Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare merupakan gejala umum dari infeksi saluran cerna yang
disebabkan oleh berbagai macam patogen, termasuk bakteri, virus dan
protozoa. Diare lebih umum terjadi di negara berkembang karena kurangnya
air minum yang aman, sanitasi dan kebersihan, serta status gizi yang lebih
buruk. Menurut angka terbaru yang tersedia, diperkirakan 2,5 miliar orang
kekurangan fasilitas sanitasi yang layak, dan hampir satu miliar orang tidak
memiliki akses ke air minum yang aman. Lingkungan yang tidak sehat ini
memungkinkan patogen penyebab diare menyebar lebih mudah.1 Diare
merupakan pembunuh utama anak-anak, terhitung sekitar 8 persen dari semua
kematian di antara anak-anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia.
Sebagian besar kematian akibat diare terjadi di antara anak- anak di bawah
usia 5 tahun yang tinggal di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara.2

Diare adalah penyakit endemis potensial Kejadian Luar Biasa (KLB)


yang sering disertai dengan kematian di Indonesia. Diare masih menjadi salah
satu masalah kesehatan di Indonesia sebagai penyumbang angka kematian
terbanyak pada kelompok anak usia 29 hari – 11 bulan. Diare merupakan
penyakit tebanyak nomor 2 yang menyebabkan kematian pada anak di
Indonesia yaitu sebanyak 746 kematian terhitung pada tahun 2019. Angka
kesakitan diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan sebesar
6,8%. Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan
pada bayi sebesar 9%.3

Pada anak–anak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare
walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu dibarengi oleh
menurunnya nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan

1
yang demikian sangat membahayakan kesehatan anak. Ibu biasanya tidak
menanggapinya secara sungguh–sungguh karena sifat diarenya ringan.
Padahal penyakit diare walaupun dianggap ringan tetapi sangat berbahaya
bagi kesehatan anak.4

Pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak


harus dipuasakan. Jadi usus dikosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang
menyebabkan anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam
keadaan gizi kurang, keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa.
Maka memuasakan anak saat diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah
terjadi pada anak saat diare akan memperburuk keadaan bahkan dapat
menyebabkan kematian.4

Karena itu, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare


diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu
komponen faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak
selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi
mempunyai hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan
maka terjadinya perubahan perilaku akan cepat.4

Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana


penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi
keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang
diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah
berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang
menderita diare.5

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu


seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya. Panca
indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk
menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

2
persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh
melalui indra pendengaran dan indra penglihatan.6
1.2. Rumusah Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Bagaimana tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada bayi/balita di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duren Sawit?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada
bayi/balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duren Sawit.

1.3.2. Tujuan Khusus


• Mengidentifikasi karakteristik tingkat pengetahuan ibu tentang diare
pada bayi/balita berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan ibu
• Mengidentifikasi karakteristik bayi/balita yang meliputi usia dan jenis
kelamin bayi/balita di wilayah Puskesmas Kelurahan Duren Sawit.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bidang Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai dasar dalam mengembangkan


penelitian yang berkaitan dengan diare pada bayi/balita.

2. Bidang Pendidikan

Menambah wawasan mahasiswa/i tentang diare pada bayi/balita serta


penangananya.

3
3. Bidang pelayanan Masyarakat

Dapat memberikan informasi untuk mengetahui tingkat pengetahuan


masyarakat mengenai diare pada bayi/balita di wilayah Puskesmas Kelurahan
Duren Sawit dan juga memberikan informasi kepada masyarakat tentang
faktor penyebabnya diare pada bayi/balita dan pencegahan serta penanganan
diare pada balita kepada masyarakat.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah pemahaman tentang teori dan praktis (know-how)
yang dimiliki oleh manusia. Pengetahuan sangatlah penting karena
mempengaruhi intelegensi/kecerdasan seseorang. Pengetahuan dapat kita
simpan dalam bentuk buku, teknologi, praktik, dan tradisi dan
pengetahuan yang disimpan tersebut dapat mengalami transformasi jika
digunakan sebagaimana mestinya. Pengetahuan sangat berpengaruh dan
memainkan peran penting dalam kehidupan dan perkembangan individu,
masyarakat, atau organisasi.7
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil “tahu” dari pengindraan
manusia terhadap suatu obyek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang7

2.1.2. Tingkat Pengetahuan7


Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa
adanya. Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan
mengenali atau mengingat kembali halhal atau keterangan yang
pernah berhasil dihimpun atau dikenali (recall of facts).
2. Memahami (comprehension)
Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding)
tentang hal yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal

5
yang bersangkutan maka juga sudah mampu mengenali hal tadi
meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini
misalnya kemampuan menterjemahkan, menginterpretasikan,
menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.
3. Menerapkan (application)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang
sudah di pahami ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai.
4. Analisa (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi
rincian yang terdiri unsur-unsur atau komponen-komponen yang
berhubungan antara yang satu dengan lainnya dalam suatu bentuk
susunan berarti.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali
bagian-bagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan
yang mengandung arti tertentu.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal
yang bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya,
sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang
hal yang sedang dinilainya.

2.1.3. Cara-cara Memperoleh Pengetahuan7


Ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:
1. Cara Coba-Salah (trial and error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba lagi dengan
kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba
kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat

6
dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba)
and error (gagal atau salah) atau metode cobasalah (coba-coba).
2. Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja
oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan
enzim urease oleh Summers pada tahun 1926. Pada suatu hari Summers
sedang bekerja dengan ekstrak acetone, dan karena terburu-buru ingin
bermain tennis, maka ekstrak acetone tersebut disimpan di dalam
kulkas. Keesokan harinya ketika ingin meneruskan percobaannya,
ternyata ekstrak acetone yang disimpan didalam kulkas tersebut timbul
kristal-kristal yang kemudian disebut enzim urease.
3. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-
kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya, dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh
berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas
pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu
pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu
menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta
empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan
karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa
yang dikemukakannya adalah benar.
4. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah
ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh pengetahuan.

7
5. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia
pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain,
dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
6. Cara Akal Sehat (common sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori
atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang
tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya,
atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya
berbuat salah. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang
berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah
merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan
anak.
7. Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”
atau lebih popular disebut metodologi penelitian.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan8

Menurut (Arikunto, 2013) adapun beberapa faktor yang


mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. Usia
Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir
seseorang, dimana seiring bertambahnya usia maka semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang. Setelah
melewati usia madya (40-60 tahun), daya tangkap dan pola pikir
seseorang akan semakin menurun.

b. Pendidikan
Tingkat kemampuan seseorang dalam memahami dan menyerap

8
pengetahuan yang telah diperolehnya dapat ditentukan dengan
tingkat pendidikan seseorang. Umumnya, pendidikan
mempengaruhi suatu proses pembelajaran, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik tingkat
pengetahuannya.

c. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu proses dimana dalam memperoleh


kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang telah di peroleh dalam memecahkan masalah
yang di hadapai saat masa lalu dan dapat digunakan dalam upaya
memperoleh pengetahuan.

d. Informasi
Seseorang yang berpendidikan rendah dapat meningkatkan
pengetahuannya dengan cara mendapatkan informasi yang baik
dan benar dari berbagai media seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah dan lain-lain.

e. Sosial budaya dan ekonomi

Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat


dapat meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, status ekonomi
juga dapat mempengaruhi pengetahuan dengan tersediannya
suatu fasilitas yang dibutuhkan oleh seseorang.

f. Lingkungan

lingkungan sangat berpengaruh dalam proses penyerapan


pengetahuan yang berada dalam suatu lingkungan. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi yang akan di respon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.

9
2.1.5 Pengukuran Pengetahuan8
Menurut (Arikunto, 2013), pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang akan diukur dari subjek atau responden ke dalam pengetahuan
yang ingin diukur dan disesuaikan dengan tingkatnya, adapun jenis
pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara
umum dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Pertanyaan subjektif
Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan esai
digunakan dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif dari penilai,
sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari waktu ke waktu.
b. Pertanyaan objektif
Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda, betul salah dan
pertanyaan menjodohkan dapat di nilai secara pas oleh penilai.
Menurut (Arikunto, 2010), pengukuran tingkat pengetahuan dapat
dikategorikan menjadi 3 yaitu sebagai berikut :
• Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100% dengan
benar dari total jawaban pertanyaan.
• Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75%
dengan benar dari total jawaban pertanyaan.
• Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari
total jawaban pertanyaan.

2.1.6 Kriteria Pengetahuan8

Menurut Arikunto (2013) pengetahuan seseorang dapat


diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

a) Pengetahuan Baik : 76% - 100%

b) Pengetahuan Cukup : 56% - 75%

c) Pengetahuan Kurang : <56%

10
2.2 Diare
2.2.1 Definisi Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.9
Diare adalah keadaan tidak normalnya pengeluaran feses yang ditandai
dengan peningkatan volume dan keenceran feses serta frekuensi buang air
besar lebih dari 3 kali sehari (pada neonatus lebih dari 4 kali sehari) dengan
atau tanpa lendir darah. Jenis diare ada dua, yaitu diare akut dan diare kronik.
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, sementara diare
kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.10

2.2.2 Etiologi Diare

Diare dapat disebabkan oleh karena inflamasi maupun non inflamasi.


Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah virus, bakteri, dan
parasit. Enteropatogen menimbulkan diare yang bersifat non inflamasi melalui
produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus,
perlekatan oleh parasit. Sedangkan diare yang bersifat inflamasi disebabkan
oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi
sitotoksin. 11

Etiologi diare akut dapat dihubungkan dengan bakteri, viral atau parasit
adalah sebagai berikut :

a. Bakteri
Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium
perfringens, Clostridium difficile, Escherichia coli, Plesiomonas
shigelloides, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio
cholerae, Vibrio parahaemolyticus, Yersinia enterocolitica.
b. Virus
Astroviruses, Caliciviruses, Norovirus, Enteric adenoviruses, Rotavirus,
Cytomegalovirus, Herpes simplex viruses.

11
c. Parasit
Balantidium coli, Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum,
Cyclospora cayetanensis, Encephalitozoon intestinalis, Entamoeba
histolytica, Enterocytozoon bieneusi, Giardia lamblia, Isospora belli,
Strongyloides stercoralis, Trichuris trichiura.

Diare juga dapat disebabkan oleh proses noninfeksi yaitu sebagai berikut :1

a. Defek Anatomik
Malrotasi, penyakit Hirschsprung, Short Bowel Syndrome, atrofi
microvillus, striktur.
b. Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase, malabsorsi glukosa-galaktosa, insuffisiensi
pancreas, fibrosis kistik, Sindrom Shwachman, cholestasis, Penyakit
Hartnup, Penyakit Celiac.
c. Endokrinopati
Thyrotoxicosis, Penyakit Addison, Sindrom Adrenogenital.
d. Keracunan
Logam berat, jamur.
e. Neoplasma
Neuroblastomas, feokromositomas, Sindrom Zollinger-Ellison,
f. Lain-Lain
Infeksi Nongastrointestinal, Alergi susu, Penyakit Crohn (regional
enteritis), Familial Dysautonomia, Penyakit defisiensi imun, Protein-
Losing Enteropati, Kolitis Ulseratif , Enteropatika Acrodermatitis,
Penyalahgunaan Laxative, Gangguan Motilitas, Pellagra (kekurangan
vitamin B kompleks).

Diare kronik atau persisten lebih dari 14 hari dapat karena :

(1) Agen infeksiosa seperti Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,


enteropatogenik Escherichia coli;

12
(2) Intoleransi Laktosa,
(3) Setiap enteropatogen yang menginfeksi pejamu yang
immunocompromised ; atau
(4) Gejala residual setelah kerusakan intestinal setelah infeksi akut.11,12

2.2.3 Epidemiologi Diare


Penyakit Diare merupakan penyakit endemis yang berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan masih menjadi penyumbang
angka kematian di Indonesia terutama pada balita. Diare masih menjadi salah
satu masalah kesehatan di Indonesia sebagai penyumbang angka kematian
terbanyak pada kelompok anak usia 29 hari – 11 bulan. Diare merupakan
penyakit tebanyak nomor 2 yang menyebabkan kematian pada anak di
Indonesia yaitu sebanyak 746 kematian terhitung pada tahun 2019. Angka
kesakitan diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan sebesar
6,8%. Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan
pada bayi sebesar 9%.3
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020, Sasaran pelayanan
penderita diare pada balita yang datang ke sarana Kesehatan ditargetkan oleh
program sebesar 20% dari perkiraan jumlah penderita diare pada balita.
Sedangkan sasaran pelayanan penderita diare pada semua umur ditargetkan
sebesar 10% dari perkiraan jumlah penderita diare semua umur. 13

13
Gambar 2.1 Cakupan Pelayanan Diare Balita Menurut Provinsi Tahun 2020

Pada tahun 2020 cakupan pelayanan penderita diare pada semua umur sebesar
44,4% dan pada balita sebesar 28,9% dari sasaran yang ditetapkan. Cakupan
Pelayanan Penderita Diare di Provinsi DKI Jakarta menduduki urutan ke 3
sebesar 42,7 %.13

2.2.4 Patomekanisme Diare12

Berdasarkan patomekanismenya, diare akut dibedakan menjadi 3 macam,


yaitu :

a. Diare Sekretorik
Diare yang terjadi akibat aktifnya enzim ademil siklase yang akan
mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenoise
monophosphate (cAMP). Akumulasi cAMP intraseluler menyebabkan

14
seksresi aktif air, ion klorida, natrium, kalium, dan bikarbonat ke
dalam lumen usus. Adenil siklase ini diaktifkan oleh toksin yang
dihasilkan dari miroorganisme, antara lain Vibrio Cholera,
Enterotoxigenic Eschericia Coli (ETEC), Shigella, Clostridium,
Salmonella, dan Campylobacter.
b. Diare Invasif
Diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam mukosa
usus sehingga terjadi kerusakkan mukosa usus. Diare invasif
disebabkan oleh virus (rotavirus), bakteri (shigella, salmonella,
campylobacter, Enter Invasive Eschericia Coli dan yersinia) atau
parasit (Amoeba). Diare invasif terdapat dalam 2 bentuk :
1. Diare non-dysentriform berupa diare yang tidak berdarah, biasa
nya disebabkan oleh rotavirus.
Pada diare yang disebabkan oleh rotavirus, sesudah masuk ke
dalam saluran cerna, virus akan berkembang biak dan masuk ke
dalam apikal usus halus menyebabkan kerusakkan pada bagian
apikal dari vili yang selanjutnya diganti oleh bagian kripta yang
belum matang (imatur, berbentuk kuboid atau gepeng). Sel yang
masih imatur ini tidak dapat berfungsi normal karena tidak dapat
menghasilkan enzim laktase. Diare yang disebabkan oleh
rotavirus paling sering terjadi pada anak usia <2th berupa diare
cair, muntah, disertai batuk dan pilek.
2. Diare dysentiform berupa diare berdarah yang biasanya
disebabkan oleh bakteri Shigella, Salmonella, dan EIEC. Pada
diare karena Shigella sesudah bakteri melewati barier asam
lambung, selanjutnya masuk kedalam usus halus dan toksin ini
merangsang enzim adenil siklase mengubah ATP menjadi cAMP
sehingga terjadi diare sekretorik. Bakteri ini akan sampai di kolon
karena peristaltik usu dan melakukan invasi membentuk
mikroulkus yang disertai dengan serbuan sel-sel radang PMN dan
menimbulkan BAB yang berlendir dan berdarah.

15
c. Diare Osmotik
Diare yang disebabkan oleh tekanan osmotik yang tinggi di dalam
lumen usus sehingga menarik cairan dari intraseluler ke dalam lumen
usus yang menimbulkan watery diarrhea. Diare osmotik paling sering
disebabkan oleh malabsorbsi karbohidrat. Laktosa akan diubah
menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase, kemudian
diabsorbsi di usus halus. Apabila terjadi defisiensi enzim laktase maka
akumulasi laktosa pada lumen usus akan menimbulkan osmotic
pressure yang tinggi sehingga terjadi diare.

2.2.5 Manifestasi Klinis14

Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu


makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan
elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar
cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut
kering.
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu
sendiri. Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam
menggambarkan kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologi yang
berbeda-beda :
a. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai
dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya
dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila intake makanan
kurang.
b. Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya
utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
c. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya
utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.

16
d. Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya
utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan
defisiensi mineral dan vitamin.
Tabel 2.1 Bentuk klinis Diare

2.2.6 Penegakan Diagnosis


a. Anamnesis
1) Riwayat diare sekarang:
a) Sudah berapa lama diare berlangsung
b) Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan
jumlah tinja
c) Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah
tidak)
d) Muntah (frekuensi dan jumlah)
e) Demam
f) Buang air kecil terakhir
g) Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun

17
h) Jumlah cairan yang masuk selama diare
i) Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan,
obat,oralit)
j) Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya
2) Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan
makanan yang tidak biasa.15

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu,
kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda
tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir
dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara objektif maupun subjektif: cara objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan saat diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) dan lainnya.
Penilaian derajat dehidrasi menurut IDAI (2004) dilakukan sesuai
dengan kriteria berikut :
2.2.6.1 Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
a) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b) Keadaan umum baik dan sadar
c) Tanda vital dalam batas normal
d) Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
e) Turgor abdomen baik, bising usus normal
f) Akral hangat
2.2.6.2 Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih
tanda tambahan

18
b) Keadaan umum gelisah dan cengeng
c) Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir kering
d) Turgor kurang
e) Akral hangat
2.2.6.3 Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih
tanda tambahan
b) Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c) Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata
tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
d) Turgor buruk
e) Akral dingin
f) Pasien harus rawat inap. 15
Penilaian derajat dehidrasi menurut WHO 10

19
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja
1) makroskopis : bau, warna, lendir, darah, konsistensi
2) mikroskopis : eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
3) kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
4) biakan dan uji sensitivitas 15

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari


pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung
leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik
infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus
diperiksa sesegera mungkin. Sensitivitas leukosit feses terhadap inflamasi
patogen (Salmonella, Shigella, dan Campylobacter) yang dideteksi dengan
kultur feses bervariasi dari 45%-95% tergantung dari jenis patogennya. 10

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan


cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,
kreatinin, analisa gas darah, dan pemeriksaan darah lengkap. 10

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan


lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi. 10

2.2.7 Tatalaksana
A. Terapi Cairan
Departemen Kesehatan menetapkan Lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat d rumah maupun di
rumah sakit :10

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

20
1. Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan
muntah

Diare karena virus tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat


pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit
dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih
mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko
terjadinya hipernatremia.

Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh
WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak : 10,14

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/Liter

Natrium 75

Klorida 65

Glucose, anhydrous 75

Kalium 20

Sitrat 10

Total Osmolalitas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru

a. Larutkan 1 bungkus oralit ke dalam 200 ml air matang


b. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan:
1) Untuk anak berumur < 1 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
2) Untuk anak 11 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
d) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.

21
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut10,14

Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa
pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi
dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan. Dalam jumlah yang sangat kecil
zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, antioksidan, kekebalan
seluler, serta nafsu makan, zinc juga memiliki peranan dalam system
kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh
terhadap infeksi.

Pemberian zinc pada diare dapat memperbaiki epitel saluran cerna


selama diare, serta meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush
border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan pathogen dari usus. Zinc diberikan selama 10 -14 hari berturut
meskipun anak telah sembuh dari diare, untuk bayi tablet zinc dapat
dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak – anak zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan ke dalam air matang. Dosis zinc :

• Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (½ tablet) per hari


• Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

3. ASI dan makanan tetap diteruskan10,14


Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang
hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan
nafsu makan menandakan fase kesembuhan.

4. Antibiotik jangan diberikan10

Kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian


antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare

22
karena akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile
yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Pemberian
antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap
antibiotic, resistensi terhadap antibiotic terjadi melalui mekanisme :
inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur
bakteri yang menjadi target antibiotic.

5. Nasihat pada ibu atau pengasuh10

Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau


minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik
dalam 3 hari.

Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat


beberapa pertimbangan terapi:

a. Terapi cairan dan elektrolit


b. Terapi diet
c. Terapi non spesifik dengan antidiare
d. Terapi spesifik dengan antimikroba

Pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu, dengan


terapi cairan dan elektrolit per-oral serta melanjutkan pemberian makanan,
sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan
terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan
elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.

Berdasarkan penilitian epidemiologis di Indonesia dan negara berkembang


lainnya diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya masih dalam
keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Dari 1000 kasus diare pada
anak, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang
dan 10 kasus dalam keadaan dehidrasi berat.

23
1. Dehidrasi Tanpa Dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT
diberikan 5-10mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu
umur <1th sebanyak 50-100mL, umur 1-5 th sebanyak 100-200 mL, dan
umur 5th keatas semaunya.
Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anak
lebih sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak
mendapat ASI eksklusif, beri larutan orait atau air matang sebagai
tambahan ASI dengan menggunakan sendok. Setelah diare berhenti,
lanutkan kembali ASI eksklusif pada anak, sesuai dengan umur anak. 10,14
2. Dehidrasi Ringan - Sedang

Rehidrasi pada dehidrasi ringan sedang dapat dilakukan dengan


pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat
diberikan secara intravena sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam. Penggantian
cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 5-
10ml/kgbb setiap diare atau muntah. Bila keadaan penderita membaik dan
dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan
memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan
diare tanpa dehidrasi.10

3. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk
bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh
(somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi)
memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan
parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 14 :
1. Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
2. Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2½ jam

24
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetessan IV
dapat dipercepat, setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar,
lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai.1,8,10,11

Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum
: biasanya sesudah 3-4jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak Tablet
Zinc ssuai dosis dan jadwal yang dianjurkan.

4. Pemilihan jenis cairan


Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat
dengan atau tanpa syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat
volume darahnya, serta memperbaiki renjatan hipovolemiknya. Cairan
Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan
dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi
kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk mencegah
hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai,
tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup. Jenis cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi
kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN
3B. Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 – 268 mmol/1
dengan Na berkisar 50 – 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare
anak dengan kolera atau tanpa kolera.10,14

A. Berikut ini adalah tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :

1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi14 :

RENCANA TERAPI A

UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH

(Pencegahan Dehidrasi)

25
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :

- Teruskan mengobati anak diare di rumah.


- Berikan terapi awal bila terkena diare.
MENERANGKAN LIMA CARA TERAPI DIARE DI RUMAH

1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA

- Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama


- Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang.
- Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif beri susu yang biasa diminum dan oralit
atau cairan tambahan seperti air matang.
- Berikan oralit hingga diare berhenti, bila muntah tunggu 10 menit, dan dilanjutkan
diberikan sedikit demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50 – 100 ml setiap BAB
- Umur > 1 tahun diberi 100 – 200 ml setiap BAB
- Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila :
- Telah diobati dengan rencana terapi B atau C
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare
memburuk
2. BERI TABLET ZINC

- Dosis zinc untuk anak-anak :


Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari.
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari.
- Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh
dari diare.
3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI

- Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat.
- Beri makanan kaya kalium seperti sari buah, pisang, air kelapa hijau
- Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi kecil (setiap 3 – 4 jam)
- Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama
2 minggu.

26
4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI.

5. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK


MEMBAIK DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SEBAGAI BERIKUT :

- Buang air besar lebih sering.


- Muntah terus-menerus.
- Rasa haus yang nyata.
- Makan atau minum sedikit.
- Demam.
- Tinja berdarah.

2. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Ringan-


Sedang14

RENCANA TERAPI B

UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH

(Pengobatan dehidrasi ringan-sedang)

Pada dehidrasi rinngan-sedang, Cairan Rehidrasi Oral diberikan dengan


pemantauan yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur
jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 3 jam pertama.

75 ml x Berat Badan Anak

Umur 4 bln 4-12 bln 12 bln-2th 2-5 thn

Berat badan < 6 Kg 6 - < 10 Kg 10 - < 12 Kg 12-19 Kg

Dalam ml 200-400 400-700 700-900 900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.

- Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral

27
➢ Berikan minum sedikit demi sedikit.
➢ Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi
oral pelan-pelan.
➢ Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta.
- Setelah 4 jam :
➢ Nilai ulang derajat dehidrasi anak.
➢ Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi.
➢ Mulai beri makan anak sedikit demi sedikit.
- Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
➢ Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di
rumah.
➢ Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan
dalam Rencana Terapi A.
➢ Jelaskan 5 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di
rumah.

28
3. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat 14

29
B. Terapi Medikamentosa

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian
besar diare infeksi disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan
tidak dapat dibunuh oleh antibiotik.10 Pemberian antibiotik dilakukan atas
indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.14

30
Antibiotika pada diare 10

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecillinam
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

2.2.8 Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti :

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).


b. Syok hipovolemik
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemeh,
bradikardi, perubahan pada EKG).
d. Hiponatremia
e. Hipoglikemia.
f. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
g. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik (bisa terjadi karena
hipoglikemi, hipernatremi, hiponatremi, hiperpireksia)
h. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan. 10,15

31
2.2.9 Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.15

2.2.10 Pencegahan
a. Upayakan ASI tetap diberikan.
b. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan.
c. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban.
d. Imunisasi campak.
e. Memberikan makanan penyapihan yang benar.
f. Penyediaan air minum yang bersih
g. Selalu memasak makanan.
h. Pemberian Probiotik (mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya
keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Mekanisme
probiotik dalam pencegahan diare melalui : perubahan lingkungan
mikrolumen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen
pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin terhadap mukosa
usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.
i. Pemberian prebiotic (bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi
bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi
dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan
kesehatan. 10,15

32
BAB III
PROFIL PUSKESMAS

3.1. Profil Puskesmas Kelurahan Duren Sawit


Kelurahan Duren Sawit terletak di selatan Kecamatan Duren Sawit Jakarta
Timur dan timur Jakarta. Kelurahan Duren Sawit merupakan salah satu dari 11
kelurahan, yang dibangun tahun 1984. Berdasarkan Keputusan Gubernur
KDKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 tentang Penyempurnaan Batas dan
Luas Wilayah sebagai Pelaksanaan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor
1251 tahun 1986 tentang Pemecahan, Penyatuan, Penetapan Batas, Perubahan
Nama Kelurahan yang kembar atau sama dan penetapan luas wilayah
kelurahan, maka Kelurahan Duren Sawit memliki luas wilayah 455,55 hektar
yang terbagi menjadi 17 RW dan 181 RT.

3.2. Visi
Menjadi Puskesmas yang mengutamakan kepuasan pelanggan dengan
pelayanan standard Mutu Internasional menuju tercapainya Duren Sawit
sebagai kota sehat.

3.3. Misi
i. Meningkatkan mutu pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan
pelanggan.
ii. Mengembangkan profesional SDM
iii. Mengembangkan sarana kesehatan puskesmas.
iv. Mewujudkan manajemen puskesmas kompak dan solid.
v. Mengkoordinasikan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan

3.4. Sumber Daya Manusia Puskesmas Kelurahan Duren Sawit


Jumlah pegawai di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit adalah sebanyak 20
orang dengan rincian sebagai berikut:
Dokter Umum : 2 orang

33
Dokter Gigi : 1 orang
Bidan : 4 orang
Perawat : 4 orang
Ahli Gizi : 1 orang
Tata usaha : 2 orang
Apoteker : 1 orang
Kebersihan : 2 orang
Kesehatan Lingkungan : 1 orang
Keamanan : 2 orang

3.5. Data Geografis dan Wilayah Cakupan PKL Duren Sawit


Luas wilayah Kelurahan Duren Sawit adalah 455,55 hektar dengan batas-
batas:
a. Sebelah Utara dibatasi: Jalan Raya Perumnas, Kelurahan Klender
b. Sebelah Selatan dibatasi: Kalimalang, Kelurahan Cipinang Melayu
c. Sebelah Timur dibatasi: Kali Buaran, Kel. Malaka Sari, Kel.
Pondok Kelapa
d. Sebelah Barat dibatasi : Jalan Basuki Rahmat, Kel. Pondok Bambu
Kali Sunter, Jalan PTB Duren Sawit

Gambar 3.1 Peta Wilayah Cakupan Puskesmas Kelurahan Duren Sawit

34
3.6. Sarana Pelayanan Kesehatan di Kelurahan Duren Sawit
RS Pemerintah :1
Puskesmas :2
Rumah Bersalin :0
Posyandu : 19
Posbindu : 17
Poslansia :2
Dokter Praktek : 10
Bidan Praktek :8
Apotek :4
Shinse :1
Akupunktur :1
Taman Gizi :1

35
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1.Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada
bayi/balita.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di wilayah poli Puskesmas Kelurahan Duren
Sawit dengan pengambilan data menggunakan kuesioner yang dilaksanakan
pada bulan Juni-Juli 2022

4.3 Populasi dan Subjek Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh Ibu yang memiliki
Bayi/Balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duren Sawit dan populasi
terjangkau adalah Ibu yang memiliki Bayi/Balita yang datang ke Poli
Puskesmas Kelurahan Duren Sawit.

4.4 Kriteria Subjek Penelitian

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Ibu yang memiliki Bayi/Balita yang pernah mengalami diare yang


datang berobat ke sarana pelayanan Kesehatan Puskesmas Kelurahan
Duren Sawit
2. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duren Sawit
3. Terdaftar di fasilitas kesehatan Puskesmas Kelurahan Duren Sawit

36
4.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Kuesioner data diri yang tidak lengkap
2. Ibu yang memiliki bayi/balita yang pernah mengalami diare yang
datang berobat ke sarana pelayanan Kesehatan Puskesmas Kelurahan
Duren Sawit namun tidak tinggal di wilayah setempat
3. Ibu tidak bersedia menjadi responden

4.5 Pengambilan dan Jumlah Sampel

Sampling didefinisikan sebagai kegiatan menyeleksi peserta


penelitian yang dijadikan sampel untuk mewakili populasi. Teknik yang
digunakan pada penelitian ini yaitu total sampling dimana seluruh jumlah
populasi dijadikan sampel karena jumlah populasi penelitian relatif kecil.
Sehingga ibu yang memiliki bayi/balita yang datang ke lokasi penelitian,
memenuhi kriteria, dan bersedia, akan diambil untuk dijadikan sampel.

4.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
1 Tingkat Suatu pemahaman yang telah Pertanyaan Kuesio 0 = baik (76- Ordinal
Pengetahuan didapatkan melalui proses dalam ner 100%)
pembelajaran mengenai bentuk
1 = cukup
penyakit diare diantaranya : kuesioner
(56-75%)
• Pengertian diare
2 = kurang
• Penyebab diare (<56%)
• Tanda dan gejala
• Dampak diare
• Pencegahan diare
• Penatalaksanaan diare
Karakteristik Responden dan Balita
1 Usia Ibu Usia responden yang dihitung Pengisian Kuesio 1 = <20 Ordinal
dari sejak lahir sampai sekarang kuesioner ner
2 = 21-35
3 = >35

37
2 Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang Pengisian Kuesio 1 = SD Ordinal
dicapai responden kuesioner ner
2 = SMP
3 = SMA
4 = S1/D3

3 Pekerjaan Aktivitas utama yang dilakukan Pengisian Kuesio 1 = tidak Nominal


responden guna kuesioner ner bekerja
mempertahankan kebutuhan
2=
hidupnya
bekerja
4 Usia Bayi/Balita Usia anak responden saat Pengisian Kuesion 1 = < 12 Ordinal
mengalami diare kuesioner er bulan
2 = 12 - 36
bulan
3 = > 36- 59
bulan
5 Jenis Kelamin Gender yang dibedakan secara Pengisian Kuesio 1= Nominal
fisik kuesioner ner perempuan
2=
Laki-laki

4.7 Instrumen Penelitian dan Jenis Data

4.7.1 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Surat pernyataan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian


(informed consent)
2. Kuesioner mengenai mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang diare
pada bayi dan balita yang sudah divalidasi sebelumnya.

4.7.2 Jenis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dari hasil pengisian lembar kusioner yang diberikan langsung
kepada responden saat penelitian.

38
Tabel 4.2 Uraian Kuesioner Penelitian

No Variabel Sub Variabel Jumlah Jumlah


Pertanyaan Kuesioner

1 Data terkait Pengetahuan


tingkat
pengetahuan • Definisi 1 1
dengan
diare pada • Penyebab 5 2,3,4,5,6
balita • Tanda dan
Gejala 2 7,8
• Dampak
3 9,10,11
• Pencegahan
• Penatalaksanaan 3 12,13,14

5 15,16,17,18,19,20

Total 19

4.8 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data oleh peneliti dilakukan bertahap dengan


melakukan pendekatan kepada lansia untuk mendapatkan persetujuan
menjadi responden, penandatanganan informed consent, pembagian
kuesioner, dan pengumpulan kembali kuesioner pada hari itu juga. Peneliti
melakukan pengecekan dan penilaian pada jawaban kuesioner yang telah
diisi oleh responden.

4.9 Pengolahan dan Analisis Data

4.9.1 Pengolahan data

Setelah data terkumpul, maka selanjutnya adalah pengolahan data yang


dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali kuesioner yang telah


dijawab oleh responden, dengan memperhatikan kelengkapan data
dan identitas responden serta memperhatikan kelengkapan jawaban.

39
2. Coding

Setelah data yang didapat diedit dan disunting, selanjutnya adalah


koding yang berupa pemberian kode berupa nomor pada lembaran
kuisioner untukmemudahkan pengelolaan data.
3. Entry

Hasil data yang telah di koding selanjutnya akan dimasukkan


kedalam “software” atau program komputer.
4. Cleaning

Ketika semua data telah dimasukkan ke dalam komputer,


selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan kembali untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving and analysis

Pada tahap terakhir ini akan dilakukan penyimpanan data dan


dianalisi. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis univariat untuk
melihat gambaran karakteristik yang meliputi usia ibu, pendidikan
ibu, pekerjaan ibu dan tingkat pengetahuan ibu mengenai diare pada
bayi/balita serta tabulasi silang antara pengetahuan dengan usia ibu,
pengetahuan dengan pendidikan ibu dan pengetahuan dengan
pekerjaan ibu di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duren Sawit.

4.9.2 Analisis data


Data diolah dan di analisa secara statistik deskriptif menggunakan
perangkat SPSS

4.10 Etika Penelitian


Peneliti akan melaksanakan etika-etika terkait penelitian sebagai berikut:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent dilakukan sebagai bentuk persetujuan responden
dengan peneliti, jika responden setuju dan bersedia maka responden
harus menandatangani lembar infomed consent dan jika menolak maka
peneliti tidak akan memaksa dan menghargai hak dari responden.

40
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Peneliti tidak mencantumkan nama responden di hasil data yang
akan disajikan nanti.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan responden terjamin hanya
akan diketahui oleh peneliti dan pembimbing.
4. Beneficence dan Maleficence
Penelitian yang dilakukan mengupayakan manfaat yang maksimal
dengan kerugian yang minimal. Peneliti mampu melaksanakan
penelitian yang memenuhi persyaratan ilmiah dan sekaligus mampu
menjaga kesejahteraan responden penelitian serta tidak mencelakakan
atau melakukan hal-hal yang merugikan.
5. Justice (Keadilan)
Semua responden akan diperlakukan secara adil dan baik selama
keikutseraan dalam penelitian tanpa ada diskriminasi.

4.11 Alur Penelitian

Persiapan Penelitian

Pemilihan Sampel

Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi

Memenuhi Kriteria

Pengolahan Data

Hasil

Gambar 4.1 Kerangka Konsep Penelitian

41
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Karakteristik Responden


a. Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia Ibu Frekuensi Presentase (%)


<20 2 2,8
20-35 49 68,1
>35 21 29,2
Total 72 100

Bedasarkan Tabel 5.1 didapatkan karakteristik responden dari


penelitian ini berjumlah 72 orang dimana Sebagian besar usia responden
20-35 tahun sebanyak 49 orang (68.1%) kemudian diikuti dengan usia
>35 tahun sebanyak 21 orang (29.2%) dan usia < 20 tahun sebanyak 2
orang (2,8%).

b. Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Ibu Frekuensi Presentase (%)


SD 7 9,7
SMP 23 31,8
SMA 33 45,8
S1/D3 9 12,5
Total 72 100

Berdasarkan tingkat pendidikan formal, karakteristik responden


terbagi menjadi lima kategori yaitu; tamat SD berjumlah 7 orang (9.7%),
tamat SMP berjumlah 23 orang (31,8%), tamat SMA berjumlah 33 orang
(45,8%), dan Tamat D3 atau S1 (Strata I) sejumlah 9 orang (12,5%).

42
c. Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Ibu Frekuensi Presentase (%)


Bekerja 22 30,6
Tidak Bekerja 50 69,4
Total 72 100

Berdasarkan tabel 5.3 distribusi frekuensi responden dari 72


responden didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja
yaitu sebanyak 50 orang (69,4%) dan yang bekerja yaitu sebanyak 22
orang (30,6%).

5.2. Deskripsi Karakteristik Balita


a. Usia Bayi dan Balita
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Bayi/Balita yang Mengalami Diare
Berdasarkan Usia
Usia Balita Frekuensi Presentase (%)
< 12 bulan 7 9,7
12-36 bulan 39 54,2
>36- 59 bulan 26 36,1
Total 72 100

Berdasarkan tabel 5.4 distribusi frekuensi balita yang mengalami


diare berdasarkan usia dari 72 responden adalah sebagian besar pada
usia balita 12-36 bulan sebanyak 39 orang (54,2%, diikuti dengan
usia >36-59 bulan sebanyak 26 orang (36,1%) kemudian usia < 12
bulan sebanyak 7 orang (9,7%).

Kejadian ini dapat terjadi karena pada kelompok bayi dan balita
merupakan yang lebih rentan terhadap penyakit infeksi, bahkan dapat
menderita sakit yang lebih berat. Pada kelompok ini juga mudah
mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya akibat terjadinya
malnutrisi dan juga dapat mengakibatkan kematian.16

43
Saat usia 1 - 3 tahun anak-anak masih sebagai konsumen pasif,
artinya mereka tinggal menerima apa saja yang disediakan orang
tuanya. Walau gigi-geligi sudah mulai tumbuh, namun belum dapat
digunakan untuk mengunyah makanan yang terlalu keras. Sehingga
makanan yang disajikan harus benar-benar lunak dan dimasak sampai
matang. Pada periode ini pemberian ASI tetap diteruskan sampai anak
berusia dua tahun. Meskipun jumlah ASI yang diproduksi sudah mulai
berkurang, ASI masih merupakan makanan sumber zat gizi berkualitas
tinggi.17

Konsumsi makanan pelengkap ASI, sekurang-kurangnya tiga


kali sehari dengan porsi separuh dari jumlah makanan orang dewasa. Di
samping itu ditambah dengan makanan selingan dua kali sehari.
Menyapih (menghentikan ASI) sebaiknya dilakukan bertahap dengan
mengurangi pemberian ASI sedikit demi sedikit. Kekebalan terhadap
diare ada yang diturunkan melalui ibu. Namun kekebalan ini hanya
bertahan dalam jangka waktu tertentu. Setelah anak berumur satu tahun
atau lebih, kekebalan itu sudah hilang sehingga kemungkinan untuk
menderita diare akibat infeksi lebih mudah. Para ahli memikirkan
vaksin, tetapi kurang efektif karena hanya bisa bertahan tiga bulan.17

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukardi, dkk (2016)


tentang Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare Balita
Umur 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Tahun 2016
bahwa distribusi berdasarkan usia balita dari 34 balita yang terbanyak
adalah usia 24-41 bulan yaitu 19 orang (55,9%), kemudian di ikuti
dengan usia 6-23 bulan sebanyak 11 orang (32,4%) dan usia 42-59
bulan sebanyak 4 orang (11,8%).18

44
b. Jenis Kelamin Balita
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Balita yang Mengalami Diare
Berdasarkan Jenis Kelamin
Usia Balita Frekuensi Presentase (%)
Perempuan 42 58,3
Laki-laki 30 41,7
Total 72 100

Berdasarkan tabel 5.5 distribusi frekuensi balita yang

mengalami diare di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit dari 72

responden yang diteliti berdasarkan jenis kelamin didapatkan

perempuan sebanyak 42 orang (58,3%) dan laki-laki sebanyak 30

orang (41,7%).

5.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Ibu


a. Pengetahuan Ibu tentang Diare pada Bayi dan Balita

Table 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu

Pengetahuan Frekuensi Presentase (%)


Baik 42 58,3
Cukup 25 34,7
Kurang 5 6,9
Total 72 100

Berdasarkan table 5.6 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu


dari 72 responden yang diteliti bahwa sebagian besar pengetahuan ibu
tentang diare adalah pengetahuan baik yaitu sebanyak 42 orang (58,3%)
diikuti dengan pengetahuan yang cukup sebanyak 25 orang (34,7%),
sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 5 orang (6,9%).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Malvin (2021) mengenai “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Diare pada
Balita di Kota Medan” yang menunjukkan distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan ibu terbanyak adalah berpengetahuan baik sebanyak 76

45
orang (76%), pengetahuan cukup sebanyak 22 orang (22%) dan
pengetahuan kurang sebanyak 2 orang (2%) dari total 100 responden.

b. Pengetahuan Berdasarkan Usia


Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan Usia Ibu
Usia Tingkat Pengetahuan Total
Ibu Baik Cukup Kurang
N % N % N % N %
<20 2 2,8 0 0 0 0 2 2,8
20-35 27 37,5 18 25 4 5,6 49 68,1
>35 13 18,1 7 9,7 1 1,4 21 29,2
Total 42 58,3 41 34,7 5 6,9 72 100

Berdasarkan tabel 5.7 distribusi frekuensi responden pada tingkat


pengetahuan ibu berdasarkan usia, dari 72 responden yang diteliti
didapatkan Sebagian besar tingkat pengetahuan baik pada usia 20-35
tahun sebanyak 27 orang (37,5%), dan pengetahuan baik pada usia > 35
tahun sebanyak 13 orang (18,1%), dan usia < 20 tahun sebanyak 2 orang
(2,8%).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Baekah (2016) tentang “Pengetahuan Ibu Tentang Diare pada Balita di
Puskesmas Sentolo 1 Kulon Progo Yogyakarta” yang memperoleh
distribusi frekuensi berdasarkan usia terbanyak terdapat pada kelompok
usia 20-35 tahun sebanyak 58 ribu orang (81,1%).20
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bartambah umur akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik dan bertambah18
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi kepercayaan
masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya dari pada orang yang
belum cukup tinggi kedewasaannya. Namun pada penelitian ini

46
menunjukkan tidak sejalan dengan teori di atas karena ibu memiliki
pengetahuan baik dan usia 20-35 tahun, akan tetapi masih banyak
memiliki balita yang mengalami diare, hal ini dapat di sebabkan oleh
faktor-faktor lain, seperti adanya budaya yang tidak sesuai dengan
cara penanganan diare, dapat disebabkan oleh factor yang mengasuh
balita yang mengalami diare tersebut bukan dari ibu nya sendiri, tapi
nenek nya atau pembantu nya dan dapat di sebabkan oleh pengalaman
ibu dalam menangani penyakit diare masih kurang.18
Pengetahuan baik dipengaruhi oleh informasi yang diterima atau
faktor pengalaman. faktor pengalaman merupakan salah satu cara pokok
manusia untuk mendapatkan pengetahuan. seseorang yang telah lama
hidup tentunya mengalami banyak hal dan memperoleh berbagai
informasi yang akan menambah pengetahuannya. Oleh sebab itu apabila
pengalaman seseorang masih kurang maka pengetahuan yang
didapatkanya pun akan kurang.18

c. Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan


Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan Pendidikan Ibu

Tingkat Tingkat Pengetahuan Total


Pendidikan Baik Cukup Kurang
N % N % N % N %
SD 2 2,8 2 42,9 3 4,2 7 9,7
SMP 12 16,7 9 12,5 2 2,8 23 31,9
SMA 21 55,4 12 16,7 0 0 33 45,8
S1/D3 7 9,7 2 2,8 0 0 9 12,5
Total 42 58,3 25 34,7 5 6,9 72 100

Berdasarkan tabel 5.8 distribusi frekuensi responden pada


tingkat pengetahuan ibu berdasarkan pendidikan dari 72 responden yang
diteliti mulai dari tingkat pendidikan SD, SMP, SMA dan Sarjana rata-

47
rata memiliki tingkat pengetahuan yang baik, yaitu pada tingkat
pendidikan sarjana sebanyak 7 orang (9,7%), pada tingkat SMA sebanyak
21 orang (55,4%), pada tingkat SMP sebanyak 12 (16,7%) dan pada
tingkat SD sebanyak 2 orang (2,8%). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Motto,dkk (2012) tentang Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Diare pada Anak di Puskesmas Bahu Manado bahwa distribusi
responden berdasarkan pendidikan mayoritas berpendidikan menengah
(SMA atau sederajat) yaitu sebanyak 49 orang (63,6%).21
Pendidikan dapat mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut rendah, maka
akan menghambat perkembangan sikap seseorang. Namun dalam
penelitian ini tingkat pendidikan sudah cukup tinggi akan tetapi kejadian
diare pada balita yang di miliki oleh responden masih banyak, hal ini
menujukkan tingkat pendidikan ibu bukan satu-satunya faktor yang
menyebabkan diare akan tetapi dapat di sebabkan faktor lain seperti
pencegahan atau penanganan diare yang masih salah atau kebiasaan ibu
yang masih memberi jajanan sembarangan pada anak nya. hal ini sejalan
dengan penelitian Hartini, dkk (2016), bahwa hasil penelitian
menunjukkan hubungan positif dan secara statistik signifikan antara
kebiasaan menyuapi anak di luar rumah dengan kejadian diare pada anak
balita. anak balita yang biasa disuapi diluar rumah memiliki resiko untuk
mengalami diare 10,26 kali lebih tinggi dari anak yang disuapi di dalam
rumah. hal ini dikarenakan makanan yang di luar rumah belum tentu
bersih karena dapat terkontaminasi sehingga tidak hygenis. Untuk
menghindari diare penyajian makanan harus memenuhi persyaratan
sanitasi, yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat
memenuhi selera makan.22

48
d. Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan Pekerjaan Ibu

Pekerjaan Tingkat Pengetahuan Total


Baik Cukup Kurang
N % N % N % N %
Bekerja 10 13,9 16 22,2 2 2,8 50 69,4
Tidak bekerja 32 44,4 9 12,5 3 4,2 22 30,6
Total 42 58,3 25 34,7 5 6,9 72 100

Berdasarkan tabel 5.9 distribusi frekuensi responden pada


tingkat pengetahuan ibu berdasarkan pekerjaan dari 72 responden yang
diteliti di dapatkan tingkat pengetahuan baik pada ibu yang bekerja
sebanyak 10 orang (13,9%) dan pada ibu yang tidak bekerja sebanyak 32
orang (44,4%).

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


tingkat pengetahuan seseorang, Menurut Notoatmojo (2005) dengan
adanya pekerjaan seseorang akan memerlukan banyak waktu dan
peralatan. Masyarakat yang sibuk hanya memiliki sedikit waktu untuk
memperoleh informasi, sehingga pengetahuan yang mereka peroleh
kemungkinan juga berkurang.18

Penelitian ini menunjukkan tidak sejalan dengan teori di atas


karena penelitian ini menyatakan ibu yang memiliki pengetahuan baik,
namun ibu tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga tersebut
masih banyak memiliki balita yang mengalami diare, hal ini dapat
disebabkan oleh faktor lain baik itu kebiasaan ibu yang masih memberi
jajanan sembarangan, fakor ibu yang masih salah dalam melakukan
tindakan dalam penatalaksanaan diare dan bahkan disebabkan oleh faktor
lingkungan yang kurang kurang baik. hal ini sejalan dengan penelitian
Palancoi (2014), bahwa hasil penelitian menunjukkan hubungan yang

49
signifikan antara lingkungan dengan kejadian diare pada balita dengan
niali p = 0,009 < 0,05. hal ini membuktikan bahwa lingkungan sangat
berpengaruh terhadap derajat kesehatan dan termasuk timbulnya
gangguan terhadap kehidupan manusia seperti penyakit diare. oleh karena
itu lingkungan harus selalu dalam keadaan sehat artinya kebersihan
lingkungan harus tetap dijaga.

5.4 Keterbatasan Penelitian

1. Secara teoritis banyak masalah yang harus diteliti dalam masalah


diare pada balita, tetapi karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana
penelitian, maka peneliti hanya meneliti satu variabel saja yaitu
tingkat pengetahuan ibu mengenai diare pada balita, dan faktor yang
mempengaruhi diare pada balita tidak diteliti.

2. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner


tertutup sehingga responden hanya bisa menjawab benar dan salah
sehingga jawaban responden belum bisa untuk mengukur
pengetahuan secara mendalam.

50
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang diare
pada bayi/balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Tahun 2022,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik ibu dari segi usia yaitu mayoritas
usia 20-35 tahun sebanyak 49 responden (68,1%), sedangkan dari segi
pendidikan responden dengan Pendidikan SMA atau sederajat yaitu sebanyak
33 orang (45,8%) dan dari segi pekerjaan ibu mayoritas ibu tidak bekerja
yaitu sebanyak 50 orang (69,4%).
2. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik bayi/balita yang pernah mengalami
diare dari segi usia yaitu mayoritas usia 12-36 bulan sebanyak orang (79,4%)
dan dari segi jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 56 orang (52,3%).
3. Hasil penelitian berdasarkan gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang diare
pada balita adalah mayoritas ibu berpengetahuan baik yaitu sebanyak 42
orang (58,3%).
4. Hasil penelitian berdasarkan tabulasi silang responden yang berpengetahuan
baik berdasarkan umur mayoritas pada umur ibu 20-35 tahun yaitu sebanyak
27 (37,5%) dari 72 responden, sedangkan responden terbanyak yang
berpengetahuan baik berdasarkan pendidikan yaitu pada ibu yang
berpendidikan SMA sebanyak 21 (29,2%) dan responden terbanyakk yang
berpengetahuan baik berdasarkna pekerjaan ibu yaitu ibu yang tidak bekerja
sebanyak 32 orang (44,4%)

51
6.2 Saran
a. Bagi Puskesmas

Dapat memberikan pendidikan/informasi mengenai diare yang terfokus


terutama pada usia 12-36 bulan, mengenai penyebab, pencegahan dan
komplikasi agar masyarakat lebih sadar akan bahaya diare.

b. Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan dapat memiliki perilaku yang baik sesuai


pengetahuan yang dimiliki dalam mencegah diare pada balita, sehingga
angka kejadian diare dapat berkurang.

c. Bagi peneliti

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan kuesioner agar


didapatkan data yang lebih mendalam dan peneliti dapat melakukan
penelitian selain gambaran pengetahuan saja, dapat ditambahkan
variabel lainnya bisa sikap, perilaku ibu dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi diare pada bayi/balita.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Cairo, S. B. et al. (2020) Geospatial Mapping of Pediatric Surgical


Capacity in North Kivu, Democratic Republic of Congo, World Journal of
Surgery. doi: 10.1007/s00268-020-05680-2
2. UNICEF (2018) ‘United Nations Inter-agency Group for Child Mortality
Estimation (UN IGME), ‘Levels & Trends in Child Mortality: Report
2018’, Estimates developed by the United Nations Inter-agency Group for
Child Mortality Estimation, pp. 1–44. Available at:
https://data.unicef.org/wp-content/uploads/2018/09/Un-Igme-Child-
Mortality-Report-2018.pd
3. Kementerian Kesehatan RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2019, Kementerian kesehatan republik indonesiaeementerian Kesehatan
republik indonesia.
4. Hiswani. (2003). Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan
Masyarakat Yang Kejadiaanya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi
Lingkungan. Diakses dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
hiswani7.pdf
5. Yunianingsih, Dwi. (2018) Perilaku Ibu Dalam Penanganan Pertama
Kasus Diare Pada Anak Di Rsi Kendal
6. Notoatmodjo, S., 2014, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta:
Rineka Cipta.
7. Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
8. Arikunto, S., (2013). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
9. Depkes RI. 2011. Target Tujuan Pembangunan MDGs. Direktorat
Jendral
10. Kesehatan Ibu dan Anak. JakartaUtami, N. and Luthfiana, N. (2016)
‘Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak’,
Majority, 5(4), pp. 101–106.

53
11. Subagyo B., Santoso NB. 2015. Diare Akut dalam buku ajar
Gastroenterologi Hepatologi, Jilid 1, edisi 1. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta, Hal 87 - 119.
12. Rusepno H dan Husein A. (1988). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
Infomedika. Jakarta.
13. Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2020.
14. Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta Hal.13 -32.
15. Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Salemba Medika. Jakarta, hal : 73 – 79.
16. Fitri, Shinta Milanda. 2017. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota
Tangerang Selatan. Jakarta; FKIK UIN Syarif Hidayatullah
17. Husaeni, Hermin. 2017. Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang
Penanganan Diare Pada Anak Di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar.
Media Neliti
18. Sukardi, dkk. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia
Tahun 2016. Poasia: FKM Universita Halu Oleo
19. Thanniel, Malvin. 2021. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Diare Pada Balita Di Kota Medan Tahun 2020. Medan: FK Universitas
Sumatera Utara
20. Baekah, Ismu Ayu Rohisul, 2016. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Diare pada Balita di Puskesmas Sentolo 1 Kulon Progo
Yogyakarta , Yogyakarta : Stikes Jendral A.Yani Yogyakarta.
21. Motto, Stephany Y, dkk. 2012. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang DIare
paada Anak di Puskesmas Bahu Manado. Manado: FK Universitas Sam
Ratulangi
22. Hartini, dkk. 2016. Hubungan Aantara Umur Anak Balita, Kebiasaan
Menyuapi Anak di Luar Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di

54
Kawasan Padat Penduduk Kalicode Kota Yogyakarta. Surakarta: FKM
Universitas Sebelas Maret Surakarta
23. Palancoi, Najmuddin Andi. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan dan
Lingkungan dengan Kejadian Diare Akut pada Anak di Kelurahan
Pabbundukang Kecamamtan Pangkajene Kabupaten Pangkep Vol. II no.2
Makassar: FIK UIN Alauddin Makassar

55
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :
Umur :
Alamat :

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai tujuan, manfaat,


prosedur, dan penjaminan kerahasiaan mengenai penelitian yang berjudul
“Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Diare pada Bayi/Balita di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Tahun 2022”. Oleh karena itu, tanpa adanya
paksaan dari pihak lain saya bersedia secara sukarela untuk menjadi responden
dalam penelitian ini, serta mengikuti semua proses yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.

Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 2022

Yang menyatakan

( )

56
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG


DIARE PADA BAYI/BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KELURAHAN DUREN SAWIT TAHUN 2022

Petunjuk pengisian

1. Isilah data diri dengan benar dan lengkap


2. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda benar
3. Bacalah pertanyaan dengan baik untuk menentukan jawaban yang
akan dipilih
4. Nomor responden (diisi peneliti)

A. Data demografi responden

Nama Ibu (inisial): .......................................


Umur: .......................................
Alamat: .......................................
Pendidikan: .......................................
Pekerjaan : .......................................
Nama Balita (Inisial) : .......................................
Usia : .......................................

Jenis Kelamin : .......................................


Usia anak saat diare ................... Tahun

57
B. Kuesioner tingkat pengetahuan

No Pertanyaan Benar Salah


1 Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal,
yang lebih encer dan frekuensi BAB lebih dari 3 kali
sehari.
2 Diare dapat disebabkan oleh makanan yang tertutup
penyajiannya.
3 Diare disebabkan karena kebersihan lingkungan
yang tidak sehat,misalnya sumber air langsung dari
sungai.
4 Air sungai dapat digunakan untuk membersihkan
alat-alat rumah tangga.
5 Penyakit diare banyak ditemukan pada balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama.
6 Penderita diare tidak dapat menyebarkan kuman
melalui kotoran (BAB).

7 Tanda dan gejala anak mengalami diare adalah


cengeng, gelisah dan nafsu makan menurun.

8 Anak yang mengalami diare menandakan anak


bertambah pintar dan bertambah besar.

9 Gangguan gizi akan terjadi pada balita yang


menderita diare apabila terjadi perubahan pola
makan (nafsu makan menurun / menolak untuk
makan).
10 Apabila pada anak diare terdapat darah dalam tinja
maka disebut disentri.

11 Balita yang menderita diare jika tidak ditangani


dengan baik maka tidak akan mengalami
kekurangan cairan (dehidrasi).
12 ASI dapat mencegah diare karena mengandung
antibodi yang memberikan perlindungan terhadap
penyakit diare.

58
13 Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan
sesudah makan dapat mencegah diare.

14 Membersihkan jamban/toilet secara teratur tidak


berperan dalam penurunan risiko penyakit diare.

15 Anak yang menderita diare harus diberikan minum


yang lebih banyak dari biasanya dan diberikan
sedikit demi sedikit.
16 Apabila anak diare maka makanan seperti
makanan yang berserat tidak boleh diberikan.
(seperti : brokoli, apel, wortel, bayam,dll)
17 Anak yang mengalami diare saat dirumah dapat
diberikan oralit, air tajin (air rebusan beras), kuah
sayur dan air matang.
18 Anak yang menderita diare sebaiknya diberikan
vitamin zink selama 10 hari.

19 Kondisi anak yang harus segera di bawa ke dokter,


jika anak mengalami demam terus-menerus, tidak
mau makan dan minum.

59
Lampiran 3 – Analisis Data menggunakan SPSS

60
61
62

Anda mungkin juga menyukai