Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Murwani, 2014). Menurut
Notoatmodjo (2010), pengetahuan (knowlwdge) adalah hasil tahu dari
manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa
air, apa manusia, apa alam dan sebagainya.
Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu
pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010).

b. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010), mempunyai
6 tingkatan:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengetahui sesuatu
2) Memahami (comprehension)
Memahani suatu objek bukan sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tidak sekedar dapat meyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menginprestasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut

10
11

3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami
objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengapplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi
yang lain
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari
hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
sebuah masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah membedakan, memisahkan,
mengelompokan, dan membuat diagram (bagan) terhadap
pengetahuan atas objek tersebut.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis
dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
Kemampuan untuk meyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berakaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
12

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan sebagai berikut:
1) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah upaya untuk memberikan
pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang
positif meningkat dengan demikian pengetahuan juga
meningkat.
2) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih
banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi
jika mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media
misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang (Hendra AW, 2008).
3) Usia
Makin tua umur seseorang maka proses-proses
perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada
umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini
tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun, daya ingat
seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur dan
bertambahnya usia seseorang maka, pengetahuan dapat
dipengaruhi pada pertambahan usia yang dia alami (Hendra
AW, 2008).
4) Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.
5) Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami akan menambah
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat normal.
13

6) Sosial Ekonomi
Tingkat pengetahuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidup semakin tinggi sosial ekonomi maka akan
menambah tingkat pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh
seseorang dari proses tersebut dilakukan pengukuran seberapa
jauh pengetahuan seseorang yang telah diperoleh. Menurut
Skinner dalam (Notoatmodjo, 2010) maka pengukuran
pengetahuan seseorang diketahui dengan cara orang yang
bersangkutan menggunakan hal-hal yang diketahuinya dalam
bentuk bukti jawaban baik lisan maupun tulisan.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan


Cara memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010),
yaitu melalui media informasi yang dapat menstimulasi pengetahuan
seseorang.
1) Media cetak, alat-alat yang dapat memberikan informasi seperti:
a) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahas suatu masalah atau hal-hal yang berkaitan.
b) Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan
melalui kertas yang dilipat.
c) Poster adalah bentuk penyampaian pesan yang biasanya
ditempel di tempat-tempat umum.
2) Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan
atau informasi. Jenis-jenis media elektronik antara lain:
a) Televisi, menyampaikan pesan atau informasi melalui
media ini dalam bentuk forum diskusi penyuluhan atau
tanya jawab.
b) Radio, menyampaikan informasi atau pesan dalam berbagai
bentuk antara lain obrolan (tanya jawab), ceramah dan
penyuluhan.
c) Video, menyampaikan informasi atau pesan melalui
ceramah, film dan lain-lain.
14

3) Media papan, papan tersebut dapat dipasang di tempat umum,


dapat di isi informasi pengetahuan.

e. Pengetahuan ibu tentang imunisasi


Pengetahuan ibu tentang pengertian imunisasi, tujuan imunisasi,
manfaat imunisasi dan juga pentingnya imunisasi, informasi tersebut
diperoleh ibu pada saat mendengar apa yang disampaikan kepadanya,
karena keterpaparan informasi yang didapatkan dalam kehidupan
sehari-hari diperoleh dari observasi melihat dan mendengar terhadap
dunia sekitar serta diteruskan melalui komunikasi
Cara untuk memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2010) yaitu melalui media informasi yang dapat menstimulasi
pengetahuan seseorang seperti media cetak, media elektronik, media
papan iklan.
Banyak hal yang bisa mempengaruhi pengetahuan ibu tentang
imunisasi diantaranya, petugas kesehatan, orang-orang disekitar dan
juga media (TV, radio, koran dan majalah) dari petugas kesehatan
informasi disampaikan pada saat ibu mengunjungi fasilitas kesehatan
ataupun pada saat ibu melakukan pemeriksaan kehamilan juga pada saat
kegiatan posyandu, dan media yang secara khusus didesain untuk
menyampaikan tentang imunisasi, semisal media massa yang
menayangkan tentang pentingnya imunisasi.
Informasi imunisasi dipublikasi bertujuan untuk memberikan
informasi berupa manfaat, tujuan, dan juga pentingnya imunisasi.
Contoh iklan layanan masyarakat tentang imunisasi yang
diselenggarakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan juga
papan iklan yang memuat informasi tentang imunisasi.
Pengetahuan ibu tentang imunisasi didapatkan ibu setelah melihat
dan mendengar informasi tentang imunisasi karena kognitif pemikiran
dan pengalaman yang didapat ibu akan merubah perilaku dan juka sikap
seseorang Notoadmodjo (2010) mengatakan pengetahuan merupakan
hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan
15

(penglihatan, pendengaran, raba, rasa dan penciuman) terhadap suatu


objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang.

2. Definisi Bayi
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai
dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan
perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2008). Menurut Soetjiningsih
(2013) dalam Haryanto (2014), bayi adalah usia 0 bulan hingga 1 tahun.
Dengan pembagian sebagai berikut:
a. Masa neonatal, yaitu usia 0 – 28 hari.
b. Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari.
c. Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 – 28 hari.
d. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun.
Bayi merupakan manusia yang baru lahir umur 0-1 tahun pada usia
ini bayi rentan sekali terkena berbagai penyakit karena sistem pertahanan
imun belum siap untuk melawan penyakit-penyakit sistem imun yang
masuk kedalam tubuh sehingga dibutuhkan sistem kekebalan yang bisa
membantu imun bayi supaya terhindar dari penyakit yang meyerang sistem
imun.

3. Imunisasi
a. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata immune yang mempunyai arti kebal,
sehingga imunisasi dapat didefinisikan sebagai suatu usaha pencegahan
penyakit dengan cara sengaja memberikan perlindungan (kekebalan)
kepada seseorang dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh. Imunisasi
merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008).
Sistem imunisasi dapat mencegah antigen menginfeksi tubuh.
Sistem imunisasi ini bersifat alami dan artificial. Imunisasi alami
16

bersifat spesifik dan non spesifik. Imunisasi artifical, bekerja secara


aktif dan secara pasif (Proverawati & Andhini, 2010).
Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme hidup yang
dilemahkan. Dalam arti lain vaksin berarti kuman atau racun yang di
masukan ke dalam tubuh bayi atau anak yang akhirnya di sebut dengan
antigen dan akan bereaksi dengan antibodi yang akan melawan peyakit
sehingga akan terjadi kekebalan di dalam tubuh terhadap suatu penyakit
(Wahab & Julia, 2013).
Depkes RI (2010), menyebutkan bahwa imunisasi sebagai upaya
yang dilakukan dengan sengaja yaitu memberikan kekebalan (imunitas)
pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Merupakan salah
satu penemuan besar dalam ilmu keseahatan dan pelayanan kesehatan.

b. Pengertian Imunisasi Dasar


Imunisasi dasar adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
tubuh bayi secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila kelak
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan terjangkit penyakit
tersebut, imunisasi dasar merupakan imunisasi awal untuk mencapai
kekebalan tubuh diatas ambang perlindungan (Mulyani, 2013).
Jenis imunisasi dasar sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013
tentang peyelengaraan imunisasi disebutkan terdapat lima jenis
imunisasi dasar yang diberikan pada bayi sebelum berusia 1 tahun,
imunisasi tersebut meliputi:
1) Bacillus Calmette Guerin (BCG)
2) Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau
Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza
type B (DPT-HB-Hib)
3) Hepatitis B
4) Polio
5) Campak
17

c. Kelengkapan Imunisasi Dasar


Kelengkapan imunisasi adalah kondisi bayi yang telah
menerima imunisasi yaitu meliputi imunisasi BCG, polio, campak,
hepatitis, DPT, dan dilaksanakan sesuai waktu jadwal pemberian dan
juga sesuai dengan program pengembangan imunisasi di Indonesia.
Tidak lengkapnya pemberian imunisasi pada bayi apabila tidak
diberikannya imunisasi pada bayi sesuai dengan waktunya ataupun
jumlahnya, yang meliputi Hepatitis B, polio, campak, DPT, dan BCG
(Nina & Mega, 2013).

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi


Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum dan Sulastri,
(2008). Faktor yang paling dominan terhadap kelengkapan imunisasi
bayi adalah motivasi ibu dan tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu
mempunyai pengaruh positif terhadap kelengkapan imunisasi dasar,
yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat
imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar
pada bayi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi
meliputi:
1) Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau
pengalaman orang lain. Seorang ibu akan mengimunisasikan
anaknya setelah melihat anak tetangganya terkena penyakit polio,
karena anaknya tetangganya tersebut belum pernah imunisasi polio
(Notoatmodjo, 2010).
2) Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang
meyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
guna mencapai suatu tujuan, motivasi ibu untuk anaknya sangat
diperlukan dalam mengimunisasikan anaknya karena akan
mendorong kemauan ibu untuk melakukan imunisasi (Notoatmodjo,
2010).
18

3) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap
apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap
akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional (Aswar,
2015).
4) Pekerjaan
Teori kebutuhan (Teori Maslow) mengemukakan 5 tingkat
kebuhan pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian
dijadikan pengertian guna dalam mempelajari motivasi manusia.
Kelima tingkatan adalah kebutuhan fisologis,rasa aman dan
perlindungan, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktivitas diri, ibu
yang mempunyai pekerjaan demi mencukupi kebutuhan keluarga
akan mempengaruhi kegiatan imunisasi termasuk kebutuhan rasa
aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan
dari pada mengantar bayinya untuk melakukan imunisasi.
5) Dukungan keluarga
Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak
dari lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadao
pembentukan sikap sangat besar karena keuarga merupakan orang
yang palinf dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap
keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon dan bersikap tidak
menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi, maka
pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena
tidak ada dukungan oleh keluarga.
6) Fasilitas kesehatan
Fasilitas merupakan sarana untuk melancarkan pelaksanaan
suatu fungsi atau suatu program.
7) Lingkungan
Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adamya interaksi
sosoal hubungan antara dua atau lebih saling mempengaruhi
19

8) Tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan berupaya dan bertanggung jawab
memberikan pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat
yang profesional akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat
sehingga diharapkan ibu mau mengimunisasikan bayinya dengan
memberikan atau menjelaskan pentingnya imunisasi
9) Penghasilan
Yang sering dilakukan adalah menilai hubungan antara tingkat
penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada
mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli
obat atau membayar transportasi ataupun sebagainya (Notoatmodjo,
2010).
10) Pendidikan
Latar belakang pendidikan seeorang akan mempengaruhi
kemampuan pemenuhan kebutuhannya sesuai dengan tingkat
pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda yang pada akhirnya
mempengaruhi motivasi (Nursalam, 2013).

e. Tujuan Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan
kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta
anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit. Secara
umum tujuan imunisasi, antara lain:
1) Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.
2) Imunisasi sangat efektif mencegah peyakit menular.
3) Imunisasi menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan
mortlitas (angka kematian) pada bayi.
Depkes RI (2010), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk
mencegah penyakit kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh
wabah yang sering muncul, sehingga dapat memberikan kekebalan pada
anak untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian bayi yang
20

disebabkan oleh enam peyakit yaitu TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus,


Campak dan polio serta mengurangi kecacatan akibat penyakit tetentu.

f. Manfaat Imunisasi
1) Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh peyakit,
dan kemungkinan cacat atau kematian
2) Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga
apabila orang tua yakin-bahwa anak akan menjalani masa kanak-
kanak yang nyaman.
3) Untuk negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan
bangsa yang kuat dan berakal untik melanjutkan pembagunan
negara (Proverawati & Andhini, 2009).

g. Pentingnya Imunisai Ulang


Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 42
Tahun 2013 tentang peyelengaraan imunisasi, imunisasi lanjutan
merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
atau memperpanjang kekebalan, imunisasi lanjutan diberikan kepada
anak usia bawah tiga tahun, anak usia sekolah dasar, wanita subur.
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok tertentu yang
paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada
periode waktu tertentu, dan imunisasi khusus merupakan kegiatan
imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap
penyakit tertentu (Kemenkes RI., 2013).
Imunisasi sangat penting untuk diulang, hal ini bertujuan untuk
bisa mempertahankan agar kekebalan tubuh dapat terlindungi terhadap
paparan penyakit Beberapa jenis imunisasi akan mulai berkurang
kemampuanya dengan pertumbuhan usia anak, hal ini meyebabkan
imunisasi perlu penguatan (booster) dengan cara pemberian imunisasi
imunisasi ulang (Nina & Mega, 2013).
h. Jenis-Jenis Imunisasi
21

1) Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan
akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami
reaksi imunoglobin spesifik yang akan menghasilkan respon seluler
dan humoral serta di hasilkanya sel memori, sehingga apabila benar-
benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon.
Dalam imunisasi aktif terdapat emapat macam kandungan dalam
setiap vaksinya (Hidayat 2005).
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah di
lemahkan agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan
memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika
terpapar lagi tubuh dapat mengenalinya dan merespon. Contoh
imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi
aktif terdapat unsur-usur vaksin, yaitu:
a) Vaksin dapat berupa organisme secara keseluruhan dimatikan,
eksotoksin yang didektoksifikasi saja, atau endotoksin yang
terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin
dapat juga berasal dari ekstrak komponen-kompunen
organisme dari suatu gen. Dasarnya adalah antigen harus
merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
b) Pengawet, stabilisator atau antibiotik merupakan zat yang
digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau
menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.
Bahan-bahan yang di gunakan seperti air raksa atau antibiotik
yang biasa digunakan.
c) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen,
misalnya antigen telur, protein serum, bahan kultur sel.
d) Adjuvan, tediri dari garam alumunium yang berfungsi
meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen
terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan
perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan
22

maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh (Proverawati


& Andhini, 2009).
2) Imunisasi pasif
Imunisasi pasif merupakan zat yang dihasilkan melalui proses
infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi (Hidayat, 2005).
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh
dengan cara pemberian zat imunoglobin, yaitu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia (kekebalan yang didapat pada bayi dari ibu melalui
plasenta). Contoh imunisasi pasif adalah peyuntikan ATS (anti
tetanus serum) pada orang yang mengalami luka kecelakan.
Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir
dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya
melalui darah placenta selama masa kandungan misalnya antibodi
terhadap campak (Proverati & Andhini, 2009).
Imunisasi perlu diberikan pada kondisi-kondisi tertentu pada
difteria atau tetanus, toksin dalam sirkulasi perlu di netralisasi
dengan anti bodi terhadap toksin tersebut, antibodi dari luar perlu
diberikan apabila penderita belum pernah diimunisasi sehingga
tidak dapat diharapkan timbul respon sekunder terhadap toksin
tersebut (Wahab & Julia, 2013).

i. Macam-Macam Imunisasi Dasar


1) Imunisasi Bacilus Celmette-Guerin (BCG)
a) Fungsi
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan
TBC (tuberkulosis). Tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok
bakteria bernama Mycobacterium Tuberculosis complex. Pada
manusia TBC terutama menyerang sistem pernafasan (TB
paru), meskipun organ lain juga dapat terserang (peyebaran
23

atau ekstraparu TBC). Mycobacterium Tuberculosis biasanya


ditularkan melalui batuk seseorang. Seseorang biasanya
terinfeksi jika menderita sakit paru-paru dan terdapat bakteri di
dahaknya.
Kondisi lingkungan yang gelap dan lembab juga
mendukung terjadinya penularan. Penularan penyakit TBC
terhadap seorang anak dapat terjadi karna terhirupnya percikan
udara yang mengandug bakteri tuberkulosis. Bakteri ini dapat
meyerang seluruh organ tubuh, seperti paru-paru (paling bayak
terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau
selaput otak ( yang terberat). Infeksi primer terjadi pada saat
sesorang terjangkit bakteri TB untuk pertama kalinya. Bakteri
ini sangat kecil ukuranya sehingga dapat melewati sistem
pertahan mukosiler bronkus, dan terus berkembang.
Komplikasi pada penderita TBC, sering terjadi pada
penderita stadium lanjut Berikut, beberapa komplikasi yang
dapat dialami:
(1) Hemoptasis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah)
yang dapat mengakibatkan kematian karena syok
hipofolemik atsu tersumbatya jalan nafas.
(2) Lobus yang tidak berfungsi akibat retruksi bronkial.
(3) Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat), pada proses pemulihan atau
retraksi pada paru.
(4) Pneumothorak spontan (adanya udara di dalam rongga
pleura): kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
(5) Peyebaran infeksi ke organ lainya seperti otak, tulang,
persendian, ginjal, dan sebagainya.
(6) Insufiensi kardio pulmoner
Karena derajat proteksi BCG dari tuberkulosis paru
diragukan. Tujuan utama pengendalian tuberkulosis adalah
penemuan kasus dan pengobatan namun. Namun, imunisasi
24

BCG pada saat lahir diharapkan dapat mengurangi mordibitas


dan mortalitas tuberkulosis pada anak. Imunisasi BCG di
berikan pada anak umur 0-2 bulan (dalam masa inkubasi)
karena imunitas yang diperlukan untuk penyakit tuberkulosis
terutama imunitas seluler, sedangkan imunitas seluler tidak
diturunkan melewati plasenta. Pada daerah-daerah yang bukan
endemis tuberkulosis, BCG dapat diberikan pada umur yang
lebih tua. Pedoman Departemen Kesehatan RI, agar imunisasi
BCG diberikan pada umur antara 0-12 bulan, tetap disetujui
dengan alasan untuk mendapatkan cakupan yang lebih luas.
Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi,
mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB
miliar. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas BCG
terhadap terhadap TB adalah perbedaan vaksin BCG
lingkungan, faktor genetik, status gizi dan faktor lain seperti
paparan sinar ultraviolet terhadap vaksin (Nufareni,2003 dalam
Proverawati dan Andhini 2010).
b) Kemasaan
Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10
ampul vaksin. Setiap 1 ampul vaksin dengan 4 ml pelarut
c) Cara pemberian dan dosis
Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis Bacillus
yang telah dilemahkan. Cara pemberiannya melalui suntikan .
sebelum disuntikan Vaksin BCG harus dilarutkan dalam
terlebih dahulu. Dosis 0,5 cc untuk ayimdan 0,1 cc untuk anak
dan orang dewasa. Imunisasi BCG d lakukan pada bayi usisa
0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan pada bayi umur 2-3
bulan. Dapat diberikan pad anak dan orang dewasa jika sudah
melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif.
Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah
lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan
peyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan
25

intrakutan, agar dapat dilakukan dengan tepat, harus


menggunakan jarum yang sangat halus (10mm, ukuran 26).
Kerja sama antara ibu dengan petugas imunisasi sangat
diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat
d) Kontra indikasi
Imunsasi BCG tidak boleh diberian pada kondisi:
(1) Seorang anak yang menderita penyakit kulit yag berat atau
menahun, seperti eksim, furunkosis, dan sebagainya.
(2) Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang
sedang menderita TBC.
e) Efek samping
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang akan
timbul tidak seperti pada imunisasi dengan vaksin lain.
Imunisasi BCG tidak meyebabkan demam. Setelah 1-2 minggu
diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan di
tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian
pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus,
karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan.
Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau
leher. Pembesaran ini terasa padat, namun tidak menimbulkan
demam (Proverawati & Andhini, 2009).
2) Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan tetanus)
a) Fungsi
Imunisai DPT,bertujun untuk mencegah 3 penyakit
sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas,
mudah menular dan meyerang terutama saluran pernafasan
bagian atas. Penularan bisa karena kontak langsung dengan
penderita melualui bersin atau batuk atau kontak tidak
langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri
difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti
26

demam lebih kurang 38 C, mual, muntah, sakit waktu menelan


dan terdapat pseudomembaran putoh ke abu-abuan difaring,
laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah,
leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena
kelenjar leher dan sesak nafas disertai bunyi (stridor). Pada
pemeriksaan apusan tengorok atau hidung terdapat kuman
difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan
menyebarkan racunke dalam tubuh, sehingga penderita dapat
mengalami tekanan darah rendah, hingga efek jangka
panjangya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer.
Cutaneus dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder
pada kulit penderita
Difteri di sebabkan oleh bakteri yang ditemukan di
mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri meyebabkan selaput
tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut
dapat meyebabkan kesusahan menelan, bernafas dan dapat
meyebabkan mati lemas. Bakteri menghsasilkan racun yang
dapat meyebarkan keseluruh tubuh dan meyebabkan berbagai
komplikasi berat seperti kelumpuhan berat dan gagal jantung.
Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat
penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk dan bersin
orang yang terkena penyakit ini.
Pertusis, merupakan suatu pentakit yang di sebabkan
oleh kuman bordetella pertusis, kuman ini mengeluarkan
toksin Yang dapat meyebakan ambang rangsang batuk menjadi
rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan
terjadi batuk hebat dan lama. Serangan batuk lebih sering
terjadi pada malam hari, batuk terjadi beruntun dan pada akhir
batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup” (whoop)
yang khas. Biasanya di sertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3
bulan, oleh karena itu pertusis di sebut juga dengan “ batuk
seratus hari penularan ini dapat melalui doplet penderita. Pada
27

stadium oemulaan yang disebut Stadium Kataralis yang


belangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas, penderita
menunjukan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama
makin keras. Pada stadium selanjutnya disebut Stadium
Paroksimal , baru timbul gejal khas berupa batuk lama dan
hebat, didahului dengan menarik nafas panjang disertai bunyi
“whoops” Stadium Proksimal ini berlangsung 4-8 minggu.
Pada bayi batuk tidak khas, “whoops” tidak ada tetapi sering
disertai penghentian nafas sehingga bayi mendadak biru.
Akibat batuk yang berat dapat mengalami perdarahaan
selapit lendir mata (conjunctiva) agau pembengkakan sekitar
mata (oedema periorbital). Pada pemerisksaan laboratorium
apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis
(Bordetella Pertusis).
Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran
udara dan pernafasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini
meyebabkan serangan batuk parah yang berkepanjangan.
Diantara serangan batuk ini, anak akan mengap-mengap
apabila bernafas. Seranga batuk sering kali diikuti oleh
muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangdung
berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat bagi bayi
berusia 12 bulan kebawah dan sering kali memerlukan rawat
inap dirumah sakit. Batuk rejan dapat menimbulkan
komplikasi seperti perdarahan, kejang-kejang, radang paru-
paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen,
dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara
200 anak di bawah usia 6 bulan yag terkena batuk rejan akan
meninggal. Batuk rejan dapat ditularkan melalui batuk dan
bersin orang yang terkena penyakit ini.
Tetanus merupakan infeksi penyakit yang disebabkan
oleh kuman Crosdium Tetani. Kuman ini bersifat anaerob,
sehingga dapat hidup pada lingkungan yag tidak terdapat zar
28

asam (oksigen). Tetanus dapat meyeranng bayi, anak-anak


bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disbebabkan karena
pemotongan tali pusar tanpa alat yang steril atau
menggunakan alat tradisional dimana alat potong dibubuhi
ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus,
pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka
yang kotor atau luka yang terkontaminasi spora kuman tetanus,
kuman ini bayak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang
tersebar diluas tanah.
Penderita akan mengalami kejang-kejang baik tubuh
maupun otot sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada air susu
ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita akan kesulitan
menelan kekakuan oada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena
kuman spora kuman crostridium tetani berada pada lingkungan
anaerob, kuman akan aktif mengeluarkan toksin yang akan
menghancurkan sel darah merah, tokisin yang merusak sel
darah putih yang merusak suatu toksin dari suatu toksin yang
akan terikat pada saraf meyebabkan penurunan ambang
rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang,
biasanya terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan berlangsung
selama 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam,
kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan) kadang-
kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan
melengkung). pada umur di atas 1 bulan.
Tetanus d sebabkan oleh bakteri yang berada di tanah,
debu, kotoran dan hewan. Bakteri ini dapat memasuki tubuh
memlalui luka sekecil tusukan jarum, tetanus tidak dapat
ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah
penyakit peyakit yang meyerang sistem saraf dan sering kali
meyebabkan kematian, tetanus meyebabkan kekejangan otot
yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus
dapat meyebabkan kesusahan bernafas, kejang-kejang yang
29

terasa sakit, detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi


yang efektif, penyakit tetanus jarang di temukan, namun
penyakit ini masih terjadi pada orang dewasa yanf belum di
imunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik
ulang (Di suntik vaksin dosis booster)
b) Kemasan
Dipasaran terdapat 3 kemasan sekaligus, dalam bentuk
kemasan tunggal bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT
(difteri dan tetanus) dan kombinasi ketiganya atau di kenal
dengan vaksin tripel.
c) Cara pemberian dan dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi
intramuskular. Suntikan diberikan pada paha tengah luar atau
subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara memberikan vaksin
ini, sebagai berikut :
(1) Letakan bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu
dengan seluruh kaki telanjang
(2) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi.
(3) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk.
(4) Masukan jarum dengan 90 derajat.
(5) Tekan seluruh jarum langsung kebawah melalui kulit
sehingga masuk kedalam otot. Untuk mengurangi rasa
sakit, suntikan secara perlahan-lahan.
Pemberian vaksin DPT di lakukan tiga kali mulai bayi
umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu.
Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama
antibodi dalam tubuh sangat rendah. Pemberian kedua mulai
meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukup antibodi.
Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90%,
akan tetapi daya proteksi vaksin tetanus masih rendah yaitu 50-
60%, oleh karena itu, anak-anak itu akan berkemungkinan
30

untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis tetapi lebih


ringan.
d) Efek samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samoing
ringan dan berat, efek samping ringan dan berat, efek ringam
seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat
peyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menanggis
hebat karena kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran
menurun terjadi kejang, ensefalopati, dan shock (Proverawati
& Andhini, 2010).
3) Imunisasi campak
a) Fungsi
Imunisasi campak bertujuan untuk memberikan
kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak, measles
atau rubella adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh
virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak
awal masa podromal sampai lebih kurang 4 hari setelah
munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airbone).
Virus campak ditularkan melalui infeksi droplet melalui
udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring.
Tiga hari sesidah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada
kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus
menyebar pada semua sistem retikuloendotenial dan meyusul
viremia kedua setelah 4-5 hari dari infeksi awal. Adanya Giant
Cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam
dan infiltrat perivronchial paru. Juga terdapat udema,
bendungan da pendarahan yang tersebar pada otak kolonisasi
dan peyeberan pada epitel dan kulit meyebabkan batuk, pilek,
mata merah (3C= coryza, cough dan conjunctivis) dan demam
yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek
makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi
(pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai
31

timbul ruam makulopopuler warna kemerahan. Virus juga


dapat berbiak pada susunan saraf dan menimbulkan gejala
klinik ensefalitis, setelah masa konvalesen menurun,
hipervaskulalisasi merdea dan meyebabkan ruam menjadi
semakin gelap, berubah menjadi desquamasi dan
hiperpigmentasi. Proses ini desebabkan karena pada awalnya
terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
b) Gejala klinis
Panas yang meningkat dan mencapai puncaknya pada
hari ke 4-5, pada saat ruam keluar
(1) Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold
yang berat, membaik dengan cepat pada saat panas
menurun.
(2) Conjunctivis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva
disertai dengan kerandangan disertai dengan keluhan
fotofobia.
(3) Cough merupakan merupakan akibat keradangan pada
epitel saluran nafas, mencpai puncak pada saat erupsi dan
menghilang setelah beberapa minggu.
(4) Munculnya bercak koplik (Koplik’s spot) umumnya pada
sekitar 2 hari sebelum munculnya ruam (hari ke 3-4) dan
cepat menghilang setelah setelah beberapa jam atau hari
koplik’s spot adalah sekumpulan noktah putih pada daerah
epitel bukal yang merah, merupakan tanda klinik yang
patognomonik untuk campak.
(5) Ruam makulopapular semula berwarna kemerahan. Ruam
ini muncul pertama pada daerah batas rambur dan dahi,
serta belakang telinga, meyebar ke arah perifer sampai pada
kaki. Ruam umumnya saling rangkuh sehingga pada muka
dan dada menjadi confluent. Ruam ini membedakan dengan
rubella yang ruamnya diskreta dan tidak mengalami
desquamasi.
32

Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik serta pemeriksaan serologik atau virologik
yang positif yaitu bila terdapat demam tinggi terus menerus
38,50 C atau lebih sertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata
merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti
diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit didahului
oleh suhu tubuh yang meningkat tinggi dari semula. Pada saat
ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul,
batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami
sesak nafas atau dehidrasi. Gejala klinis terjadi setelah masa
tunas 10-20 hari, terdiri dari tiga stadium :
(1) Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari,ditandai dengan
demam yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah,
nyeri menelan, stomatitis, dan conjunctivis. Tanda
patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan
molar tiga disebut bercak koplik.
(2) Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam
makulopaular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya
ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga,
kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya
ekstermitas.
(3) Stadium peyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya.
Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan
menghilang setelah 1-2 minggu.
(4) Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita,
untuk mewaspadai timbulnya komplikasi. Gizi buruk
merupakan risiko komplikasi berat.
c) Kemasan
(1)1 box vaksin terdiri dari 10 vial.
(2)1 vial berisi 10 dosis.
(3)1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml.
33

(4)Vaksin ini berbentuk beku kering.


d) Cara pemberian dan dosis
pemberian vaksin campak hanya di berikan satu kali,
dapat di lakukan pada unur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC.
Sebelum di suntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan
denga pelarut steril yag telah tersedia yang berisi 5 ml cairan
pelarut. Kemudian suntikan diberikan pada lengan kiri atas
secra subkutan. Cara pemberian:
(1) Atur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu
dengan seluruh lengan telanjang.
(2) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, dan gunakan
jari-jari tangan untuk menekan atas lengan bayi.
(3) Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas
dengan sudut 45 derajat.
(4) Usahakan kestabilan posisi jarum
e) Efek samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah
vaksinasi.
f) Kontraindikasi
pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang
yang mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukimia, dan
limfoma (Proverawati & Andhini, 2010).
4) Imunisasi polio
a) Fungsi
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomyetis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan
dengan vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio:
(1) Inactivated polio Vaccine (IPV= Vaksin Salk) mengandung
virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui
suntikan
34

(2) Oral polio Vaccine (OPV= Vaksin Sabin), mengandung


vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam
bentuk pil atau cairan
Bentuk trivalen (Trivalen oral polio Vaccine; TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, sedangkan bentuk
monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Poliomielites adalah penyakit pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh satu dari tiga virusnya yang
berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2, atau 3. Struktur virus
ini sangat sederhana, hanya terdiri dari RNA genom dalam
sebuah caspid tanpa pembungkus. Ada 3 macam serotipe pada
virus ini type 1 (PVI), type 2 (PV2), dan type 3 (PV3) ketiga-
tiganya dapat menginfeksi tubuh dengan gejala yang sama.
Penyakit ini ditularkan orang melalui fekal-oral-route. Ketika
virus masuk kedalam tubuh, partikel virus akan dikeluarkan
dalam feses selama beberapa minggu. Gaya hidup dengan
sanitasi yang kurang baik akan meningkatkan kemungkinan
terserang poliomyelits. Kebanyakan poliomielitis tidak
menunjukan gejala apapun. Infeksi semakin parah jika virus
masuk kedalam aliran darah. Kurang dari 1% virus masuk pada
sistem saraf pusat, akan tetapi virus lebih meyerang dan
menghancurkan sistem saraf motorik, hal ini menimbulkan
kelemahan otot dan kelumpuhan (lumpuh layu akut= acute
flaccid paralusis)/AFP). Kelumpuhan dimulai dengan gejala
demam, nyeri, otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu
pertama sakit, kematian bisa terjadi bila otot-otot pernafasasn
terifeksi dan tidak segera ditangani.
Polio dapat meyebabkan gejala yang ringan atau
penyakit yang sangat parah. Penyakit ini dapat menyerang
sistem pencernaan dan sistem saraf. Polio meyebabkan demam,
muntah-muntah, dan kekakuan otot dan dapat meyerang saraf-
saraf, meyebabkan kelumpuhan permanen. Penyakit ini dapat
35

meliumpuhkan otot pernafasan dan otot yang mendukung


proses menelan, meyebabkan kematian. Diantara 2-5%
penderita polio akan meninggal akibat penyakit ini dan sekitar
50% pasien yang masih bertahan hidup menderita kelumpuhan
seumur hidup. Polio dapat tularkan jika tinja penderita
mencemari makanan, air atau tangan.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan terserang
poliomyelitis antara lain dikarenakan malnutrusi, tonsilektomi,
kurangnya sanitasi lingkungan, karena suntikan dan juga virus
bisa ditularkan melalui placenta ibu, sedangkan antibodi dapat
melindungi bayi secara adekuat.
b) Kemasan
(1) 1 box vaksin yang terdiri dari 10 vial
(2) 1 vial berisi 10 dosis
(3) Vaksin polio adalah vaksin yang berbentuk cairan
(4) Setiap vial vaksin polio disertai 1 buah penentes (dropper)
terbuat dari bahan plastik.
c) Cairan pemberian dan dosis
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, dan
IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi
polio ulangan di berikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV,
kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat
meninggalkan SD (12 tahun). Di indonesia umumnya
diberikan vaksin sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1 mL) langsung ke mulut anak atua dengan menggunakan
sendok berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus
menggunakan penetes (dropper) yang baru. Cara pemberian:
(1) Orang tua memegang bayi dengan kepala disangga dan
dimiringkan ke belakang
(2) Mulut bayi dibuka hati-hati menggunakan ibu jari atau
dengan menekan pipi bayi dengan jari-jari
36

(3) Teteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah.


Jangan biarkan alat tetes menyentuh bayi
d) Efek samping
Pada umumunya tidak terdapat efek samping. Efek
samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat
jarang terjadi
e) Kontra indikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada
orang penderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek berbahaya
yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang
sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh
(Proverawati & Andhini, 2010).
5) Imunisasi hepatitis B
a. Fungsi
Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh
kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit hepatis B,
disebabkan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver
(hati). Virus ini aka tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi
yang terjangkit virus hepatitis B beresiko terkena kanker hati
atau kerusakan pada hati. Virus hepatitis B di temukan di
dalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah,
ludah dan air mani.
b. Penularan
Virus hepatitis B biasanya disebarkan melalui kontak
dengan cairan tubuh (darah, air liur, air mani) penderita
penyakit, atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan.
Kebanyakan anak kecil yang terkena virus hepatitis B akan
menjadi “pembawa virus” ini berarti mereka tidak menunjukan
gejala apapun, jika anak terkena hepatitis B dan menjadi
“pemawa virus”, mereka akan memiliki resiko yang lebih
37

tinggi untuk terkena penyakit hati dan kanker nantinya dalam


hidup.
Ibu yang tejangkit hepatitis B dapat menularkan virus
pada bayinya. Hepatitis B dapat, menular melalui kontak
antara darah dengan darah, sebagai contoh apabila darah pada
tubuh kita terkontaminasi caira yang yang dikeluarkan oleh
penderita penderita penyakit hepatitis B, seperti jarum suntik
atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan
manusia, hal ini termasuk hubungan seksual. Penyakit ini dapat
menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis hepatis, kanker hati
dan menimbulkan kematian.
Secara umum orang yang dapat atau berisiko tertular
penyakit hepatitis B, dapat diidentifikasi dari perilakunya.
Individu yang dimaksud, termasuk dalam beberapa kriteria,
seperti para pengguna narkoba suntik, pasangan seks orang
terinfeksi hepatitis, bayi yang dilahirkan dari ibu yang
terinfeksi hepatitis, orang yang suka berganti-ganti pasangan
seks. Laki-laki homoseksual, atau laki-laki yang berhubungan
seks dengan laki-laki juga berisiko tertular penyakit ini. Selain
itu, petugas kesehatan juga merupakan orang yang strategis
untuk tertular penyakit ini, jika seorang petugas kesehatan
tudak menggunakan standar perlindugan diri dengan tepat.
Petugas kesehatan yang sedang merawat pasien dalam kondisi
terinfeksi hepatitis, haruius menggunakan standar perlindungan
diri, seperti sarung tangan, dan jangan pernah meyentuh cairan
tubuh dari pasien secara langsung
c. Gejala
Gejala mirip flu, yaituhilangnya nafsu makan, mual,
muntah, rasa lelah,mata kuning dan muntah, serta demam,
urine menjadi kuning, sakit perut.

d. Kemasan
38

Vaksin hepatitis B berbentuk cairan. Satu box vaksin


hepatitis B PID terdiri dari 100 HB PID.
e. Cara pemberian dan dosis
Imunisasi ini diberikan pada tuga kali pada umur 0-11
bulan melalui injeksi intramuscular. Kandungan vaksinya
adalah HbsAg (Prefill Injection Device) yang diberikan sesaat
setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari. Vaksin B-PID
disuntikan dengan satu buah HB PID. Vaksin ini,
menggunakan PID (Prefill Injection Device). Merupakan jenis
alat suntik yang hanya bisa di gunakan sekali pakai dan telah
berisi vaksin dosis tunggal dari pabrik. Vaksin tidak hanya
diberikan pada bayi. Vaksin juga di berikan pada anak usia 12
tahun yang dimasa kecilnya belum diberi hepatitis B. Selain itu
orang-orang yang berada dalam rentan risiko Hepatitis B
sebaiknya diberi vaksin ini.
Cara pemakaian
(1) Buka kantong alumunium atau plastik dan keluarkan alat
suntik PID
(2) Pegang alat suntik PID pada leher dan tutup jarum dengan
memegang keduanya diantara jari telunjuk dan jempol, dan
denga gerakan cepat dorong tutup jarup ke arah leher.
Teruskan mendorong sampai tidak ada jarak antara tutup
jarum dan leher
(3) Buka tutup jarum, tetap pegang alat suntik pada bagian
leher dan tusukan jarum pada anterolateral paha secara
intramuskular, tidak perlu dilakukan aspirasi
Pijat reservoir dengan kuat untuk menyuntik, setelah reservoir
kempis cabut alat suntik.

f. Efek samping
39

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan


pembengkakan disekitar tempat peyuntikan. Reaksi terjadi
bersifat rinfan dan biasanya hilang setelah 2 hari
g. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya
seperti vaksin-vaksin lain, vaksi ini tidak boleh diberikan
kepada penderita infeksi berat yang si sertai kejang
(Proverawati & Andhini, 2010).

h. Jadwal Imunisasi Pada Anak


Jadwal pemberian yang menjadi acuan baik untuk instansi
kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan adalah jadwal yang
merupakan hasil rekomendasi dari ikatan dokter anak indonesia
(IDAI) yang dikombinasikan dengan jadwal yang diberikan oleh
departemen kesehatan. Pemberian imunisasi pada anak bisa
mengalamai penundaan, hal ini disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya: Anak sakit mendadak dengan suhu 38,5̊ C atau sakit yang
cukup berat, maka imunisasi ditunda untuk beberapa hari sampai
konidisi anak stabil. Anak mendapatkan pengobatan kortikosteroid
tetapi bukan infeksi Kelainan neurologi (Juffrie dan Darmawan,
2009).
Tabel 2.1
Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI periode 2017
JENIS Umur pemberian imunisasi dalam bulan
IMUNISASI Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BCG 
Hepatitis B    
Polio    
Campak 
Dpt   
Sumber : IDAI periode 201
40

B.Kerangka Teori

Lengkap apabila kondisi bayi sudah


Lengkap mendapatkan 5 jenis imunisasi dasar
Faktor-faktor yang Imunisasi meliputi: BCG, DPT, Polio, campak,
mempengaruhi dasar bayi hepatitis B.
kelengkapan meliputi: Tidak lengkap apabila bayi belum
imunisasi: 1. BCG Tidak lengkap mendapatkan 5 jenis imunisasi yang
Faktor yang
1) Pengetahuan 2. DPT meliputi: BCG, DPT, polio, campak,
1) Pengetahuan mempengaruhi
3.Polio hepatitis B
2) Motivasi pengetahuan: 4.Campak
3) Pengalaman 5.Hepatitis B
pribadi 1) Ekonomi
4) Pekerjaan 2) Budaya
5) Dukungan 3) Agama
keluarga 4) Pendidikan
6) Fasilitas kesehatan 5) Pengalama
7) Lingkungan n
8) Tenaga kesehatan 6) Sosial
9) Penghasilan
10) pendidikan

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber: SDKI (2012); Kemenkes RI (2013); Proverawati & Atika (2010); Notoadmodjo (2010); Murwani (2014)
41

C. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas variabel terikat

Kelengkapan imunisasi dasar


pengetahuan ibu tentang bayi:
imunisasi:
1. BCG
1. Pengertian imunisasi 2. DPT
2. Tujuan imunisasi 3. Polio
3. Manfaat imunisasi 4. Campak
4. Jadwal pemberian 5. Hepatitis
imunisasi
5. Cara pemberian
imunisasi
6. Efek dari imunisasi

Gambar 2.2
Kerangka konsep Penelitian
42

D. Hipotesisi penelitian
Ha : Ada hubungan antara pengetetahuan ibu tentang imunisasi dengan
kelengkapan imunisasi pada bayi di Puskesmaas Kasihan 1 Bantul
DIY.
Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas
Kasihan 1 Bantul DIY.

Anda mungkin juga menyukai