Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dermatitis diaper ( DD ) adalah gangguan kulit yang paling umum pada

awal masa kanak-kanak. Dermatitis diaper merupakan iritan dermatitis yang

bukan hasil dari reaksi kekebalan, melainkan disebabkan kerusakan dan

peradangan langsung dari sel epidermis. Dermatits diaper merupakan gangguan

kulit pada bayi atau anak kecil, umumnya menyerang pada umur kurang dari dua

tahun, dan insiden tertinggi terjadi pada saat bayi mencapai 9-12 bulan. Meskipun

gangguan tersebut tidak mengancam jiwa, tetapi dapat mempengaruhi kualitas

kehidupan anak-anak. 1,2

Berkenaan dengan dermatitis diaper, banyak hal yang dapat

mempengaruhi besarnya peradangan, seperti lingkungan yang dapat

memperparah DD, termasuk pH kulit, urin, dan feses. Selain itu, faktor yang

dapat mempengaruhi DD adalah peningkatan hidrasi kulit, paparan iritasi kimia,

dan gesekan di bawah popok, memberikan kontribusi terhadap patogenesis iritasi

DD. Peningkatan hidrasi kulit berkembang dalam daerah yang ditutupi popok

disebabkan karena daerah tersebut merupakan lingkungan lembab yang tersumbat.

Daerah yang lembab tersebut akan meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan

gesekan dari popok, yang akan merusak fungsi barier kulit normal. 3

1
Kemampuan kulit sebagai barier untuk melindungi dan berfungsi sebagai

penghalang terhadap racun, organisme patogen. Ketidakmatangan, perubahan pH,

luka kulit atau penyakit dapat mengakibatkan gangguan dari fungsi barier. Kulit

bayi menyerap lebih banyak air, dan kehilangan lebih cepat daripada orang

dewasa. Sebaiknya penggantian popok setiap 3-4 jam, pada bayi. Pada dekade

terakhir ini, dermatitis diaper menurun sejalan dengan pemakaian popok super

absorben yang dapat secara cepat menyerap cairan dan mempertahankan pH kulit

bayi sehingga dapat terhindar dari DD. 4

Penelitian tentang kesehatan kulit bayi menunjukkan bahwa 1 dari 3 bayi

dan balita pernah mengalami ruam popok. DD juga menduduki posisi teratas dari

jumlah penyakit kulit pada bayi yang banyak ditangani rumah sakit sejak tahun

2005-2009. Fakta tersebut membuka mata kita bahwa kulit bayi memerlukan

perhatian ekstra karena fungsi kulit yang belum sempurna. Kejadian DD menurut

usia dan onset sangat bervariasi di seluruh dunia, terkait dengan perbedaan dalam

penggunaan popok, toilet training, dan kebersihan. Pada saat ini, para orang tua

sudah dapat mengobati ruam merah akibat popok secara kovservatif di rumah,

sehingga prevalensi yang tepat tidak dapat diketahui, tetapi diperkirakan bahwa

7% sampai 35% dari bayi yang dapat terkena DD. 1

Menurut CH Li, ZH Zue, dan YH Dai, bahwa terdapat 43,8% bayi terkena

dermatitis diaper dalam 6 minggu sebelum pendaftaran. Regresi logistik

multivariat dari analisis menunujukkan bahwa faktor risiko dermatitis diaper

menurun secara signifikan dengan makanan padat ( telur ), lokasi tempat tinggal,

2
dan frekuensi penggantian popok ( >6 ganti/hari). Diare merupakan faktor resiko

terbesar dari dermatitis diaper. 5

Pengetahuan pemakaian popok pada bayi di Indonesia teryata masih

rendah. Penelitian suatu populasi besar di Inggris 25% anak terkena DD.

Penelitian lain menyatakan bahwa 52% bayi dari prematur hingga anak di atas dua

tahun dapat terkena hal yang sama. Dermatitis diaper dapat menyebabkan

ketidanyamanan dari bayi dan kecemasan bagi orang tua serta dapat

mempengaruhi kesehatan. 6

Pada saat ini, orang tua lebih banyak menggunakan popok sekali pakai.

Dengan adanya kemajuan ini, dapat meningkatkan kerentan bayi terhadap

dermatitis diaper. Dengan adanya peningkatan kejadian DD, para orang tua kini

semakin menyadari bahwa menjaga kulit anak sama pentignya dengan menjaga

kesehatan anak, dengan diperlukannya perawatan sejak dini. Masih ada orang tua

was-was memakaikan bayinya popok sekali atau diapers. Sehingga, orang tua juga

mempertimbangkan kenyamanan anak dalam memilih popok. Kebanyakan orang

tua mengetahui bahwa bayi mereka terkena DD setelah mengetahui perubahan

pada bayi mereka yaitu dengan menemukan kulit yang ditutupi popok terlihat

ruam merah dan kotor. Penyembuhan yang lambat akan membuat peradangan

menjadi lebih parah. Pada daerah terkena ruam akan mengeluarkan darah

mengental, sehingga bayi akan menjerit dan menangis. Para orang tua, khususnya

para ibu akan merasa frustasi karena tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk

bayi mereka. 3,7

3
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Dermatitis Diaper Pada

Bayi di Puskesmas Kassi-Kassi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang dermatitis

diaper pada bayi di Puskersmas Kassi-Kassi.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang ruam popok atau

dermatitis diaper pada bayi di Puskersmas Kassi-Kassi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui prevalensi dermatitis diaper pada bayi di Puskesmas

Kassi-Kassi.

2) Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang pengertian dermatitis diaper

pada bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

3) Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang etiologi dermatitis diaper pada

bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

4) Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang patofisiologi dermatitis diaper

pada bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

4
5) Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang manifestasi klinis dermatitis

diaper pada bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

6) Untuk mengetahui pengetahuan ibu terhadap penanganan awal dermatitis

diaper pada bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

7) Untuk mengetahui pengetahuan ibu terhadap pencegahan dermatitis diaper

pada bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Bagi Penulis

Sebagai sarana bagi penulis untuk menerapkan ilmu dan teori yang telah

diperoleh selama mengikuti pendidikan.

2) Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan dan untuk menambah wawasan bagi Puskesmas

yang terkait yaitu Puskesmas Kassi-Kassi.

3) Bagi Masyarakat

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penelitian ini.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil “tahu”. Hal ini dapat terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dengan melalui panca

indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. 13

Pengetahuan juga merupakan segala sesuatu yang berkenaan dengan suatu

materi atau pelajaran. 9

2.1.2 Tingkat Pengetahuan 10

Pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif mempunyai 6

proses, meliputi :

1) Tahu (knowledge)

Tahu maksudnya dapat mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu merupakan rangsangan yang paling rendah dengan mengingat

kembali dengan sesuatu yang spesifik atau seluruh bagian seperti menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami (comprehension)

Memahami maksudnya dapat menjelaskan suatu objek dengan benar dan

dapat mempresentasikan materi dengan benar seperti menjelaskan, member

contoh, menyimpulkan, dan meramalkan.

6
3) Aplikasi/penerapan (application)

Aplikasi maksudnya dapat menerapkan pelajaran-pelajaran atau teori-teori

yang telah diketahui dalam kondisi yang sebnarnya seperti penggunaan hukum-

hukum, rumus, prinsip, dan metode.

4) Analisis (analysis)

Analisis maksudnya dapat menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen yang lebih kecil, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi dan masih terkait satu sama lain, seperti menggambarkan, memisahkan,

membuat bagan, dan membedakan.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis maksdunya dapat menciptakan atau menghubungkan bagian-bagian

yang lebih kecil menjadi suatu bentuk yang lebih besar atau keseluruhan yang

baru seperti menyusun, menyesuaikan, meringkas, dan dapat merencanakan.

6) Evaluasi (evaluation).

Evaluasi maksudnya dapat melakukan justifikasi atau penilaian terhadan

suatu objek atau suatu materi berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Factor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 10

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa factor, meliputi :

1) Informasi

Informasi berarti memberikan kabar atau suatu berita tentang suatu

informasi dengan melalui penyuluhan, media elektronik, majalan surat kabar, dan

sebagainya. Semakin banyak informasi yang diketahui maka semakin baik

pengetahuan yang dimiliki.

7
2) Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu hal atau suatu keadaan yang pernah dialami

seseorang dan akan menambah pengetahuan atau wawasan yang bersifat

nonformal.

3) Pendidikan

Pendidikan berupa suatu usaha untuk mendapatkan kepribadian dan

kemampuan di dalam maupun di laur sekolah yang berangsur seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar seseorang sehingga semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka makin mudah untuk menerima suatu informasi dan

pengetahuan menjadi lebih luas. Pengetahuan dikaitkan erat dengan pendidikan.

4) Sosial budaya dan Ekonomi

Kebiasaan baik ataupun buruk dan suatu tradisi yang dilakukan tanpa

melalui penalaran akan menambah pengetahuan walaupun tidak melakukan.

Status ekonomi juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk

kegiatan tertentu sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan.

5) Usia

Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambahnya usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan daya

pikirnya. Pada usia madya, seseorang akan lebih berperan aktif dalam masyarakat

dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakuakan persiapan demi suksenya

upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, dan akan lebih banyak mengguanakan

waktu untuk membaca, meningkatkan kemampuan intelektual, pemecahan

masalah, dan kemampuan verbal.

8
6) Cara Pengukuran dan Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara yang menyatakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari objek pengetahuan.

2.2 Dermatitis Diaper

2.2.2 Pengertian

Dermatitis diaper adalah jenis umum dermatitis antara bayi dan anak-anak

yang memakai popok. Ini mengacu pada inflamasi akut kulit yang terjadi di

wilayah yang dicakup oleh popok dan disebabkan oleh efek langsung memakai

popok atau sebagai akibat dari peningkatan pH kulit, kekurangan seng, terlalu

lama terkena uap air, dan iritan seperti urin dan feses. Kombinasi faktor-faktor ini

menyebabkan overhidrasi dari stratum korneum serta kimia dan abrasi mekanis,

yang membuat stratum korneum lebih rentan terhadap trauma dan gesekan

penetrasi iritasi dan mikroba. Selain itu, kehadiran mikroorganisme terutama

kandida memainkan peran sekunder dalam pengembangan DD. Biasanya puncak

terjadinya DD antara 6 dan 12 bulan serta dapat berlanjut meskipun popok tidak

lagi digunakan oleh anak-anak. Karena beberapa efek samping negatif seperti

sebagai iritasi, eritema, dan papula. 11,12,13

2.2.3 Etiologi

2.2.3.1 Kontak yang Lama dengan Popok yang Basah

Bila tidak segera diganti, popok yang basah akan membuat kulit bayi

menjadi overhidrasi (lembab). Di dalam urine, terdapat berbagai organisme,

diantaranya baktrium amoniageneses yang dapat mengubah urea menjadi Amonia

9
sehingga dapat meningkatkan pH pada permukaan bayi yang dapat berakibat kulit

akan lebih mudah dan sering diserang oleh kuman dan jamur. 14

2.2.3.2 Gesekan dan Iritasi

Gesekan dan iritasi menjadi dua factor yang penting sebagai penyebab

utama maupun sebagai faktor pencetus. Pada daerah yang ditutupi popok dan

sering basah ditambah dengan gesekan berulang pada pergerakan badan bayi akan

menambah pula frekuensi kontak antar kulit. Dermatitis ini biasa diakibatkan

karena iritasi bahan kimia khususnya oleh kotoran diare. 5,14,15

2.2.3.3 Infeksi

1) Infeksi jamur

Candida Albicans adalah penyebab umum dari dermatitis popok yang tidak

sembuh dan memerlu obat khusus untuk perawatannya. Jika bayi tidak mendapat

antibiotik, resiko terinfeksi jamur akan meningkat. 15

2) Infeksi Bakteri

Selain Candida Albicans terdapat pula Staphylococcus Aureus yang dapat

memperburuk keadaan infeksi pada daerah yang ditutupi popok. 15

2.2.4 Patogenesis

Istilah dermatitis diaper mengacu pada letusan multifaktorial di wilayah

popok dan tidak harus bingung dengan penyakit lain yang diperburuk oleh popok

atau terjadi pada distribusi yang sama. Faktor yang berkontribusi terhadap

dermatitis popok utama termasuk peningkatkan kelembaban kulit dan basah,

terciptanya lingkungan menjadi hangat dan lembab sehingga membuat kulit bayi

10
lebih rentan terhadap kerusakan dan lebih permeabel terhadap bahan kimia dan

enzim. 16

Gesekan juga mungkin memainkan peran yang merupakan faktor dominan

dapat memperburuk DD. Tinja enzim protease dan lipase dapat menyebabkan

iritasi langsung pada kulit dan dapat meningkat pada situasi alkaline. Akhirnya,

mikroorganisme, khususnya candida, tetapi juga staphylococcus,

Peptostreptococcus, Bacteroides, virus herpes, dan dermatofit dapat memperburuk

iritasi popok dermatitis. 15

2.2.5 Manifestasi Klinik

Umumnya dermatitis diaper yang sering ditemukan adalah iritan dermatitis

diaper. Iritan DD biasanya memberi gejala klinik bercak kemerahan, lembab, dan

kadang bersisik pada daerah bokong dan genetalia yang lebih menonjol. Kelainan

ini, dapat tidak bergejala sampai menimbulka rasa perih pada kelainan yang luas.

Pada DD Candida, ditandai dengan bercak kemerahan yang lebih terang dan

bintik-bintik yang dapat dijumpai di daerah selangkangan. Kadang dijumpai pula

bercak keputihan pada mukosa mulut. Hal ini biasanya dipicu oleh diare dan dapat

memperparah dermatitis yang telah ada. 2,15,17

Dermatitis diaper mempunyai manifestasi klinik berdasarkan

penyebabnya. Dermatitis diaper iritan merupakan dermatitis diaper yang paling

banyak dijumpai dan dapat terkena di segala usia. Gambaran klinis dapat terlihat

pada daerah popok yang cembung dan berkontak erat dengan popok, berupa ruam

merah yang basah, eritematous, kadang-kadang dijumpai skuama dan erosi. Selain

itu, terdapat dermatitis diaper kandida yang merupakan dermatitis popok kedua

11
yang paling banyak dijumpai. Lesi berupa plak eritema, berskuama, berbatas tegas

dan disertai lesi satelit. Kadang-kadang disertai dengan oral trush. 15,18

2.2.6 Penatalaksanaan

Penggunaan kortisteroid topikal selama ini merupakan pengobatan

standara untuk mengatasi inflamasi pada dermatitis karena efektif, mudah

digunakan, dapat ditoleransi pasien, kadang lebih murah, dan hasilnya lebih

baik/lebih cepat dibandingkan dengan anti-inflamasi topikal lainnya. Pada bayi

dan anak kecil sebaiknya diberikan kortikosteroid potensi rendah, kecuali bila

lesiny dapat diberikan potensi lebih kuat dalam jangka waktu pendek, kemudian

diturunkan potensinya. 19

Apabila sudah terinfeksi oleh Staphylococcus aureus yang dapat

menghasilkan eksotoksin yang bersifat sebagai superantigen. Bila terdapat tanda

infeksi bacterial, dapat diberikan antibiotic sistemik terhadap stafilokokus seperti

sefalosporin atau penisilin. 20

Penanganan dermatitis popok tergatung dari keparahan dan penyebabnya.

Dermatitis popok pada tingkat sedang hingga berat biasanya memerlukan terapi

antifugal (antijamur) topical serta mengkombinasikan dengan korikosteroid

topikal. Penggunaan popok sekali pakai, terutama popok yang mengangdung

absorban gelling material akan mengurangi keparahan penyakit. Frekuensi

penggantian popok juga harus selalu diperhatikan agak daerah popok tetap kering

dan tidak memperparah penyakit. Pembersihan daerah popok akibat feses harus

dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pertahan kulit akibat gesekan. 15,17

Penatalaksaan untuk dermatitis diaper terbagi menjadi dua cara yaitu :

12
2.2.6.1 Non medikamentosa

1) Air

Daerah popok dibiarkan terbuka selama mungkin agar tidak lembab,

misalnya pada bayi sedang tidur. 15,21

2) Barrier Ointment

Barrier ointment dapat dioleskan setiap kali popok diganti, seperti seng

oksida, petrolatum, preparat barrier non mediated. 15

3) Cleansing dan pengobatan anti-kandida

Daerah popok dibersihkan dengan kapar dan air hangat ataupun minyak

mineral dengan sangat hati-hati agar dapat menghindari terjadinya friksi. Bila

dijumpai oral trush, dapat diberikan anti-kandida dan nistatin oral. 15,18

4) Diaper (popok)

Penggantian diaper perlu diperhatikan. Popok harus selalu diganti sesering

mungkin bila telah kotor agar daerah popok tetap bersih. 15,21

5) Edukasi

Pengajaran atau pendekatan edukasi dapat diberikan kepada orang tua,

misalnya tentang pemakaian toilet training pada bayi, agar bayi tidak

membiasakan diri untuk mengguanakan popok. 21

2.2.6.2 Medikamentosa

1) Kortikosteroid topikal

Kortikosteroid topikal untuk dermatitis diaper yang dianjurkan adalah yang

berpotensi ringan ( misalnya krim hidrokortison 1%-2,5%) dan umumnya diberi

jangka waktu 3-7 hari. 19,21

13
2) Anti-fungal

Anti jamur yang dapat digunakan berupa nistamin atau imidazol terbukti

aman dan efektif aman untuk pnegobatan. Klotrimazol dan Mikonazol juga dapat

digunakan. 18

3) Anti-bakterial

Bila ditemukan infeksi ataupun infeksi sekunder dari dermatitis popok,

dapat digunakan beberapa mikroba seperti benzalkoniun chlorida dan triklosan.


20,21

2.2.6 Pencegahan 15

Pencegahan dermatitis diaper dapat dilakukan dengan :

1) Menggunakan popok super-absorban

2) Membiarkan daerah popok tetap kering dengan frekuensi penggantian

popok atau perawatan minyak setiap 2 jam dan lebih sering pada bayi yang

terkena diare serta bayi yang baru lahir

3) Menghindari bahan iritan dari popok, membersihkan daerah popok dengan

air serta mencuci pakean dengan bersih dan dertenjen yang lembut

4) Menetapkan waktu dimana bayi tidak menggunakan popok dan

menggunakan pakean yang tidak mudah menimbulkan keringat

5) Gunakan topikal barier seperti zink oxide

14
2.3 Kerangka Teori

Kerangka teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Proses pengetahuan :
1.Tahu
2.Memahami
3.Aplikasi
4.Analisis
Dermatitis Diaper :
5.Sintesis
1.Pengertian
2.Etiologi
Pengetahuan 3.Patogenesis
4.Manifestasi klinik

Faktor –faktor yang 5.Penanganan awal

mempengaruhi pengetahuan 6.Pencegahan

1.Informasi

2.Pengalaman

3.Pendidikan

4.Sosial ekonomi

5.Usia

Gambar 1 : kerangka teori tingkat pengetahuan ibu tentang dermatitis diaper

pada bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

15
2.4 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kerangka konsep dengan judul

penelitian “Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Dermatitis Diaper pada Bayi di

Puskesmas Kassi-Kassi” diuraikan seperti berikut :

Pengertian
Baik
Etiologi
Gambaran pengetahuan Cukup
Patogenesis ibu tentang dermatitis
diaper pada bayi
Manifestasi Kurang
klinik

Penanganan
awal

Pencegahan

Keterangan :

= variabel yang diteliti

Gambar 2 : kerangka konsep tingkat pengetahuan ibu tentang dermatitis diaper

pada bayi di Puskesmas Kassi-Kassi.

2.4 Defenisi Operasional

a. Pengetahuan adalah segala suatu yang diketahui oleh Ibu tentang

dermatitis diaper.

b. Dermatitis diaper adalah dermatitis atau kelainan kulit yang dapat

menimbulkan ruam merah akibat pengguanaan popok.

16
c. Digunakan kuisioner untuk mengetahui sejauh manakah tingkat

pengetahuan ibu tentang dermatitis diaper pada bayi.

d. Digunakan skala Guttman, yaitu pertanyaan Ya atau Tidak yang di beri

“score 1” bagi jawapan benar dan “score 0” bagi jawapan yang salah.

2.4 Kriteria Objektif

Berdasarkan tingkat pengetahuan, kriteria objektif dalam penelitian ini

adalah :

1. Baik apabila 76-100% pertanyaan benar di jawab oleh responden

2. Cukup apabila 56%-75% pertanyaan benar dijawab oleh responden

3. Kurang apabila <56% pertanyaan benar dijawab oleh responden

17
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang

bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan

informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai pengetahuan serta penelitian

diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam suatu

komunitas yaitu di kalangan ibu-ibu tentang dermatitis diaper pada bayi di

Puskesmas Kassi-Kassi 2014 berdasarkan pengukuran.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional study, yaitu

pengamatan dilakukan sekali ( pada saat penelitian itu dilaksanakan ).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini rencana dilaksanakan selama dua bulan yakni mulai bulan

April hingga bulan Mei 2014 bertempat di wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi.

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi selama periode pelaksanaan penelitian.

18
3.3.2 Sampel

Sesuai dengan rancangan penelitian, besar sampel untuk suatu populasi

dapat dihitung dengan rumus :

𝑁
n=
1+𝑁(𝑑)²

keterangan :

n = besar sampel

Z = besar populasi (100 orang)

d² = tingkat kepercayaan atau ketepatan absolute (0,05)

maka jumlah sampel :


𝑁
n = 1+𝑁(𝑑)²

100
n = 1+100(0,0025)

n = 80

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berkisar 80 orang sampel, ibu-

ibu yang akan mengisi kuesioner.

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik consecutive sampling dimana ibu-ibu yang memenuhi kriteria inklusi yang

dipilih sebagai sampel.

Untuk menghindari dari penyimpangan dari populasinya, sebelum

dilakukan pengambilan sampel, diperlukan penentan kriteria inklusi, maupun

kriteria ekslusi. Kriteria inklusi berupa ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

19
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Sedangkan kriteria ekslusi

berupa ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel.

3.3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eklusi

3.3.4.1 Kriteria Inklusi

1) Ibu-ibu yang sudah memilki bayi umur 0-12 bulan yang berada

di wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi

2) Sehat jasmani dan rohani

3) Dapat membaca dan menulis

4) Bersedia menjadi responden

3.3.4.2 Kriteria Eklusi

1) Responden yang mengundurkan diri pada saat pelaksaan penelitian.

3.3.5 Alat Penelitian

Prosedur pengumpulan data dalam penelitia ini adalah dengan

menggunakan angket berupa kuesioner berisi pertanyaan yang sudah tersusun

dengan baik yang dibagikan kepada responden. Kemudian responden tinggntal

memberikan tanda-tanda tertentu.

3.3.6 Jenis Data

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari

subject penelitian. Data primer yang dikumpulkan adalah data dari karateristik

responden dan data mengenai pengetahuan ibu tentang dermatitis diaper pada

bayi. Data karateristik responden meliputi identitas ibu dan bayi tersebut.

20
Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat tidak secara langsung dari

objek penelitian, melinkan berupa catatan, transkrip, buku, dan surat kabar.

3.3.7 Cara Kerja

Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Mei 2014 dengan mencari

sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang bersedia

mengikuti penelitian akan membuktikan kesanggupannya dengan mendatangani

informed concent. Peneliti akan membagikan kuesioner kepada responden yang

berisi beberapa pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang sudah disediakan

jawabannya yaitu benar dan salah sehingga responden tinggal memilih jawaban

tersebut sesuai denga keyakinannya. Jawaban benar dengan pernyataan positif dan

jawaban salah dengan pertanyaan negatif mendapatkan nilai 1. Jawaban salah

dengan pertanyaan positif dan jawaban benar dengan pertanyaan negatif akan

mendapatkan nilai 0.

3.3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data diperoleh dari jawaban kuesioner. Pengolahan data dilakukan

dengan menggunakan Microsoft Word 2007 dan Microsoft Excel 2007. Dalam

penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yaitu

menganalisis variable yang telah ada secara deskriptif dengan menghitung

distribusi dan persentase dari tiap variable dan menggunakan data kuatitatif

berupa score hasil pengisian kuisioner. Data ini akan diubah menjadi data

kualitatif yaitu baik, sedang, dan kurang.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

1. Shandmugsundaran L, Mahendra Gowda R.V. Development and

characterization of bamboo and organic cotton fiber blended baby diaper.

Indian Journal of Fiber and Textile Research 2010;35:201.

2. Wong DL, Hockenberry MJ, Perry SE, Lowdermilk DL, Wilson D.

Maternal child nursing care. 3rd ed.Mosby, 2007.

3. Ai-Lean Chew, Howard I. Maibach. Irritant Dermatitis. Berlin, Springer-

Verlag, 2006.

4. Coralyn L. Anatomic and phishyologic defferences new adhesives, diaper

dermatitis and IV infiltrates. Skin Science, 2012.

5. CH Li, ZH Zue, YH Dai. Diaper dermatitis : A survey of risk factor for

children aged 0-24 month in China. Journal of International Medical

Research 2012;40: 1753-1760.

6. Adalat S, Wall D. Diaper dermatitis frequency and contrubutory factor in

hospital attending children. Pediatr Dermatol 2007 ; 24: 483-488.

7. Angelique M. Diaper rash and compairing diaper choices. Real Diaper

News, 2005.

8. Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip

Dasar. Jakarta : PT Asdi Maahasatya.

9. Tim Penyusun Kamus Pusat. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: PT Balai Pustaka.

23
10. Notoadmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT

Rineka Cipta.

11. Friedlander S.F, Eichenfield L.F, Leyden J, Shu J, and M. Spellman M.C.

Diaper dermatitis: appropriate evaluation and optimal management

strategies. Medisys Health Communications, 2009:1-19.

12. Atherton D.J. A review of the pathophysiology prevention and treatment of

irritant diaper dermatitis. Current Medical Research and Opinion

2004;20:645–9.

13. Adam R. Skin care of the diaper area. Pediatr Dermatol 2008;25: 427–433.

14. Juniriana, Rita. 2007. Penyakit Balita dan Anak. PT Sunda Kelapa Pustaka,

Jakarta : PT Sunda Kelapa Pustaka.

15. Birol A. Diaper dermatitis In: Dermatoloji. Eds. Tüzün Y, Gürer MA,

Serdaroğlu S, Oğuz O, Aksungur VL. 3 th Ed. İstanbul, Nobel Tıp Kitabevi

2008;234-6.

16. Scheinfeld N. Diaper dermatitis: a review and brief survey of eruptions of

the diaper area. American Journal of Clinical Dermatology. 2005; 6: 273-81.

17. Silmiaty, I. 2012. Dermatitis Popok. Diakses pada tanggal 10 April 2012.

http://mitrakeluarga.com//.

18. Nield LS, Kamat D. Prevention, diagnosis, and management of diaper

dermatitis. Clin Pediatr 2007; 46: 480- 486. PMID: 17579099.

19. Bingham EA. Guidelines to management of atopic dermatitis. Dalam:

Harper J, Oranje A, Prose P (ed). Textbook of Pediatric Dermatology ed.

Vol. 1. Massachusetts : Black well Publ Inc ; 2006.h.259-75.

24
20. Leyung DYM, Eichhenfield LF, Boguniewicz. Atopic dermatitis. Dalam:

Freedberg IM, Elsen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (ed).

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine vol. 1,7 ed. New York;

McGraw Hill : 2008.h. 146-58.

21. Tanjung, C. 2012. Dermatitis Popok. Diakses pada tanggal 23 April 2012.

http://ocw.usu.ac.id//.

25

Anda mungkin juga menyukai