a. Pendidikan 4. Tanda gejala Hasil Ukur:
b. Pekerjaan 5. PAtofisiologis 1. Baik
c. Umur 6. Penatalaksanaan 2. Tidak Baik
2. Faktor Eksternal 7. Cara perawatan
a. Faktor 8. Pencegahan
lingkungan
b. Sosial budaya

Sumber : Notoatmodjo (2016), Hery Soeryoko (2013)


23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, untuk

menggambarkan pengetahuan orang tua pada balita dengan penyakit ISPA di

Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1. Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Sentani Kabupaten

Jayapura.

3.2.2. Waktu
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni 2022

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi

Menurut Sugiyono (2013), populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri dari objek atau subjek, yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti ini untuk

dipelajari. Populasi dalam penelitian ini berjumlah orang yang

merupakan orang tua pada balita di Puskesmas Sentani Kabupaten

Jayapura.
24

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili

(Notoatmodjo, 2012). Menurut Arikunto (2013), bila populasi kurang

dari 100, maka jumlah total populasi dijadikan sampel, dengan

demikian jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 Balita yang

dijadikan sampel.Tenik pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan total sampling.

3.4 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang

hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variable yang akan

diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2015).

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Variabel tunggal

pengetahuan orang tua pada balita dengan penyakit


ISPA
Keterangan

: Variabel yang diteliti


25

3.5 Definisi Operasional

Tabel. 3. 1. Defenisi Operasional

Definisi Alat
Variabel Skor Skala Hasil ukur
operasional ukur
Pengetahuan pemahaman Kuesioner Ya = Ordinal Hasil ukur
orangtua tentang 1 menggunakan
infeksi saluran Tidak kategori:
pernafasan =0 1. Baik: 76-
100%
akut pada anak
2. Cukup: 56-
75%
3. Kurang:
<56%

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut

menjadi sistematis dan dipermudah olehnya, alat ukur yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kuisioner (Umam, 2017).

Kuisioner A berisi tentang karakteristik responden berupa nomor

responden, usia. Sedangkan Kuisioner B berisi pertanyaan tentang

pengetahuan penyakit ISPA, sebanyak 15 pertanyaan. Kuisioner ini

menggunakan Skala ordinal dengan kriteria jawaban yaitu Benar diberi

nilai 1, Salah diberi nilai 0, Kuisioner ini dikutip dari hasil penelitian
26

Andres Alvin Suciangi (2021) dengan judul “ Tingkat pengetahuan,

Perilaku dan Sikap orangtua Terhadap Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada

Anak tahun 2021” dengan hasil uji validitas menunjukan mean validitas

yaitu 0,444 yang berarti r hitung 0,444 > dari r tabel 0,765 sehingga

kuesioner dikatakan valid.

3.7 Proses Pengumpulan Data

a. Setelah mendapat persetujuan kepada Puskesmas Harapan Kabupaten

Jayapura. Selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada

responden.

b. Setelah mendapat ijin dari pihak objek penelitian, selanjutnya

mengunjungi responden untuk memberikan pemahaman dasar tentang

tujuan penelitian yang akan dilakukan sesuai dengan protokol

kesehatan sebagai berikut:

1. Selalu wajib menggunakan masker baik di dalam maupun di luar

ruangan

2. Selalu jaga jarak minimal 1 meter

c. Memberikan informed consent kepada calon responden dengan

memberikan penjelasan kepada responden maksud dan tujuan

penelitian. Apabila responden setuju, maka diberikan lembar

informed consent yang ditanda tangani oleh responden.


27

d. Peneliti membagikan kuesioner dalam bentuk angket kepada

responden. Waktu pengisian penelitian dilakukan selama 10 menit

dan setelah itu dikumpul kembali.

e. Setelah itu hasil kuesioner dicek kelengkapan pengisian, dinilai dan

dianalisis.

3.8 Pengelolahan dan Penyajian Data

3.8.1 Pengelolahan Data

Pengolahan data yang dikumpulkan perlu diolah agar menjadi

informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan

penelitian melalui tahapan sebagai berikut:

a) Editing

Memeriksa kembali kelengkapan akurasi terhadap

kemungkinan kesalahan pengisian jawaban dan keserasian

informasi dari responden.

b) Processing

Membuat penilaian berdasarkan hasil jawaban kuesiner

responden.

c) Coding

Membuat kode-kode tertentu melalui pengelompokan

keperluan untuk memudahkan pengelolahan data.

d) Tabulating

Membuat table frekuensi untuk semua jawaban yang telah

diberikan kode sesuai dengan klasifikasinya masing-masing.


28

e) Analyzing

Melakukan penelitian berdasarkan univariat

f) Cleaning

Melakukan kegiatan pengecekan data kembali terhadap

kuesioner penelitian yang sudah diisi oleh responden, jika ada

error maka data akan dihapus dan digantikan dengan data

responden baru.

3.8.2 Penyajian Data

Penyajian data adalah hasil penelitian yang dibuat berupa tabel,

grafik, gambar, bagan, foto, atau bentuk penyajian data lainya.

Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan tabel dan

dinarasikan.

3.9 Analisa Data Univariat

Analisa Univariat adalah analisa yang dilakukan untuk

menganalisa tiap variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam

bentuk distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2012). Setelah data

dikumpulkan dan diolah kemudian data disajikan dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan deskriptif dengan persentase yang dilengkapi

dengan table distribusi, frekuensi, dan diagram, kemudian diambil

kesimpulan secara narasi dengan diagram atau grafik. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif, univariat,


29

dengan distribusi frekwensi. Untuk distribusi frekuensi, menggunakan

rumus penentuan, besarnya persentase.

Rumus Persentase sebagai berikut;

f
P= 100 %
n

Keterangan:
P = Persentase
F = Jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah total pertanyaan.
3.10 Etika Dalam Penelitian

Peneliti dapat mengukur pengetahuan orang tua pada balita dengan

penyakit ISPA di Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura. Peneliti

melibatkan semua manusia sebagai subjek harus dan menerapkan 8

prinsip dasar etika penelitian yaitu;

3.10.1 Informed Consen)

Informed Consent (Persetujuan) adalah lembar persetujuan

yang diberikan kepada subjek penelitian. Peneliti menjelaskan

manfaat, tujuan, prosedur, dan dampak dari penelitian yang akan

dilakukan. Setelah dijelaskan, lembar informed consent diberikan ke

subjek penelitian, jika setuju maka informed concent harus

ditandatangani oleh subjek penelitian.

3.10.2 Beneficience

Beneficience (manfaat) merupakan prinsip yang perlu

ditekankan oleh peneliti, menekakankan pada manfaat yang akan


30

diterima oleh responden dan menjauhkan diri dari bahaya eksplotasi

responden.

3.10.3 Non malaficience

Prinsip ini menekankan bahwa peneliti tidak melakukan

tindakan yang akan menimbulkan bahaya bagi responden diusahakan

terbebas dari rasa tidak nyaman.

3.10.4 Respect for autonomy

Respect for autonomy (kebebasan) artinya peneliti memberikan

kebebasan pada responden untuk mengikuti penelitian atau tidak,

serta tidak memaksa pilih atau jawaban dari kuesioner yang

diajuhkan seblum responden mengisi kuesioner, respon diminta

persetujuan bersedia menjadi responden melalui infomend consent.

3.10.5 Anonymity

Anonymity (Inisial/tanpa nama) adalah tindakan menjaga

kerahasiaan subjek penelitian dengan tidak mencantumkan nama

pada informed consent dan kuesioner, cukup dengan inisial dan

memberi nomor atau kode pada masing-masing lembar tersebut.

3.10.6 Veracity

Veracity (kejujuran) artinya peneliti menjelaskan terlebih

dahulu mengenai prosedur dan manfaat penlitian dengan jujur

kepada responden. Penliti hanya menyampaikan informasi yang

benar, jujur, dan tidak melakukan kebohongan kepada responden.

3.10.7 Justice
31

Justice (Keadilan) adalah keadilan, peneliti akan

memperlakukan semua responden dengan baik dan adil, semua

responden akan mendapatkan perlakuan yang sama dari penelitian

yang dilakukan peneliti.

3.10.8 Confidentiality

Confidentiality (Kerahasiaan) adalah menjaga semua

kerahasiaan semua informasi yang didapat dari subjek penelitian.

Beberapa kelompok data yang diperlukan akan dilaporkan dalam

hasil penelitian. Data yang dilaporkan berupa data yang menunjang

hasil penelitian. Selain itu, semua data dan informasi yang telah

terkumpul dijamin kerahasiaannya oleh penelitian.


32

DAFTAR PUSTAKA

A., Bonjol, I., & Panjang, P. (2015). Hubungan Pengetahuan Ibu Yang
Mempunyai Balita Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA ) Di UPTD Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Tahun
2015 The Relationship Of Mother ’ s Knowledge Having Children Under
Five Age With The Event O. 8(2), 141–145.
A., Mina, R., & Pku, R. S. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An.D DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN:
FARINGITIS AKUT DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH
SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH.
Aesculapius FKUI : JakartaSoeparman (2007), Ilmu Penyakit Dalam Jilid. I Ed.2,
Jakarta : FKUI
Banyamin. 2009. Penyakit Citra Alama Budaya. Jakarta 1989
Bappenas (2010) Laporan pencapaian tujuan pembangunan milenium Indonesia
Bappenas (2010) Laporan pencapaian tujuan pembangunan millennium
Christi, Herlinda, Dina Rahayuning P., S.A.Nugraheni (2015) Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Yang
Memiliki Status Gizi Normal. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Cinta, Atira (2018) Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Atas Pada Balita. Fakultas Keperawatan. STIKes
Budi Luhur. Cimahi.
Daroham, N. E. P., & Mutiatiku. (2015). Penyakit Ispa Hasil Riskesdas Di
Indonesia. Puslitbang Biomedis Dan Farmasi, 1.
Departemen Kesehatan RI, D. B. F. K. dan K. (2005). Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. 86.
Dinkes. Kabupaten Kaur (2016), Profil Kesehatan Kabupaten Kaur Tahun 2016,
Kabupaten Kaur
Director of VBDC, DG DC and EH, MOH Indonesia, Jakarta
33

Doengoes Marilyn, G. dkk. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan ; Jakarta : EGC


Dwi, R. N., Az Zahra, S., Farida, D., Lestary, B. R., Prawitasari, D., Arozak, M.
R., & Hidahyatun, T. (2018). Makalah Praktikum Preskripsi Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
elimination of malaria in cape verde, 2010, WHO, Geveve
Fatimah, L. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017.
Febriyanto, Mukhammad Aminudin Bagus. (2016) Hubungan Antara
Pengetahuan Dan Sikap Dengan PerilakuKonsumsi Jajanan Sehat Di MI
Sulaimaniyah Mojoagung Jombang. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Fibrila, F. (2015). Hubungan Usia Anak, Jenis Kelamin, dan Berat Badan Lahir
Anak Dengan Kejadian ISPA. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai
Volume VIII No.2 Edisi Des 2015, ISSN: 19779-469X.
Firdausia, Annisa (2013) Hubungan Tingkt Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu
Dengan Perilaku Pencegahan ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gang Sehat Pontianak. Fakultas Kedokteran. Universitas
Tanjungpura. Pontianak.
Gadis Fujiastuti, S. (2016). UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) INFEKSI
SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PASIEN PEDIATRI
DI INSTALASI RAWAT INAP SALAH SATU RUMAH SAKIT
DAERAH BANGKA..
Ganda Husada (2008), Parasitologi Kedokteran, Jakarta : FKUI
Gunawan, gan sulistia. Farmakologi dan terapi edisi 6. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FKUI.2016.
Harrison (2009), Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol. Ed.3, Jakarta : EGC
Hartono. G, 2009. Malaria Epidemiologi, Direktur Jenderal PPM & PLP. Jakarta
34

Hendrawan Nadesul. (2006). Penyebab, Pencegahan dan Penatalaksanaan


Malaria.Puspa Suara : Jakarta
Indonesia2010, Jakarta:Kementerian PPN/Bappenas.
Kemenkes RI. (2016). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. 1–50. https://doi.org/10.3406/arch.1977.1322
Kesehatan, K., Indonesia, R., Penyakit, P., & Penyehatan, D. A. N. (2017).
Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat
Suspek Middle East Respiratory Syndrome.
Kemenkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI
Kerja, W., Martapura, P., Kabupaten, I. I., & Kalsel, B. (2018). Faktor Resiko
ISPA pada Balita Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Banjarmasin
Received Date : Revised Date : Accepted Date : Faktor Resiko ISPA Pada
Balita (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura II Kabupaten
Banjar Kalsel), 2, 11–23.Universitas Sumatera Utara
Laurenz Rampengan. (2007). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC : Jakarta
Maharani, D., Yani, F. F., & Lestari, Y. (2017). Profil Balita Penderita Infeksi
Saluran Nafas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil
Padang Tahun 2012-2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(1), 152.
https://doi.org/10.25077/jka.v6i1.662
Mahendra, I. G. A. P., & Farapti, F. (2018). Relationship between Household
Physical Condition with The Incedence of ARI on Todler at Surabaya.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(3), 227.
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i32018.227-235
Margatan Areole. 2009. Waspadai Demam Berdarah. CV. Aneka Solo
Musthafa, Najib, A2A011022 (2017) FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN
ISPA PADA BAYI DAN BALITA DI DESA JUMO KECAMATAN
KEDUNG JATI KABUPATEN GROBOGAN. Undergraduate Thesis,
Universitas Muhamadiyah Semarang.
Muttaqin. (2018). ISPA Mengenai Struktur Saluran di Atas Laring Kebanyakan
Penyakit Mengenai Bagian Saluran Atas dan Bawah Secara Stimulan atau
35

Berurutan. ISPA Mengenai Struktur Saluran Di Atas Laring Kebanyakan


Penyakit Mengenai Bagian Saluran Atas Dan Bawah Secara Stimulan
Atau Berurutan, 7–30.
Nadesasul Handarawan. 2008. 100 Pertanyaan Demam Berdarah. Jakarta
Noor Nasry Nor. 2006. Pengantar Epidemiologi. Poy Menular. Rineka Cipta.
Jakarta
Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasra Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka
Cipta. JakartaUniversitas Sumatera Utara
Notoatmodjo. 2014. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Renika Cipta.
Jakarta
Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta
Pebrianti, Sandra, Iwan Shalahuddin (2018) Gambaran Karakteristik
Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Balita Dengan ISPA di Puskesmas
Siliwangi Garut.
Pebriyani, U., Alfarisi, R., & Putri, G. H. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu tentang ISPA dengan Perilaku Pencegahan pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Pasar Ambon Bandar Lampung, 2015.
Purnawan Junaidi. (2005), Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-2. Media
Rahajoe, Nastiti N., Bambang Supriyatno, Darmawan Budi Setyanto. (2008).
Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.Universitas Sumatera Utara
Riskayati (2016) Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Terhadap Balita
Berpenyakit Infeksi SAluran Pernapaan Akut (ISPA) di Puskesmas
Tenggede. Yayasan Pendidikan Cendrawasih Akademi Kebidanan Palu.
S.L., Nur Syamsi (2019) Hubungan Tingakt Pendidikan dan Pengetahuan Ibu
Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesman
Bontosikuyu Kabupaten Kepulauan Selayar. Fakultas Keperawatan.
Universitas Sandi Karsa. Makassar.
Samad, Irfany Fauziah. (2017) Hubungan Antara Perilaku Pencegahan Penyakit
Infeksi Saluan Pernapasan Akut Dengan Pengetahuan, Sikap, Dan
36

Sosiodemografik Pada Calon Jamaah Haji Bekasi Kloter 34 Dan 54


Tahun 2017. Fakultas Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Sari, Ayu Puspita, Poppy Fitriyani (2015) Tingkat Pengetahuan, SIkap, dan
Perilaku KeluargaDengan Anak Balita Yang Menderita ISPA. Fakultas
Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Short, S., Bashir, H., Marshall, P., Miller, N., Olmschenk, D., Prigge, K., &
Solyntjes, L. (2017). Diagnosis and Treatment of Respiratory Illness in
Children and Adults. Institute for Clinical Systems Improvement.
www.icsi.org
Teddy, Edy Ramdhani, Ita Hayani (2016) Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
dan Sikap Ibu Terhadap Pencegahan Infeksi SAluran Pernapasan Akut
(ISPA) Pada Balita di Poli Rawat Jalan Puskesmas Rajabasa Indah
Bandar Lampung Periode Februari 2016. Fakultas Kedokteran.
Universitas Malahayati. Lampung.
Wahyuningsih, S., Raodhah, S., & Basri, S. (2017). Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan
Sanggar Kabupaten Bima. Higiene, 3(2), 97–105.
Winarno dan Hutajulu B, 2009. Review of national vector control policy in
Indonesia.
World Health Organization. The treatment of diarrhea: Geneva: WHO Press 2012.
World Health Organizatiton, Elmination case study 2, moving towards sustainable
World Health Organizatiton, Elmination case study 3, moving towards sestainable
elimination of malaria in Srilanka, 2011, WHO, Geveve

Anda mungkin juga menyukai