PENDAHULUAN
1
2
8
kapitis berdasarkan jenis kelamin sangat bervariasi, tergantung pada organisme penyebab.
Hasil penelitian penderita Dermatofitosis Superfisial yang berobat di poliklinik kulit dan
kelamin RSUD dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh Tahun 2012-2013 menunjukkan bahwa jenis
infeksi dermatofitosis superfisial yang paling banyak ditemukan adalah Tinea kruris (38,9%), dengan
kelompok usia 46-55 tahun 924,2%), pada jenis kelamin perempuan (57,1%), dengan pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga (37,4%).9
Industri adalah kegiatan ekonomi dengan memproses atau mengolah bahan-bahan atau barang
dengan menggunakan sarana dan peralatan, seperti mesin, untuk menghasilkan barang jadi atau jasa.
Dalam menjalankan suatu industri dibutuhkan suatu kegiatan produksi yang bertujuan menciptakan
barang yang akan ditawarkan atau didistribusikan kepada masyarakat luas.10
Industri terbagi menjadi dua, yaitu industri besar dan industri kecil. Industri kecil adalah
kegiatan industri yang dikerjakan di rumah-rumah penduduk yang pekerjanya merupakan anggota
keluarga sendiri yang tidak terikat jam kerja dan tempat. Industri kecil dapat juga diartikan sebagai
usaha produktif diluar usaha pertanian, baik itu sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan.
Salah satu contoh industri kecil adalah industri kecil tahu yang merupakan perusahaan perorangan
dengan bentuk usaha paling murah, sederhana dalam pengolahannya, serta usaha tersebut dimiliki
secara pribadi yang untung ruginya ditanggung pribadi.10
Lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dimana pekerja dengan hygiene buruk
sangat tinggi faktor resiko terjadinya tinea pedis dibandingkan dengan pekerja yang hygiene baik.11
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui pengetahuan penyakit dermatofitosis pada
pekerja tahu di Kota Banda Aceh Tahun 2017.
4
5
2.2 Dermatofitosis
2.2.1 Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.14 Dermatofitosis sering disebut
dengan tinea, ringworm, kurap atau herpes sirsinata.15 Dermatofita ialah jamur
yang menjadi parasit kulit, meliputi Microsporum, Epidermophyton, dan
Trichophyton. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. 14 Perbedaan
antara tiga genus, yaitu Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton ini
didasarkan pada tampilan spora dan hifa. Jamur Trichophyton rubrum merupakan
rata-rata penyebab infeksi di Indonesia.16
2.2.2 Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita terbagi
dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Hingga
kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 1 spesies
Epidermophyton, 5 spesies Microsporum, dan 11 spesies Trichophyton.4 Untuk
kepentingan klinis dan epidemologis, dermatofita yang menginfeksi manusia
dibagi berdasarkan tempat hidupnya, yaitu geofilik untuk jamur yang berasal dari
tanah antara lain M. Gypseum; golongan zoofilik berasal dari hewan, misalnya M.
Canis; antropofilik khusus untuk jamur yang bersumber dari manusia contohnya
T. rubrum.14
2.2.3 Klasifikasi dermatofitosis
Golongan jamur dermatofita dapat menyebabkan beberapa bentuk klinis
yang khas. Suatu jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang
berbeda, bergantung pada lokalisasi anatominya. Bentuk bentuk klinis tersebut
adalah tinea kapitis, tinea korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis, tinea
unguium, dan tinea imbrikata.14
2.2.5 Patogenesis
Penularan dermatofitosis dapat terjadi melalui 3 cara yaitu:4
a. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Penularan bisa di tularkan
secara langsung ataupun secara tidak langsung melalui udara sekitar rumah
sakit/ klinik, lantai kolam renang, dengan atau tanpa reaksi peradangan.
b. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Dapat di tularkan melalui kontak
langsung maupun tidak. Sumber penularan utama ialah anjing, kucing, sapi,
kuda dan mencit.
c. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadik menginfeksi
manusia dan menimbulkan reaksi radang.
2.2.6 Gejala Klinis
Tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut mempunyai
morfologi khas. Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas
macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif dari pada
bagian tengah sehingga kepustakaan lama menyebutkannya sebagai ekzema
marginatum yang mencerminkan deskripsi klinis lesi dermatofitosis.14
Gambaran klinis dermatofitosis yang bervariasi tidak hanya bergantung
pada spesies penyebab dan sistem imun penjamu namun juga pada adanya
keterlibatan folikel rambut. Bergantung pada berat ringannya reaksi radang dapat
dilihat berbagai macam lesi kulit.
Di bawah ini bentuk-bentuk klinis yang sering dilihat sesuai dengan
lokasinya.14
1. Tinea pedis (Athlete’s foot, ringworm of the foot, kutu air)
Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan
telapak kaki :
a. Tinea pedis yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Diantara jari
IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini
dapat meluas ke bawah jari dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena
daerah ini lembab, maka sering dilihat maserasi berupa kulit putih dan
rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit
yang baru, yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur. Bentuk
klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit
9
keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini
dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis,
limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas, yang disertai
gejala-gejala umum.
b. Bentuk lain ialah moccasin foot. Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi
sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema
biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Bersifat kronik
dan sering resisten pada pengobatan. Dibagian tepi lesi dapat pula dilihat
papul dan kadang-kadang vesikel.
c. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustule dan kadang- kadang
bula. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke
punggung kaki atau telapak kaki. Isi vesikel berupa cairan jernih yang
kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk
lingkaran yang disebut koleret.
d. Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang dalam kehidupan sehari-
harinya banyak bersepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan
para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah. Penderita biasanya
orang dewasa.
e. Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Klinis tampak bentuk
hiperkeratosis dan penebalan lipat. Semua bentuk kelainan di kaki dapat
terjadi pula pada tangan.
10
Biasanya daerah tengah lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan.
b. Pada tinea korporis yang menahun, biasanya tidak terlihat lagi tanda radang
akut.
c. Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentrium
ialah tinea imbrikata. Tinea imbrikata bentuk papul berwarna coklat. Bentuk
lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau
favus. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawah
kulit yang berwama merah kuning.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan:
Pendidikan
Pekerjaan
15
Tingkat pengetahuan:
Tahu
Memahami
Aplikasi
Analisis Penyakit
Dermatofitosis
Sintesis
Evaluasi
Pekerja Tahu
Dermatofitosis
Pengertian
Etiologi
Klasifikasi
Patogenesis
Gambaran Klinik
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
16
17
18
19
populasi pada pekerja tahu adalah berjumlah 26 orang, maka besar sampel
sebanyak 26 orang.
Pengolahan data
Analisis data
3. Suwita BM, Mulyadi CK dkk. 20\3ModuI Praktik Klinik llmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Makalah Presentasi Kasus Persiapan Tinea Fasialis.
FKUI.Jakarta.
7. Sondakh CEEJ., Pandaleke TA., Mawu FO. 2016. Profil Dermatofitosis di Poli
Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-
Desember 2013. Jurnal e- clinic (eCl) FK UNSRAT [Serial Online]. [Dikutip
21 juli 2016];4 (1): 1-6. Tersedia dari: Portal Garuda.
8. Sari AB, Widaty S dkk. 2012. Tinea Kapitis di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta Periode Tahun 2005- 2010. MDVI.
39 (3): 113-117.
10. Holle FR., Dewi RM. 2014. Pengembangan Industri Kecil Tahu pada Sentral
Industri Tahu dan Tempe Desa Sepande Kecamatan Candi Kabupaten
Sidoarjo. Jurnal Ilmiah.
11. Hakim MBI. 2014. Prevalensi dan Faktor Resiko Terjadinya Tinea Pedis pada
Pekerja Pabrik Tekstil. Jurnal Media Medika Muda.
23
24
14. Budimulja U, Widaty S. 2016. llmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7.
FKUI. Jakarta.
15. Saskia TI, Mutiara H. 2015. Infeksi Jamur pada Penderita Diabetes Melitus.
Majority. 4 (8): 69-74.
17. Sari SA.2010. Efek Antifungi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
Sabdariffa L) Terhadap Pertumbuhan Trichophyton rubrum in vitro [Skripsi].
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
18. Jawetz, Melnick, Adelberg. 2012. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. EGC.
Jakarta.
19. Brown RG., Bums T. 2005. Lecture Notes on Dermatologi. Edisi 8. Erlangga.
Jakarta.
20. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2012.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. McGraw-Hill. New York.