Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi karena proses
penginderaan yang dilakukan seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo,
2010 dalam Ifah 2020). Budiman dan Ryanto (2013, dalam Rofina 2019)
menyatakan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan
dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai
factor dari dalam, seperti motivasi dan factor luar berupa saran informasi
yang tersedia, sertaa keadaan social budaya. Pengetahuan dapat diperoleh
seseorang secara alami atau diintervensi baik langsung maupun tidak
langsung.
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni inderea penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia
diperoleh dari mata dan telinga (Prof.Dr. Nursalam, 2015).
Secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge dalan encyclopedia of philosophy. Sebagaimana definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true
belive), secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang
pengetahuan. Salah satunya pengetahuan adalah apa yang diketahui dan
hasil pekerjaan tahu, pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal,
sadar,insaf, mengerti, dan pandai (Bahtiar, 2013).
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah merupakah hasil
“tahu”,dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

12
13

yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.


Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
adalah hasil tahu atau yang seseorang ketahui melalui penginderaanya
tentang suatu objek yang dominan, setelah itu barulah hasilnya
disimpulkan.
b. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) ada beberapa tingkatan pengetahuan,
antara lain :
1) Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya, pada tingkat ini recall (mengingat
kembali) terhadap seuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsang yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan ini
adalah tingkatan yang paling terendah.
2) Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar
tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan,
contoh dan lain – lain.
3) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan
menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi atau situasi
sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum –
hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks yang lain.
4) Analisis (analysis). Analisis adalah suatu materi atau suatu objek
kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain,
kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja,
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan
dan sebagainya.
14

5) Sintesis (syntesis). Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan


untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini
suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan, meringkas,
menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian
– penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.
c. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain :
1) Pendidikan
Menurut Budiman (2014), pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan formal yang didapat dari bangku sekolah. Pendidikan
sekarang menentukan luasnya pengetahuan seseorang dimana orang
yang berpendidikan dan bekerja dalam bidang kesehatan dan
keselamatan kerja dapat memberikan landasan yang mendasari
sehingga memerlukan partisipasi secara efektif dalam menentukan diri
sendiri pemecahan masalah ditempat kerja.
2) Informasi/media masa
Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun adapula yang
menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Informasi yang
diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan
perubahan atau pengkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi
akan menyediakan bermacam – macam media masa yang dapat
mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
Sehingga sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain – lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga
15

membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan


opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut (Notoatmodjo, 2012).
3) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih
baik, terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan (Agus, 2013).
4) Sosial, budaya dan ekonomi
Menurut Notoatmodjo (2012), kebiasan dan tradisi yang biasa
dilakukan orang – orang tidak melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan
bertambah pengetahuannya, walaupun tidak dilakukan. Status
ekonomi seseorang juga menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosisal ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
5) Lingkungan
Menurut Sitinjak Labora (2015), apabila perawat bekerja dalam suatu
lingkungan yang terbatas dan berinteraksi yang secara konstan dengan
staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan lain dapat menurunkan
motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan stres,
dan menimbulkan kepenatan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
6) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan acara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
16

dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan


profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan
menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata
dalam bidang kerja (Notoatmodjo, 2012)
7) Usia
Menurut Budiman dan Ryanto (2013), usia mempengaruhi daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan
semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia madya,
individu berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta
lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemapuan verbal dilaporkan hampir tidak
ada penurunan pada usia ini.
d. Cara mendapatkan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), cara memperoleh pengetahuan ntara
lain sebagai berikut :
1) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu bila seseorang menghadapi
persoalan atau masalah, upaya yang dilakukan hanya dengan coba-
coba saja. Cara coba-coba dilakukandengan menggunakan beberapa
kemungkinan dalam memecahkan masalah, apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, coba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini juga gagal, maka dicoba kemungkinan
selanjutnya sampai kemungkinan tersebut berhasil.
17

2) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja
oleh seseorang yang bersangkutan.
3) Cara kekuasaan dan otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak kebiasaan dan tradisi
yang dilakukan baik atau tidak. Pengetahuan diperoleh berdasarkan
pada pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pimpinan agama,
maupun ahli ilmu pengetahuan atau ilmuwan.
4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
yang lalu. Adapun pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru
terbaik”, ini mengandung maksud bahwa pengalaman merupakan
sumber pengalaman untuk memperoleh pengetahuan.
5) Cara akal sehat (common sense)
Sejalan perkembangan kebudayaan umat kebudayaan manusia cara
berpikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.
Pemberian hadiah dan hukuman merupakan cara yang masih dianut
banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.
6) Kebenaran menerima wahyu
Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut
agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut
rasional atau tidak.
7) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran ini diperoleh manusia secara cepat melalui proses diluar
kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.
8) Metode penelitian
Cara modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis
dan ilmiah.
18

e. Pengukuran tingkat pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2014), pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tenang isi
materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat
penhetahuan yang meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi dapat diukur ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan
dengan tingkat pengetahuan responden yang meliputi tahu, memahami,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Nurhasim, 2013).
Menurut Arikunto (2013), cara mengukur pengetahuan dengan
memberikan pertanyaan – pertanyaan, kemudian dilakukan penilaian 1
untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban yang salah. Penilaian
dilakukan dengan dengan cara membandingkan jumlah skor yang
diharapkan (tertinggi) kemudian dilakalikan 100% dan hasilnya
persentase kemudian digolongkan menjadi 3 kategori yaitu :
1) Kategori baik (76% - 100%)
2) Sedang atau cukup (56% - 75%)
3) Kurang (<55%)
Disini peneliti menggunakan dua pilihan yaitu Benar (B) dan Salah (S).

2. Kepatuhan
a. Pengertian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, patuh adalah suka menurut
perintah, taat pada perintah. Sedangkan kepatuhan adalah suatu perilaku
manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur dan disiplin.
Menurut Sitinjak Labora (2015), patuh adalah sikap positif indidivdu
yang ditujukan dengan adanya perubahan secara berarti sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan. Kepatuhan merupakan perubahan perilaku atau
kepercayaan seorang diri adanya kelompok yang terdiri dari pemenuhan
19

dan penerimaan, serta mengikuti peraturan atau perintah langsung yang


diberikan kepada suatu kelompok maupun individu (Ulum, 2013).
Mc Leod menyatakan bahwa kepatuhan adalah form dari pengaruh
sosial dimana kegiatan atau tindakan individu merupakan respon dari
perintah langsung individu lain sebagai figur otoritas (Ulum dan
Wulandari, 2013). Kepatuhan terjadi saat seseorang memiliki otoritas
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Lestari dan Rosyidah, 2011), kepatuhan perawat adalah suatu
perilaku perawat sebagai seorang yang profesional terhadap suatu ajaran,
prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati. Kepatuhan
perawat professional adalah sejauh mana perilaku sesorang perawat
sesuai dengan ketaatan, pasrah, dan ketentuan tujuan terhadap aturan
yang diberikan oleh pimpinan perawat ataupun rumah sakit (Niven, 2002
dalam Neger Kogoya, 2019).
Dari beberapa definisi tentang kepatuhan diatas dapat disimpulkan
bahwa kepatuhan adalah perilaku seorang terhadap suatu anjuran,
prosedur atau aturan yang harus dilakukan atau ditaati.
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menuerut Green dalam Notoatmodjo (2010), kepatuhan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu :
1) Faktor predisposisi (predisposing factors). Faktor yang
mempermudah terjadinya kepatuhan seseorang antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai – nilai, tradisi dan
sebagainya.
2) Faktor pemungkin (enabling factors). Faktor yang memfasilitasi
kepatuhan atau tindakan. Yang dimaksud adalah sarana dan prasarana
atau fasilitas untuk terjadinya kepatuhan kesehatan.
3) Faktor pendorong (renforcing factors). Faktor yang mendorong dalam
sikap atau yang memperkuat terjadinya kepatuhan. Kepatuhan orang
lebih banyak dipengaruhi oleh orang – orang yang dianggap penting.
20

c. Kriteria kepatuhan
Kriteria kepatuhan Menurut Depkes RI 2006 (dalam Neger Kogoya,
2019) kriteria kepatuhan dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah ataupun
aturan dan semua aturan maupun perintah yang dilakukan semua
benar.
2) Kurang patuh suatu tindakan yang melaksanakan perintah ataupun
aturan dan hanya sebagian aturan maupun perintah dilakukan
sebagian benar.
3) Tidak patuh suatu tindakan yang mengabaikan aturan dan
melaksanakan perintah benar. Untuk mendapatkan nilai kepatuhan
yang lebih akurat atau terukur maka perlu ditentukan angka atau nilai
dari tingkat kepatuhan tersebut, sehingga bias dibuatkan rangking
tertinggi kepatuhan seseorang.
Menurut Yayasan (2006, dalam Neger Kogoya, 2019), tingkat
kepatuhan dapat di bagi menjadi tiga tingkat, yaitu :
1) Patuh : 75%-100%
2) Kurang patuh : 50%-70%
3) Tidak patuh : < 50%
Assaf menyatakan pengukuran kepatuhan yang dilakukan dengan
kuesioner yakni dengan mengumpulkan data yang diperlukan untuk
mengukur indikator – indikator yang dipilih. Indikator tersebut
diperlukan sebagai ukuran tidak langsung untuk standar penyimpangan
dan diukur melalui sejumlah tolak ukur atau lambang batas yang
digunakan oleh organisasi sebagai penunjuk derajat kepatuhan terhadap
standar tersebut. Suatu indikator merupakan suatu variabel atau
karakteristik terukur yang dapat digunakan dalam menentukan derajat
kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Indikator ini
memiliki karakteristik sama dengan standar, misal kerakteristik itu harus
reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai kenyataan dan mudah
diukur (Oktaviani, 2015).
21

3. Keselamatan Pasien
a. Pengertian keselamatan pasien
Menurut Devi Darliana (2016), keselamatan pasien merupakan
pencegahan cedera terhadap pasien. Pencegahan cedera didefinisikan
bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah
sebagai hasil perawatan medis. Praktek keselamatan pasien untuk
mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan
dengan paparan terhadap lingkungan diagnosis atau kondisi perawatan
medis.
Dalam Permenkes Nomor 1691/MENKES/PER/VII/2011 disebutkan
bahwa Patient safety merupakan sebuah sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi: asesmen resiko identifikasi
dan pengelolaan resiko, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan sebuah tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil
Keselamatan pasien merupakan idikator yang paling utama dalam
system pelayanan kesehatan yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam
menghasilkan pelayanan kesehatan yang optimal dan mengurangi insiden
bagi pasien (Canadian Patient Safety Institute, 2017). Menurut
Kemenkes RI (2015), keselamatan pasien (Patient Safety) adalah suatu
system yang memastikan asuhan pada pasien jauh lebih aman. System
tersebut meliputi pengkajian resiko, identifikasi insiden, pengelolaan
insiden, pelaporan atau analisis insiden, serta implementasi dan tindak
lanjut suatu insiden untuk meminimalkan terjadinya resiko.
Pelaksanaan Patient Safety di Indonesia telah diatur dalam UU No.44
tahun 2009 pasal 29 dan pasal 43. UU No.44 tahun 2009 pasal 29 ayat 1
poi b menyebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan
22

efektifdengan mengutamakan sesuai dengan standard pelayanan rumah


sakit. UU No.44 tahun 2009 pasal 43 ayat 1 tentang rumah sakit
menyebutkan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standard
keselamatan pasien. Lebih lanjut, pada pasal ayat 1 dilaksanakan melalui
pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
Insiden keselamatan pasien adalah semua kejadian atau situasi yang
berpotensi atau mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian,
kerugian dan lain-lain), hal tersebut dapat dicegah bahkan seharusnya
tidak terjadi karena sudah dikategorikan sebagai suatu disiplin. Dalam
Permenkes RI No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, insiden keselamatan pasien adalah segala sesuatu
yang terjadi secara sengaja atau tidak sengaja dan kondisi mengakibatkan
atau berpotensi untuk menimbulkan cidera pada pasien, yang terdiri dari
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
b. Tujuan keselamatan pasien
Menurut Cecep (2013), tujuan keselamatan pasien secara internasional
adalah :
1) Identify Patient Correctly (mengidentifikasi pasien secara benar).
2) Improve Effective Communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif).
3) Improve the Safety of High-Aleret Medication (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi).
4) Eliminate Wrong-Site, Wrong-Patient, Wrong-Procedure Surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi).
5) Reduce the Risk of Health Care-Associated Infections (mengurangi
resiko infeksi yeng berhubungan dengan pelayanan kesehatan ).
6) Reduce the Risk of Patient Harm from Falls (mengurangi resiko
pasien terluka karena jatuh).
23

4. Surgical Safety Checklist (Sign In)


a. Pengertian Surgical Safety Checklist (Sign In)
Menurut Neger Kogoya (2019), Surgical Safety Checklist merupakan
alat komunikasi, mendorong teamwork untuk keselamatan pasien yang
digunakan oleh tim professional di ruang operasi untuk meningkatkan
kualitas dan menurunkan kematian serta komplikasi akibat pembedahan,
dan memerlukan persamaan persepsi antar ahli bedah, anastesi, dan
perawat.
Surgical Safety Checklist merupakan suatu daftar periksa yang
digunakan untuk memperkuat keselamatan pasien. Tujuan checklist ini
dimaksudkan sebagai alat yang digunakan oleh tim bedah (dokter bedah,
dokter anestesi, perawat kamar bedah) dalam meningkatkan keselamatan
pasien pada proses operasi dan mengurangi resiko infeksi yang tidak
perlu/kematian (Panduan Surgical Safety Checklist RSUD dr. Rubini
Mempawah, 2018).
Menurut WHO (2011), Surgical Safety Checklist pada tahap Sign In
merupakan fase verifikasi pertama sesaat pasien tiba di ruang terima atau
ruang persiapan atau sebelum pasien dilakukan induksi anastesi, bahkan
dari checklist yang disusun oleh WHO itu, tim berwajibkan untuk
mengkonfirmasi lokasi (site marking) pada tubuh yang akan dilakukan
manipulasi oleh pembedahan. Dibagian mana, kiri atau kanan, depan atau
belakang, memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi,
persetujuan untuk operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien
masih berfungsi. Koordinator dengan profesioanl anestesi
mengkonfirmasi resiko pasien apakah pasien ada resiko kehilangan
darah, kesulitan jalan nafas dan reaksinya.
b. Tujuan penerapan Sign In
Tujuan penerapan Sign In menurut Kemenkes (2011), dibagi menjadi
empat yaitu :
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
24

2) Meningkatkan akuntabilitas terhadap rumah sakit dan masyarakat.


3) Menurunkan KTD di rumah sakit.
4) Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
c. Beberapa potensi kesalahan yang terjadi dikamar bedah
Menurut Depkes (2008), ada beberapa potensi potensi kesalahan yang
terjadi di kamar bedah :
1) Kesiapan pada pasien yang dioperasi.
2) Kesalahan lokasi operasi.
3) Kesalahan memberikan transfuse darah.
4) Kesalahan prosedur operasi.
5) Terjadinya infeksi atau sepsis akibat pembedahan.
d. Komponen – komponen dalam pelaksanaan Sign In
Dalam tahap ini dipastikan bahwa tidak terjadi kesalahan identifikasi,
penandaan telah benar dilakukan, antisipasi terhadap perdarahan,
memastikan kelengkapan peralatan pendukung. Menurut Panduan
Surgical Safety Checklist RSUD dr. Rubini Mempawah (2018), Sign In
dilakukan diruang penerimaan sebelum pasien diantarkan keruang
operasi atau meja operasi.
1) Pasien tiba diruang penerimaan.
2) Setelah melakukan timbang terima dengan perawat ruangan.
3) Pasien dibawa keruang iduksi, Sign In dapat dilaksanakan apabila tim
operasi telah lengkap minimal dihadiri personel anestesi dan perawat.
4) Bila tidak tersedia ruang induksi, Sign In dilakukan didalam kamar
operasi.
5) Dilakukan verifikasi sesuai draf Sign In oleh Tim Bedah meliputi :
a) Identitas pasien (nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis).
b) Diagnose medis.
c) Tindakan operasi
d) Penandaan area.
e) SIO (Surat Izin Operasi).
25

f) SIA (Surat Izin Anestesi).


g) Alergi.
h) Resiko aspirasi.
i) Resiko kehilangan darah.
j) Akses intravena.
k) Kesiapan dan kelengkapan alat maupun obat (anestesi dan bedah).
e. Indikator penilaian Surgical Safety Checklist (Sign In)
Indikator yang ditetapkan oleh Rumah Sakit adalah untuk
meningkatkan mutu kamar bedah, salah satunya adalah pelaksanaan
pengisian Surgical Safety Checklist (Sign In). Yang dimaksud indikator
penilaian pelaksanaan pengisian Surgical Safety Checklist (Sign In)
adalah angka kejadian di mana tim bedah tidak melakukan verifikasi
daftar tilik keselamatan pasien sesuai dengan fase nya (Sign In).
Targetnya adalah 0%.
26

B. Kerangka Teori
Kerangka teori pada dasarnya adalah garis besar atau ringkasan dari
berbagai konsep, teori, dan literature yang digunakan oleh peneliti. Penentuan
kerangka teori harus sesuai dengan topik atau permasalahan penelitian dan
tujuan dari peneltian. Tidak terdapat perbedaan yang khusus untuk menyusun
kerangka teori pada penelitian kualitatif atau kuantitatif. Keduanya
menggunakan pedoman atau aturan yang sama (John, 2013). Berdasarkan
beberapa teori diatas yang telah dikemukakan maka dapat dibuat suatu
kerangka teori sebagai berikut :

Pengetahuan

Pendidikan
p
Informasi / Media Masa

Pekerjaan
Kepatuha
Sosial, Budaya dan Ekonomi

Lingkungan

Pengalaman

Usia

Gambar 2.1: Kerangka Teori


Sumber: Budiman dan Ryanto (2018), Sitinjak Labora (2015), Neger
Kagoyo (2019)

Keterangan:
: yang tidak diteliti

: yang diteliti

Anda mungkin juga menyukai