Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan pembungkus yang elastik dapat melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan.1 Kulit ialah lapisan terluar dari tubuh manusia, yang terdiri
dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan. 2 Penyakit kulit
yang disebabkan oleh jamur disebut dengan mikosis. Mikosis terbagi menjadi dua
bentuk yaitu mikosis profunda dan mikosis yang menyerang kulit, rambut, atau
kuku disebut dengan mikosis superfisialis. Mikosis superfisialis terbagi menjadi
dermatofitosis dan non dermatofitosis.3
Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit,
kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya
golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superfisial, infeksi kutan, dan infeksi
subkutan. Salah satu yang termasuk infeksi kutan adalah dermatofitosis. 1
Dermatofitosis ialah penyakit yang menyerang jaringan yang mengandung
keratin, yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofita.4
Angka kejadian Dermatofitosis yaitu mikosis superfisial lebih dari 20%
sampai 25% dari jumlah populasi. Menurut penelitian World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa infeksi dermatofit mengenai 20% penduduk di seluruh
dunia mengalami infeksi tinea kruris, tinea korporis, tinea pedis dan
onychomycosis.5 Pada penelitian yang dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP. Prof. Dr. D. Kandou Manado pada tahun 2012 sebanyak 65 kasus dari
4.023 kasus. Kejadian terbanyak dermatofitosis yaitu tinea kruris 36 kasus
(55,38%), tinea korporis 17 kasus (26,16%), tinea kapitis 6 kasus (9,23%), dan
tinea unguinum 4 kasus (6,15%), serta tinea barbae dan tinea pedis masing-
masing 1 kasus (1,54%).6
Hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP.
Prof. Dr. D. Kandou Manado pada tahun 2013 yaitu 153 (3,7%) kasus dari 4099
(100%) total kasus penyakit kulit. Angka kejadian tertinggi adalah kejadian tinea
kruris didapatkan 54 kasus.7 Tinea kapitis merupakan dermatofitosis yang paling
sering mengenai anak-anak terutama pada usia 3-7 tahun. Angka kejadian tinea

1
2
8
kapitis berdasarkan jenis kelamin sangat bervariasi, tergantung pada organisme penyebab.
Hasil penelitian penderita Dermatofitosis Superfisial yang berobat di poliklinik kulit dan
kelamin RSUD dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh Tahun 2012-2013 menunjukkan bahwa jenis
infeksi dermatofitosis superfisial yang paling banyak ditemukan adalah Tinea kruris (38,9%), dengan
kelompok usia 46-55 tahun 924,2%), pada jenis kelamin perempuan (57,1%), dengan pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga (37,4%).9
Industri adalah kegiatan ekonomi dengan memproses atau mengolah bahan-bahan atau barang
dengan menggunakan sarana dan peralatan, seperti mesin, untuk menghasilkan barang jadi atau jasa.
Dalam menjalankan suatu industri dibutuhkan suatu kegiatan produksi yang bertujuan menciptakan
barang yang akan ditawarkan atau didistribusikan kepada masyarakat luas.10
Industri terbagi menjadi dua, yaitu industri besar dan industri kecil. Industri kecil adalah
kegiatan industri yang dikerjakan di rumah-rumah penduduk yang pekerjanya merupakan anggota
keluarga sendiri yang tidak terikat jam kerja dan tempat. Industri kecil dapat juga diartikan sebagai
usaha produktif diluar usaha pertanian, baik itu sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan.
Salah satu contoh industri kecil adalah industri kecil tahu yang merupakan perusahaan perorangan
dengan bentuk usaha paling murah, sederhana dalam pengolahannya, serta usaha tersebut dimiliki
secara pribadi yang untung ruginya ditanggung pribadi.10
Lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dimana pekerja dengan hygiene buruk
sangat tinggi faktor resiko terjadinya tinea pedis dibandingkan dengan pekerja yang hygiene baik.11
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui pengetahuan penyakit dermatofitosis pada
pekerja tahu di Kota Banda Aceh Tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
’’Bagaimana Gambaran Pengetahuan Penyakit dermatofitosis pada Pekerja Tahu di Kota Banda Aceh
Tahun 2017.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran pengetahuan penyakit dermatofitosis pada pekerja tahu di Kota Banda
Aceh Tahun 2017?

1.4 Tujuan Penelitian


3
1.4.1 Tujuan Umum :
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan penyakit
dermatofitosis pada pekerja tahu di Kota Banda Aceh Tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tahu di Kota Banda Aceh tentang pengertian penyakit
Dermatofitosis.
2. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tahu di Kota Banda Aceh tentang penyebab penyakit
Dermatofitosis.
3. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tahu di Kota Banda Aceh tentang gejala penyakit
Dermatofitosis.
4. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tahu di Kota Banda Aceh tentang pencegahan penyakit
Dermatofitosis.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Pekerja Tahu di Kota Banda Aceh dibeberapa
pekerja pabrik tahu antara lain ialah pada pekerja pabrik tahu di Batoh, Ateuk Jawo, dan Setui.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan, pemahaman serta pengalaman khususnya dalam
bidang penelitian.
1.6.2 Bagi Instansi Pendidikan
Bagi instansi pendidikan kedokteran umum Universitas Abulyatama agar dapat dijadikan
sebagai bahan bacaan diperpustakaan guna untuk penambahan literatur.
1.6.3 Bagi Responden
Sebagai bahan masukan atau pengetahuan agar pekerja tahu kedepan lebih mengenal
dermatofitosis serta dapat mencegahnya.
1.6.4 Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan kajian/informasi lanjut dalam melakukan penelitian mengenai dermatofitosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan


2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan timbul karena adanya sifat ingin tahu yang merupakan salah
satu sifat yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Keingintahuan bermula
dari hal yang sangat sederhana, seperti ingin tahu tentang apa, di mana, kapan,
siapa. Tetapi keingintahuan bisa lebih kompleks dan lebih rumit bila ingin tahu
tentang bagaimana.12

2.1.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:13
a. Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang
yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
b. Pekerjaan
Dalam lingkungan kerja seseorang akan mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan yang baru, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
c. Umur
Bertambahnya umur seseorang maka akan terjadi perubahan pertumbuhan
bentuk fisik dan psikologis. Pada aspek psikologis terjadinya perubahan
mental dan cara berpikir seseorang yang semakin dewasa.
d. Minat
Suatu keinginan yang cenderung tinggi terhadap suatu hal yang akan
membuat seseorang mencoba hal yang baru.
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang
baik yang menyenangkan maupun sebaliknya.

4
5

f. Kebudayaan lingkungan sekitar


Lingkungan merupakan tempat yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan sikap seseorang.
g. Informasi
Informasi merupakan suatu pengetahuan yang baru didapatkan seseorang,
sehingga orang tersebut dapat memahami segala informasi yang didapat.
2.1.3 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya sikap seseorang. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu:13
a. Tahu (Know)
Tahu (Know) merupakan mengingat kembali (Recall) terhadap sesuatu yang
spesifik dan seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui sehingga dapat menginterprestasikan dengan benar.
Orang yang paham terhadap suatu objek atau materi dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap suatu objek yang
dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi ataupun kondisi nyata (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menanyakan materi atau suatu objek
ke dalam kemponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu dengan yang lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian di dalam
suatu keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
6

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.2 Dermatofitosis
2.2.1 Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.14 Dermatofitosis sering disebut
dengan tinea, ringworm, kurap atau herpes sirsinata.15 Dermatofita ialah jamur
yang menjadi parasit kulit, meliputi Microsporum, Epidermophyton, dan
Trichophyton. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. 14 Perbedaan
antara tiga genus, yaitu Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton ini
didasarkan pada tampilan spora dan hifa. Jamur Trichophyton rubrum merupakan
rata-rata penyebab infeksi di Indonesia.16
2.2.2 Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita terbagi
dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Hingga
kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 1 spesies
Epidermophyton, 5 spesies Microsporum, dan 11 spesies Trichophyton.4 Untuk
kepentingan klinis dan epidemologis, dermatofita yang menginfeksi manusia
dibagi berdasarkan tempat hidupnya, yaitu geofilik untuk jamur yang berasal dari
tanah antara lain M. Gypseum; golongan zoofilik berasal dari hewan, misalnya M.
Canis; antropofilik khusus untuk jamur yang bersumber dari manusia contohnya
T. rubrum.14
2.2.3 Klasifikasi dermatofitosis
Golongan jamur dermatofita dapat menyebabkan beberapa bentuk klinis
yang khas. Suatu jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang
berbeda, bergantung pada lokalisasi anatominya. Bentuk bentuk klinis tersebut
adalah tinea kapitis, tinea korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis, tinea
unguium, dan tinea imbrikata.14

Nama Penyakit Infeksi/ciri tertentu* Jamur Penyebab


7

Tinea kapitis kulit dan rambut kepala Microsporum (beberapa


spesies) Trichophyton
(beberapa spesies kecuali T.
consentricum)
Tinea favosa * secara klinis berbentuk T. schoenleinii T. violaceum
skutula dan berbau (jarang) M. gypseum (jarang)
seperti tikus (mousy
odor)
Tinea barbae dagu dan jenggot T. mentagrophytes, T. rubrum,
T. violaceum, T. verrucosum, T.
megninii, M. canis
Tinea korporis pada permukaan kulit T. rubrum, T. mentagrophytes,
yang tidak berambut M. audouinii, M. canis
kecuali telapak tangan,
telapak kaki, dan
bokong.
Tinea imbrikata *susunan skuama yang T. concentricum
konsentris
Tinea kniris bokong, genitalia, area E. floccosum T. rubrum
pubis, perineal dan T. m entagrophytes
perianal
Tinea pedis pada kaki T. rubrum T. mentagrophytes
E. floccosum
Tinea manuum tangan T. rubrum E. floccosum T.
mentagrophytes
Tinea unguium kuku jari tangan dan jari T. rubrum, T. mentagrophytes
kaki
Tabel 1. Klasifikasi Dermatofitosis Berdasarkan Lokasi atau Ciri Tertentu dan
Jamur Penyebabnya.4
2.2.4 Epidemiologi
Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang sangat
penting, dimana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak
dibandingkan perempuan.4
8

2.2.5 Patogenesis
Penularan dermatofitosis dapat terjadi melalui 3 cara yaitu:4
a. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Penularan bisa di tularkan
secara langsung ataupun secara tidak langsung melalui udara sekitar rumah
sakit/ klinik, lantai kolam renang, dengan atau tanpa reaksi peradangan.
b. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Dapat di tularkan melalui kontak
langsung maupun tidak. Sumber penularan utama ialah anjing, kucing, sapi,
kuda dan mencit.
c. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadik menginfeksi
manusia dan menimbulkan reaksi radang.
2.2.6 Gejala Klinis
Tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut mempunyai
morfologi khas. Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas
macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif dari pada
bagian tengah sehingga kepustakaan lama menyebutkannya sebagai ekzema
marginatum yang mencerminkan deskripsi klinis lesi dermatofitosis.14
Gambaran klinis dermatofitosis yang bervariasi tidak hanya bergantung
pada spesies penyebab dan sistem imun penjamu namun juga pada adanya
keterlibatan folikel rambut. Bergantung pada berat ringannya reaksi radang dapat
dilihat berbagai macam lesi kulit.
Di bawah ini bentuk-bentuk klinis yang sering dilihat sesuai dengan
lokasinya.14
1. Tinea pedis (Athlete’s foot, ringworm of the foot, kutu air)
Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan
telapak kaki :
a. Tinea pedis yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Diantara jari
IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini
dapat meluas ke bawah jari dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena
daerah ini lembab, maka sering dilihat maserasi berupa kulit putih dan
rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit
yang baru, yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur. Bentuk
klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit
9

keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini
dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis,
limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas, yang disertai
gejala-gejala umum.
b. Bentuk lain ialah moccasin foot. Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi
sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema
biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Bersifat kronik
dan sering resisten pada pengobatan. Dibagian tepi lesi dapat pula dilihat
papul dan kadang-kadang vesikel.
c. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustule dan kadang- kadang
bula. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke
punggung kaki atau telapak kaki. Isi vesikel berupa cairan jernih yang
kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk
lingkaran yang disebut koleret.
d. Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang dalam kehidupan sehari-
harinya banyak bersepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan
para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah. Penderita biasanya
orang dewasa.
e. Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Klinis tampak bentuk
hiperkeratosis dan penebalan lipat. Semua bentuk kelainan di kaki dapat
terjadi pula pada tangan.
10

Gambar 1. Tinea Pedis17


2. Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis, ringworm of the nail)
Tinea unguinum adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita. Terdapat beberapa bentuk klinis:
a. Bentuk subungual distalis
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar ke
proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses
berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang
terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.
b. Leukonikia trikofita atau lekonikia mikotika
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan di
permukaan kuku yang dapat di kerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.
Kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes sebagai
penyebabnya.
c. Bentuk subungual proksimalis
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang
kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian
distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita
tinea unguinum mempunyai dermatofitosis di tempat lain yang sudah sembuh
atau yang belum. Kuku kaki lebih sering diserang dari pada kuku tangan.
11

Gambar 2. Tinea Unguium 17


3. Tinea kruris ( eczema marginatum, dhobie itch, jockey itc, ringworm of the
groin)
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada daerah genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus
dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata dari pada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri
atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Bila penyakit ini menjadi
menahun dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluanya
cairan biasanya akibat garukan.

Gambar 3. Tinea kruris17

4. Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap,


herpes sircine trichophytique)
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak
berambut (glabrous skin).
a. Kelainan yang terlihat dalam klinis ialah lesi bulat atau lonjong, berbatas
tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang vesikel dan papul ditepi.
12

Biasanya daerah tengah lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan.
b. Pada tinea korporis yang menahun, biasanya tidak terlihat lagi tanda radang
akut.
c. Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentrium
ialah tinea imbrikata. Tinea imbrikata bentuk papul berwarna coklat. Bentuk
lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau
favus. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawah
kulit yang berwama merah kuning.

Gambar 4. Tinea korporis17

5. Tinea kapitis ( ringworm of the scalp)


Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini ditandai dengan adanya lesi
bersisik, kemerahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang
lebih berat, biasa disebut dengan kerion.13
13

Gambar 5. Tinea kapitis17


2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium diagnostik yang dilakukan ialah:18
a. Spesimen
Spesimen terdiri dari kerokan kulit, kuku dan rambut yang dicabut pada lokasi
yang terkena Microsporum. Pemeriksaan ini dilakukan dibawah lampu wood
dalam ruang gelap.
b. Pemeriksaan mikroskop
Spesimen dibenamkan dalam setetes kalium hidroksida 10-20% diatas kaca
objek, dengan atau tanpa putih calcofluor, yang merupakan pewarna dinding
sel jamur nonspesifik yang dapat dilihat dengan mikroskop fluoresens. Sediaan
ditutup dan diperiksa kembali setelah 20 menit.
c. Kultur
Spesies dermatofit perlu dibiakkan supaya dapat dikenali. Spesies
diidentifikasi atas dasar morfologi koloni, morfologi mikroskopis, dan dalam
beberapa kasus, kebutuhan nutrisi.
2.2.8 Penatalaksanaan
Banyak obat anti jamur lainnya, obat topikal untuk pengobatan infeksi
dermatofit, antara lain mikonazol, klotrimazol, ekonazol, sulkonazol, tetapi
untuk infeksi jamur yang luas lebih baik menggunakan obat oral seperti
griseofulvin, terbinafin dan itrakonazol. Untuk infeksi kulit dan rambut,
griseofulvin diberi selama 4-6 minggu. Pada anak- anak dosis di hitung
berdasarkan berat badan (10mg/ kg), sedangkan pada orang dewasa dosis
hariannya adalah 500 mg.1
Disease Pengobatan topikal Pengobatan sistemik
14

Tinea kaptis Hanya sebagai terapi Dewasa :


ajuvan Griseofulvin, 20-25 mg/ kg/ hari x 6-
Selenium sulfide 1% 8 minggu
atau 2.5% Terbinafine, 250 mg/hari x 2-8
Zinc pyrithione 1% atau minggu
2% Itraconazole,5 mg/kg/hari x 3 minggu
Povidine iodine 2.5% Anak:
Ketoconazole 2% Terbinafine, 3-6 mg/kg/day x 2-8
minggu
Obat lainnya sama seperti diatas.

Tinea barbae Hanya sebagai terapi Griseofulvin, 1g/hari x 6 minggu


ajuvan Terbinafine, 250 mg/hari x 2-4
Topikal antifungal minggu
Itraconazole, 200 mg/hari x 2-4
minggu
Fluconazole, 200 mg/hari x 4-6
minggu
Tinea korporis/ Allylamines Dewasa :
kruris Imidazoles Terbinafine, 250 mg/hari x 2-4
Tolnaftate minggu
Butenafine Itraconazole, 100 mg/hari x 1 minggu
Ciclopirox Fluconazole, 150-300 mg/minggu x
4-6 minggu
Griseofulvin, 500 mg/hari x 2-4
minggu
Anak :
Terbinafine, 3-6 mg/kg/hari x 2
minggu
Itraconazole, 5 mg/kg/hari x 1
minggu
Griseofulvin, 10-20 mg/kg/hari x 2-4
minggu
Tinea pedis/ Allylamine Dewasa :
manuum Imidazoles Terbinafine, 250 mg/hari x 2 minggu
Ciclopirox Itraconazole, 200 mg 2 kali sehari x 1
Benzylamine minggu
Tolnaftate Fluconazole, 150 mg/minggu x 3-4
Undecenoic acid minggu
Anak :
Terbinafine, 3-6 mg/kg/ hari x 2
minggu
Itraconazole, 5 mg/kg/hari x 2
minggu
20
Tabel 2. Pengobatan Dermatofitosis.
2.3 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan:
 Pendidikan
 Pekerjaan
15

Tingkat pengetahuan:
 Tahu
 Memahami
 Aplikasi
 Analisis Penyakit
Dermatofitosis
 Sintesis
 Evaluasi

Pekerja Tahu

Dermatofitosis
 Pengertian
 Etiologi
 Klasifikasi
 Patogenesis
 Gambaran Klinik
 Pemeriksaan penunjang
 Penatalaksanaan

Diagram 1. Kerangka Teori


BAB III
KERANGKA KONSEP

1.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep diberi pengertian sebagai suatu uraian dan visualisasi
hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.13
Berdasarkan tinjauan pustaka, tujuan dan kerangka teori dari penelitian ini maka
kerangka konsep yang akan dilakukan oleh peneliti pada pekerja tahu di Kota
Banda Aceh adalah sebagai berikut:
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dermatofitosis pada
pekerja tahu.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambaran Pengetahuan Penyakit


Pekerja Tahu Dermatofitosis

Diagram 2. Kerangka Konsep

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Dalam terminologi metodologik, dikenal 2 macam variabel penelitian,
yaitu variabel yang bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang tidak bebas atau
variabel tergantung. Artinya adalah variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikat.21
3.2.1 Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (bebas): Gambaran Pengetahuan pekerja tahu
2. Variabel Dependen (terikat) : Penyakit Dermatofitosis

16
17

3.2.2 Definisi Operasional

Definisi Hasil Skala


No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Ukur
Operasional Ukur
1 Independent : Merupakan salah satu Kuesioner Angket Baik Ordinal
Gambaran faktor yang Kurang
pengetahuan mempengaruhi
terbentuknya sikap
2 Dependent : seseorang.
Penyakit infeksi Kuesioner Angket Baik Ordinal
Penyakit kutan yang Kurang
dermatofitosis menyerang jaringan
yang mengandung
keratin
3.2.3 Instrumen Penelitian
Untuk mengumpulkan data, sebuah penelitian memerlukan instrument
penelitian. Instrumen penelitian didefinisikan sebagai alat atau fasilitas yang
digunakan oleh pepeliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis.21
Adapun instrument yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa
kuesioner, yang akan di ambil pada pekerja tahu di Kota Banda Aceh yang akan
dilakukan pengambilan data sebanyak 26 orang, yang di ambil pada tahun 2016-
2017.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang
bertujuan mengidentifikasi Gambaran Pengetahuan Pekerja Tahu Terhadap
Penyakit Dermatofitosis di Kota Banda Aceh Tahun 2017.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pekerja Tahu di Kota Banda Aceh di
beberapa pekerja tahu antara lain pada pekerja tahu di Batoh, Ateuk Jawo dan
Setui.
4.2.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Maret-Juni 2017.

4.3. Subjek Penelitian


4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang menjadi sasaran
penelitian yang mempunyai karakteristik tertentu.21
Pada penelitian ini objek yang diteliti adalah seluruh pekerja tahu di Kota Banda
Aceh yang berjumlah 26 orang.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.21
1. Kriteria Inklusi
a. Pekerja Tahu di Kota Banda Aceh (Batoh, Ateuk Jawo, Setui).
b. Bersedia menjadi responden.
2. Kriteria Eksklusi
a. Responden yang tidak hadir dalam penelitian.
4.3.3 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data ini menggunakan total sampling. Jumlah

18
19

populasi pada pekerja tahu adalah berjumlah 26 orang, maka besar sampel
sebanyak 26 orang.

4.4 Unit Analisis


Unit analisis dari penelitian ini adalah pekerja tahu.

4.5 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai
Juni tahun 2017 pada Pekerja Tahu di Kota Banda Aceh, dengan jumlah
responden sebanyak 26 orang. Teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap
responden menggunakan kuesioner.
20

4.6 Alur Penelitian

Surat izin dekan Fakultas Kedokteran Universitas


Abulyatama Banda Aceh

Peneliti mengajukan surat izin penelitian ke pihak


pekerja tahu

Uji validitas kuesioner

Peneliti melakukan pengambilan sampel dari


populasi yang sesuai kriteria

Melakukan pengisian kuesioner

Peneliti melakukan pengumpulan data

Pengolahan data

Analisis data

Diagram 3. Alur Penelitian


21

4.7 Rancangan Pengolahan Data


Pengelolaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa proses
yaitu sebagai berikut:
1. Editing, yaitu memeriksa kembali data untuk menjamin kelengkapan dan
kebenaran data untuk menghindari terjadinya kesalahan.
2. Coding, yaitu pemberian kode pada data untuk memudahkan pengolahan data.
3. Tabulating, yaitu data dikelompokkan berdasarkan kriterianya dan
ditampilkan dalam bentuk table.
4. Cleaning, yaitu mengevaluasi kembali data untuk menghindari terjadinya
kesalahan dan mengkoreksinya sebelum dilakukan analisis data.

4.8 Rancangan Analisis Data


4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan proses pengolahan data yang bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
variabel.22
Rumus yang digunakan dalam analisis data ini adalah :
f1
P= x 100
n
Keterangan :
P = Presentase
F1 = Frekuensi teramati
n = Jumlah responden

4.9 Etika Penelitian


Penelitian memerlukan batasan tertentu agar tidak menyalahgunakan
norma yang ada di lingkungan, oleh karena suatu penelitian membutuhkan kode
etik. Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti dan
masyarakat yang memiliki dampak dari penelitian tersebut. Tujuannya adalah agar
22

penelitian yang dilakukan tidak membahayakan bagi subjek penelitian selama


prosedur penelitian berlangsung.
Peneliti harus memperhatikan masalah etika penelitian yang meliputi :
1. Persetujuan responden (informed consent)
Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Responden harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut tanpa paksaan dari pihak manapun.
Tujuannya adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian yang
akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data.
2. Tanpa nama (anonimity)
Peneliti tidak perlu mencantumkan nama, cukup memberi nomor kode pada
lembar penelitian untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian.
3. Kerahasiaan ( Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti hanya kelompok data
tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil riset.

4.10 Jadwal Penelitian


Mengenai persiapan penelitian dengan melakukan pembagian kuesioner,
pengumpulan data, analisa data membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu
Maret sampai Juni 2017.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap M. 2015. Dermatofitosis. llmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta

2. Swartz MH.2012. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC. Yogyakarta.

3. Suwita BM, Mulyadi CK dkk. 20\3ModuI Praktik Klinik llmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Makalah Presentasi Kasus Persiapan Tinea Fasialis.
FKUI.Jakarta.

4. Kuraiati, Rosita C. Etiopatogenesis of Dermatofitosis [Internet]. 2008.


Berkala llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Diunduh pada tanggal 12 Agustus
2016. 20 (3): 243-250. Tersedia dari:
http://joumal.unair.ac.id/filerPDF/BEKKK vol%2020%20no% 203_des
%202008_Acc_3 .pdf

5. Lakshmipathy TD. Kannabiran K. 2013. Review on dermatomycosis:


Pathogenesis and Treatment. Natural Science. Tersedia pada:
http://www.scirp.org/journal/NS/. Diakses tanggal 21 September 2014.

6. Bertus NV., Pandaleke HE., Kapantow GM. 2015. Profil Dermatofitosis di


Poli Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado peri ode
Januari- Desember 2012. Jurnal e- clinic (eCl) FK UNSRAT [Serial Online].
[Dikutip AgustUs 2016];3 (2):731- 734. Tersedia dari: Portal Garuda.

7. Sondakh CEEJ., Pandaleke TA., Mawu FO. 2016. Profil Dermatofitosis di Poli
Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-
Desember 2013. Jurnal e- clinic (eCl) FK UNSRAT [Serial Online]. [Dikutip
21 juli 2016];4 (1): 1-6. Tersedia dari: Portal Garuda.

8. Sari AB, Widaty S dkk. 2012. Tinea Kapitis di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta Periode Tahun 2005- 2010. MDVI.
39 (3): 113-117.

9. Lestari M. 2015. Profil Dermatofitosis Superfisial yang Berobat di Poliklinik


Kulit dan Kelamin RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN Kota Banda Aceh Tahun
2012-2013 [Skripsi]. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala

10. Holle FR., Dewi RM. 2014. Pengembangan Industri Kecil Tahu pada Sentral
Industri Tahu dan Tempe Desa Sepande Kecamatan Candi Kabupaten
Sidoarjo. Jurnal Ilmiah.

11. Hakim MBI. 2014. Prevalensi dan Faktor Resiko Terjadinya Tinea Pedis pada
Pekerja Pabrik Tekstil. Jurnal Media Medika Muda.

23
24

12. Wibowo A. 2014. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Edisi 1.


Rajawali Pers. Jakarta.

13. Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.


Jakarta.

14. Budimulja U, Widaty S. 2016. llmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7.
FKUI. Jakarta.

15. Saskia TI, Mutiara H. 2015. Infeksi Jamur pada Penderita Diabetes Melitus.
Majority. 4 (8): 69-74.

16. Adzima V, Jamin F , Abrar M. 2013. Isolasi dan Identifikasi Kapang


Penyebab Dermatofitosis pada Anjing di Kecamatan Syiali Kuala Banda Aceh.
Jurnal Medika Veterinaria. 4 ( 1 ) : 46- 48.

17. Sari SA.2010. Efek Antifungi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
Sabdariffa L) Terhadap Pertumbuhan Trichophyton rubrum in vitro [Skripsi].
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

18. Jawetz, Melnick, Adelberg. 2012. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. EGC.
Jakarta.

19. Brown RG., Bums T. 2005. Lecture Notes on Dermatologi. Edisi 8. Erlangga.
Jakarta.

20. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2012.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. McGraw-Hill. New York.

21. Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

22. Sundayana R. 2010. Statistika Penelitian. STKIP Garut Press. Garut.

Anda mungkin juga menyukai