Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PENYAKIT

TINEA KRURIS TERHADAP ANGKA KEJADIAN PENYAKIT TINEA


KRURIS DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM REJOSO JOMBANG
JAWA TIMUR

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita


adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin1
Dermatofitosis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Di Indonesia
angka yang tepat, berapa sesungguhnya insidensi dermatofitosis belum ada. Di
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka
insidensi tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar
Indonesia lainnya. Diperkirakan insidensi penyakit ini cukup tinggi menyerang
masyarakat kita tanpa memandang golongan umur tertentu. Di daerah pedalaman
angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.3
Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang paling sering dijumpai, dimana
pada frekuesnsi bentuk klinis infeksi jamur superfisial dari 5 rumah sakit di Indonesia
periode 1997-2000 yang tertingi adalah tinea kruris sebaanyak 8143 penderita, tinea
korporis sebanyak 5721. Penderita, ptyriasis versikolor sebanyak 3837 penderita dan
kandidiasis sebanyak 2650 penderita (Amirudin, 2001)
Insidensi Tinea kruris cukup tinggi di Indonesia, bahkan di seluruh dunia,
karena menyerang masyarakat luas. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup 1
Dari data diatas, diketahui bahwa pada dasarnya setiap orang atau pelajar tahu
akan bahaya penyakit tinea kruris dan tingkah lakunya pun seharusnya sesuai dengan
pengetahuannya. Namun apakah tingkat pengetahuan dan sikapnya tersebut dapat
mempengaruhi santri dalam kegiatan sehari-hari. Maka, atas dasar tersebut penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “hubungan tingkat pengetahuan
santri tentang penyakit tinea kruris terhadap angka kejadian penyakit tinea kruris di
pondok pesantren darul ulum rejoso Jombang Jawa Timur”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan santri tentang penyakit Tinea
Cruris terhadap angka kejadian penyakit tinea kruris di Pondok Pesantren Darul
Ulum Rejoso Jombang Jawa Timur ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan santri tentang penyakit tinea


kruris terhadap angka kejadian penyakit tinea kruris di Pondok Pesantren Darul Ulum
Rejoso Jombang Jawa Timur .

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan santri tentang penyakit tinea


kruris di Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang Jawa Timur.

2. Mengidentifikasi gambaran sikap santri tentang dampak buruk tinea kruris di


Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang Jawa Timur.

3. Mengidentifikasi gambaran kebiasaan santri pada santri di Pesantren Darul Ulum


Rejoso Jombang Jawa Timur .
4. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan santri tentang penyakit
tinea kruris terhadap angka kejadian penyakit tinea kruris di pondok pesantren Darul
Ulum Rejoso Jombang Jawa Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi lembaga pendidikan

Memberi data untuk lembaga pendidikan mengenai tingkat pengetahuan, sikap


dan kebiasaan mahasiswa tentang tinea kruris sekaligus sebagai bahan untuk
menyukseskan kampanye kesehatan.

2. Bagi peneliti

Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan


kebiasaan santri di pesantren.

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan akan


bahaya tinea kruris bagi semua masyarakat baik remaja maupun yang sudah
dewasa. Penelitian ini juga dapat memberikan masukan bagi pemerintah
khususnya untuk pihak-pihak yang menangani masalah tinea kruris dan pihak-
pihak yang mendukung adanya program kesehatan di Indonesia. Hasil
penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai acuan untuk pengembangan
program kesehatan di Indonesia atau program-program yang ditujukan untuk
mengurangi angka kejadian tinea kruris yang semakin meningkat akhir-akhir
ini.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi

Pengetahuan diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah diberikan


sebelumnya. Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalu mata dan telinga 6
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan
manusia unttuk memahami suatu objek yang dihadapinya, hasil usaha manusia untuk
memahami objek tertentu 5
2.1.2 Tingkatan pengetahuan
Menurut 6 ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :
a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima dengan cara
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar


tentang objek yang diketahui dan dpat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar.

c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam


komponen – komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih
ada kaitannya antara satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan,
membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian


– bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun
formulasi yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi


penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang
sudah ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang materi yang
akan di ukur dari objek penelitian.

2.2 Sikap

2.2.1 Definisi

Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui
pengalaman yang yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon
individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan denganya 11

2.2.2 Ciri – ciri sikap


a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah
pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang
mempermudah sikap pada orang itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah
senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan
jelas.
d. Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang
membedakan sikap dan kecakapan- kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang
dimiliki orang 4,7

2.2.3 Tingkatan sikap

1. Menerima (receiving), berarti bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan


stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding), berarti memberikan jawaban apabila ditanya,


mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau


mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang


telah dipilihnya dengan segala resiko. Tingkatan ini merupakan tingkatan sikap
yang paling tinggi.4

2.2.4 Pembentukan sikap


Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap
dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu. Dalam interaksi
sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan
yang lain. Melalui intraksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap objek psikologisyang dihadapinya (Azwar, 2007).
2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap 8 menyimpulkan bahwa faktor-faktor


yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman
pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi
atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri
individu;
a. Pengalaman pribadi
8
mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang
dengan suatu objek psikologis , cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap
objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi
dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan
menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara
lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan
pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang.
Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah
8
penguat (reinforcement) yang kita alami . Kebudayaan memberikan corak
pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan
garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
d. Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan
Iain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan
opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-
pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat eagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran
agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau
pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap
individu terhadap sesuatu hal.

2.3 Tinea kruris


2.3.1 Definisi
Tinea kruris merupakan salah satu bentuk mikosis superfisialis yang tergolong
ke dalam kelompok dermatofitosis. Istilah dermatofitosis didefinisikan sebagai
sebuah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis (epidermomikosis), rambut (trikomikosis), serta kuku
(onikomikosis). 2,9,10

Tinea kruris merupakaninfeksi dermatofit yang memgemai daerah lipat


paha,termasuk genitalia,daerah pubis,perineum dan perianal.16 sinonimnya ringworm
of the groin, eczema marginatum hebrae, jockey itch, dhobie itch, epidermofitosis
inguinale 15
2.3.2 Epidemiologi
Secara epidemiologis, tinea kruris merupakan penyakit dengan onset usia
dewasa dengan laki–laki lebih banyak menderitanya dibandingkan perempuan apabila
dilihat dari jenis kelaminnya. Secara demografis, jamur penyebab umumnya dapat
ditemukan pada seluruh belahan dunia. Pada negara berkembang, umumnya
dermatofitosis disebabkan oleh T.rubrum, yang terutama ditemukan pada wilayah
Asia Tenggara, Australia, dan Afrika Barat. 9

2.3.5 Etiologi
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita
adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. 1

dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus,
yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.1

Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum,


namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum 15,16,17

2.3.6 Patogenesa
Jika kulit pejamu diinokulasi pada kondisi yang sesuai, timbul beberapa
tingkatan dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi, periode refrakter dan
periode involusi, . selama fase awal (inkubasi) , terdapat organisme tetapi secara
klinis tenang , dimana periode inkubasi berlangsung 1 – 3 minggu. 16
Infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang cabangnya
didalamjaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
kemudian berdifusi ke epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi akibat
kerusakan keratinosit. Pertumbuhsn jamur dengan pola radial dalam stratum korneum
mengakibatkan timbulnya lesi sirsinar dengan memberikan batas yang jelas dan
meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit semula berupa bercak atau papil
bersisik yang berkembang menjadi suatu 14,15,16,18,19

2.3.7 Gejala Klinis


Gambaran klinis Tinea kruris khas, penderita merasa gatal hebat pada daerah
kruris. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Bila penyakit ini menjadi
menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan
iasanya akibat garukan.1,12,13

Berikut ini gambaran klinis dari Tinea kruris :

(Departemen Kesehatan Kulit & Kelamin FK Unair, 2009)

2.3.8 Diagnosa
Untuk menegakkan Tinea kruris, dibutuhkan penilaian asosiasi gambaran klinis
dengan uji diagnostik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Bahan yang
diperiksa berupa kerokan kulit. Bahan harus diperoleh sesteril mungkin untuk
menghindari pencemaran jamur lain. Kemudian bahan dapat dilakukan
pemeriksaan secara langsung maupun secara biakan 1.
Menurut Goedadi (2001) dan Nasution M.A. (2005), untuk mengetahui suatu
ruam yang disebabkan oleh infeksi jamur, biasanya kita lakukan pemeriksaan
kerokan dari tepi lesi yang meninggi atau aktif tersebut. Spesimen dari hasil
kerokan tersebut kita letakkan di atas deck glass dan ditetesi dengan larutan KOH
10-20 %. Kemudian kita tutup dengan object glass kemudian dipanaskan dengan
lampu Bunsen sebentar untuk memfiksasi, kemudian dilihat di bawah mikroskop
dengan pembesaran 40 kali. Pemeriksaan mikroskopik secara langsung
menunjukkan hifa yang bercabang atau artospora yang khas pada infeksi
dermatofita. Sedangkan untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada
jamur dilakukan pembiakan dengan media yang standar yaitu Sabouraud
Dextrose Agar (SDA). Kadang-kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah
kurang lebih dua minggu koloni daripada jamur mulai dapat kita baca secara
makroskopis.
2.3.9 Diagnosa Banding
Tinea kruris perlu dibedakan antara lain dengan intertrigo, eritrasma, dermatitis
seboroik, psoriasis, kandidiasis (Goedadi, 2001).

2.3.10 Penatalaksanaan
Terdapat banyak obat antijamur topikal untuk pengobatan infeksi dermatofit.
Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan
lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat, sulfur, dan sebagainya. Obat-obat
topikal ini bisa digunakan bila daerah yang terkena sedikit, tetapi bila infeksi jamur
meluas maka lebih baik menggunakan obat oral sistemik (Graham-Brown, 2002)

2.3.12 Pencegahan
Menurut Brooks (2001) dan Graham-Brown (2002), infeksi berulang pada
Tinea kruris dapat terjadi melalui proses autoinokulasi reservoir lain yang mungkin
ada di tangan dan kaki (Tinea pedis, Tinea unguium). Jamur diduga berpindah ke sela
paha melalui kuku jari-jari tangan yang dipakai menggaruk sela paha setelah
menggaruk kaki atau melalui handuk. Untuk mencegah infeksi berulang, daerah yang
terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar dari sumber-sumber infeksi serta
mencegah pemakaian peralatan mandi bersama-sama (Brooks, 2001).

2.3.13 Prognosa
Prognosis Tinea kruris akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan kulit selalu
dijaga (Siregar, 2004).
BAB 3

KERANGKA KONSEP

Pengetahuan

 Tingkat
Pengetahuan
 Sikap
Angka Kejadian
Tinea Cruris

Faktor – Faktor yang


mempengaruhi:

 Iklim
 Higiene
 Sumber
 Obat

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Kejadian Tinea cruris dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


Iklim,Higiene,Sumber,Obat.Dalam penelitian saya khusus mengamati
pengetahuan meliputi : Tingkat pengetahuan,Sikap.Pada penelitian ini akan
mengidetifikasi dan menganalisa hubungan tingkat pengetahuan santri
terhadap angka kejadian tinea cruris di pondok pesantren.
BAB 4

METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional yaitu penelitian


dimana peneliti mencoba mencari hubungan antar variabel, pada penelitian ini
dilakukan analisa terhadap data yang dikumpulkan, karena itu pada penelitian analitik
perlu dibuat hipotesis (Sastroasmoro-Ismail, 2010). Dengan desain penelitian cross
sectional adalah suatu penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko (variabel bebas) dan efek (variabel
tergantung) yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu dengan melakukan
pengukuran sesaat (Sastroasmoro-Ismail, 2010).

4.2 Populasi Dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh santri di Pondok Pesantren Darul Ulum


Rejoso Jombang th 2014. yang berjenis kelamin laki-laki. Total populasi santri di
Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang th 2014 berjumlah 300 mahasiswa,
yang terdiri dari 160 perempuan dan 140 laki-laki. Maka jumlah populasi pada
penelitian ini adalah 140 mahasiswa.

4.2.2 Sampel penelitian

Sampel dari penelitian ini adalah seluruh santri laki laki di Pondok Pesantren
Darul Ulum Rejoso Jombang th 2014 yang memenuhi kriteria.

1. Kriteria inklusi
Syarat responden yang diambil dalam penilitian ini adalah :

1. Seluruh santri di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang th 2014.

2. Santri yang berjenis kelamin laki-laki.

3. Santri yang bersedia menjadi responden.

4. Santri yang berada di tempat penelitian ketika dilakukan pengambilan data.

2. Kriteria eksklusi

Responden yang tidak diambil dalam penelitian ini adalah

1. Seluruh santri di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang th 2014


yang berjenis kelamin laki-laki yang tidak sakit atau tidak masuk saat peneliti
melakukan pendataan.

2. Santri yang tidak bersedia menjadi responden.

4.2.3 Besar sampel

Mengingat jumlah populasi yang terlalu sedikit, maka seluruh populasi


digunakan sebagai sampel penelitian (total sampling). Jadi besar sampel pada
penelitian ini berjumlah 140 mahasiswa (Sugiyono, 2011).

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan santri tentang
penyakit tinea cruris terhadap angka kejadian penyakit tinea cruris di Pondok
Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang th 2014.
4.3.2 Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah pengetahuan terhadap


penyakit tinea cruris santri remaja laki-laki di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso
Jombang th 2014.

4.3.3 Definisi operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Pengukuran Hasil Pengukuran Skala


Operasional Data
Tingkat Adalah Menggunakan seluruh jawaban Ordinal
Pengetahuan pengetahuan kuisioner yaitu dijumlahkan skornya
subyek setiap pertanyaan dan dikriteriakan
terhadap tinea terdapat pilihan sebagai berikut :
cruris, dampak jawaban. a. Tingkat
atau efek dari Penilaiannya pengetahuan
tinea cruris, adalah : baik adalah
kerugian dari apabila
a) Untuk
tinea cruris responden
pertanyaan
dan bahayanya mendapat nilai >
yang sesuai.
terhadap 75% dari
- Benar = 2
tubuh. seluruh skor
- Salah = 1
yang ada.
- Tidak tahu =0
b. Tingkat
b) Untuk
pengetahuan
pertanyaan
sedang adalah
yang tidak
apabila
sesuai.
responden
- Benar = 1
mendapat nilai
- Salah = 2
55-75% dari
- Tidak tahu =0
seluruh skor
yang ada.
c. Tingkat
pengetahuan
kurang apabila
responden
mendapat nilai <
55% dari
seluruh skor
yang ada.

Sikap Adalah suatu Menggunakan Seluruh jawaban Ordinal


bentuk respon kuisioner yaitu dijumlahkan skornya
dari responden setiap pertanyaan dan dikriteriakan
tentang segala terdapat pilihan sebagai berikut :
sesuatu jawaban. a. Sikap baik
tentang Penilaiannya adalah apabila
dampak buruk adalah : responden
tinea cruris. mendapat nilai >
a) Untuk
75% dari
pernyataan
seluruh skor
positif
yang ada.
 SS = 4 b. Sikap sedang
adalah apabila
 S =3 responden
mendapat nilai
 TS = 2 55-75% dari
 STS = 1 seluruh skor
yang ada.
b) Untuk c. Sikap kurang
pernyataan apabila
negatif responden
 SS = 1 mendapat nilai <
55% dari
 S =2 seluruh skor
 TS = 3 yang ada.

 STS = 4
Keterangan:
- SS = Sangat
Setuju
- S = Setuju
- TS = Tidak
Setuju
- STS = Sangat
Tidak Setuju
Kebiasaan santri Adalah Menggunakan Kriteria Kebiasaan Ordinal
seringnya kuisioner yaitu santri :
responden setiap pertanyaan
dalam sehari. terdapat pilihan - ringan: <10
Penelitian ini jawaban. - sedang: 10-20
dilakukan - berat: >20
dikelompok - Tidak menderita :
pesantren. remaja laki-laki
Maka pada yang tidak pernah
penelitian ini menderita.
diasumsikan
pada
penderita.
4.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat tulis dan
panduan wawancara dalam bentuk kuisioner.
4.5 Tempat dan Waktu Penelitian

4.5.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang


tahun 2014.
.

4.5.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014.

4.6 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder populasi, yang didapatkan dari bagian TU


Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang th 2014. Dan ditemukan
populasi sebesar 140 mahasiswa.

Penjaringan sampel sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (seleksi


sampel). Dengan menggunakan total sampling.

Wawancara terkontrol dengan santri Pondok Pesantren Darul


Ulum Rejoso Jombang th 2014.

dengan panduan kuisioner.

Pengolahan data dan Analisa data menggunakan uji korelasi


Spearman

Penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik

Gambar 4.1 Kerangka Operasional


4.7 Cara Analisa Data

Data dalam penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel. Sedangkan tehnik
analisa data primer dari penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman.

Anda mungkin juga menyukai