Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Mulut berfungsi sebagai "cermin kesehatan atau penyakit, sebagai sentinel


atau sistem peringatan dini, sebagai model yang dapat diakses untuk mempelajari
jaringan dan organ lain, dan sebagai sumber potensi patologi yang mempengaruhi
sistem dan organ lain."
Beberapa faktor sistemik diketahui berkontribusi terhadap penyakit atau
kondisi mulut, dan di antaranya adalah asupan obat-obatan. Reaksi obat yang
merugikan [ADR] didefinisikan oleh WHO sebagai respon terhadap obat yang
berbahaya dan tidak diinginkan, dan yang terjadi pada dosis yang biasanya
digunakan pada pria untuk profilaksis, diagnosis, terapi penyakit, atau untuk
modifikasi fungsi fisiologis.
Meskipun banyak ADR yang tidak serius dan hilang ketika obat dihentikan
atau dosis dikurangi, yang lain serius dan bertahan lebih lama. Oleh karena itu,
ADR adalah salah satu penyebab utama morbiditas, mortalitas dan meningkatnya
biaya rumah sakit. Patogenesis yang tepat dari reaksi samping oral yang terkait
dengan asupan obat tidak dipahami dengan baik, dan prevalensi tidak diketahui.
Mereka, bagaimanapun, diyakini sebagai fenomena yang relatif umum, meskipun
reaksi oral yang diinduksi obat sering dianggap oleh profesi kesehatan sebagai
keluhan yang sepele.
Penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan yang paling sering
menyebabkan efek samping obat yang merugikan adalah analgesik, agen anti-
infeksi, obat kardiovaskular, antikoagulan, obat penenang dan obat anti-
neoplastik.3 Karena banyak yang asimtomatik dan karena itu diyakini tidak
dilaporkan. Karena semakin banyak obat dipasarkan dan populasinya termasuk
semakin banyak lansia, jumlah resep obat juga diperkirakan akan meningkat.
Dengan demikian, dapat diprediksi bahwa terjadinya ADR, termasuk reaksi obat
oral [ODRs], akan terus meningkat.
ODR mempengaruhi membran mukosa mulut, produksi air liur, dan rasa.
Patogenesis reaksi ini, terutama yang mukosa, sebagian besar tidak diketahui dan
tampaknya melibatkan interaksi kompleks di antara obat-obatan yang
dipertanyakan.
Obat kardiovaskular [CVD] didefinisikan sebagai yang digunakan untuk
pengobatan hipertensi, penyakit jantung iskemik, gagal jantung kongestif dan /
atau aritmia.3 Karena penyakit kardiovaskular adalah kelompok gangguan medis
paling umum yang dihadapi dokter gigi, dan jumlah obat diresepkan untuk
mengelola kondisi ini mengejutkan. Ini dibenarkan menimbulkan kekhawatiran
dan kemungkinan kebingungan mengenai efek samping dan kemungkinan
interaksi obat dengan obat-obatan, dokter gigi mungkin menganggap perlu untuk
perawatan gigi.
Banyak sekali CVD memiliki potensi untuk menginduksi reaksi yang
merugikan di mulut dalam bentuk xerostomia, reaksi lichenoid, sensasi terbakar
mulut, kehilangan sensasi rasa, hiperplasia gingiva dan perdarahan, serta
manifestasi oral tambahan seperti sialadenosis, 5 reaksi merugikan tidak dapat
disembuhkan tetapi kita dapat melakukan upaya untuk mengobati atau
merumuskan perubahan yang diperlukan untuk mengurangi morbiditas yang
disebabkan oleh manifestasi oral, sehingga membantu pasien untuk menikmati
kehidupan sehari-harinya yang rutin.
Menurut data yang tersedia, sampai saat ini tidak banyak penelitian telah
dilakukan pada reaksi obat oral obat kardiovaskular. Jadi kami berusaha untuk
melakukan penelitian pada manifestasi oral dari obat yang digunakan untuk
pengobatan salah satu penyakit umum dan studi semacam itu memungkinkan
kami untuk memperoleh informasi tentang kejadian dan pola ODR yang diinduksi
oleh obat kardiovaskular pada populasi lokal. Evaluasi data serupa perlu diikuti
dengan penyebaran informasi kepada profesional perawatan kesehatan, yang dapat
membantu meningkatkan kualitas perawatan pasien dengan memastikan
penggunaan obat yang lebih aman.
Hipertensi didefinisikan dengan pembacaan tekanan darah melebihi ambang batas
yang membedakan individu yang berisiko hipertensi dan tidak berpotensi
hipertensi. Efek berkelanjutan dalam tekanan darah meningkatkan risiko
berbahaya, seperti stroke dan miokardia. Banyak penelitian yang berfokus pada
pencegahan primer dan pengendalian hipertensi di masa dewasa. Namun,
peningkatan insiden hipertensi pada kelompok usia muda telah menarik perhatian
pada keparahan penyakit dan komplikasi pada anak-anak dan remaja. Efek
hipertensi pada anak sangat tinggi karena banyak individu akhirnya dirujuk ke
perawatan medis karena masalah itu. Manajemen dan pemeriksaan pediatrik
dengan tekanan darah tinggi harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah gigi
karena meningkatnya insiden penyakit ini.

Prevalensi hipertensi pada anak-anak secara signifikan lebih rendah (1-3%).


Mayoritas anak-anak ini hanya memiliki sedikit peningkatan tekanan darah dan
termasuk dalam kategori hipertensi primer (esensial). Namun, ada kelompok-
kelompok kecil anak-anak dengan tekanan darah yang lebih tinggi, kebanyakan
dari mereka menderita hipertensi sekunder. Prevalensi hipertensi sekunder
persisten pada anak-anak adalah 0,1%, dan penyakit ginjal dominan dalam
kelompok ini, lebih dari 80% akan memiliki dasar penyakit ginjal.

Beberapa faktor yang diketahui terkait hipertensi pada orang dewasa juga
terkait dengan tingkat tekanan darah yang lebih tinggi pada anak-anak dan remaja.
Hubungan langsung antara berat badan dan tekanan darah telah dicatat selama 5
tahun baru-baru ini dan hubungan ini lebih menonjol dalam dua dekade terakhir.
Ketinggian dikaitkan dengan tekanan darah di segala usia. Jenis kelamin dan etnis
tidak mempengaruhi tekanan darah pada anak-anak juga pada orang dewasa.
Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan hipertensi pada anak-anak dan
remaja mulai dari fase prenatal sampai natal. Dalam prakteknya, dokter gigi harus
mengetahui kondisi umum termasuk tanda-tanda hipertensi. Oleh karena itu,
dokter gigi sudah sadar dalam merawat pasien dengan kemungkinan hipertensi
II. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari hipertensi ?
b. Apa saja manifestasi oral pasien hipertensi ?
c. Bagaimana manifestasi oral pasien hipertensi?
d. Bagaiman solusi pasien dengan manifestasi oral pada penderita
hipertensi ?
III. Tujuan
a. Mengetahui dan memahami definisi dari hipertensi.
b. Mengetahui dan memahami apas saja manifestasi oral pasien
hipertensi.
c. Mengetahui dan memahami manifestasi oral pasien hipertensi.
d. Mengatahui dan memahami solusi pasin dengan manifestasi oral
pada penderita hipertensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan dengan pembacaan tekanan darah melebihi ambang


batas yang membedakan individu yang berisiko hipertensi dan tidak berpotensi
hipertensi. Efek berkelanjutan dalam tekanan darah meningkatkan risiko
berbahaya, seperti stroke dan miokardia. Banyak penelitian yang berfokus pada
pencegahan primer dan pengendalian hipertensi di masa dewasa. Namun,
peningkatan insiden hipertensi pada kelompok usia muda telah menarik perhatian
pada keparahan penyakit dan komplikasi pada anak-anak dan remaja. Efek
hipertensi pada anak sangat tinggi karena banyak individu akhirnya dirujuk ke
perawatan medis karena masalah itu. Manajemen dan pemeriksaan pediatrik
dengan tekanan darah tinggi harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah gigi
karena meningkatnya insiden penyakit ini.

Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah strokedan


tuberculosis. Hipertensi adalah tekanan darah dimana tekanan sistoliklebih dari
140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanandarah tinggi
menjadi bermasalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten karena membuat
sistem sirkulasi dan organ yang mendapatsuplai darah (termasuk jantung dan
otak) menjadi tegang. (Palmer &William, 2007) Kejadian hipertensi di Indonesia
mencapai 31,7% daripenduduk dewasa. Prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan7,2%. Dari jumlah itu hanya sekitar 0,4% kasus yang meminum
obathipertensi untuk pengobatan. (Riskesdas, 2007) Kejadian hipertensi diJawa
Tengah mencapai 7,6% untuk kasus hipertensi yang berdasarkandiagnosis tenaga
kesehatan, 7,9% kasus berdasarkan minum obat dan37,0% kasus oleh tenaga
kesehatan berdasarkan hasil pengukuran tekanandarah. (Riskesdas, 2007)
Kejadian hipertensi untuk daerah KabupatenPekalongan yaitu 20,6% dari jumlah
masing-masing Kabupaten sebanyak2000 responden.
II. Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum terjadi.


Data dari National Health and Nutrition Examination (NHANES) menunjukkan bahwa
50 juta atau bahkan lebih penduduk Amerika mengalami tekanan darah tinggi.
Angka kejadian hipertensi di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang dan
sekitar 7,1 juta kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO, 2003
dan Chobanian et.al, 2004).

Dalam suatu data statistika di Amerika serikat pada populasi penderita dengan
risiko hipertensi dan penyakit jantung koroner, lebih banyak dialami oleh pria dari
pada wanita saat masih muda tetapi pada umur 45 sampai 54 tahun, prevalensi
hipertensi menjadi lebih meningkat pada wanita. Secara keseluruhan pada
penderita wanita prevalensi hipertensi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya usia, hanya sekitar 3% sampai 4 % wanita pada umur 35 tahun
yang menderita hipertensi, sementara >75% wanita menderita hipertensi pada
umur ≥ 75 tahun.

Di Indonesia, belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi hipertensi.


Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi di
Indonesia adalah 8,3%. Sedangkan dari survei faktor risiko penyakit
kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan
angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada
pria adalah 12,1% dan pada wanita angka prevalensinya 12,2% pada tahun 2000.
Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara
15%-20%.

III. Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dibagi menjadi dua kategori utama: hipertensi esensial dan primer
hipertensi sekunder.6,7 Kurangnya faktor penyebab yang dapat diidentifikasi
untuk tekanan darah tinggi dikenal sebagai hipertensi esensial atau primer,
yang membentuk ∼ 90% –95% dari semua kasus hipertensi. Hipertensi
sekunder, di mana ada penyebab yang dapat diidentifikasi, mempengaruhi 5%
-10% orang dewasa AS yang didiagnosis dengan hipertensi.6 Gangguan yang
terkait dengan hipertensi sekunder termasuk penyakit vaskular seperti
koarktasio aorta dan penyakit sistemik seperti Sindrom Cushing; apnea tidur
obstruktif; disfungsi medula adrenal; dan disfungsi hormonal, yaitu,
hiperaldosteronisme primer, pheochromocytoma, hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme, dan hipotiroidisme. Faktor-faktor lain yang berkontribusi
terhadap hipertensi termasuk penyalahgunaan zat, konsumsi alkohol,
penggunaan kontrasepsi, dan penyakit ginjal kronis.
IV. Obat Anti Hipertensi

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan hipertensi adalah substansial


dan mencakup berbagai kategori dalam hal fungsi dan tindakan mereka.
Mekanisme fisiologis / farmakologis dari tindakan sebagian besar obat
antihipertensi adalah melalui baroreseptor dan jalur adrenergik secara terpusat,
serta melalui jalur perifer melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron.8
Antihipertensi dapat diberikan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dari
dua atau lebih agen untuk mencapai target tekanan darah, 150/90 mmHg atau 130-
140/90 mmHg untuk individu dengan penyakit ginjal / diabetes sedang hingga
berat.9 Literatur menunjukkan hampir setara efek penurun tekanan darah dari
enam kelas utama agen antihipertensi saat digunakan sebagai monoterapi: diuretik
thiazide, beta-blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI), bloker
reseptor angiotensin II, calcium channel blockers (CCBs), dan alfa -2 blocker.
Dosis standar dari sebagian besar obat antihipertensi menurunkan tekanan darah
hingga 8–10 / 4-7 mmHg.10 Penyedia gigi harus terbiasa dengan obat yang
berpotensi mempengaruhi kontrol tekanan darah (Tabel 3), serta obat
antihipertensi yang biasa diresepkan, efek samping, dan interaksi obat-obat (Tabel
4). Kelompok antihipertensi utama dibahas pada bagian berikut. Diuretik
Dengan mengubah cara ginjal mengontrol natrium, diuretik meningkatkan
produksi urin dengan meningkatkan ekskresi natrium dan air dari tubuh,
menurunkan volume darah, dan oleh karena itu, menurunkan tekanan darah.8
Pengaturan natrium dan air ini terjadi pada berbagai segmen sistem tubular
ginjal.8 Diuretik yang digunakan dalam manajemen hipertensi termasuk loop,
tiazid, dan diuretik hemat kalium. Contoh diuretik yang umum digunakan
termasuk diuretik tipe tiazid seperti chlorthalidone, hydrochlorothiazide, dan
indapamide. Kelas diuretik lainnya termasuk loop diuretik (furosemide,
torsemide, bumetanide, dan ethacrynic acid) dan diuretik hemat kalium.

Tabel 4 Kelas obat antihipertensi umum, efek samping gigi, dan interaksi obat-
obat

Drug Class Dental Side Effects Common Drug Interactions

Beta-blockers Dry mouth,9 taste changes,2,9,11 lichenoid NSAIDs,9 epinephrine,9,11


reaction,2,9,11 local anesthetics,9
ACE inhibitors bronchodilators,9
Rash,8 dry cough,8 loss of taste,9 taste vasopressors22
changes,2,8,11,22 dry mouth,2,9 ulceration,9
Angiotensin II receptor NSAIDs9,11,22
angioedema,9,11 burning mouth,11 lichenoid
blockers
reactions,2 neutropenia → delayed healing,
Calcium channel Systemic antifungals,9
gingival bleeding,11
blockers sedatives9
Dry mouth,9 angioedema,8,9,11 sinusitis,9 taste
loss,9 cough8,9 Benzodiazepines,9
Alpha-blockers parenteral anesthetic
Gingival enlargement,2,9,11,22 dry mouth,9
Diuretics agents,9 aspirin,9,22 nsaids,9
altered taste,2,9 erythema multiforme22
erythromycin,11
Direct-acting clarithromycin,11 cyp-3a4
Dry mouth,9 taste changes11
vasodilators concentrations8
2,9,11 2,9,11,22
Dry mouth, lichenoid reaction,
NSAIDs,9,11,22 CNS
Central-acting agents altered taste
2
depressants,9 salicylates22
(acetazolamide)
Combined alpha/beta 9 9
NSAIDs,9,22 barbiturates,9
Facial flushing, gingival bleeding,
blockers 9 8,11
fluconazole9
infection, lupus-like oral/skin lesions,
lymphadenopathy11
NSAIDS,9,22 opioids9
Dry mouth,2,8,9,11 sedation,8 taste changes,9,11
linenoid reactions NSAIDS,9,22 sedatives,9

(methyldopa),2,22 parotid pain,9 opioids9


Taste changes11 epinephrine9

Epinephrine,11 NSAIDs11

(spironolactone, amiloride, triamterene, dan eplerenone) .8 Efek samping yang


terkait dengan kelas obat ini termasuk hipokalemia, hiperlipidemia, sembelit,
hiperglikemia, kram otot, sakit kepala, peningkatan keringat, penipisan volume
yang dapat menyebabkan haus ekstrim dan mulut kering, dan ortostatik hipotensi.
11 Ototoksisitas, kemungkinan besar terkait dengan penggunaan asam ethacrynic,
juga merupakan efek samping yang terkait. Ototoxicity paling sering terjadi pada
pengaturan pemberian intravena cepat dan paling tidak mungkin terjadi pemberian
oral; itu dapat bermanifestasi sebagai konstelasi gejala yang termasuk tinnitus,
gangguan pendengaran, tuli, vertigo, dan rasa kepenuhan di belakang telinga. Ini
adalah gejala yang mungkin ditularkan pasien ke dokter gigi mereka.12 Interaksi
obat-obat yang merugikan dengan diure tics biasanya terlihat dengan obat anti-
inflamasi nonsteroid (NSAID) (menghasilkan efek anti hipertensi yang menurun),
penggunaan barbiturat bersamaan (menghasilkan hipertensi ortostatik ), dan
peningkatan kadar flukonazol dan eritromisin plasma saat digunakan secara
bersamaan.

Beta-blocker
Beta-blocker adalah obat yang mengikat beta-adrenoceptors, mengurangi tingkat
dan kontraktilitas jantung 9 dan akhirnya mempengaruhi cardiac output.8 Beta-
blocker dibagi lagi menjadi dua subkelompok, beta-blocker kardioselektif dan non
selektif. Cardioselective beta-blocker bertindak pada reseptor beta-1, menghindari
reseptor beta-2 dari paru-paru dan sel otot polos pembuluh darah. Contohnya
termasuk metoprolol, atenolol, nebivolol, 8 dan bisoprolol. 11 Beta-blocker non-
selektif meliputi carvedilol, propranolol, nadolol, 8 dan sotalol. 11 Efek samping
yang umum termasuk bradikardia, hipotensi, pusing, sesak napas, dan kelelahan. 8
interaksi obat-obat dengan NSAID dapat menyebabkan penurunan efek anti
hipertensi. 11 Interaksi dengan anestesi lokal dapat menyebabkan penurunan laju
metabolisme amida ketika diambil bersamaan dengan beta-blocker.

ACE inhibitor ACEI berfungsi dengan menurunkan produksi angiotensin


II, meningkatkan kadar bradikinin, mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis,
dan mengurangi beban kerja jantung. 8 Obat yang biasa diresepkan termasuk
kaptopril, enalapril, lisinopril, benazepril, dan ramipril. 11 Efek merugikan dari
ACEI dapat menyebabkan batuk kering dan tidak produktif, angioedema,
hipotensi, sakit kepala, kelemahan, dan rasa tidak normal. 11 ACEI juga dapat
terlibat dalam cedera ginjal akut karena efeknya terhadap penurunan produksi
angiotensin II dan, pada intinya, menghasilkan penurunan kemampuan untuk
menyempitkan arteriol eferen. dan pertahankan filtrasi glomerular ketika perfusi
ginjal rendah. Pasien yang rentan termasuk mereka dengan stenosis arteri ginjal
bilateral atau stenosis unilateral dalam pengaturan satu ginjal. Pasien dengan
penurunan volume karena penurunan asupan melalui mulut dalam pengaturan
manipulasi gigi baru-baru ini, diare, atau asupan diuretik juga berpotensi
berisiko.12 Penggunaan siklosporin bersamaan dengan ACEI dapat berkontribusi
terhadap peningkatan risiko gagal ginjal akut, sementara penggunaan bersamaan
NSAID dapat menyebabkan efek antihipertensi serupa dengan yang terlihat
dengan beta-blocker; tetapi yang terakhir juga dapat menyebabkan peningkatan
risiko cedera ginjal akut, terutama pada pasien yang volume habis.11
Bloktor reseptor Angiotensin II Blocker reseptor Angiotensin II adalah kelompok
obat antihipertensi yang secara selektif menghambat angiotensin II melalui
penghambatan kompetitif dari reseptor angiotensin II. Ini menyebabkan respons
vasodilatasi pembuluh darah di glomerulus dan penurunan tekanan darah secara
bersamaan. Obat yang diresepkan dalam ini kategorinya adalah irbesartan,
candesartan, telmisartan, olmesartan, losartan, dan valsartan.13 Efek merugikan
hadir sama dengan ACEI; Namun, batuk dan angioedema secara signifikan
kurang.8 Losartan, karena hubungannya dengan sitokrom P450 sistem, berpotensi
untuk mengganggu obat lain, seperti cimetidine, flukonazol, indometasin,
fenobarbital, dan rifampin. Calcium channel blockers Antagonis saluran CCB atau
kalsium mengurangi resistensi vaskular melalui blokade kanal-L, yang
mengurangi kalsium intraseluler, menyebabkan vasodilatasi. Dengan memblokir
masuknya kalsium ke dalam sel, CCBs dapat merangsang relaksasi otot polos
pembuluh darah (vasodilatasi), selain memprovokasi efek ionotropik dan
chronotropic negatif. Hal ini menyebabkan penurunan kecepatan konduksi di
dalam jantung, terutama pada simpul atrioventrikular. Ada tiga kelas utama
CCBs.8 Yang paling umum digunakan adalah kelas selektif otot polos,
dihidropiridin. Obat kategori ini termasuk amlodipine, felodipine, nifedipine,
isradipine, nicardipine, dan nisoldipine.8 Nondihydropyridines termasuk
benzothiazepine dan phenylalkylamines. Verapamil, suatu diphenylalkylamine,
dan diltiazem, suatu benzothiazepine, digunakan untuk mengobati tekanan darah,
keduanya mempengaruhi sel-sel otot polos jantung dan vaskular.8 Reaksi yang
merugikan meliputi pembilasan, sakit kepala, pusing, hipotensi berlebihan,
takikardia refleks, dan edema perifer.8 Insiden hiperplasia gingiva dengan
penggunaan CCBs berkisar antara 1,7% hingga 38% . Nifedipine paling sering
dikaitkan dengan hiperplasia gingiva. Pembedahan dapat mengurangi gusi
berdarah yang menyakitkan, tetapi penghentian obat biasanya diperlukan untuk
menyelesaikan resolusi gejala. Interaksi obat-obat dapat dilihat ketika
menggabungkan CCB dan benzodiazepin, biasanya menghasilkan peningkatan
sedasi.11 Peningkatan kadar inhibitor kalsineurin seperti siklosporin atau
tacrolimus dapat terlihat ketika diambil bersamaan dengan CCBs, terutama
diltiazem dan verapamil. Obat-obatan seperti eritromisin, cimetidine, dan rifampin
juga dilaporkan meningkatkan dan / atau menurunkan kadar plasma CCBs.11

Alpha-blocker
Alpha-blocker atau antagonis alfa-adrenergik bekerja pada saraf otonom simpatis
yang menginervasi pembuluh darah dengan cara mengikat reseptor alfa-
adrenergik yang terletak pada sel otot polos pembuluh darah, sehingga
menurunkan resistensi vaskular perifer.8 Alpha-blocker dikategorikan sebagai
alpha yang tidak kompetitif dan kompetitif. -adrenoceptor blockers.8 Antagonis
non-selektif biasanya disediakan untuk digunakan dalam hipertensi emergensi
yang disebabkan oleh pheochromocytoma. Obat-obatan yang paling umum
diresepkan untuk pheochromocytoma adalah phenoxybenzamine dan
phentolamine.23 Selective alpha-blockers termasuk prazosin, terazosin, dan
doxazosin.8 Obat-obat ini paling sering digunakan dalam kombinasi dengan obat
lain karena hasil terapi yang lemah terkait dengan monoterapi.8 Obat-obat ini
sering hadir dengan berbagai efek samping, termasuk hipotensi ortostatik, pusing,
mual, muntah, dan hipertensi refleks.

V. Anatomi
Rongga Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri
atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara
gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut
yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di
sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga mulut terbentang
mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk oleh
palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada
uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga
mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior.
Rongga Mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari
2 bagian, yaitu:

1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung
dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat
kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.

Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
1. Palatum
a. Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan
tulang maksilaris.
Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae. (Swartz,
1989)
b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior
palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup
nasofaring selama menelan.

Gigi-geligi dan tulang palatum


2. Rongga mulut
a. Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong
dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot
pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses
mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi
retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulkan
pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah makanan
bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian
besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane
selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus
diuraikan sebelum dapat digunakan.
b. Tulang Alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal.
Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical
untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi
sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini.
Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi
resorbsi nyata dari tulang alveolar.

c. Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga
mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi,
ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang
disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang
terikat erat pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis
gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini
berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum
granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.
d. Ligamentum Periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak.
e. Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk
papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa
melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas
dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil
yang letaknya lebih ke pusat pulpa.
f. Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2
kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan
otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar
lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot
intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini
penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan
lidah diatur oleh saraf otak ke-12. Permukaan belakang lidah yang terlihat pada
saat seseorang membuka mulut ditutupi oleh selaput lendir yang mempunyai
tonjolan-tonjolan (papilla). Pada papilla ini terdapat alat pengecap (taste-bud)
untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung depan), dan pahit (di pangkal
lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-ujung saraf perasa yang
dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak termasuk salah
satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk sensasi
umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke-5.
Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat
terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah dengan
dasar mulut.

Gambar lidah dari atas


g. Kelenjar ludah. Terdiri dari:
1. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara proses mastoid
kiri dan kanan mandibularis.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar. Nervus fasial berjalan
melalui kelenjar ini.
Parotid gland terletak di belakang tulang rahang bawah di bawah daun telinga
dan mempunyai saluran yang bermuara di depan gigi geraham ke-2 atas.
Gondongeun atau parotitis epidemica merupakan penyakit infeksi virus yang
mengenai kelanjar ini.
2. Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian belakang.
3. Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar rongga mulut.

Gigi dan Komponennya


Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi
menjulang di atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di
bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam
pusat strukturnya terdapat rongga pulpa.

Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia


Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses alveolaris
maksila dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen ini didahului
oleh satu set sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul sekitar 7 bulan
setelah lahir dan lengkap pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan tanggal antara
umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh gigi permanen,
atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini berlangsung sekitar 12 tahun
sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan munculnya molar
ketiga atau gigi kebijakan. Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang
menonjol di atas gusi atau gingival, dan satu atau lebih akar gigi meruncing
yang tertanam di dalam lubang atau alveolus di dalam tulang maksila atau
mandibula. Batas antara mahkota dan akar gigi disebut leher atau serviks.
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi
seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi
b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham untuk
total keseluruhan 32 gigi.

Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan).


Mengunyah ialah menggigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan
bawah. Gerakan lidah dan pipi membantu dengan memindah-mindahkan
makanan linak ke palatum keras 18ensit gigi-gigi.
Makanan yang masuk kedalam mulut di potong menjadi bagian-bagian kecil
dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat
ditelan.

Komponen-komponen gigi meliputi:


a. Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih kebiruan
dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari beratnya adalah
mineral dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar. Matriks organic hanya
merupakan tidak lebih dari 1% massanya.
b. Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan.
Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang
ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan
sinyal rasa sakit itu ke otak.
Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak
kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras. Bahannya
20% organic dan 80% anorganik.
c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa merupakan
bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa mempunyai hubungan
dengan jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan demikian juga dengan
keseluruhan jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa,
jaringan periodontium juga akan terlibat. Demikian juga dengan perawatan
pulpa yang dilakukan, akan memengaruhi jaringan di sekitar gigi.
Bentuk kamar pulpa hampir menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi,
misalnya tanduk pulpa terletak di bawah tonjol gigi. Pada gigi dengan akar
lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa yang mempunyai pintu
masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke foramen apical
disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi, dengan kanal
samping yang beragam, selain kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan
(aksesori) yang ujungnya buntu, tidak bermuara ke jaringan periodontal. Bahan
dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan 19ensiti, yaitu:
- Glukosaminoglikan
- Glikoprotein
- Proteoglikan
- Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat.
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf. Pada
saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan saraf, yang
masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan yang teratur
serta menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa, masuk dari foramen
apical, tempat arteri dan vena masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan
jaringan limfe, jaringan saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen 19ensit.
d. Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang
sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih mirip
tulang dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks serat-serat
kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur. Bagian
servikal dan lapis tipis dekat dentin adalah sementum aselular. Sisanya adalah
sementum selular, dimana terkurung sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit,
dalam 20ensit dalam matriks.

VI. Patofisiologi Hipertensi

Pengendalian tekanan darah melibatkan sistem yang sangat kompleks


yaitu curah jantung dan tahanan perifer, yang meningkat secara mendadak
akibat adanya rangsang saraf adrenergik.
Barorefleks yang berfungsi untuk menurunkan resistensi vaskuler pada
orang normal, tidak berfungsi secara normal pada
penderita hipertensi. Sistem renin-angiotensin berperan serta dalam
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, zat aktif fisiologis yang
cepat diubah menjadi angiotensin II di paru oleh angiotensin converting
enzyme (ACE).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat yang merangsang pelepasan
aldosteron dari zona glomerulosa kelenjar adrenal sehingga menyebabkan
retensi natrium dan air yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Stimulasi sistem saraf simpatis dan disfungsi pembuluh darah
akan menyebabkan vasokonstriksi dan daya regang pembuluh darah
berkurang terutama pada lansia.14 Angka tekanan darah cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu perubahan dinding aorta dan pembuluh darah yang akan
meningkatkan beban kerja jantung, dan pada akhirnya akan mengakibatkan
penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha kompensasi/adaptasi.
Hipertrofi ventrikel yang terjadi merupakan suatu proses patologis, selain itu
adanya penurunan fungsi ginjal, sensitivitas terhadap asupan natrium,
disfungsi endotel, dan proses aterosklerosis akan mengakibatkan naiknya
tekanan darah pada lansia. Kecenderungan labilitas tekanan darah akibat
hipotensi postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20 mmHg atau
lebih yang terjadi akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri)
pada lansia, terjadi akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan
menurunnya volume plasma.

VII. Manifestasi Oral Pasien Hipertensi

VIII. Etiologi Manifestasi Oral Pasien Hipertensi

IX. Penatalaksanaan Manifestasi Oral Pasien Hipertensi


BAB III

LAPORAN KASUS

BAB IV
KESIMPULAN

REFERENSI
1. Louis F. Rose, Brian mealey, Laura minsk, Walter cohen. Oral care for patients with
cardiovascular disease and stroke. JADA 2002;133:37s-44s.(9)
2. Topel LA, Kragelund C, Reibel J, Nauntofte B, oral adverse Drug Reactions To
cardiovascular drugs. Crit Rev Oral Biol Med 2004;15(1):28-46.(1).
3. Daniel E. Becker. Cardiovascular Drugs: Implications for Dental Practice:Part2-
Antihyperlipidemics and Antithrombotics. Anesth Prog 2008; 55:49-56.(6)
4. Izzo, J.L. dan Henry R. B. Hypertension primer. 3rd ed. Texas: American Health
Association. 2003. P.258-9.
5. Akpunonu BE, Mulrow PJ, Hoffman EA. Secondary hypertension: evaluation and
treatment. Dis Mon. 1996;42(10):609–722.
6. Whalen K, Finkle R, Panavelil TA. Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology.
6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.
7. Whalen K, Finkle R, Panavelil TA. Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology.
6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015
8. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, et al. American Heart Association Statistics
Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart disease and stroke statistics –
2015 update: a report from the American Heart Association. Circulation.
2015;131(4):e29–e322.
9. Kasper DL, Harrison TR. Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York:
McGraw-Hill, Medical Pub. Division; 2005.
10. Li YR. Cardiovascular Diseases: From Molecular Pharmacology to Evidence-Based
Therapeutics. Hoboken: John Wiley and Sons, Inc.; 2015.
11. Brunton LL, Parker K, Blumenthal D, Buston L. Goodman and Gilman’s Manual of
Pharmacology and Therapeutics. 2nd ed. New York: McGrawHill; 2008.
12. Barreras A, Gurk-Turner C. Angiotensin II receptor blockers. Proc (Bayl Univ Med
Cent). 2003;16(1):123–126.

Anda mungkin juga menyukai